"Sial! Kenapa sih si Raja itu mau ketemu sama aku?!" Nizam mengumpat dan sangat kesal setelah mengakhiri panggilan dengan Jeny. Sebenarnya, ketika pertama kali berkenalan dengan Jeny, Nizam sudah ingin bertemu keluarga wanita itu. Hanya saja, Jeny malah tak memperbolehkan dengan dalih ‘belum waktunya’.Nizam paham jelas apa maksud Jeny, yakni bahwa dirinya sebagai pria belum pantas untuk bertemu dengan orang tua Jeny karena kedudukannya sama sekali tidak menonjol. Demikian, Jeny mengusulkan ide untuk menaikkan derajat Nizam terlebih dahulu sebelum mempertemukan pria tersebut dengan keluarganya.Disiram kenyataan seperti itu membuat Nizam selalu menghindari acara-acara yang bisa mempertemukannya dengan keluarga Jeny. Dia pun memiliki ketakutan kalau dia bertemu dengan keluarga wanita itu sebelum mendapatkan kedudukan yang lebih baik, bisa-bisa gagal sudah rencananya selama ini untuk menikahi Jeny.Akan tetapi, sekarang malah kakak wanita itu secara khusus meminta untuk bertemu! Nizam
Nizam meringis mendengar ucapan kakaknya. “Terserah Kakak saja,” balas Nizam lantaran terlalu malas meladeni Sarah.Tepat di saat itu, Endang datang dengan wajah kusutnya dan penampilan yang amburadul dari arah dapur. Wanita paruh baya itu langsung mengomel sembari menunjuk-nunjuk Sarah. "Bagus! Pulang malam aja terus!” seru Endang. “Bukannya bantu-bantu di rumah, malah kelayapan di luar!” Tangan wanita itu menuding jam di dinding. “Sudah jam delapan malam, tapi ibu baru selesai mengerjakan pekerjaan rumah! Capek, tahu nggak?!"Sarah menghela napas kasar. Baru juga pulang dengan hati senang, malah balik-balik kena omelan sang ibu.“Ya, gimana ya, Bu? Bukannya bersih-bersih rumah tugasnya ibu rumah tangga?” balas Sarah dengan kurang ajarnya, sukses membuat mata Endang melotot. “Kalau capek, harusnya dari awal jangan suruh Nizam ceraikan Rara. Kalau nggak, sewa pembantu kek.” Selalu jawaban yang sama untuk keluhan yang sama.“Kamu–!”Baru saja mau memulai perdebatan, mendadak Endang t
"Menjatuhkan Rara sekarang bukanlah hal mudah, Bu. Jangan lupa, dia ada hubungan dengan presdir perusahaan besar seperti Jaya Corp.” Endang mengerutkan dahinya, merasa tidak senang saat ingat kenyataan itu.Nizam menghembuskan nafas panjang selagi mengingat pertemuannya kembali dengan Rara yang selalu saja sukses membuatnya malu dan mati kutu."Bukan cuma itu, dia juga mendapatkan dukungan dari si Arjuna," ucap Nizam lagi. “Di level kita sekarang, sulit menyentuh dia.”"Kenapa bisa begitu sih?" Endang nampak penasaran lagi. “Kayaknya dulu dia nggak punya koneksi deh!”Nizam menaikkan kedua pundaknya. "Aku juga nggak tahu, Bu.”Endang terdiam. Menantunya yang penurut dan mudah ditindas itu sekarang begitu kuat dan ada koneksi dengan sejumlah orang kaya. Jika mengingat latar belakang Rara dulu, wanita itu hanya anak yatim piatu dengan satu kakak laki-laki yang lebih tua sebelas tahun di atasnya, jadi bagaimana mungkin mereka ada hubungan dengan kalangan atas?Keluarga Endang saja yang s
“Menjual kata manis dan menurut pada Jeny seperti anjing peliharaan demi bisa mendapatkan keuntungan. Itu ‘kan yang kamu lakukan?”Nizam mendengus kasar sembari mengerucutkan bibirnya ke depan, sangat kesal dengan makian Sarah. "Jaga mulut kamu, Mbak!" Matanya menatap tajam ke arah Sarah. "Bukankah kamu juga nggak kalah buruk? Kamu malah menjual tubuh untuk mendapatkan si Daniel itu kan?" Nizam seperti tak mau kalah dengan si kakak.Namun, reaksi yang ditunjukan oleh Sarah malah tampak tenang dan biasa saja. Wanita itu tak terganggu sama sekali dengan perkataan adiknya itu."Nggak masalah sih, aku nyaman aja kok melakukannya. Karena dengan begitu aku bisa dengan mudah mengendalikan Daniel seperti mainan." Sarah berkata sambil tersenyum licik."Ingat ya, aku yang mengendalikan Daniel. Jauh beda sama kamu yang dijadikan mainan sama si Jeny!" Sarah masih merasa paling pintar dibanding dengan adik lelakinya itu.Sebenarnya kakak beradik itu sama saja, melakukan apa saja demi uang, meski
