“AH, maaf, aku jadi memaksa.” Amora yang melihat raut tidak enak dalam wajah Anna langsung meminta maaf. Ia pikir, memang lancang kalau meminta seseorang yang baru ditemui untuk langsung mengambil keputusan.“Tidak apa-apa, kok. Lagian, papanya Oliver memang ganteng dan keren, pasti setelah bercerai pun akan banyak yang mengantre untuknya.”“Ya semoga saja. Asal wanita itu menyayangi Oliver, maka semua akan baik-baik saja. Rehan sangat mencintai anaknya ini.”Entah sejak kapan ambisinya untuk balas dendam mulai menghilang. Ia lebih fokus pada bayi yang ada dalam kandungannya. Ia berharap, kalaupun ia dan Giandra tak bisa bersama, maka anak ini bisa mengobati rasa rindunya kepada suaminya.Untuk saat ini, ia sempat menyesali apa yang sudah terjadi di antara mereka semua. Namun, ia tetap tidak mau kalau Olivia dan Rehan hidup bahagia bersama. Itu menyakiti harga dirinya.“Apa yang kau lamunkan?” tanya Giandra yang sudah berada di sampingnya.“Tidak ada. Iya, kan, Ann?”Anna mengangguk.
Setelah berpakaian rapi, Giandra langsung ke luar dari kamarnya dan mengambil makanan yang sudah disiapkan oleh pelayan. Tadi dia sudah menyuruh pelayan untuk menyiapkan makanannya juga di napan dan dia akan membawanya sendiri ke kamar. Giandra ingin menemani istrinya itu untuk sarapan.Setelah membawa nampan berisi dua mangkuk bubur dan juga beberapa potong buah serta satu gelas susu ibu hamil dan dua gelas air putih, Giandra meletakkan nampan itu di nakas. Dengan perlahan dia membangunkan Amora yang tadi kembali tertidur usai salat Subuh."Amora, bangun. Sarapan dulu, yuk," panggil Giandra dengan suara yang begitu lembut dan hangat sehangat matahari pagi yang menerobos masuk ke kamar mereka melalui jendela yang sudah dibuka oleh Giandra.Amora yang merasa tidurnya terganggu pun perlahan membuka matanya yang terasa berat itu. Rasa kantuk yang menyerangnya membuat wanita itu harus menutup mulut dengan telapak tangan ketika menguap lebar."Makan dulu ya. Nanti selesai makan baru tidur
Prang!Mendengar suara benda jatuh dan melihat Giandra yang mendekat tubuhnya membuat Amora membolakan mata."M-Mas ...."Amora langsung panik saat melihat darah mengalir dari kepala Giandra. Dia menatap ke belakang Giandra, pas bangku taman yang terdapat pecahan vas yang berlumur darah. Jelas vas itu pasti yang menghantam kepala suaminya dan membuat Giandra jadi terluka karena berusaha menolong Amora.Karena panik, Amora langsung berteriak minta tolong.“Tolong! Tolooong!” teriak Amora sambil memegangi kepala Giandra yang masih mengalirkan darah segar yang membuat tangan Amora ikut merah karenanya.Tak lama, muncul beberapa pelayan dan juga tukang kebun keluarga Dwipangga. Mereka membantu membawa Giandra ke mobil kemudian membawa pria itu untuk ke rumah sakit terdekat agar pria itu langsung mendapat penanganan segera. Sementara Amora yang kondisinya belum stabil karena syok dipapah oleh Bi Ratih untuk kembali ke kamar. Pelayan itu membantu menyeka darah yang ada di tubuh Amora lalu m
