sudah triple update ya. happy weekend
'Kenapa sih sampai harus bertemu dengan perempuan itu? Merusak hariku saja!' Selama berada di dalam mobil saat perjalanan pulang, Yasmin terus nampak uring-uringan. Pertemuan yang tidak disengaja itu benar-benar telah membuat moodnya hancur.Memang dia tadi tak menampik jika sangat gemas dengan sosok Bella kecil yang nampak begitu menggemaskan, karena dia juga sebenarnya ingin memiliki seorang cucu perempuan. Tetapi ketika tahu jika Rara adalah wanita yang menghancurkan perjodohan Arjuna dengan Clara, dia pun langsung emosi.'Perempuan nggak tahu diri!' Yasmin terus saja emosi sembari mendengus kasar dan melipat kedua tangannya di dada.Sebenarnya dia sendiri tak menampik jika Rara adalah wanita yang sopan, cantik, dan berkelas. Hanya saja ada satu hal yang membuat Yasmin tak bisa menerima Rara adalah karena statusnya yang janda. Meski tadi terlihat suka pada Bella, tetapi hati Yasmin saat ini masih membeku."Oma kenapa sih ngajak Daffa pulang? Daffa kan masih ingin main sama Bella!
"Ya ampun. Kenapa Daffa keras kepala sekali."Yasmin memukul dahinya dengan sikap Daffa.Dia paham sekali jika sebenarnya sifat keras kepala itu menurun darinya, kepada Arjuna dan kemudian berakhir pada Daffa.Jika mereka bertiga sudah mempunyai satu pilihan, tak akan pernah mau digantikan bahkan jika harus ditekan dengan sedemikian rupa.Yasmin pun mendengus kesal. "Harusnya sih Daffa dulu aku bawa saja ke Singapura, sehingga tidak bertemu dengan Rara!" Mood Yasmin sudah terlanjur buruk, sehingga dia pun merasa uring uringan saat ini."Ada apa, Ma? Kenapa marah terus?" Tanpa Yasmin sadari, ternyata Rudi saat itu sudah duduk tepat di sampingnya.Kaget, Yasmin pun merasa kesal. "Papa ini apaan sih? Seneng banget ngagetin!" seru Yasmin sambil menepuk paha suaminya.Rudi terkekeh melihat wajah istrinya yang terkekeh saat ini. "Makanya jangan marah terus. Ada apa sih Ma? Apa tadi Daffa nakal di Mall?" Rudi mencoba menebak.Yasmin menggelengkan kepalanya dan melipat tangannya ke dada. Wan
"Mama ... Bella mau pulang."Pertemuan dengan Yasmin dan sedikit insiden dengan Daffa tadi, ternyata sukses mempengaruhi Bella. Gadis kecil yang tadi sepertinya begitu bersemangat, kini mimik wajahnya terlihat sendu. Bella juga tak lagi bersemangat untuk bermain dan memilih berada di gendongan Rara. "Bella nggak mau beli mainan lagi, Sayang?" Rara masih mencoba membuat Bella lupa akan hal itu. Bella tak berucap, hanya saja gadis kecil itu menggeleng lemah dan malah kemudian melingkarkan tangannya ke leher Rara dan menaruh kepalanya di salah satu pundak sang ibu.Rara menghela nafas panjang dan kemudian mengelus rambut panjang Bella. "Oke, Sayang."Tentu saja akhirnya Rara pun mengiyakan permintaan putrinya itu. Dia begitu paham dengan perasaan Bella. Sebenarnya sih bukan hanya Bella saja yang langsung berubah moodnya setelah kepergian Yasmin tadi, tetapi Rara pun ikut terimbas. Jadi, memang pilihan terbaik saat ini adalah segera pulang dan menenangkan pikiran.Meski tadi Yasmin tak
"Entahlah ... aku sampai saat ini belum bisa mengartikan rasa cinta itu." Rara pun kembali berucap setelah beberapa saat tadi terdiam setelah mendengarkan perkataan dari Stella itu. "Jadi, untuk saat ini aku lebih memilih untuk sendiri saja dulu."Sendiri, masih merupakan pilihan yang dirasa paling baik untuk Rara saat ini. Luka yang belum sembuh dengan sempurna, pasti akan menjadi teramat sakit jika ditambah luka baru lagi. Rara tak ingin hal itu terjadi, dia lebih memilih untuk fokus pada pengembangan diri dan juga Bella saja.Estella memganggukan kepala dan bisa memahami hal itu. Dari cerita Rara beberapa waktu yang lalu, dia bisa merasakan seperti apa kejamnya Nizam dan keluarganya pada Rara dan Bella. Jadi, tak salah jika saat ini Rara seperti begitu trauma. "Semoga pilihan kamu tepat ya."Stella juga paham jika Rara adalah sosok wanita yang tak mudah untuk jatuh cinta. Tetapi ketika sekali wanita itu jatuh cinta pada seorang pria, maka dia akan menjaga dengan begitu baik hingga
