PLAK!"Awas kamu anak nakal!"Endang telah siap memukul dengan tangan yang sudah terangkat di udara. Saat itu Arjuna datang dan langsung menghalau tangan wanita paruh baya itu. "Jangan sembarangan menjatuhkan tangan pada putra saya!"Endang terkesiap dan segera menarik tangannya. Tak hanya Endang tetapi semua orang yang sejak tadi terus memperhatikan itu pun ikut kaget.Ibunda Nizam itu pun semakin kaget karena melihat penampilan Arjuna yang parlente. Tetapi sesaat kemudian dia kembali seperti tersadar sedang dalam situasi seperti apa. "Aku nggak akan kasar, jika anak kamu itu nggak kurang ajar!" seru Endang sambil menunjuk pada Daffa yang sejak tadi masih terus menatap lekat pada Endang. "Harusnya kamu itu ajari anak kamu itu sopan santun dong! Berani sekali ngomong kasar sama orang tua!" tukas Endang lagi merasa kembali paling benar.Arjuna diam dan menatap manik mata putranya sesaat, tanpa perlu dikomando Daffa pun langsung bercerita. Dengan seksama Arjuna pun memperhatikan cerita
“Takut, ‘kan? Makanya jangan macam-macam sama calon mama baru Daffa, nanti Papa yang turun tangan kasih pelajaran!” Semua orang yang ada di sekitar sungguh terkejut dengan ucapan polos yang keluar dari mulut Daffa itu, namun yang paling terkejut tentu saja Endang. Wanita paruh baya itu sampai beberapa saat tak bisa berucap dan hanya membuka mulutnya lebar. 'Nggak mungkin. Ini sama sekali nggak bisa dipercaya!' Endang pun akhirnya menatap Rara dan juga Arjuna bergantian. 'Mana mungkin Arjuna yang katanya kaya raya itu akan menikahi Rara yang miskin.' Endang masih terus berucap dalam hati. Bertemu seseorang Arjuna yang sejak kemarin diperbincangkan oleh Sarah dan Nizam adalah sebuah kejutan, tetapi mendengar jika Rara dan Arjuna akan menikah, itu adalah klimaksnya!Melihat Endang mati kutu dan jelas tidak bisa menghapuskan dosanya kepada Arjuna dan Rara semudah itu, Ratna beserta dua temannya diam-diam menghampiri Rara dan berkata, "Rara, kami pamit dulu ya. Senang ketemu kamu. Selam
"Ada apa, Kak?" tanya Jeny langsung khawatir. "Apa Nizam baik-baik saja?"Tak berpikir jika saat ini Jeny sedang panik, Sarah malah terkekeh. "Nizam? Kenapa malah kamu ngomongin Nizam sih?" Tanggapan dari Sarah itu membuat Jeny mengerutkan kening. "Kalau bukan tentang Nizam, Kak Sarah mau ngomongin apa?" Masih dengan tertawa, Sarah pun menjawab dengan entengnya. "Aku hanya mau menanyakan tentang Arjuna."Jeny menyatukan kedua alisnya, merasa apa yang akan jadi topik pembicaraan setelah ini tak penting baginya.Karena tidak darurat, akhirnya Jeny menanyakan hal lain yang menurutnya lebih penting, "Dari mana Kak Sarah dapat nomor teleponku?" Dia jelas tak pernah memberikan nomor ponselnya kepada Sarah lantaran takut wanita itu akan bertanya-tanya tentang hal yang tidak perlu."Tentu saja dari Nizam dong." Jeny menggenggam kuat ponselnya, merasa kesal karena Nizam sembarangan memberikan nomornya pada Sarah. Padahal, sebelumnya sudah Jeny wanti-wanti pada pria itu untuk tidak memberika
“Jadi kamu pria yang berusaha menikahi adikku?”Nizam hanya mengangguk dan tersenyum mendengar perkataan Raja dengan wajah yang dingin itu. Belum sampai satu detik bertemu dengan Raja, sudah membuat hati Nizam tak karuan. Rasa optimis yang sudah sejak dari rumah dia rencanakan, saat ini malah semakin terkikis saja."Silahkan duduk." Kembali dengan suara datar dan tatapan mata yang dingin, Raja mempersilahkan Nizam yang masih mematung tepat di samping Jeny.Segera Nizam pun mengangguk dan mengambil posisi tepat di depan Raja dan berdampingan dengan Jeny.Raja langsung berkata sambil melihat arloji mewahnya, "Hampir telat.” Dia mengalihkan pandangan untuk menatap lurus Nizam. “Biasanya orang yang suka telat adalah orang yang tidak bisa menjaga komitmen."Menunggu sudah lebih dari sekitar setengah jam, membuat Raja harus ekstra sabar menghadapi pria pilihan hati adiknya ini. Pasalnya dia adalah orang yang sangat menghargai waktu, termasuk menghargai sebuah janji.Nizam bisa merasakan jant
