Bobby membalas hantaman Baskoro dengan tinjuan yang lumayan kuat. Hal.itu membuat Baskoro terhuyung ke belakang dan kesakitan.
"Satu sama gaes" ujarnya.
"Apa-apaan, kenapa kau bersikap mencurigakan begitu? Aku kira kau pria asing yang mau berbuat macam-macam dengannya."
"Tapi seharusnya kamu nggak perlu berlebihan dengan orang lain yang bersamaku. Sudah aku bilang kalau kau nggak punya hak," sahut Intan lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Bobby dan Baskoro saling bertatapan.
"Aku akan segera membawa Abraham melihat Intan dalam keadaan seperti itu. Aku dengar perusahaan ayahnya sedikit kacau setelah kepergian Intan."
"Apakah kau yakin?"
"Ya, aku yakin. Hanya saja kita tidak tahu apa ayahnya bersedia untuk hadir ke tempat seperti ini."
"Itu gampang, kau harus mengatakan bahwa aku menunggunya. Kurasa Abraham masih penasaran dengan nama Baskoro yang mengambil alih proyeknya."
"Iyes! Kau memang pinter!" Bobby memeluk Bask
Abraham masih dalam kesedihannya. Bagaimanapun dia hanyalah pria tua yang hidup dalam penyesalan. Ia telah menjadikan kebahagiaan Intan sebagai sesuatu yang tidak penting, sangat wajar kalau putrinya memilih mencari jalan sendiri tanpa menghiraukan kesulitan yang ia hadapi.Ia merasa lemah untuk menghadapi perusahaannya, seorang staf telah melakukan manipulasi dengan sangat licik. Hal itu tidak pernah terjadi di saat Intan mengelolanya. Jadi apa yang harus ia lakukan?Abraham melangkahkan kakinya ke halaman rumahnya. Ia menghadap ke sisi depan mansion itu yang megah. Pilar-pilar yang menjulang membuatnya seperti benteng yang berdiri kokoh, tapi pemiliknya hanyalah si tua Bangka. Abraham tersenyum kecut. Ia mentertawakan dirinya sendiri.Beberapa pengawal berdiri berjajar tak jauh darinya, mereka menunduk hormat kepadanya. Lagi-lagi dia tersenyum getir."Kalian bertahan di sisiku karena uangku, tapi anakku tak bisa bertahan juga karena uangku," gumamnya pe
"Intan..." Suara berat itu membuat Intan menatap iba. Melihat cekungan di mata ayahnya, dan kerutan yang semakin terlihat, Intan yakin ayahnya cukup lelah."Ayah, Intan sudah bukan anak ayah lagi. Tapi Intan selalu menghormati Ayah untuk tidak mengganggu Ayah. Jadi tolong, Ayah harus segera pergi dari tempat ini. Jangan sampai orang tahu kalau aku adalah anak Ayah. Wartawan bisa saja mencari tahu semua ini.""Tidak, Ayah sudah tidak perduli lagi. Pulanglah, Ayah minta maaf karena telah mengusirmu.""Tidak Ayah, kita tidak bisa bersama karena Intan tidak akan bisa menuruti semua kemauan Ayah. Sebaiknya Ayah segera kembali.""Apakah karena pria itu?" Abraham terus menatap putrinya. Ada kesedihan saat melihat putrinya memakai seragam pelayan kafe, dia adalah seorang putri konglomerat, bagaimana bisa bertingkah seperti itu? "Apakah Baskoro lebih berarti dari seorang Ayah?" Abraham terus melangkahkan kakinya, sedangkan Intan melangkah mundur."Aya
Suasana menjadi hening untuk beberapa saat. Intan mereda, ia sedikit tenang setelah Baskoro datang. "Maaf, aku nggak bisa nggak menangis. Ayahku, aku sangat merindukannya tapi aku takut kepadanya.Baskoro membelai pucuk kepala Intan. "Tenangkan dirimu, aku bisa mengerti bagaimana kamu menghadapi semua ini. Maafkan karena aku telah salah mengira," ujarnya penuh kehangatan.Mata yang telah lembab itu menatap kejauhan. "Aku takutkan apa yang telah aku lalui menjadi sia-sia. Kau tahu, aku melakukan semua ini untukmu. Tapi, aku kecewa karena kau justru mencintai orang lain, Bas?" lirihnya."Kau bertanya? Apakah kau menghakimi ku?""Aku melihat fakta, wanita yang engkau nikahi...""Tidak, itu tidak seperti yang engkau lihat."Intan menyunggingkan kepahitan. "Darimana aku bisa tahu?" Kali ini mereka bersitatap. Haruskah semua dijelaskan?"Kau akan tahu setelah mempercayaiku," ujarnya."Tidak. Kalaupun aku tidak mempercayaimu setidakny
