Bagaimana mungkin, bagaimana bisa Baskoro sekejam ini disaat hanya tinggal selangkah lagi untuk mereka bisa bersama. Bahkan seharusnya mereka telah terikat dengan hadirnya seorang putra diantara mereka. Tapi apa yang terjadi?Intan merosot terduduk di kursi kerjanya dengan tubuh yang lemas. Membayangkan apa yang mungkin mereka lakukan di hotel membuat hatinya semakin hancur.#Baskoro menatap heran pada Wulan yang tersenyum sendiri menatap ponselnya. Pria itu tak akan mengira kalau sebenarnya Intan baru saja menghubungi Wulan."Aku sudah dapat travelnya. Ayo cepat, hari sudah semakin siang."Wulan mengikuti langkah Baskoro yang tidak perduli bagaimana ia sangat payah mengikuti langkah pria itu menuju area taksi di halaman depan hotel.Pria itu sungguh tidak perduli.Bahkan setelah mereka masuk ke mobil, Baskoro memilih duduk di samping sopir dan membiarkan Wulan seorang diri di bangku belakang. Bersikap acuh dan menikmati tidurnya di dalam taksi. Terlebih lagi ia tidak tidur semalaman
"A-apa maksudmu, Mas? Bukankah bapak bilang kalau uang itu dari Mas Baskoro? Jangan mengada-ada, kau hanya ingin aku menjauhi Baskoro dengan alasan seperti ini bukan? Samasekali tak masuk akal."Wulan bangkit dengan kesal, lalu berjalan keluar pintu tergesa-gesa. Ia terkejut saat melihat Baskoro berdiri mematung di pintu kamarnya."Mas...," gumamnya."Aku bahkan tidak pernah berpikir untuk memberikan uang kepada kalian, bagaimana bisa aku tidak pernah tahu Intan ternyata sangat perhatian dengan detil seperti ini," lalu Baskoro akhirnya menegaskan.Waluyo juga ternganga melihat Baskoro yang mengatakan hal itu pada Wulan adiknya yang selalu terobsesi dengan Baskoro."Maafkan aku, salahku membohongi bapak bahwa uang ini darimu. Itu karena Intan juga memintaku merahasiakan uang ini darimu dan juga ayahku. Akhirnya...kau terpaksa mendengar juga kenyataan ini.""Tidak mengapa, aku menyukainya bahkan merasa sedikit bersalah. Bahkan orang lain seperti Intan sangat perduli dengan keluargaku."
Bastian merengut mendengar jawaban Intan yang menganggap pendapat Baskoro tidak penting. Baginya figur ayah sangat mendominasi pikirannya."Bukankah kesopanan itu sangat penting, Mommy? Kenapa Mommy bilang begitu?" lirihnya tapi masih bisa terdengar di telinga Intan."Baik, nanti saja Mommy akan menelpon kembali."Intan menuju Mansion, hari semakin sore dan ia harus berjuang bersama Indra sendiri untuk mempersiapkan acara sederhana itu. Ia bisa melihat kebahagiaan ayahnya lagi setelah sekian lama hidup menduda. Ia juga bisa melihat Anita selalu tersenyum saat Abraham menatapnya.Lalu ia mendekati Indra yang termenung di balkon lantai atas seorang diri. Anak itu pasti sedang memikirkan Mellisa dan apa yang mereka hadapi saat ini."Apakah kau masih memikirkannya? Memikirkan apa yang harus kau lakukan saat ini?""Kak, aku merasa sangat patah hati," katanya pelan, hatinya seperti tertusuk duri."Kenapa? Apa kau akan membuat Mellisa merasa guncang dan merasa bersalah kepadamu? Kalau begitu
