"Terima kasih banyak ya, Lin," ucap Rara saat memberikan beberapa dokumen yang baru selesai dia tanda tangani. "Apa masih ada lagi?"Dengan cepat Linda pun menerima bergaya dokumen itu. "Untuk hari sepertinya sudah çukup, Nona." Setelah berucap demikian Linda pun langsung akan pergi. "Kalau begitu saya permisi dulu, Nona."Rara mengangguk, "silahkan."Hari ini memang jadwal Rara di kantor tak terlalu padat. Pagi tadi dia sudah menyelesaikan meeting, dan setelah memeriksa semua dokumen tadi, dia tak lagi punya pekerjaan.Jam menunjukkan pukul sebelas siang, Rara memang telah berjanji untuk makan siang dengan calon suaminya."Aku akan menelepon Stella!" Raut wajah Rara yang tadi terlihat lembut pun kini berubah menjadi sedikit centil.Segera dia menekan layar benda pipih kesayangannya itu, beberapa menit kemudian panggilan pada Stella itu pun diterima. "Aku ada kabar, Stella. Entah ini kabar bahagia atau kabar apa." Rara mengawali obrolan melalui sambungan telepon itu dengan candaan.Di
"Semoga semua berjalan dengan lancar ya Tuhan." Doa yang sama seperti itu, terus saja diucapkan beberapa kali dalam sehari oleh Rara. Rasanya itu adalah sebuah hal yang wajar, karena dia akan memulai awal kehidupan yang baru. Setelah jatuh dan terpuruk dalam pernikahan yang salah dulu."Kali ini semua akan berjalan dengan restu Kak Satria, semoga tak ada lagi halangan apa pun."Saat seperti ini, Rara malah mengingat ketika akan menikah dengan Nizam dulu. Pernikahan yang terjadi tanpa adanya restu dari sang kakak. Hanya saja saat itu karena dia begitu cinta buta pada Nizam, sampai tak memikirkan resiko apa pun, yang penting bisa bersama dengan pria terkasih."Ra ... nggak apa apa kan jika nanti pernikahan kita ijab kabulnya hanya di KUA saja?" tanya Nizam saat itu, sekitar dua minggu lagi saat itu.Rara yang memang sedang dimabuk cinta pun tentu hanya mengiyakan saja. "Iya gak apa-apa kok Mas. Yang penting sah dimata agama dan hukum.""Terima kasih banyak ya Ra. Aku janji akan sela
"Telat lima menit," ucap Arjuna sambil menatap jam tangan mewahnya, saat Rara baru saja sampai di restoran Sandy's.Rara pun tersenyum dengan menampakkan deretan gigi putihnya. " Baru lima menit saja 'kan?"Arjuna pun tersenyum tipis dan segera menyiapkan kursi untuk Rara. Masih ada Sedikit rasa kesal sepertinya dalam hati, karena menunggu Rara, sang pujaan hati, meski hanya satu detik saja, rasanya sudah seperti bertahun-tahun lamanya."Mau makan siang apa?" Arjuna kembali bertanya saat keduanya sudah duduk menghadap meja makan mewah itu.Sembari mengatur nafasnya, Rara pun segera memesan. Pesanan yang sama seperti yang dipesan Arjuna."Kenapa ngos-ngosan? Apa baru dikejar hantu?" tanya Arjuna lagi sambil menatap lekat wajah Rara.Kembali Rara menarik kedua sudut bibirnya dan tersenyum kikuk. "Nggak sih." Simple sekali jawaban yang di berikan oleh Rara. Tadi saat sudah sampai di parkiran restoran, dia memang langsung berlari. Kenal sejak lama dengan Arjuna, membuat dia paham bagaim
"Sebisa mungkin aku akan membahagiakan kalian. Dan, aku berjanji. Hanya ada kamu di hati ini hingga nafasku berhenti."Hati wanita mana yang tak akan bahagia mendapatkan ucapan seperti itu. Bahkan meski mungkin kalimat tersebut hanyalah sebuah rayuan gombal belaka, tetapi tentu saja sudah membuat melambung tinggi.Apa lagi jika dikatakan dengan tulus dari dasar hati oleh seorang Arjuna seperti ini, spontan saja langsung membuat wajah Rara merona."Amiiin. Aku pun berdoa seperti itu, Kak. Semoga saja hanya maut yang akan memisahkan kita nanti." Rara menimpali perkataan calon suaminya itu.Beberapa saat manik mata keduanya saling beradu sembari Arjuna masih memegang tangan Rara. Kedua insan yang sedang dimabuk cinta itu, merasa sangat bahagia satu sama lain. Harapan dan doa terus saja diucapkan dalam hati oleh keduanya, hanya berharap jika nanti setelah menikah, rasa cinta itu akan terpupuk lebih subur lagi."Permisi. Makanan Anda sudah siap."Hingga suara pelayan yang mengantarkan makan