Selama Giandra dirawat di rumah sakit, selain Sofia yang beberapa kali datang untuk menjenguk dan merawat Giandra, Anna membantu mengurus dokter seniornya itu. Karena kondisi kehamilan Amora yang lemah membuat istri dari Giandra itu tidak bisa lama-lama berada di rumah sakit untuk merawat Giandra. Beruntung ada Anna yang memang bekerja di rumah sakit yang sama dengan putra sulung keluarga Dwipangga itu sehingga Amora merasa sedikit terbantu. Setidaknya ada yang membantu mengecek kondisi kesehatan Giandra dan menolong Giandra jika ada perlu apa-apa.“Maafkan jadi merepotkan Dokter Anna ya,” ucap Amora saat Anna datang ke mansion.Anna menggenggam tangan Amora lalu menyuguhkan senyum hangat dan tatapan teduh untuk wanita yang sedang hamil muda itu. “Jangan begitu, Amora. Dokter Giandra itu kan senior saya. Selain itu dia juga pernah menolong saya dan ibu saya, jadi sekarang saya senang karena memiliki kesempatan untuk bisa membalas kebaikannya,” tutur Anna.Mendengar itu Amora menganggu
Giandra benar pulang sesuai dengan rencana pria itu. Amora tidak tahu bagaimana harus menyambut kedatangan suaminya. Senangkah atau khawatirkah? Di satu sisi jelas Amora senang karena akhirnya bisa bertemu dan bersama lagi dengan Giandra. Tapi di sisi lain dia khawatir karena takut kondisi kesehatan Giandra belum cukup baikan.“Aku sudah sehat, Sayang,” kata Giandra ketika Amora terus menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.“Kepalanya masih sakit?” tanya Amora yang saat ini matanya sudah berkaca-kaca melihat perban yang melilit kepala suaminya itu. Sejak hamil Amora jadi sangat sensitive dan mudah menangis, apalagi saat berada di dekat Giandra, dia merasa selalu ingin dekat dengan suaminya itu.“Ini?” Giandra menunjuk kepalanya. “Ini sudah tidak begitu sakit kok. Hanya memang dokter bilang belum bisa dilepas saja,” jawab Giandra sambil tersenyum. Pria itu pun kemudian mengusap kepada sang istri untuk menghibur Amora yang sebentar lagi akan menangis.“Betul sudah tidak sakit? A
Selama cuti, Giandra banyak menghabiskan waktunya dengan Amora. Istrinya yang sedang hamil itu juga tidak pernah menghindar darinya, malah menjadi lebih dekat. Bahkan saat tidur Amora tidak akan tidur jika tidak dipeluk oleh Giandra.Misalnya malam ini, saat hendak tidur, Amora sudah memasang wajah cemberut karena Giandra belum juga berbaring di ranjang. Karena besok Giandra sudah akan mulai kembali bekerja, pria itu sedikit sibuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Dia menatap laptop dan memeriksa email yang masuk. Ketika sedang berdiri dan melakukan perenggangan, Giandra baru menyadari kalau mata Amora sudah berkaca-kaca.“Ada apa?” tanya Giandra yang merasa khawatir kalau ada sesuatu dengan Amora. Dia takut istrinya itu kenapa-kenapa. “Apa perutmu sakit?” tanyanya lagi sambil menghampiri Amora.Amora menggeleng dan membuang muka. Dia menghindari tatapan Giandra. Hatinya kesal bukan main karena suaminya itu sungguh tidak peka. Dan dia juga kesal karena bayinya ini m
Hari sebelum pernyataan cinta …Seperti hari-hari sebelumnya, Anna merasa kalau hubungannya dengan Giandra mengalami kemajuan yang baik. Setiap kali ia tiba di rumah sakit selalu ada Giandra yang menyambutnya dengan senyuman. Pria itu akan menyapa Anna yang kebetulan datang sedikit lebih lambat dari padanya. Dan karena sapaan dan senyum dokter seniornya itu lah Anna jadi sering sengaja datang lebih lambat sepuluh menit dari biasanya.Seperti dua hari lalu, ketika tiga kali Anna sengaja datang terlambat, Giandra langsung menanyakan hal itu kepadanya.“Sepertinya kau punya rutinitas baru setiap sehingga datang lebih lambat dari biasanya,” kata Giandra setelah menyapa Anna dengan senyuman.Anna mengangguk. “Ada beberapa hal yang perlu diurus sebelum berangkat,” jawabnya sambil mengusap tengkuknya.“Apa pun itu, semoga lancar.” Giandra kembali memamerkan senyumnya pada Anna dan menepuk pelan bahu wanita itu sebelum pamit untuk ke ruangannya.Anna sendiri hanya bisa mematung di tempat jika
