"Kamu kan seharusnya kerja, Raja. Bukan keluyuran seperti ini." Nada bicara ibunda Raja yang sewot dan tatapan mata yang tak enak, membuat Stella merasa nyeri di hati. 'ya Tuhan, apa ini ujianku selajutnya?'Stella yang tadi sumringah, sontak saja langsung menunduk, ada rasa nyeri dalam hatinya.Ini adalah pertemuan kedua dengan Sinta, ibunda Raja. Pada pertemuan pertama, saat akan menghadiri pesta Vino, Stella sudah bisa merasakan sikap dingin ibunda Raja. Saat itu Stella berpikiran positif, mungkin Karena saat itu Thea sedang tidur. Sehingga saat di pertemuan kedua ini, Stella berharap lebih. Tetapi nyatanya dia dibuat kecewa lagi, ternyata Sinta masih bersikap begitu dingin. Dan, malah berbicara dengan nada menyindir.Raja tampak tersenyum tipis. menghadapi sang mama. "Ini juga kan lagi kerja Ma. Kerja bareng artis cantik." Sepertinya pria itu ingin mengurai suasana yang beberapa saat tadi sempat tegang. "Kerja kan nggak harus di kantor Ma."Raja menoleh pada Stella yang kini m
"Dari mana kamu bisa menyimpulkan hal itu? Raja saat ini juga seorang pemeran sandiwara yang bagus aktingnya. Sampai bisa membuat semua orang percaya jika kami saling mencintai."Perih hati Stella mengatakan kalimat itu. Entahlah, beberapa bulan terakhir Stella memang merasa dirinya menjadi begitu labil. Kadang dia seperti memiliki semangat juang yang tinggi, pantang menyerah untuk mendapatkan Raja. Tetapi kadang dia seperti orang yang rapuh, gampang sakit hatinya jika mengingat cintanya yang bertepuk sebelah tangan pada Raja."Kak ... Mungkin memang yang kakak rasakan seperti itu. Tetapi aku melihatnya sangat berbeda." Jeny pun mulai mengomentari ucapan Stella. "Kak Raja sudah banyak berubah dan aku bisa merasakan itu. Jika dia tak memiliki rasa cinta pada Kak Stella, dia pasti tak se khawatir tadi."Stella menghela nafas panjang, dia menelaah perkataan Jeny. Bisa jadi seperti Itu, atau tetap semua itu hanya sebuah kebohongan belaka."Semoga saja apa yang kamu pikirkan itu benar. Ten
"Ma, kenapa sih bersikap seperti itu pada Stella tadi?" Ketika telah sampai di rumah, Raja langsung protes pada Sinta.Sinta memutar bola matanya malas. "Memangnya mama tadi bersikap gimana sih, Raja?" jawabnya sambil menaruh barang belanjaannya di meja ruang tamu.Raja mendengus dan menghela nafas panjang. "Ma ... Semua orang yang melihat pasti tahu bagiamana arti dari tatapan mata dan cara bicara mama yang begitu sinis."Sinta tersenyum kecut dan meminta sang putra untuk duduk di sampingnya. "Mama kan begitu sama dia, bukan sama kamu. Kenapa kamu protes?" tanya Sinta sambil menatap lekat wajah Raja dari samping.Saat itu Jeny sedang berada di kamar Thea, jadi dia tak tahu jika kakak dan ibunya itu telah sampai di rumah.Raja sedikit bingung ingin menjawab seperti apa, ketika dia baru membuka mulut, Sinta lebih dulu menyambar."Oh iya mama lupa. Kamu kan bucin sekali ya sama dia. Artis terkenal yang begitu cantik dan sudah membantu produk dari perusahaan kita booming?" Pertanyaan yan
"Apa pun alasannya, mama tetap tak suka akan hal itu. Untuk apa punya istri jika bisa dijamah oleh pria lain?" Tatapan mata Sinta nampak begitu tak bersahabat. "Katakan, jika kamu melihat Stella berciuman dengan lawan mainnya, apa kamu nggak cemburu?"*Kalimat panjang yang diucapkan oleh sang ibu itu, seolah terus saja tergiang di pikiran Raja. Selama ini,dia bahkan sama sekali tak pernah berpikiran sampai sejauh itu. 'mama benar juga. Ketika seorang artis sedang bermain peran romantis dengan lawan mainnya di sebuah film. Apa pasangan yang sesungguhnya tidak cemburu ya?' Raja yang saat ini tengah duduk bersila di sofa dalam kamarnya, nampak seperti sedang berpikir dengan keras. Pria itu memegang dagunya sambil mengerutkan bibir."Ah ... Tentu saja rasa cemburu itu ada," lirih Raja sambil menghempaskan tubuhnya ke belakang, pada sandaran sofa yang empuk itu. "Tapi ... Itu juga hanyalah sebuah bentuk dari profesional kerja saja."Perbincangan dengan sang mama itu, benar benar membuat
