"Zam, doakan ya. Mbak hari Sabtu besok mau lamaran." Sarah tak bisa menahan untuk menyebarkan berita bahagia ini pada sang adik.Nizam mengerutkan keningnya sembari kembali membungkus sisa makannya yang hanya tinggal lauk saja. Sedangkan nasinya sudah habis tak bersisa."Eh mau nikah ni ya? Sama siapa?" Nizam nampak tersenyum juga. "Kenapa nggak dikenalin sama aku Mbak?" Perut kenyang membuat hati Nizam menjadi lebih bahagia. "Apa kamu malu punya adik seorang napi?" tebak Nizam sambil tersenyum.Memang berada di lembaga pemasyarakatan seperti ini dia juga tentu mendapatkan jatah makanan, tetapi rasanya tentu sanga jauh lebih enak. Apa lagi jika itu hasil buatan tangan orang orang yang tersayang. Sebuah kebahagiaan tersendiri ketika seorang nara pidana yang dikunjungi keluarganya. Bukan hanya karena bisa melepaskan rindu, tetapi buah tangan dari dunia luar juga begitu mereka harapkan."Dia hanya teman satu kantor ku saja kok, Zam. Nggak ada yang spesial dari dia. Nanti setelah lamara
"Jika saja aku tak gampang goyah, tentu saat ini aku masih bahagia bersama Rara dan juga Bella. Kami pasti masih jadi keluarga yang bahagia tanpa campur tangan orang luar."Hati Bu Endang mencelos mendengar curahan hati sang anak. Rasa bersalah yang ada dalam hatinya semakin besar saja. 'Ya Tuhan, ampuni semua kesalahanku. Aku memang yang membuat Rara dan Nizam berpisah. Berikanlah lagi kebahagiaan untuk putraku."Sarah juga tak luput dari rasa bersalah. "Sudahlah, Zam. Semua Jan sudah terjadi. Kami memang salah dan sangat menyesal dengan semua itu," ucap yang merasa tak enak."Ibu juga minta maaf Zam. Andai saja waktu ini bisa diputar, tentu ibu ingin memperbaiki semua kesalahan. Ibu akan memperlakukan Rara seperti seharusnya. Sungguh ibu sangat menyesal," timpal Bu Endang.Beribu kali kata maaf dan penyesalan itu terucap, tetapi tentu saja itu akan bisa merubah keadaan.Nizam kembali tersenyum kecut. "Nizam mengerti Bu, Mbak Sarah. Semua sudah terlanjur dan terlambat." Nizam ternya
"Kami berangkat dulu, Tante." Stella pun menyalami ibunda Raja, Sinta. "Iya," jawab Sinta dengan wajah yang datar. Sejak tadi, saat Stella datang ke rumah Raja, untuk menjemput pria itu datang ke sebuah pesta, wanita paruh baya itu memang lebih memilih untuk irit bicara. Lebih fokus pada bayi Thea saja yang sejak tadi memang terus berada dalam gendongannyaStella merasa tak enak juga sebenarnya, tetapi seperti biasa dia mencoba untuk tetap tersenyum ramah. 'Sudah resiko Stella. Jangan baper!' Stella terus mencoba mengingatkan dirinya sendiri."Kami berangkat dulu." Kali ini ganti Raja yang berpamitan sambil mencubit gemas pipi Thea."Hati hati ya, Kak!" Jeny menimpali dengan senyuman yang terus saja menghiasi wajahnya.Raja dan Stella pun segera berangkat menaiki mobil Stella. Sengaja memang tadi Stella yang menjemput. Bukan karena Raja ngalem atau ingin menimbulkan kesan yang romantis, tetapi karena mobil yang Stella gunakan itu baru. Dibeli menggunakan hasil dari penjualan produk d
"Sini Ma, Thea aku gendong," ucap Jeny saat keduanya telah kembali masuk ke dalam rumah, saat mobil yang dikendarai oleh Raja dan Stella sudah hilang dari pandangan dan keluar dari pekarangan rumah besar itu."Biarin saja sama mama. Dia barusan tidur, nanti kebangun kasihan," jawab Sinta yang memang begitu menyayangi cucu pertamanya itu.Bahkan saking sayangnya, Sinta yang seorang wanita karir itu sampai rela mengorbankan waktunya demi bersama dengan sang cucu. Dulu, dia akan menghabiskan waktu dari pagi hingga malam untuk mengurus bisnis butiknya. Tetapi sekarang, hanya jika perlu saja dia akan mendatangi kantor pusat saja."Aku panggilkan mbak pengasuhnya saja ya Ma, biar ditaruh di kamar?" Jeny kembali menawarkan opsi pada sang ibu."Nggak usah Jeny. Nanti saja biar mama yang bawa Thea ke kamar," tolak Sinta sambil tersenyum.Theana Frederica Sanjaya, nama itulah yang dipilih Jeny untuk bayi mungilnya yang cantik itu. Ketika berada di luar negeri, sebenarnya saat hamil tua Jeny me
