"Mama ... Bella mau pulang."Pertemuan dengan Yasmin dan sedikit insiden dengan Daffa tadi, ternyata sukses mempengaruhi Bella. Gadis kecil yang tadi sepertinya begitu bersemangat, kini mimik wajahnya terlihat sendu. Bella juga tak lagi bersemangat untuk bermain dan memilih berada di gendongan Rara. "Bella nggak mau beli mainan lagi, Sayang?" Rara masih mencoba membuat Bella lupa akan hal itu. Bella tak berucap, hanya saja gadis kecil itu menggeleng lemah dan malah kemudian melingkarkan tangannya ke leher Rara dan menaruh kepalanya di salah satu pundak sang ibu.Rara menghela nafas panjang dan kemudian mengelus rambut panjang Bella. "Oke, Sayang."Tentu saja akhirnya Rara pun mengiyakan permintaan putrinya itu. Dia begitu paham dengan perasaan Bella. Sebenarnya sih bukan hanya Bella saja yang langsung berubah moodnya setelah kepergian Yasmin tadi, tetapi Rara pun ikut terimbas. Jadi, memang pilihan terbaik saat ini adalah segera pulang dan menenangkan pikiran.Meski tadi Yasmin tak
"Entahlah ... aku sampai saat ini belum bisa mengartikan rasa cinta itu." Rara pun kembali berucap setelah beberapa saat tadi terdiam setelah mendengarkan perkataan dari Stella itu. "Jadi, untuk saat ini aku lebih memilih untuk sendiri saja dulu."Sendiri, masih merupakan pilihan yang dirasa paling baik untuk Rara saat ini. Luka yang belum sembuh dengan sempurna, pasti akan menjadi teramat sakit jika ditambah luka baru lagi. Rara tak ingin hal itu terjadi, dia lebih memilih untuk fokus pada pengembangan diri dan juga Bella saja.Estella memganggukan kepala dan bisa memahami hal itu. Dari cerita Rara beberapa waktu yang lalu, dia bisa merasakan seperti apa kejamnya Nizam dan keluarganya pada Rara dan Bella. Jadi, tak salah jika saat ini Rara seperti begitu trauma. "Semoga pilihan kamu tepat ya."Stella juga paham jika Rara adalah sosok wanita yang tak mudah untuk jatuh cinta. Tetapi ketika sekali wanita itu jatuh cinta pada seorang pria, maka dia akan menjaga dengan begitu baik hingga
"Papa, tadi Daffa ketemu sama Bella saat diajak ke mall sama Oma." Daffa mencoba membuka obrolan dengan Arjuna."Lalu?" tanya Arjuna yang nampak dingin tetapi sebenarnya sungguh antusias sekali.Daffa kali ini mendatangi kamar Arjuna ketika pria itu baru sampai di rumah.Dengan segera, bocah kecil nan tampan itu pun menceritakan pertemuannya dengan Bella dan juga Rara."Oma pokoknya nggak seru deh, Pa. Pas Daffa lagi main sama Bella, eh malah langsung ditarik pulang." Di akhir cerita Daffa pun menunjukan rasa kesalnya.Arjuna langsung mengerutkan dahinya. Dari awal Daffa bercerita, dia sudah bisa menebak jika pertemuan itu pasti berakhir dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, terutama untuk Rara dan juga Bella."Apa kemudian Oma bertengkar dengan Mama Rara?" Pertanyaan yang satu ini dirasa juga tak kalah pentingnya bagi Arjuna.Padahal sebenarnya Arjuna tak pernah menginginkan Rara bertemu dengan Yasmin, ketika tidak bersama dengan dia. Pria ini hanya tak ingin jika Rara menjadi pe
Rara kembali melakukan aktivitasnya di kantor. Apa pun yang terjadi di luar, dia tetap selalu ingin fokus pada Jaya Corp. Tak ingin satu kali pun dia mengecewakan Satria yang telah memberikan kepercayaan penuh. Fokus pada pengembangan perusahaan demi masa depannya dengan Bella, adalah suatu hal yang paling dia ingin wujudkan saat ini. Itulah mengapa dia saat ini menjadi seorang wanita yang pekerja keras. "Selamat pagi Nona." Linda masuk ke dalam ruangan setelah beberapa saat tadi mengetuk pintu. "Ada sebuah karangan bunga untuk Nona Rara." Asisten pribadi Rara yang cantik itu memang masuk dengan membawa sebuah buket bunga yang sangat cantik. Sebenarnya Linda sedikit kaget dengan karangan bunga yang diantar oleh kurir itu tadi untuk bosnya. Karena selama ini dia tahu jika Rara tak sedang dekat dengan siapa pun, kecuali Arjuna. Sedangkan buket bunga ini seperti bukan dari teman Satria itu."Karangan bunga? Dari siapa?" Rara juga tak kalah kagetnya dengan Linda saat menerima karangan b