Meng-cover keadaan yang semakin menyudutkan Wijaya Group menjadi tugas utama Bobby dan Baskoro. Mereka harus meyakinkan Abraham untuk mempercayakan beberapa proyek kepada mereka tanpa Abraham sadari bahwa sebenarnya itu adalah bantuan."Aku tak mengerti, bagaimana Abraham sampai kebobolan," gerutu Bobby. Akses manajemen memang dengan sengaja Intan buka."Itu karena mereka melihat celah untuk bisa memanipulasi keuangan. Terlalu mudah jika yang melakukan adalah orang kepercayaan."Mereka melihat layar laptop sambil terus memeriksa bagian mana yang sekiranya mungkin menjadi celah korupsi."Apa yang akan kita lakukan sekarang ini?""Membeli saham atas namamu." jawab Bobby enteng."Kau gila? Aku tak sehebat itu, Aku tidak memiliki koneksi untuk masuk ke dalam jaringan itu.""Kau melupakan seseorang Bro, Intan akan memberi jalan. Kau benar-benar lupa?""Ah, aku kira kita tidak harus menggunakan sesuatu yang menjadi wewenangnya."
"Kami telah menyetujui anggaran yang akan melengkapi aset saham Wijaya Group, perkenalkan saya adalah Baskoro dan ini adalah partner saya bernama Bobby. Mohon kerjasamanya." Baskoro membungkuk memperkenalkan diri kepada peserta rapat.Abraham menatap lekat pada pria yang telah berubah penampilannya. Hampir saja ia tak mengenalinya tadi, kecuali karena sorot tajam sepasang mata yang tak pernah ia lupakan.Seorang pria yang lusuh dan miskin, sekarang datang ke hadapannya seperti malaikat. Wajahnya bersinar menonjolkan aura wibawa seorang pria sejati. Rahang tegas yang ditumbuhi bulu-bulu halus dan rapi membuatnya semakin menebarkan pesona. Dia adalah pria tampan yang selama ini membuat putrinya tergila-gila. Sebenarnya hal yang paling mengagumkan adalah karena mata coklatnya yang teduh seakan awan yang menutupi bumi dari panasnya terik matahari, wanita akan terprovokasi untuk bernaung dibawahnya.Ada rasa sakit menusuk jantungnya saat menerima kenyataan bahwa pria
Suara sirene ambulance meraung-raung membelah kepadatan kota Jakarta. Siapapun akan bertanya-tanya tentang apa yang terjadi dan siapa yang berada di dalam kereta duka itu. Kendaraan yang dilaluinya memberikan ruang sebagai simpati bagi ambulance tersebut.Sepuluh menit yang lalu kendaraan tersebut mendapat tugas untuk mengevakuasi korban kecelakaan roda empat yang menabrak pembatas jalan.Kesibukan tersebut membuat ruas jalan menjadi macet. Petugas segera memblokir tempat tersebut untuk menghindari kemacetan lebih parah dan mengatur lalu lintas sedemikian rupa.Diantara kendaraan yang mengantri didalam ruas jalan tersebut dua orang pria asik berbincang dalam kesuksesan mereka dalam sebuah rencana. Pada akhirnya perhatian mereka tersita dengan situasi di ruas jalan itu."Kecelakaan Bas, sepertinya lumayan parah," ujar Bobby saat melintas pada kendaraan roda empat yang terbalik tersebut."Iya, kalau kondisi mobilnya saja seperti itu kemungkinan selam