Giandra pun mengangguk. “Sampai berjumpa lagi,” katanya, lalu menaikkan kaca jendela mobilnya dan berlalu dari kontrakan wanita itu. Menyisakan Anna yang tersenyum bahagia.Namun dia tertampar kenyataan karena kepercayaan dirinya itu."Ma-maksud Dokter bagaimana? Saya tidak mengerti," kata Anna sambil menatap mata Gaindra."Saya tidak seperti yang kau pikirkan, Dokter Anna. Saya menyukaimu, tapi hanya sebatas rekan kerja dan adik tingkatan selama kuliah, tidak lebih. Saya dan istri saya juga baik-baik saja, tidak ada yang salah dengan pernikahan kami," jelas Gaindra dengan tenang."Tapi bukankah Amora tidak mencintai Dokter?" tanya Anna yang tampak kebingungan."Semula mungkin tidak, tapi perlahan semoga dia akan membuka diri dan tidak mengelak lagi dengan perasaannya." Hanya jawaban itu yang bisa Gaindra berikan. Jawaban sekaligus harapannya."Tapi bagaimana kalau sampai Amora—""Saya mencintainya, bagaimana pun dia," tegas Giandra final.Anna yang sejak tadi sudah limbung kini hanya
“Sayang? Udah bangun?"Amora yang baru saja akan membuka matanya dari tidur, sedikit terkejut dengan suara suaminya. Terdengar sangat serak dan dekat. Tatkala ia menoleh, senyum tampan suaminya menyambut dirinya.Giandra tertawa kecil. Laki-laki dewasa yang baru saja kembali dari kantin itu sedang menggendong sang buah hati. Tampaknya juga bayi lucu yang menurun dari ibunya sedang ikut tertidur juga. Terlihat dari mata kecil yang tertutup rapat. Dan bibir yang maju ."Kamu haus nggak?" tanya Giandra sembari berjalan ke arah box bayi dan menempatkan kembali putranya di sana. Kemudian berbalik dan duduk di sisi kanan ranjang rumah sakit istrinya. Rambut lepek di atas dahi ia usap lembut."Sedikit," jawab Amora dengan senyum manis. Senyumnya semakin sumringah ketika Giandra dengan cepat mengambilkan minum untuknya."Mau duduk dulu?" tawar Giandra yang di balas anggukan lemah dari Amora. Setelah mendudukkan diri, barulah Amora meminum air yang disodorkan oleh Giandra."Kamu mau pulang sek
Giandra benar-benar menjadi ayah dan suami siaga saat ini. Bahkan istrinya saja sampai bosan melihat wajahnya dan berulang kali meminta agar dokter tersebut pergi.“Ini jam istirahat, lebih baik kamu makan siang,” bujuk Amora yang khawatir dengan kesehatan suaminya.“Aku ingin bersama anak kita dulu,” jawabnya.Laki-laki itu menggendong sang buah hati dan memainkan pipi Ghazam yang masih merah. Ia benar-benar dibuat gemas dengan bayi mungil tersebut.Saat tengah menggendong tiba-tiba bayi itu menangis dan membuat Giandra panik bukan main. Amora yang reaksi suaminya lantas tertawa pelan.“Ghazam, lapar, ya?” tanya Giandra seraya menyerahkan bayi tersebut ke Amora.“Makan siang, lalu ke sini kalau sudah tidak ada pasien lagi,” ujar Amora dan dengan terpaksa akhirnya Giandra setuju. Sebelum makan siang Giandra menyempatkan diri mencium kening istrinya terlebih dahulu, lalu pergi.Giandra tampak seperti orang sinting saat ini karena suasana hatinya benar-benar baik. Ia menyapa beberapa pe