"Hemm ... Stella memang lucu."Rara terkekeh ketika berada di dalam mobil. Saat ini dia sedang bersama dengan Arjuna dan kedua anaknya. Tak lupa juga dengan dua orang pengasuh.Arjuna yang tengah menyetir langsung mengerutkan dahinya. "Lucu? Kenapa?" Ketika sedang weekend dan senggang seperti ini, memang kadang Arjuna lebih memilih untuk menyetir sendiri ketimbang harus bersama dengan sopir.Keluarga kecil itu baru saja pulang dari sebuah pusat perbelanjaan dan tadi memang Rara baru saja berbincang dengan Stella untuk beberapa saat."Dia sedang kebingungan menghadapi mamanya Raja." Rara berucap sambil tersenyum sembari mengingat seperti apa wajah Stella ketika bercerita tadi."Memangnya kenapa?" Arjuna memang tak mengerti akan hal ini.Rara dengan cepat brcerita pada suaminya itu. Persis seperti apa yang diceritakan oleh Stella tadi."Dia tadi sampai mau nangis loh," ucap Rara yang masih terus tak bisa menahan tawanya. "Pokonya lucu banget deh. Apa lagi kadang dia kan suka melebih le
"Bella kangen Ayah, Ma."DeghHati Rara langsung mencelos saat ini. Perasaan takut tiba tiba saja muncul di hati wanita cantik itu.Setelah menikah dengan Arjuna, sama sekali suaminya itu tak pernah mengatakan tentang Nizam. Bahkan saat Rara berkata jika memberi kesempatan kedua untuk Sarah dan juga Bu Endang. Arjuna seperti tak bisa menerima hal itu. Itu lah kenapa Rara sendiri akhirnya menyimpulkan jika Arjuna masih membenci mantan suaminya itu.Bella juga selama ini tak pernah mengatakan tentang Nizam, baru kali ini. Rara merasa takut jika nanti akhirnya Arjuna marah.Bukan tak boleh Bella menanyakan tentang ayah kandungnya, karena memang jelas jelas Nizam adalah ayahnya Bella. Tapi menurut Rara momentnya saat ini sedang tidak pas saja. Dia tak ingin jika sampai mood Arjuna akan rusak karena hal ini. Tetapi dia juga tak bisa menyalahkan Bella. Aliran darah itu memang tidak akan pernah bisa diputus, meski telah disia siakan, tetapi rasa kasih sayang itu tidak akan pernah pudar.Rara
"Sayang. Beneran nih nanti yang berangkat hanya aku dan Bella saja?" Rara kembali bertanya pada Arjuna pagi itu. Sebelum mereka sarapan pagi dan memulai aktifitas.Arjuna yang sudah siap dengan busana kerjanya dan nampak begitu tampan itu pun tersenyum. "Tentunya tidak hanya kamu dan Bella, tetapi ada sopir dan juga baby sitter dong," ucap Arjuna yang sedikit diselipi dengan candaan. Rara mendengus dan tersenyum kecut, maksudnya bukan seperti itu. Dan, pagi ini sebenarnya dia sedang tak ingin bercanda. Wanita cantik itu mulai sedikit menekuk wajahnya.Menyadari hal itu, Arjuna pun mendekati, dipeluknya dari belakang tubuh Rara."Aku percaya seribu persen sama kamu Sayang. Kamu wanita dan ibu yang hebat." Arjuna mencium pucuk rambut sang istri dari belakang. Tinggi Rara yang sebatas leher Arjuna, membuat gampang melakukan hal ini.Rara tersenyum senang, setiap diperlakukan seperti ini oleh sang suami, hatinya merasa begitu tenang dan nyaman. Pelukan dari Arjuna bisa seketika melupakan
Tok tok tokRara harus mengetuk pintu beberapa kali hingga akhirnya pintu itu dibuka dari dalam. Wajah Bu Endang langsung terlihat, dengan penampilan yang sungguh sangat kacau."Bella?!"Mata wanita paruh baya itu melotot sempurna. Penampilannya nampak begitu menyeramkan dengan kantung mata dan sekitar mata yang menghitam. Membuat Bella yang tadi begitu bersemangat langsung mundur dan memeluk Rara. Sementara si pengasuh pun langsung dengan sigap menggendong Bella dan sedikit menjauh dari ibunda Nizam itu."Bu Endang." Sama seperti hal nya Bella yang kaget, Rara pun juga seperti itu. Pertemuan terakhir dengan mantan mertuanya itu, saat acara syukuran kehamilan Rara saat itu, sungguh jauh berbeda dengan apa yang tersaji di hadapannya saat ini.Bu Endang nampak sangat kacau sekali. Entah terlalu banyak menangis atau mungkin tak tidur selama beberapa hari, membuat penampilan wanita itu nampak menakutkan."Apa Bu Endang baik baik saja?" Rara bertanya lagi, karena Bu Endang sepertinya lebi