"Apa yang terjadi? Benarkah ada kaitannya dengan kecelakaan yang kita lihat?" Bobby mendesak Baskoro."Benar, A-aku masih belum mempercayai, ayolah kita harus melihatnya dengan cepat!"Mereka tergesa-gesa menuju rumah sakit. Sesampainya di rumah sakit mereka menemui resepsionis untuk melihat identitas yang dimiliki rumah sakit."Tenangkan dirimu Bas.""Aku tak menyangka bahwa itu adalah Intan. Aku tak sanggup membayangkan apa yang dia alami saat ini. Dan Bastian..." Baskoro menahan air mata, matanya memerah karenanya.Bastian pasti belum tahu dengan apa yang terjadi dengan ibunya. Baskoro tak bisa membayangkan kalau bocah itu sampai tahu. Bahkan Abraham juga belum terlihat datang ke rumah sakit."Bukankah kita harus menghubungi ayahnya?""Benar, kita harus melakukannya." ayahnya tidak shock mendengar berita tersebut.Baru saja akan melakukan panggilan, seorang pria dengan beberapa pengawal berjalan ke arah mer
Abraham melihat dari dekat seorang anak yang konon adalah cucunya. Hatinya mulai berdesir melihat bagaimana Bastian memeluk pria yang belum pernah diakuinya sebagai menantunya."Siapa Paman ini Daddy?"Baskoro terkejut saat Bastian mengatakan ayah Intan sebagai paman, seperti saat pertama kali ia berjumpa dengan Bastian. Dengan ragu Baskoro mengatakan yang sebenarnya."Ini adalah kakek Bastian, ayo berikan salam buat Kakek," katanya."Oh," Bastian menautkan alisnya. Menatap dengan tatapan keheranan. "Aku seperti tidak pernah punya Kakek," gumamnya."Bastian,..""Biarkan dia, dia hanya tak terbiasa," Abraham memotong ucapan Baskoro lalu meninggalkan mereka berdua.Baskoro mendesah, ia bisa memahami mengapa Abraham belum bisa menerima kenyataan.Langkah pria tua itu menjauh, seakan mengabaikan kebingungan bocah itu. Baskoro mengusap lembut kepala Bastian."Daddy, apakah Mommy baik-baik saja?""Tentu sayang, Mommy or
Kebahagiaan semakin mewarnai mansion Abraham. Baik Intan dan juga Baskoro menjalani kehidupan rutinitas mereka dengan baik dan bahagia.Begitu juga Abraham yang menikmati hari hari masa tuanya bersama Anita. Rumor tentang pelakor pada Anita sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Itu semua berkat Intan yang selalu membungkam mulut orang jahat yang berusaha merendahkan ibu tirinya."Untuk apa membahas masa lalu? Dia sekarang dah menjadi ibuku yang berarti menggantikan posisi ibu kandungku. Jadi, dia adalah ibuku yang sebenarnya," ujarnya membantah omongan miring beberapa kerabat yang tidak menyukai keberadaan Anita di sisi Abraham.Dan Indra juga menjalani hidupnya dengan baik. Setelah menyelesaikan sekolah iapun berangkat ke Boston untuk bersekolah sekaligus berlatih dengan pelatih Basket yang berpengalaman. Ia sudah melupakan Melissa yang kini sudah menikah dengan dokter Yusac. Ia merasa bahwa itulah yang terbaik untuk mereka sehingga tak ada penyesalan sedikitpun dengan jalan yang mere
Seluruh penghuni mansion dikejutkan dengan penampilan Bastian yang sedikit aneh, lucu tapi memprihatinkan.Mereka heboh dengan ekspresi yang bermacam-macam.Ada yang tertawa, khawatir dan malah gemas. Tidak kalah hebohnya adalah kakek Abraham dan juga Neneknya yang menatapnya prihatin."Ingat kata nenek, jangan suka bermain di tempat yang banyak lebahnya. Lihatlah, dia kira ini sarang lebah sehingga salah bertengger?" cicitnya sambil menatap prihatin pada cucunya.Bastian tak bisa menyangkal karena tidak bisa menggerakkan bibirnya melainkan akan terasa sangat nyeri. Begitu juga para maid yang prihatin."Aduuh, pasti sakit sekali. Bastian, apa kamu pernah mengejek seseorang sehingga mendapatkan balasan seperti ini?" tanya salah seorang maid yang sering Bastian panggil dengan nama maid Cerewet. Ingin rasanya Bastian menjawab ucapan mereka dengan sangat marah dan kesal, sayang sekali ia hanya bisa diam tak berdaya.Meskipun sudah diobati, efek bengkak tersebut tidak hilang begitu saja.