Bukan membalas ucapan Baskoro, Intan memilih diam dan pergi dari hadapan Baskoro dan ayahnya. Ia samasekali tak ingin melihat Baskoro malam ini. Akan tetapi tentu saja Baskoro tidak menyerah begitu saja. Ia tak mengerti kenapa Intan sampai semarah ini saat ia datang."Intan, kenapa sih?" ujarnya sambil mencekal lengan Intan agar tak terus menjauh.Intan melihatnya sebentar lalu mengibaskan lagi tangannya. Iapun masih melangkah menjauh."Intan, please, jelaskan padaku kenapa kamu marah, oke?" pinta Baskoro dan menggenggam tangan Intan."Lepaskan!" bentak Intan."Tidak mungkin, aku tidak akan melepaskan tanganmu sebelum kau menjelaskan apa yang membuatmu begitu marah.""Aku? Untuk apa aku marah? Seharusnya aku bagaimana dengan tingkahmu?" ketusnya."Tingkahku? Apa maksudmu, Intan? Apa salahku sebenarnya? Selama ini kau selalu berterus terang dalam menegur kesalahanku. Tapi lihatlah ini, kau bahkan tidak mau menjelaskan apa yang sebenarnya membuat kamu sangat marah.""Maksudmu kau bisa
Baskoro sempat tersenyum, melihat bagaimana Intan merajuk kepadanya."Astaga, apa yang harus aku lakukan?" gumamnya kemudian.Lalu ia melangkah mengikuti Intan ke ruang utama yang sudah dipenuhi para tamu undangan.Baskoro mengambil posisi berdiri di samping Intan. Menyambut beberapa tamu dengan senyuman mengembang, memberikan ucapan selamat datang di sisi Intan.Sesekali ia melirik wanita di sampingnya, dan terkadang mereka saling bertemu pandang. Akan tetapi Intan selalu saja melengos kesal.Lalu Baskoro mengambil kesempatan untuk merangkul pundak Intan, tapi Intan dengan cepat menepisnya."Ssst...banyak orang melihat. Ingat loh...kita ini pasangan romantis.""Itu dulu, aku tidak perduli sekarang ini!" ketusnya."Hallo...Intan, kamu tambah cantik nih," kata seorang wanita berpenampilan glamor menyapanya. Dia adalah salah seorang kerabat ayahnya. "Oh ya, ini ya calon suamimu. Waah, kalian memang pasangan serasi loh. Kapan nih rencana merid?""Ah Tante...belum ada kok, belum ada renca
Dengan sekuat tenaga, Intan berhasil mendorong tubuh Baskoro menjauh. Kedua bola matanya melotot seperti mau keluar. Napasnya tersengal karena perlakuan Baskoro yang menghimpit tubuhnya."Kau tak berpamitan dengan aku, dan menerima telepon diam diam. Seharusnya kau bilang kemana dan dengan siapa kau akan bertemu."Baskoro tersenyum. Ia sadar, panggilan Wulan di tengah malam itu semenit setelah Intan memasuki kamar tidurnya. Jadi kemungkinan besar Intan menguping pembicaraannya untuk bertemu dengan seseorang.Ia ingin menjelaskan, akan tetapi sebenarnya ia berniat untuk menyelesaikan tanpa Intan harus tahu. "Kalau aku mengatakan akan menemui Wulan, kau pasti lebih cemburu lagi," katanya."Ah, alasan saja. Seharusnya kau bilang saja sehingga aku tidak punya praduga.""Aku mau cerita, tapi sulit sekali menghubungi mu saat itu. Kau bahkan memutuskan sambungan telepon dariku. Sebenarnya, ayah Wulan sedang sakit keras sehingga ia berharap aku datang menjenguknya meskipun cuma beberapa meni
Indra sedikit melihat ke arah Mellisa yang merasa marah kepadanya. Ia tahu, ucapannya terlalu kejam untuk Mellisa saat ini. Akan tetapi melepaskan diri dari menutup mata juga lebih sulit untuk saat ini.Demi kehidupan tanpa penyesalan, iapun harus berpikir lebih baik dan dewasa."Indra, aku mohon. Bisakah kau memikirkan lagi untuk kita?""Mellisa, aku justru memikirkan masa depanmu yang lebih baik. Kau tak boleh menyesali hidupmu. Untuk apa kau percaya pada pria sepertiku? Cinta bagiku tidak lebih penting dari karir yang akan kuraih. Aku juga tak ingin menyesal sehingga menyia nyiakan kesempatan untuk memiliki karir yang bagus. Mellisa, jangan buang waktumu untuk menungguku. Aku sungguh tidak punya kepastian dengan pernikahan dini di usiaku ini. Percayalah, aku telah memikirkannya."Mellisa merasa kesal. Lalu ia memukul keras lengan Indra."Berengsek!! Kau pengecut!!" pekik Mellisa dengan air mata yang bercucuran. Indra pasrah dengan kemarahan Mellisa. Sejujurnya, hatinya pun sangat