"Apa Mama Rara akan segera menikah dengan Papa?" tanya Daffa polos saat makan malam bersama di rumah keluarga Pranama itu."Tentu Sayang. Kurang sepuluh hari lagi." Yasmin dengan segera menjawab pertanyaan dari cucu kesayangannya itu."Asyikk!" Daffa dengan segera berteriak ah menunjukkan wajah yang begitu bahagia. "Daffa akan punya mama lagi!"Bocah kecil yang memang sejak lama sudah mengidolakan Rara itu, begitu senang, karena impiannya selama ini akan segera menjadi kenyataan.Waktu yang hanya kurang sepuluh hari saja, membuat rutinitas di rumah megah itu menjadi mulai rame. Banyak hal yang perlu dipersiapkan, mengingat karena waktunya pun begitu mendadak.Yasmin yang ingin pernikahan anak satu satunya itu menjadi paling sempurna, pun menyewa sebuah wedding organizer terbaik di Nusantara ini. Semua haruslah serba nomer satu, sehingga akan menjadi begitu berkesan. Sedangkan para pria pun tak malas membantu Arjuna yang mempersiapkan masalah surat menyurat. Yang pasti semua keluarga
"Apa kamu yakin jika kita tak boleh bertemu hingga hari pernikahan tiba?" Arjuna terdengar masih menego sang kekasih. "Aku begitu rindu padamu."Rara di seberang terkekeh dengan pipi yang sedikit bersemu merah. "Nggak boleh, Kak. Kan hanya tinggal empat hari saja." Rara mengigit bibir bawahnya, mencoba menahan diri agar tak mengatakan rindu juga pada Arjuna.Arjuna mendengus kasar sambil menyugar rambutnya. "Empat hari saja kamu bilang? Itu sungguh terlalu lama, jika tak bisa bertemu dengan kamu." Suara Arjuna terdengar begitu frustasi saat ini.Rara kembali terkekeh. "Kenapa sih Kak Juna begitu lebay sekarang? Itu hanya empat hari, Bukan empat tahun, Kak," ucap Rara yang seakan malah menggoda. Hal tersebut malah membuat Arjuna tertawa. "Oke. Aku akan menahan rindu ini empat hari saja. Setelahnya ... Kamu akan tahu akibatnya."Waktu untuk pesta pernikahan besar itu memang masih kurang empat hari saja. Dan, mulai dari kemarin kedua sejoli itu memang tak diperbolehkan untuk saling berte
"Tuh kan, aku bilang tadi apa. Nggak usah deh ketemu sama si Clara itu." Stella bahkan masih uring-uringan saat dia dan Rara sudah hampir sampai di kediaman Rara kembali. "Nyebelin banget nggak sih?"Wanita cantik yang selalu tampil elegan itu memang tak pernah bisa menyembunyikan rasa kekesalan di hatinya sejak keluar dari kantor polisi tadi.Rara malah terkekeh melihat kelakuan sahabatnya sejak tadi itu. "Sudah dong Stel. Apa kamu nggak capek sejak tadi ngomel terus?" tanya Rara sambil bercanda.Stella memonyongkan bibirnya ke depan. "Habisnya aku tuh kesel banget loh sama dia Ra. Kamu sudah baik banget berusaha untuk meminta maaf dan menjadi teman baik, eh malah dia itu belagu banget! Padahal yang salah kan dia." Stella nyatanya lebih memilih untuk meneruskan ocehannya. "Sok benar, sok baik dan sok cantik!"Rara hanya bisa kembali tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Stella juga tak salah. Saat tadi dijenguk, sikap Clara memang. begitu menyeba
"Maafkan aku, Ra. Maaf."Setelah mendengar ucapan dari Rara tadi, kali ini malah ganti Sarah yang langsung memeluk mantan adik iparnya itu. Bulir benar hangat tak lagi bisa dia bendung. "Aku sudah begitu jahat sama kamu selama ini, tetapi nyatanya kamu masih bisa memaafkan aku. Terima kasih, Ra."Sekali lagi kata kata itu diucapkan oleh Sarah, kali ini diucapkan dari lubuk hati yang paling dalam. "Terima kasih.""Sudahlah, Kak. Jangan menangis lagi. Semua kejadian di masa lalu itu sudah aku lupakan kok." Rara mengelus punggung Sarah.Kemudian pelukan itu pun diurai oleh Rara, karena terdengar panggilan, Bella ternyata saat ini berjalan mendekati mereka berdua."Mama ini sepatunya." Gadis kecil yang semakin cantik itu berjalan ke arah Rara sambil memamerkan sepatu cantik berwarna ungu yang baru saja dia beli.Tadi, Rara memang memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu pada si pengasuh untuk membayar sepatu pilihan Bella."Wah ... itu cantik sekali Sayang."Rara yang mendengar pangg
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me