Meskipun kepulangan Baskoro ke kampung halamannya menyisakan kesedihan. Setidaknya segala misteri wasiat orang tuanya sungguh terungkap. Baskoro merasa ayah Waluyo sangat memperhatikan hidupnya. Dia tahu bahwa Baskoro tidak pernah menyukai Wulan sehingga ia membiarkan Baskoro menjalani pilihannya."Kau tak menyesal menikah denganku setelah tahu menikahi Wulan adalah wasiat orang tuamu?" tanya Intan saat mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumahnya."Kenapa memangnya? Apa kau yang mulai menyesal sekarang?""Tidak, aku hanya ingin tahu isi hatimu.""Kenapa? Pahami dulu isi hatimu baru ingin tahu isi hati orang lain. Atau bilang saja kau ini sedang cemburu."Intan menyebik. Selalu saja itu alasan yang Baskoro lontarkan kalau dia ingin mendengar isi hatinya."Huft, untuk apa aku harus cemburu.""Kenapa? Apa salah dengan kecemburuan?" goda Baskoro dengan lembut mengatakannya.Wajah Intan bersemu merah. Bagaimana juga ia memang sangat cemburu kalau sudah berkaitan dengan kehidupan p
Baskoro, Intan dan juga Waluyo duduk berputar mengelilingi Ayah Waluyo. Meskipun masih sangat lemah, ayah Waluyo terlihat bisa mendengar dan melihat siapa yang ada di ruangan tersebut. Seakan ingin mengatakan sesuatu, ia juga menggerakkan tangannya untuk memanggil Baskoro."Iya ayah, ayah memanggilku bukan?" katanya dan menggenggam erat tangan pria tua itu dan mendekatkan kepalanya dekat pria itu.Ayah Waluyo seperti hendak mengatakan sesuatu kepadanya."Ayah... aku mendengarnya," pelan Baskoro."Baskoro..." Tiba-tiba ayah Waluyo bisa berbicara. "Aku sungguh meminta maaf kepadamu.""Jangan bilang begitu Ayah, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Ayah.""Ambillah surat wasiat itu..." lirihnya lagi. Baskoro mengernyit, ia tak mengerti surat wasiat apa yang sebenarnya Ayah Waluyo katakan."Di atap rumahku.." dan tiba-tiba saja ayah Waluyo seperti sesak napas sehingga membuat Baskoro ketakutan."Ayah...ah,.Waluyo... bagaimana ini?" Baskoro kebingungan bukan main dan ia hanya men
Sesampainya di rumah Waluyo, mereka berdua mendapatkan rumah dalam keadaan sangat sepi. Lalu mereka menuju peternakan sapi yang Waluyo kelola. Di sana mereka bertemu dengan seorang pegawai pembersih kandang yang sedang bekerja.Terlihat pria itu menatap kehadiran mereka berdua dan menyapanya."Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Apakah membutuhkan sapi untuk di beli?" ujarnya dengan tersenyum ramah.Baskoro mengulurkan tangannya."Tidak, Pak. Tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari Mas Waluyo. Tapi kelihatannya rumahnya kosong ya Pak?""Oh, sedang mencari Mas Waluyo. Apa bapak tidak tahu kalau Mas Waluyo sudah lama nggak tidur di rumah Pak?"Baskoro terkejut. Tentu saja ia tidak tahu kalau Waluyo tidak memberi tahu."Tidak, Pak. Hanya saja kenapa Mas Waluyo tidak pulang ke rumah? Sebab sebenarnya saya bertemu belum lama ini, tapi Mas Waluyo tidak cerita apa apa.""Oh, jadi begini, Mas. Sebenarnya Mas Waluyo sudah dua bulanan merawat ayahnya yang sedang koma di rumah sa
Musim semi telah berakhir, mereka telah menyelesaikan suatu waktu yang indah bersama di Vila tersebut. Mereka akan segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Seperti biasa, perjalanan dengan jet pribadi bukanlah apa apa buat keluarga Abraham. Dan dengan segera mereka sudah tiba di Jakarta."Masih satu hal lagi yang belum kita tunaikan," kata Baskoro saat mereka telah sampai rumah."Ehmm aku tahu, kau pasti ingin ke desa dan bertemu Ayah Waluyo.""Benar, ada firasat tidak enak di dalam hati ini. Akan tetapi aku berharap tidak ada apa apa.""Baiklah, setelah kita beristirahat kita bisa ke desa dalam beberapa hari ke depan."Baskoro menggenggam tangan Intan, menghadap kan tubuh Intan kepadanya. Lalu dengan lembut ia menyelipkan anak rambut Intan ke belakang telinga dengan perlahan."Kalau kau lelah, aku bisa pergi sendiri. Ini hanya mengunjungi ayah Waluyo, aku sungguh mendapatkan mimpi buruk dalam beberapa hari ini.""Tidak, Bas. Aku tidak mungkin