Mellisa melangkah pergi dengan perasaan tak menentu. Pilihan itu pada akhirnya membuat dirinya tak berdaya. Akan tetapi sedikit demi sedikit ia yakin bisa mengatasi perasaannya saat ini. Untuk itulah ia memilih berdamai dengan kenyataan. Sebuah kenyataan bahwa Dokter Yusac adalah satu satunya jalan untuk ia bisa menentukan sikap.Malam ini iapun akhirnya menghubungi dokter Yusac untuk menjemput dirinya di mansion Abraham. Ia berharap ia bisa bernapas sejenak dengan kekecewaannya saat ini atas keputusan Indra."Masuklah," sambut dokter Indra dengan membuka pintu mobil untuknya."Terimakasih," ujar Mellisa lirih.Sekian lamanya mereka hanya diam membisu."Ehmm, Mellisa, aku sangat lapar sekarang ini. Bisakah kita mampir ke restoran sebentar?"Mellisa hanya mengangguk, bahkan sebenarnya iapun belum sempat mencicipi makanan hidangan pernikahan Abraham tadi.Di restoran, Mellisa masih bersikap canggung dan diam. Hingga beberapa orang pramusaji menyiapkan menu makanan di hadapan mereka."Ta
Kebahagiaan semakin mewarnai mansion Abraham. Baik Intan dan juga Baskoro menjalani kehidupan rutinitas mereka dengan baik dan bahagia.Begitu juga Abraham yang menikmati hari hari masa tuanya bersama Anita. Rumor tentang pelakor pada Anita sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Itu semua berkat Intan yang selalu membungkam mulut orang jahat yang berusaha merendahkan ibu tirinya."Untuk apa membahas masa lalu? Dia sekarang dah menjadi ibuku yang berarti menggantikan posisi ibu kandungku. Jadi, dia adalah ibuku yang sebenarnya," ujarnya membantah omongan miring beberapa kerabat yang tidak menyukai keberadaan Anita di sisi Abraham.Dan Indra juga menjalani hidupnya dengan baik. Setelah menyelesaikan sekolah iapun berangkat ke Boston untuk bersekolah sekaligus berlatih dengan pelatih Basket yang berpengalaman. Ia sudah melupakan Melissa yang kini sudah menikah dengan dokter Yusac. Ia merasa bahwa itulah yang terbaik untuk mereka sehingga tak ada penyesalan sedikitpun dengan jalan yang mere
Seluruh penghuni mansion dikejutkan dengan penampilan Bastian yang sedikit aneh, lucu tapi memprihatinkan.Mereka heboh dengan ekspresi yang bermacam-macam.Ada yang tertawa, khawatir dan malah gemas. Tidak kalah hebohnya adalah kakek Abraham dan juga Neneknya yang menatapnya prihatin."Ingat kata nenek, jangan suka bermain di tempat yang banyak lebahnya. Lihatlah, dia kira ini sarang lebah sehingga salah bertengger?" cicitnya sambil menatap prihatin pada cucunya.Bastian tak bisa menyangkal karena tidak bisa menggerakkan bibirnya melainkan akan terasa sangat nyeri. Begitu juga para maid yang prihatin."Aduuh, pasti sakit sekali. Bastian, apa kamu pernah mengejek seseorang sehingga mendapatkan balasan seperti ini?" tanya salah seorang maid yang sering Bastian panggil dengan nama maid Cerewet. Ingin rasanya Bastian menjawab ucapan mereka dengan sangat marah dan kesal, sayang sekali ia hanya bisa diam tak berdaya.Meskipun sudah diobati, efek bengkak tersebut tidak hilang begitu saja.