Setelah perceraian Rehan dan Olivia, Giandra dan Amora akhirnya memutuskan meninggalkan keluarga Dwipangga. Awalnya keluarga Dwipangga tidak setuju dan dia bertengkar hebat dengan Sofia. Tapi tidak ada yang bisa mengalahkan kekeraskepalaan Giandra. Dia membawa Amora kembali ke Singapura meninggalkan semuanya di Indonesia.Beberapa bulan kemudian.Amora menahan keluh saat kakinya mulai sakit. Ia tetap kelihatan kuat walau kakinya pegal luar biasa, lagi pula ini adalah salahnya yang ingin berbelanja di saat umur kandungannya sudah memasuki usia sembilan bulan.“Kamu tidak apa-apa?” tanya Giandra yang sepertinya paham dengan keadaan istrinya tersebut.“Tidak apa-apa, Giandra,” jawabnya dengan tersenyum manis.Laki-laki tampan tersebut menghela nafas berat, ia berjalan cepat hingga membuat Amora terkejut karena wanita itu tidak dapat mengikutinya, tapi tidak lama Giandra kembali dengan membawa kursi plastik.“Duduk dulu,” kata Giandra dan Amora menurut. Laki-laki tersebut berjongkok di de
Akhirnya proses perceraian Olivia dengan Rehan berjalan lancar. Tampaknya tidak ada yang merasa sedih atau berat hati jika keduanya berpisah. Sofia malah tampak senang. Jelas saja, karena wanita itu memang sudah lama ingin agar Rehan bercerai dengan Olivia. Sisanya tidak ada yang berkomentar sama sekali.Sementara Oliver yang masih tidak paham kalau kedua orang tuanya sudah bercerai juga santai-santai saja ketika melihat Olivia pergi meninggalkan mansion sambil menyeret dua buah koper. Sepertinya faktor terbiasa ditinggal pergi oleh Olivia membuat anak itu berpikir kalau ibunya pergi dalam rangka melakukan liburan, bukan karena telah berpisah dengan ayah sambungnya.Setelah menanda tangani surat perceraian itu, Rehan tidak pulang semalaman dan baru pulang esok harinya setelah menghabiskan waktu dengan mabuk-mabukan di bar. Ia mabuk bukan karena sedih akan bercerai dengan Olivia, tentu ia juga akan dengan senang hati menceraikan wanita itu jika saja tak ada Oliver yang membuat pria itu
Olivia masih yakin kalau suaminya itu sedang bersama dengan Anna. Tentu pemikiran ini muncul karena dia merasa Rehan sedang membalas dendam karena dirinya yang tidak pulang beberapa hari guna menghabiskan waktu bersama Randika, dan tentu saja pria itu tidak akan sudi jika hanya berdiam diri di rumah saja dan menunggu kepulangannya. Jadi, memang lebih masuk akal jika Rehan menghabiskan waktunya di luar bersama dengan wanita lain, dan tentu wanita itu adalah Anna. Memang siapa lagi wanita yang saat ini sedang dekat dengan Rehan?Lagi pula, sejak kepulangannya, tidak hanya Rehan yang tak tampak, Anna juga tidak datang ke mansion ini. Sesuatu yang patut dicurigai oleh Olivia.Ketika sarapan tadi pagi pun yang hadir di meja makan hanya Olivia dan kedua mertuanya. Amora dan Giandra absen hadir di meja makan karena alasan kesehatan Amora yang sedang tidak bagus. Wanita itu kembali mengalami mual yang hebat dan membuat Giandra jadi mengambil cuti guna merawat istrinya yang tengah hamil muda i
Setelah menunggu semalaman sampai pagi tiba, Olivia tidak juga mendapati Rehan berada di mansion ini. Ia curiga kalau pria itu sengaja tidak pulang untuk menghindarinya. Atau bisa saja pria itu memang pergi untuk bersenang-senang dengan wanita lain.“Apa dia menghabiskan waktu dengan dokter itu dan saking senangnya dia sampai tidak berniat pulang lagi? Atau jangan-jangan mereka sudah merencanakan pernikahan?” tanya Olivia kepada diri sendiri.Wajar jika Olivia berpikir begitu, karena malam ketika Anna berpamitan kepada keluarga Dwipangga ini Olivia tidak berada di rumah, wanita itu begitu sibuk menghabiskan waktunya di tempat tinggal Randika. Berada di rumah dengan kehadiran Anna sesekali ke rumah itu, terlebih saat Giandra masih sakit dan cuti bekerja membuat Olivia jadi gerah.Dia beralasan ingin menjenguk Giandra, tapi tujuannya tentu saja untuk mencuri-curi waktu bersama Rehan dan mengambil hati wanita tua itu yang ingin sekali menjadikannya menantu, batin Olivia jika teringat bag