Seorang wanita berkulit hitam datang terburu-buru. Wanita itu adalah Eleanor, kepala dapur Vila tersebut yang sudah pensiun karena usianya. Wanita itu tentu saja merindukan Intan. Setelah mendengar Intan akan datang, maka iapun bergegas menuju Vila dan ingin bertemu Intan."Eleanor?!" pekik Intan mendapati wanita itu datang tergesa dengan menangis haru."Kenapa lama sekali baru muncul? Bukankah kau berjanji untuk segera kembali ke Vila dan memperkenalkan suami yang sangatlah kau cintai itu? Aku sungguh sangat penasaran dan. berdoa tidak cepat mati sampai aku bisa menemui pria itu."Eleanor sangat berapi api mengungkapkan isi hatinya. Kenangan bersama Intan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Kenangan saat mereka bersama sama menyembunyikan keadaan Intan yang sedang mengandung dengan berbagai macam cara.Saat itu, Intan terlihat sangat menyedihkan karena Abraham yang sangat keras kepala. Gadis itu tidak punya semangat hidup lagi saat Abraham memisahkan dirinya dengan kekasihnya. Kenyata
Suasana musim semi membuat alam menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Baskoro berdecak kagum dengan pemandangan menghijau dan bersih di sekitarnya.Begitu juga Bastian yang bersenang senang dengan beberapa ekor tupai di sekitar halaman Vila tersebut.Perjalanan dengan jet pribadi tentunya membuat mereka tidak terlalu letih setelah tiba tadi malam, sehingga mereka bisa menikmati suasana pagi yang sejuk dan indah."Aku tak melihat banyak penduduk di sekitar sini," tanya Baskoro kemudian."Begitulah, Vila ini adalah vila tua kesayangan ibuku. Ayah tak pernah mau menjualnya karena tidak ingin melupakan ibuku. Semua maid di tempat ini merawat dengan baik semuanya secara turun temurun. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga," terang Intan."Hmm, cuma bisa dilakukan orang kaya sepertimu.""Bas, kenapa kau selalu merasa miskin padahal kau tak kalah hebat dengan ayahku? Aku sedikit terluka.""Oh, maafkan aku. Masalah ini memang tidak bisa dipungkiri."Beberapa saat kemudian seseorang da
Pesta yang sangat meriah itu telah usai dengan baik. Berharap kebahagiaan sungguh mewarnai kehidupan Intan dan juga Baskoro. Rasa letih lelah dalam prosesi adalah bagian kebahagiaan tersendiri bagi mereka.Indra meregangkan otot-otot tubuhnya menatap para pekerja yang membongkar sisa sisa dekorasi yang belum selesai di bereskan. Meskipun hanya menonton, sensasi tegang dan capek tetap saja melandanya.Ayahnya Abraham menghampirinya. "Indra, apa kau sudah selesai bersantai?" tanya Ayahnya."Heh, Ayah, apa maksudnya? Sejak kapan aku bersantai?"Abraham tersenyum. Bukan alasan yang tepat sebenarnya, bahkan semenjak acara turnamen selesai, pekerjaan Indra cuma keluyuran dan tak ada kesibukan samasekali."Oke, oke. Tapi ini adalah sesuatu yang akan mengejutkanmu.""Apa itu, Ayah?""Seorang pelatih basket tingkat dunia berkeinginan untuk merekrutmu menjadi tim juniornya. Sepertinya hal ini akan menjadi peluang bagus untukmu."Indra tak langsung merasa senang, sebab ia tahu ayahnya tak menyu