"Apa kamu tak memiliki sedikit pun rasa padaku, Raja? Setelah apa yang kita lewati selama ini?"Tatapan mata Raja sedikit menjadi sendu mendengar pertanyaan dari Stella itu. Pertanyaan yang paling dia ingin hindari selama tiga bulan terakhir ini.Setelah mendatangani surat perjanjian itu, sikap Raja terus saja dingin pada Stella. Kadang malah justru ke-agresifan Stella membuat dia semakin kikuk dan tak nyaman. Tetapi ketika artis cantik itu bermanja di depan umum, tentu saja Raja tak bisa berkutik.Seperti ketika keduanya sedang datang di acara syukuran produk yang menjadikan Stella ambasador. Saat itu Stella terus bergelayut manja di lengan Raja. "Apa saat ini Anda berdua tengah menjalin hubungan yang serius?" Seorang wartawan menanyakan saat itu, karena memang saat itu adalah untuk pertama kalinya mereka terlihat mesra di depan publik.Raja saat itu seperti biasa menampakan senyuman terbaiknya, seperti yang biasa dilakukan oleh para petinggi dan para artis. "Seperti yang Anda liha
"Bukankah ini semua hanya sebuah perjanjian? Sebuah sandiwara?"Perkataan yang keluar dari mulut Raja kali ini benar benar membuat hati Stella mencelos. Sakit bercampur dengan kecewa, itu lah yang saat ini dia rasakan. Karena selama tiga bulan ini Stella sudah merasa melakukan segala hal yang terbaik demi untuk bisa mengambil hati Raja, sedikit pun dia bahkan belum pernah mengeluh."Apa yang aku ucapkan tadi salah?" Nyatanya Raja malah tak merasa bersalah sama sekali. "Kamu jahat Raja!" Akhirnya kata kata itu keluar dari bibir Stella. Air mata itu pun luruh tak lagi bisa dibendung.Stella yang biasanya begitu ceria dan tegar, saat ini benar benar menangis. Hatinya begitu kecewa karena sang pujaan hati tak jua peka.Mendengar suara Stella yang parau, Raja pun segera menginjak rem mobil. Dia begitu panik. Untung saja jalanan begitu sepi , sehingga dia bisa menepi dengan begitu mudahnya."Stella kamu menangis?" Raja menoleh pada Stella dengan wajah yang panik.Stella tak menjawab, hany
"Oke, Stella sudah siap. Mari kita lanjutkan perjuangan ini Tuan Raja Sanjaya."Sesaat Raja terdiam melihat perubahan seorang Stella yang begitu cepat. 'ah aku lupa, dia memang seorang artis profesional,' tukas Raja dalam hati sambil tersenyum tipis."Ngapain malah senyam senyum nggak jelas gitu? Ngeledek ya?" Stella yang perasa menoleh pada Raja sambil menarik bibirnya ke kiri.Sontak saja hal tersebut malah membuat Raja terkekeh. Tak dipungkiri, tiga bulan bersama dengan artis cantik itu, banyak hal yang telah dirasakan oleh Raja. Yang tak pernah dia rasakan ketika sedang dekat dengan wanita lain."Jangan pikir saat ini aku sendang berakting ya." Stella masih sewot. "Ayo lekas buka pintu mobilnya."Raja yang masih mengulum senyum pun mengangguk dan melakukan apa yang Stella mau. Membuka pintu mobilnya dan mengulurkan tangan pada artis cantik itu.'eh tumben banget!' sesaat Stella kaget dengan apa yang dilakukan oleh Raja tersebut. Ini untuk pertama kalinya saat mereka melakukan hubu
"Tidak apa apa, hanya keselip saja mungkin tadi," ucap Raja pada si penannya.Saat Stella menoleh pada pria tersebut, langsung aja matanya terbelalak. "Vino?!"Tadi memang posisi Stella membelakangi pria itu, jadi dia sekarang kaget karena pria tersebut tak lain adalah sang mantan kekasih.Tadi juga Stella tak begitu fokus saat mendengar suara Vino, karena masih kaget akan terjatuh.Pertemuan terakhir kali dengan mantan kekasihnya itu, saat bersama dengan Jeny, sudah membuat Stella tak enak hati, itu lah mengapa saat ini dia tak suka bertemu dengan Vino."Kamu ngapain disini?" Telunjuk mengarah pada pria yang malah terlihat begitu stylish dan berpenampilan sama seperti Raja.Pria bermata sipit itu tersenyum penuh arti. "Iya Nona Stella. Ini saya Vino Bagaskara," jawab Vino sambil menyalami Stella dan kemudian mencium punggung tangan artis cantik itu."Eh! Apaan sih!" Stella segera menarik tangannya, dia merasa tak suka dengan apa yang dilakukan oleh mantan kekasih nya itu. Meski itu k
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me