"Kamu sepertinya gugup? Kenapa? Apa ada sesuatu yang kamu sembunyikan?" Raja berucap masih tetap dengan memasang lekat manik mata Nizam.'Sial!' Dalam hati, Nizam kembali mengumpat. Dia benar benar kelabakan kali ini. Namun, kembali dia mencoba untuk menguatkan diri dengan mengingat kembali jika Jeny adalah pembuka cita-citanya di masa depan. Mati kutu dan tak bisa mendapatkan simpati dari seorang Raja, itu berarti sama saja dengan kehilangan Jeny dan bunuh diri."Tidak ada yang disembunyikan, Kak. Hanya saja saya merasa tak enak jika tak ada Jeny." Setenang mungkin Nizam menjawab, dia benar-benar tak ingin kelihatan gugup di mata Raja.Raja hanya mengangguk-anggukkan kepala dan menyandarkan punggungnya ke kursi. Sepeninggal Jeny tadi, suasana menjadi lebih tegang. Bahkan Nizam pun terus merasa gelisah dan salah tingkah. Namun, beruntung dirinya sudah sampai di titik mengunyah makanan saat ini untuk mengalihkan kegugupannya.Beberapa saat sibuk dengan santapan masing-masing, Raja pu
"Papa ... ayo kita makan disana!" Menarik tangan Arjuna sambil menunjuk ke sebuah restoran yang menyajikan ayam goreng tepung. "Daffa mau makan ayam di sana."Tanpa menunggu jawaban dari Arjuna, Daffa pun langsung menarik papanya itu untuk masuk. Tak hanya karena restoran siap saji itu menyajikan makanan kesukaannya, tetapi juga karena restoran itu memiliki arena playground. Mau tak mau Arjuna pun akhirnya menuruti permintaan putra tunggalnya itu. Apa lagi saat itu juga Bella pun memiliki keinginan yang sama.Alhasil saat ini Arjuna mengajak Rara untuk makan siang di restoran ayam goreng cepat saji itu. Padahal tempat itu sederhana yang sebenarnya agak kurang cocok dikunjungi sosok seperti Arjuna karena pria itu tampak mencolok dengan jas hitam dan sepatu pantofel berkilaunya. Akan tetapi, karena Daffa merengek makan di sana bersama Bella, jadi Arjuna dan Rara hanya bisa menurut. Selagi Daffa dan Bella bermain dengan para pengasuh mereka, Rara dan Arjuna duduk berseberangan di bagia
“Pria …?” ulang Rara tanpa sadar.Apa sebenarnya maksud pria itu?! Menganggap Arjuna sebagai pria?Arjuna memandang Rara dengan saksama. “Aku tahu bagaimana kamu menganggapku sebagai teman kakakmu, bahkan kamu memperlakukanku sebagaimana seorang adik memperlakukan kakaknya.” Pandangan Arjuna jatuh ke bawah. “Akan tetapi, aku harap kamu bisa mulai mengubah pandangan itu dan menganggapku sebagaimana seorang wanita memandang seorang pria.”Selama sesaat, Rara terdiam. Dia yang awalnya tidak yakin dengan maksud Arjuna, seketika langsung mengerti.Arjuna … sedang menyatakan perasaannya!Rona merah menyelimuti wajah Rara. Wanita itu tidak bisa berkata-kata.“Kak Juna … aku ….” Rara sangat bingung harus berkata apa.Melihat kebingungan wanita tersebut, Arjuna tahu bahwa Rara merasa tertekan. Dia mengangkat tangannya, lalu mengusap kepala Rara.“Aku tidak melakukan ini kepada sembarang orang,” ucap pria tersebut seraya menambahkan, “Aku juga tidak melakukan ini karena aku menganggapmu adik.”
Rara kaget dan menoleh ke arah sumber suara.“Kak Sarah?” panggil Rara dengan alis tertaut. ‘Kenapa dia bisa di sini?’Sama dengan Sarah yang mempertanyakan kenapa Rara bisa di tempat itu, Sarah pun mempertanyakan kenapa Rara bisa di pesta tersebut. Dilihat oleh Rara bahwa Sarah memakai pakaian seksi dan nampak glamour. Akan tetapi, penampilannya agak berlebihan, dan itu semua memang didasari keinginan Sarah yang ingin menjadi pusat perhatian di pesta. Hanya saja, dengan bagian dada yang begitu terbuka dan rok yang begitu pendek, orang akan menduga bahwa yang akan digalang adalah harga diri Sarah!Di sebelah Sarah, terlihat seorang wanita cantik dengan gaya yang lebih anggun dari wanita tersebut. Tampaknya, itu adalah teman Sarah yang juga merupakan salah satu kalangan atas."Mbak Sarah diundang juga ke sini?" Rara berusaha basa-basi.Sarah menarik sudut bibirnya dan menghasilkan senyuman yang licik. "Loh, jangan kaget, Rara. Aku adalah orang terpilih yang bisa datang ke pesta ini."