“Ngapain wanita murahan kayak kamu di sini!?” Dengan wajah sinis dan penuh percaya diri, Endang mencoba menjatuhkan harga diri Rara.Dilihat dari ekspresi teman-temannya ketika dirinya datang, Endang yakin Rara mengatakan sesuatu yang membuat mereka memandangnya dengan agak sinis. Oleh karena itu, Endang harus memutarbalikkan keadaan dan menjelek-jelekkan Rara!Namun, rencana Endang malah berbalik."Bu Endang, sudah. Jangan bicara seperti itu. Ini di depan umum loh." Ratna langsung memberhentikan Endang secara halus. Dalam hatinya, Ratna merasa malu diperhatikan banyak orang karena Endang berbicara dengan begitu kasar, seperti orang tidak berpendidikan. Akan tetapi, Endang tetap saja tak bisa mengendalikan emosinya. Dia masih tetap ingin menjatuhkan Rara di depan orang. "Dia ini memang sekarang jadi wanita murahan kok, Bu. Memberikan tubuhnya pada banyak pria kaya hanya untuk mendapatkan uang! Ih menjijikan sekali!" seru Endang lantang sembari mengangkat dagu untuk menunjukkan bahwa
“Karena Anda juga secara terbuka terus memprovokasi saya, maka jangan salahkan saya bertindak kejam!!"Endang langsung meradang mendengar hal itu, dia emosi dan mengatakan beberapa hal yang tidak pantas. "Dasar perempuan jalang kamu! Mulut kamu itu minta dirobek ya?" Endang berteriak lantang. "Jangan membalikkan fakta kamu! Anakku semua baik, justru kamu yang busuk! Tukang fitnah kurang ajar!"Rasa emosi dan malu di depan banyak orang membuat Endang seakan hilang kembali. Niatnya untuk mempermalukan Rara malah berbalik menyerang dirinya sendiri."Kamu itu memang murahan! Bisa masuk dengan mudahnya di kalangan atas pasti karena kamu tidur sama pria-pria itu bukan? Merayu mereka demi uang dan kemewahan! Menjijikan!"Rara menggelengkan kepalanya, merasa omongan Endang membosankan. Dia pun membalas dengan tegas, "Berbeda dengan anak-anak Ibu, saya masih punya harga diri yang tak akan pernah digadaikan hanya demi harta atau sebuah jabatan."Sederhana, tetapi perkataan Rara ini langsung me
PLAK!"Awas kamu anak nakal!"Endang telah siap memukul dengan tangan yang sudah terangkat di udara. Saat itu Arjuna datang dan langsung menghalau tangan wanita paruh baya itu. "Jangan sembarangan menjatuhkan tangan pada putra saya!"Endang terkesiap dan segera menarik tangannya. Tak hanya Endang tetapi semua orang yang sejak tadi terus memperhatikan itu pun ikut kaget.Ibunda Nizam itu pun semakin kaget karena melihat penampilan Arjuna yang parlente. Tetapi sesaat kemudian dia kembali seperti tersadar sedang dalam situasi seperti apa. "Aku nggak akan kasar, jika anak kamu itu nggak kurang ajar!" seru Endang sambil menunjuk pada Daffa yang sejak tadi masih terus menatap lekat pada Endang. "Harusnya kamu itu ajari anak kamu itu sopan santun dong! Berani sekali ngomong kasar sama orang tua!" tukas Endang lagi merasa kembali paling benar.Arjuna diam dan menatap manik mata putranya sesaat, tanpa perlu dikomando Daffa pun langsung bercerita. Dengan seksama Arjuna pun memperhatikan cerita
“Takut, ‘kan? Makanya jangan macam-macam sama calon mama baru Daffa, nanti Papa yang turun tangan kasih pelajaran!” Semua orang yang ada di sekitar sungguh terkejut dengan ucapan polos yang keluar dari mulut Daffa itu, namun yang paling terkejut tentu saja Endang. Wanita paruh baya itu sampai beberapa saat tak bisa berucap dan hanya membuka mulutnya lebar. 'Nggak mungkin. Ini sama sekali nggak bisa dipercaya!' Endang pun akhirnya menatap Rara dan juga Arjuna bergantian. 'Mana mungkin Arjuna yang katanya kaya raya itu akan menikahi Rara yang miskin.' Endang masih terus berucap dalam hati. Bertemu seseorang Arjuna yang sejak kemarin diperbincangkan oleh Sarah dan Nizam adalah sebuah kejutan, tetapi mendengar jika Rara dan Arjuna akan menikah, itu adalah klimaksnya!Melihat Endang mati kutu dan jelas tidak bisa menghapuskan dosanya kepada Arjuna dan Rara semudah itu, Ratna beserta dua temannya diam-diam menghampiri Rara dan berkata, "Rara, kami pamit dulu ya. Senang ketemu kamu. Selam