"Papa, tadi Daffa ketemu sama Bella saat diajak ke mall sama Oma." Daffa mencoba membuka obrolan dengan Arjuna."Lalu?" tanya Arjuna yang nampak dingin tetapi sebenarnya sungguh antusias sekali.Daffa kali ini mendatangi kamar Arjuna ketika pria itu baru sampai di rumah.Dengan segera, bocah kecil nan tampan itu pun menceritakan pertemuannya dengan Bella dan juga Rara."Oma pokoknya nggak seru deh, Pa. Pas Daffa lagi main sama Bella, eh malah langsung ditarik pulang." Di akhir cerita Daffa pun menunjukan rasa kesalnya.Arjuna langsung mengerutkan dahinya. Dari awal Daffa bercerita, dia sudah bisa menebak jika pertemuan itu pasti berakhir dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, terutama untuk Rara dan juga Bella."Apa kemudian Oma bertengkar dengan Mama Rara?" Pertanyaan yang satu ini dirasa juga tak kalah pentingnya bagi Arjuna.Padahal sebenarnya Arjuna tak pernah menginginkan Rara bertemu dengan Yasmin, ketika tidak bersama dengan dia. Pria ini hanya tak ingin jika Rara menjadi pe
Rara kembali melakukan aktivitasnya di kantor. Apa pun yang terjadi di luar, dia tetap selalu ingin fokus pada Jaya Corp. Tak ingin satu kali pun dia mengecewakan Satria yang telah memberikan kepercayaan penuh. Fokus pada pengembangan perusahaan demi masa depannya dengan Bella, adalah suatu hal yang paling dia ingin wujudkan saat ini. Itulah mengapa dia saat ini menjadi seorang wanita yang pekerja keras. "Selamat pagi Nona." Linda masuk ke dalam ruangan setelah beberapa saat tadi mengetuk pintu. "Ada sebuah karangan bunga untuk Nona Rara." Asisten pribadi Rara yang cantik itu memang masuk dengan membawa sebuah buket bunga yang sangat cantik. Sebenarnya Linda sedikit kaget dengan karangan bunga yang diantar oleh kurir itu tadi untuk bosnya. Karena selama ini dia tahu jika Rara tak sedang dekat dengan siapa pun, kecuali Arjuna. Sedangkan buket bunga ini seperti bukan dari teman Satria itu."Karangan bunga? Dari siapa?" Rara juga tak kalah kagetnya dengan Linda saat menerima karangan b
"Selamat datang, Sayang." Yasmin segera mencium pipi kanan dan kiri Clara yang baru sampai di rumah Arjuna. "Gimana tadi, macet nggak?" Wajah wanita paruh baya itu nampak begitu sumringah."Nggak kok, Tante. Semua berjalan lancar sekali." Clara pun nampak begitu bahagia sekali. "Mau ketemu calon pujaan hati, macetnya jadi tidak terasa, Tante."Hari ini memang Yasmin mengundang Clara datang ke rumah, tujuannya tentu untuk mendekatkan Clara pada Daffa. Meski sebenarnya saat ini Clara sedang ada acara, tetapi demi seorang Arjuna, dia bisa mengorbankan apa pun. Clara begitu terobsesi dengan Arjuna, sehingga dia begitu ingin mendapatkan lelaki itu dan tak bisa menerima sebuah kekalahan. Dengan mendekati Daffa, dia berharap bisa mendapatkan hati bocah tampan itu dan tentu saja, endingnya Daffa akan merekomendasikan Clara pada Arjuna."Ayo masuk, Sayang." Yasmin dengan segera menggandeng tangan Clara untuk masuk rumah. Yasmin merasa jika pilihannya kali ini amat tepat. Clara seorang wanit
"Sayang, maafkan Daffa yang kurang sopan ya." Yasmin meminta maaf karena sikap Daffa yang tak sopan pada Clara. Wanita paruh baya itu merasa tak enak pada Clara. Dia tahu jika memang Daffa memiliki sifat yang tak acuh pada orang yang tidak dikenal, tetapi Yasmin juga tak mengira jika sikap cucunya itu akan sedikit keterlaluan.Clara tersenyum manis saat itu. "Tidak apa-apa, Tante. Namanya juga anak kecil, wajar sering seperti itu." Saat seperti ini, emosi Clara harus benar-benar dijaga agar bisa terus terlihat sabar dan layak menjadi ibunda Daffa.Yasmin merasa lega karena Clara tak marah, dengan sikap yang ditunjukan oleh Clara itu, dia makin merasa senang dan bersimpati."Tante janji, akan terus membantu untuk mendekati Daffa," ucapnya lagi sambil mengelus punggung tangan Clara.Bagi Yasmin, apa yang tadi baru saja diucapkan oleh Daffa itu sangat keterlaluan. Tak sembarang orang bisa menerima hal itu, apa lagi wanita muda seperti Clara ini. Sebuah mulai plus untuk calon istri Arju
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me