"Selamat datang, Sayang." Yasmin segera mencium pipi kanan dan kiri Clara yang baru sampai di rumah Arjuna. "Gimana tadi, macet nggak?" Wajah wanita paruh baya itu nampak begitu sumringah."Nggak kok, Tante. Semua berjalan lancar sekali." Clara pun nampak begitu bahagia sekali. "Mau ketemu calon pujaan hati, macetnya jadi tidak terasa, Tante."Hari ini memang Yasmin mengundang Clara datang ke rumah, tujuannya tentu untuk mendekatkan Clara pada Daffa. Meski sebenarnya saat ini Clara sedang ada acara, tetapi demi seorang Arjuna, dia bisa mengorbankan apa pun. Clara begitu terobsesi dengan Arjuna, sehingga dia begitu ingin mendapatkan lelaki itu dan tak bisa menerima sebuah kekalahan. Dengan mendekati Daffa, dia berharap bisa mendapatkan hati bocah tampan itu dan tentu saja, endingnya Daffa akan merekomendasikan Clara pada Arjuna."Ayo masuk, Sayang." Yasmin dengan segera menggandeng tangan Clara untuk masuk rumah. Yasmin merasa jika pilihannya kali ini amat tepat. Clara seorang wanit
"Sayang, maafkan Daffa yang kurang sopan ya." Yasmin meminta maaf karena sikap Daffa yang tak sopan pada Clara. Wanita paruh baya itu merasa tak enak pada Clara. Dia tahu jika memang Daffa memiliki sifat yang tak acuh pada orang yang tidak dikenal, tetapi Yasmin juga tak mengira jika sikap cucunya itu akan sedikit keterlaluan.Clara tersenyum manis saat itu. "Tidak apa-apa, Tante. Namanya juga anak kecil, wajar sering seperti itu." Saat seperti ini, emosi Clara harus benar-benar dijaga agar bisa terus terlihat sabar dan layak menjadi ibunda Daffa.Yasmin merasa lega karena Clara tak marah, dengan sikap yang ditunjukan oleh Clara itu, dia makin merasa senang dan bersimpati."Tante janji, akan terus membantu untuk mendekati Daffa," ucapnya lagi sambil mengelus punggung tangan Clara.Bagi Yasmin, apa yang tadi baru saja diucapkan oleh Daffa itu sangat keterlaluan. Tak sembarang orang bisa menerima hal itu, apa lagi wanita muda seperti Clara ini. Sebuah mulai plus untuk calon istri Arju
"Baru segitu saja dia sombong sekali." Suara Handi terdengar begitu menggelegar di dalam mobil itu. "Seharusnya dia tak berbelit seperti itu!"Saat ini Arjuna, Handi dan Rudi dalam perjalanan untuk pulang ke rumah dari kantor. Selama dalam perjalanan itu, Handi terus saja mengoceh. Tentang betapa sombongnya Satria Wijaya. Sedangkan Arjuna dan Rudi lebih memilih untuk diam saja."Memang sih saat ini dia sudah menjadi pengusaha paling terkenal di negara nusantara ini, tetapi harusnya dia tak boleh terlalu sombong!" Handi kembali berucap dengan wajah yang tegas.Rudi yang sejak tadi mendengarkan pun merasa bingung dengan perkataan ayahnya itu. "Bukankah dulu Papa yang sering mengagungkan Satria karena dia sangat hebat dalam berbisnis padahal masih muda? Kenapa sekarang malah marah-marah?"Rudi memang tak tahu duduk permasalahannya apa, sehingga dia pun bertanya. Beda dengan Arjuna yang lebih memilih untuk diam."Papa ini kesal." Handi pun menyahut dengan cepat. "Karena betapa pun Papa be
*Beberapa saat yang lalu*"Nona Rara, Tuan Arjuna meminta tolong." Seorang pelayan datang menemui Rara yang tengah membaca buku dengan wajah yang panik. "Ini urgent sekali, Nona."Mendengar nama Arjuna disebut dalam kepanikan itu, Rara pun langsung menutup buku yang dia baca. Panik, itu yang sabar ini dia rasakan."Kak Juna? Kenapa?" Rara merasa takut jika terjadi sesuatu pada Arjuna."Saya tidak tahu Nona. Hanya saja tadi orang suruhan Tuan Arjuna nampak panik sekali," jawab pelayan itu lagi yang juga nampak khawatir.Tak lagi banyak bertanya, Rara pun langsung pergi ke rumah Arjuna. Dengan perasaan yang tak menentu. "Semoga tak terjadi hal buruk pada Kak Juna." Rara hanya bisa berdoa dalam hati.Ketika sampai di depan rumah Arjuna, Rara disambut oleh seorang pelayan. Dengan segera wanita cantik itu pun bertanya, "Apa saya bisa menemui Kak Juna?" Kecemasan tergambar jelas disana.Ternyata pelayan yang ditemui oleh Rara itu adalah orang suruhan Handi. "Nona Rara tolong menunggu seben