Meskipun kepulangan Baskoro ke kampung halamannya menyisakan kesedihan. Setidaknya segala misteri wasiat orang tuanya sungguh terungkap. Baskoro merasa ayah Waluyo sangat memperhatikan hidupnya. Dia tahu bahwa Baskoro tidak pernah menyukai Wulan sehingga ia membiarkan Baskoro menjalani pilihannya."Kau tak menyesal menikah denganku setelah tahu menikahi Wulan adalah wasiat orang tuamu?" tanya Intan saat mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumahnya."Kenapa memangnya? Apa kau yang mulai menyesal sekarang?""Tidak, aku hanya ingin tahu isi hatimu.""Kenapa? Pahami dulu isi hatimu baru ingin tahu isi hati orang lain. Atau bilang saja kau ini sedang cemburu."Intan menyebik. Selalu saja itu alasan yang Baskoro lontarkan kalau dia ingin mendengar isi hatinya."Huft, untuk apa aku harus cemburu.""Kenapa? Apa salah dengan kecemburuan?" goda Baskoro dengan lembut mengatakannya.Wajah Intan bersemu merah. Bagaimana juga ia memang sangat cemburu kalau sudah berkaitan dengan kehidupan p
Baskoro, Intan dan juga Waluyo duduk berputar mengelilingi Ayah Waluyo. Meskipun masih sangat lemah, ayah Waluyo terlihat bisa mendengar dan melihat siapa yang ada di ruangan tersebut. Seakan ingin mengatakan sesuatu, ia juga menggerakkan tangannya untuk memanggil Baskoro."Iya ayah, ayah memanggilku bukan?" katanya dan menggenggam erat tangan pria tua itu dan mendekatkan kepalanya dekat pria itu.Ayah Waluyo seperti hendak mengatakan sesuatu kepadanya."Ayah... aku mendengarnya," pelan Baskoro."Baskoro..." Tiba-tiba ayah Waluyo bisa berbicara. "Aku sungguh meminta maaf kepadamu.""Jangan bilang begitu Ayah, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Ayah.""Ambillah surat wasiat itu..." lirihnya lagi. Baskoro mengernyit, ia tak mengerti surat wasiat apa yang sebenarnya Ayah Waluyo katakan."Di atap rumahku.." dan tiba-tiba saja ayah Waluyo seperti sesak napas sehingga membuat Baskoro ketakutan."Ayah...ah,.Waluyo... bagaimana ini?" Baskoro kebingungan bukan main dan ia hanya men
Sesampainya di rumah Waluyo, mereka berdua mendapatkan rumah dalam keadaan sangat sepi. Lalu mereka menuju peternakan sapi yang Waluyo kelola. Di sana mereka bertemu dengan seorang pegawai pembersih kandang yang sedang bekerja.Terlihat pria itu menatap kehadiran mereka berdua dan menyapanya."Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Apakah membutuhkan sapi untuk di beli?" ujarnya dengan tersenyum ramah.Baskoro mengulurkan tangannya."Tidak, Pak. Tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari Mas Waluyo. Tapi kelihatannya rumahnya kosong ya Pak?""Oh, sedang mencari Mas Waluyo. Apa bapak tidak tahu kalau Mas Waluyo sudah lama nggak tidur di rumah Pak?"Baskoro terkejut. Tentu saja ia tidak tahu kalau Waluyo tidak memberi tahu."Tidak, Pak. Hanya saja kenapa Mas Waluyo tidak pulang ke rumah? Sebab sebenarnya saya bertemu belum lama ini, tapi Mas Waluyo tidak cerita apa apa.""Oh, jadi begini, Mas. Sebenarnya Mas Waluyo sudah dua bulanan merawat ayahnya yang sedang koma di rumah sa
Musim semi telah berakhir, mereka telah menyelesaikan suatu waktu yang indah bersama di Vila tersebut. Mereka akan segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Seperti biasa, perjalanan dengan jet pribadi bukanlah apa apa buat keluarga Abraham. Dan dengan segera mereka sudah tiba di Jakarta."Masih satu hal lagi yang belum kita tunaikan," kata Baskoro saat mereka telah sampai rumah."Ehmm aku tahu, kau pasti ingin ke desa dan bertemu Ayah Waluyo.""Benar, ada firasat tidak enak di dalam hati ini. Akan tetapi aku berharap tidak ada apa apa.""Baiklah, setelah kita beristirahat kita bisa ke desa dalam beberapa hari ke depan."Baskoro menggenggam tangan Intan, menghadap kan tubuh Intan kepadanya. Lalu dengan lembut ia menyelipkan anak rambut Intan ke belakang telinga dengan perlahan."Kalau kau lelah, aku bisa pergi sendiri. Ini hanya mengunjungi ayah Waluyo, aku sungguh mendapatkan mimpi buruk dalam beberapa hari ini.""Tidak, Bas. Aku tidak mungkin
