Seakan bisa membaca pikiran Rara, Arjuna berkata, “Kalau ingin tahu lebih jauh mengenai Linda, tanyakanlah pada Satria.”Mata Rara agak membesar, terkejut dengan usulan itu. “Apa Linda dekat dengan Kak Satria?”Tanpa sadar maksud pertanyaan Rara yang sesungguhnya, Arjuna menganggukkan kepala. “Mereka dekat sejak lama, mungkin … tujuh tahun?”Mulut Rara membentuk huruf ‘O’. Setahunya, Linda baru berusia dua puluh delapan tahun. Kalau dia sudah dekat dengan Satria sejak tujuh tahun yang lalu, berarti Linda sudah bekerja sama dengan Satria sejak usia dua puluh satu tahun!? Semenjak dirinya lulus kuliah, Linda tidak pernah pindah?!Walau penasaran dengan hubungan Satria dan Linda, tapi Rara tidak merasa baik bertanya lebih jauh pada Arjuna. Akhirnya, dia pun terdiam dan mengalihkan pembicaraan ke hal lain.Makan siang itu berjalan menyenangkan, tak terasa satu jam sudah mereka habiskan di Restoran Deli itu. Mereka berdua pun akan kembali ke kantor masing-masing.Saat sudah mau berpisah jal
"Kenapa dia terus menolak untuk bertemu denganku?!" Suara Raja meninggi ketika berbincang melalui sambungan telepon dengan salah satu anak buahnya. “Sudah berapa kali ini terjadi!?”Sudah beberapa hari sejak Raja berusaha untuk bertemu dengan presiden direktur Jaya Corp, tetapi hasilnya tetap nihil. Penolakan secara terus-menerus dilakukan oleh sang presiden direktur dengan berbagai dalih yang berbeda. Hal itu membuat kesabaran Raja pun perlahan habis. Tangan Raja mengepal dan rahangnya mengeras. "Siapkan mobil! Aku akan langsung ke sana sendiri."“T-tapi, Tuan … perwakilan Jaya Corp siang ini–”“Persetan dengan apa jadwalnya siang ini! Aku akan lihat sendiri apa dia memang sesibuk itu!”Tanpa kompromi lagi Raja pun langsung pergi ke kantor Jaya Corp. Dia tidak lagi peduli apakah menerobos kantor tersebut akan merusak hubungan kerja samanya dengan perusahaan itu. Lagi pula, terlepas dari masalah Jeny yang perlu dia bantu, Raja juga merasa sangat tersinggung ditolak sesering itu!Sampa
Setelah keluar dari ruang presdir Jaya Corp itu, Raja duduk termangu dalam mobilnya. Hati pria itu dipenuhi dengan perasaan yang campur aduk. Walau ada rasa kecewa karena belum bisa membantu Jeny, tapi ada perasaan menarik dalam hatinya yang sedikit berbunga-bunga setelah bertemu dengan sosok adik Satria Wijaya yang menawan, wanita yang entah kenapa bisa menggugah hatinya.Sampai detik ini, Raja tidak pernah menjalin cinta dengan wanita mana pun. Itu semua berkat sang ayah yang meminta Raja untuk selalu fokus dengan kedudukannya sebagai calon pewaris dan juga adiknya yang selalu mengkhawatirkan dirinya. Selain itu, penampilannya di mata semua orang terkesan galak dan menyeramkan, dan hal itu membuat para wanita tidak berani mendekatinya. Kalaupun ada, mereka hanya menarget kekayaan dan kedudukan Raja saja. Jauh berbeda dengan adik Satria Wijaya yang hari ini dia temui. Wanita itu dengan berani menatap lurus dirinya, bahkan menegurnya atas sikapnya yang patut Raja akui cenderung kelew
Arjuna baru saja selesai mandi sore itu. Dengan mengenakan handuk sebatas pinggang yang mempertontonkan dada bidang dan otot perut berlekuk miliknya, pria itu tampak sedang mengeringkan rambutnya yang basah.Mendadak, ponsel yang Arjuna letakkan di nakas berdering, membuat dia langsung mengambilnya tanpa memakai baju terlebih dahulu. "Raja?" Dahi Arjuna mengernyit ketika membaca nama yang terpampang di layar ponsel itu. Sedikit terkejut karena temannya itu sangat jarang menghubungi di waktu selarut itu. Namun, daripada menduga-duga tujuan Raja, Arjuna pun langsung menerima panggilan itu."Ada apa?" Suara Arjuna terdengar datar seperti biasanya."Arjuna … kita perlu bicara.”Suara serius milik Raja membuat Arjuna cukup kaget. Temannya yang cenderung bersuara besar dan ceria itu terdengar berbeda.“Katakan saja."Raja sebenarnya merasa tak enak pada Arjuna, tapi dia tidak bisa menahan emosi ketika membayangkan bahwa temannya itu telah membohonginya siang tadi dan berujung bertemu den