Setelah beberapa hari ini Amora tidak diserang rasa mual yang hebat seperti sebelum-sebelumnya, sekarang rasa mual itu mulai datang lagi. Sejak pagi Amora sudah berkali-kali ke kamar mandi, berusaha memuntahkan isi perutnya. Namun tidak ada yang ke luar selain cairan bening yang terasa pahit di tenggorokannya. Giandra yang tidak tega melihat Amora yang berbaring lemas di ranjang menjadi dilema untuk pergi kerja atau izin libur agar bisa merawat Amora.Giandra akhirnya membatalkan niatnya untuk pergi kerja dan memelepon ke rumah sakit. Sebenarnya sebelum Amora diserang rasa mual yang hebat itu Giandra sudah berpakaian rapi seperti biasanya. Namun, saat ini jasnya sudah tergeletak di sofa di kamarnya, lengan baju yang sudah dikancingnya pun sudah digulung sampai siku, dan dasinya sudah dilepas, bahkan kancing kerah bajunya juga sudah dicopot. Giandra kini bertransformasi menjadi suami yang siaga. Dia memijat tengkuk Amora ketika lagi-lagi perempuan itu merasakan perutnya bergejolak.“Ma
Randika membolakan matanya saat mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Olivia. Sebenarnya bukan baru kali ini saja dia mendengar Olivia mengucapkan kata kalau ia ingin cerai dengan Rehan, Randika sudah mendengarnya berulang kali. Tapi, saat ini yanh membuat Randika cukup terkejut adalah karena dari raut wajahnya tampak kalau Olivia tidak main-main dengan apa yang diucapkannya. Wanita itu kelihatan sangat serius dan sudah yakin kalau akan meminta cerai dari Rehan."Kau yakin dengan apa yang kau ucapkan itu, Honey?" tanya Randika dengan kening mengernyit.Olivia mengangguk yakin. Wajahnya terlihat begitu tegas dan tidak sedikit pun tampak kebimbangan atau kecengengan di sana, sangat jauh berbeda dengan Olivia yang ketika pertama kali mengatakan ingin bercerai itu menyampaikan kepada Randika sambil menangis. "Ya, aku sangat yakin," tegas Olivia.Randika bangkit dari tidurnya dan duduk menghadap ke arah Olivia. Kemudian dia meyakinkan wanita itu untuk memikirkan ulang keputusannya dan
Sebenarnya Giandra tak punya rencana untuk mengajak Amora pergi ke rumah ibu Anna. Mana mungkin di saat perasaan bersalah yang dideritanya karena merasa telah mengkhianati Amora sebab Anna yang menyatakan cinta kepadanya membuat pria itu mengambil keputusan untuk mengajak sang istri bertemu dengan orang tua wanita itu? Giandra tak segila itu.Namun, entah bagaimana ceritanya, pagi-pagi sebelum Amora mengatakan kepadanya kalau wanita hamil itu ingin makan seblak, sebuah pesan mendarat di handphone nya. Pesan dari Anna.Dokter AnnaPagi Dokter GiandraMaaf jika membuat Dokter tidak nyamanSaya hanya ingin menyampaikan maaf dan terima kasih sekali lagiTerutama untuk AmoraOh iya, tadi saya sudah menyampaikan kepada ibu kalau Amora ingin makan seblakDan Ibu meminta agar Dokter Giandra dan Amora datang ke rumahIbu bilang akan membuatkan seblak sebagai rasa terima kasihSemoga Dokter berkenan menerima kebaikan kamiGiandra menghela napas. Saat pesan itu datang kepadanya, jelas dia tidak