Seorang wanita berkulit hitam datang terburu-buru. Wanita itu adalah Eleanor, kepala dapur Vila tersebut yang sudah pensiun karena usianya. Wanita itu tentu saja merindukan Intan. Setelah mendengar Intan akan datang, maka iapun bergegas menuju Vila dan ingin bertemu Intan."Eleanor?!" pekik Intan mendapati wanita itu datang tergesa dengan menangis haru."Kenapa lama sekali baru muncul? Bukankah kau berjanji untuk segera kembali ke Vila dan memperkenalkan suami yang sangatlah kau cintai itu? Aku sungguh sangat penasaran dan. berdoa tidak cepat mati sampai aku bisa menemui pria itu."Eleanor sangat berapi api mengungkapkan isi hatinya. Kenangan bersama Intan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Kenangan saat mereka bersama sama menyembunyikan keadaan Intan yang sedang mengandung dengan berbagai macam cara.Saat itu, Intan terlihat sangat menyedihkan karena Abraham yang sangat keras kepala. Gadis itu tidak punya semangat hidup lagi saat Abraham memisahkan dirinya dengan kekasihnya. Kenyata
Suasana musim semi membuat alam menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Baskoro berdecak kagum dengan pemandangan menghijau dan bersih di sekitarnya.Begitu juga Bastian yang bersenang senang dengan beberapa ekor tupai di sekitar halaman Vila tersebut.Perjalanan dengan jet pribadi tentunya membuat mereka tidak terlalu letih setelah tiba tadi malam, sehingga mereka bisa menikmati suasana pagi yang sejuk dan indah."Aku tak melihat banyak penduduk di sekitar sini," tanya Baskoro kemudian."Begitulah, Vila ini adalah vila tua kesayangan ibuku. Ayah tak pernah mau menjualnya karena tidak ingin melupakan ibuku. Semua maid di tempat ini merawat dengan baik semuanya secara turun temurun. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga," terang Intan."Hmm, cuma bisa dilakukan orang kaya sepertimu.""Bas, kenapa kau selalu merasa miskin padahal kau tak kalah hebat dengan ayahku? Aku sedikit terluka.""Oh, maafkan aku. Masalah ini memang tidak bisa dipungkiri."Beberapa saat kemudian seseorang da
Pesta yang sangat meriah itu telah usai dengan baik. Berharap kebahagiaan sungguh mewarnai kehidupan Intan dan juga Baskoro. Rasa letih lelah dalam prosesi adalah bagian kebahagiaan tersendiri bagi mereka.Indra meregangkan otot-otot tubuhnya menatap para pekerja yang membongkar sisa sisa dekorasi yang belum selesai di bereskan. Meskipun hanya menonton, sensasi tegang dan capek tetap saja melandanya.Ayahnya Abraham menghampirinya. "Indra, apa kau sudah selesai bersantai?" tanya Ayahnya."Heh, Ayah, apa maksudnya? Sejak kapan aku bersantai?"Abraham tersenyum. Bukan alasan yang tepat sebenarnya, bahkan semenjak acara turnamen selesai, pekerjaan Indra cuma keluyuran dan tak ada kesibukan samasekali."Oke, oke. Tapi ini adalah sesuatu yang akan mengejutkanmu.""Apa itu, Ayah?""Seorang pelatih basket tingkat dunia berkeinginan untuk merekrutmu menjadi tim juniornya. Sepertinya hal ini akan menjadi peluang bagus untukmu."Indra tak langsung merasa senang, sebab ia tahu ayahnya tak menyu