"Bagaimana menurut Kakak? Apa keputusan yang aku ambil sudah benar?" Rara yang saat ini sudah di rumah dan berada di ruang kerja Satria, sedang memperbincangkan soal beberapa keputusan bisnis yang Rara ambil hari ini.Satria mengangguk dan nampak tersenyum tipis. "Bagus. Kamu telah melakukannya dengan baik." Dia merasa puas dengan kinerja Rara, meski adiknya itu masih pemula.Rara menghela nafas dan nampak begitu lega juga. "Syukurlah." Wanita itu tadi sempat bimbang dan takut jika keputusan yang dia ambil tak disetujui oleh Satria."Selama menurut kamu itu benar, lakukan." Kepercayaan penuh itu diberikan pada Rara, agar sang adik bisa merasa nyaman.Saat melihat Rara mulai merapikan dokumen, Satria pun bertanya, "Apa ada kejadian menarik di kantor?"Rara menaikkan satu alisnya, penasaran bagaimana sang kakak begitu up to date dengan segala yang terjadi di sekelilingnya. Apakah Satria dan Linda berinteraksi sesering itu? Menepiskan pertanyaan tersebut, Rara pun menjawab, “Raja Sanjaya
*Beberapa saat yang lalu*'Kebetulan sekali Kak Raja sudah sampai di rumah.' Jeny yang baru saja pulang melihat lampu ruang kerja Raja menyala. Dia pun tersenyum senang dan langsung menuju ke ruangan kakaknya itu. Nampak saat itu Raja tengah bergelut dengan beberapa dokumen pentingnya, wajahnya nampak serius. Tetapi ketika melihat Jeny masuk, pria itu lalu menutup salah satu dokumen yang sedang dia periksa."Sudah lama sampai rumah, Kak?" Jeny terlebih dulu basa-basi, dan langsung menjatuhkan bobot tubuhnya di kursi yang ada di depan meja kerja Raja."Lumayan," jawab Raja singkat. Wajah lelaki itu yang biasa nampak ramah pada sang adik, saat ini terlihat sedikit mengeras. Tetapi hal itu tak menjadi pikiran Jeny, dia tetap saja mengatakan tujuan utamanya pada Raja."Kak, bisa nggak minta rekomendasi agar Nizam bisa masuk ke salah satu perusahaan ternama seperti Wijaya Group atau Pramana Group?"Apa pun yang dilakukan oleh Jeny saat ini adalah demi dan tentang Nizam saja. Karena pria
"Sial! Kenapa sih si Raja itu mau ketemu sama aku?!" Nizam mengumpat dan sangat kesal setelah mengakhiri panggilan dengan Jeny. Sebenarnya, ketika pertama kali berkenalan dengan Jeny, Nizam sudah ingin bertemu keluarga wanita itu. Hanya saja, Jeny malah tak memperbolehkan dengan dalih ‘belum waktunya’.Nizam paham jelas apa maksud Jeny, yakni bahwa dirinya sebagai pria belum pantas untuk bertemu dengan orang tua Jeny karena kedudukannya sama sekali tidak menonjol. Demikian, Jeny mengusulkan ide untuk menaikkan derajat Nizam terlebih dahulu sebelum mempertemukan pria tersebut dengan keluarganya.Disiram kenyataan seperti itu membuat Nizam selalu menghindari acara-acara yang bisa mempertemukannya dengan keluarga Jeny. Dia pun memiliki ketakutan kalau dia bertemu dengan keluarga wanita itu sebelum mendapatkan kedudukan yang lebih baik, bisa-bisa gagal sudah rencananya selama ini untuk menikahi Jeny.Akan tetapi, sekarang malah kakak wanita itu secara khusus meminta untuk bertemu! Nizam
Nizam meringis mendengar ucapan kakaknya. “Terserah Kakak saja,” balas Nizam lantaran terlalu malas meladeni Sarah.Tepat di saat itu, Endang datang dengan wajah kusutnya dan penampilan yang amburadul dari arah dapur. Wanita paruh baya itu langsung mengomel sembari menunjuk-nunjuk Sarah. "Bagus! Pulang malam aja terus!” seru Endang. “Bukannya bantu-bantu di rumah, malah kelayapan di luar!” Tangan wanita itu menuding jam di dinding. “Sudah jam delapan malam, tapi ibu baru selesai mengerjakan pekerjaan rumah! Capek, tahu nggak?!"Sarah menghela napas kasar. Baru juga pulang dengan hati senang, malah balik-balik kena omelan sang ibu.“Ya, gimana ya, Bu? Bukannya bersih-bersih rumah tugasnya ibu rumah tangga?” balas Sarah dengan kurang ajarnya, sukses membuat mata Endang melotot. “Kalau capek, harusnya dari awal jangan suruh Nizam ceraikan Rara. Kalau nggak, sewa pembantu kek.” Selalu jawaban yang sama untuk keluhan yang sama.“Kamu–!”Baru saja mau memulai perdebatan, mendadak Endang t