IBI Competition dimulai hari ini sejak pukul delapan pagi di aula kampus. Beberapa panitia lomba bahkan menginap sejak semalam untuk mempersiapkan hal ini.“Ibu Linda Asmawati dari RS Bashar, Pak Dhani Gumelar dari Uno Rekayasa Industri, dan Pak Zaenal Respati dari Alamraya City akan menjadi juri hari ini,” ujar Ezra sambil membaca dokumen di tangannya.“Mereka orang-orang hebat. Kamu harus bisa membuat mereka terkesan. Saya yakin itu hal mudah untuk kamu,” tambah Ezra tersenyum hangat.Ezra sengaja memanggil Gauri ke ruangannya untuk mempersiapkan diri dengan nyaman di ruangannya sejak wanita itu sampai di kampus satu jam sebelumnya.Gauri menerima tawaran itu karena dia butuh Ezra untuk membimbingnya di detik-detik akhir sebelum kompetisi dimulai.Selama beberapa minggu terakhir ada banyak sumber literasi yang Gauri pelajari, berikut dengan kasus-kasus bisnis yang terjadi dalam lima tahun terakhir di Indonesia. Gauri cukup optimis bisa melewati kompetisi ini dengan lancar.“Tetap sa
“Gauri! Gauri! Gauri!” sorak-sorak dari beberapa teman yang ada di sekitar koridor memberikan dukungan saat Gauri melewati mereka.Gauri menghela napas saat melangkah masuk ke aula. Aura hangat yang Gauri rasakan mendadak digantikan dengan dingin.Beberapa pasang mata juri menatap para peserta yang berasal dari universitas seluruh Indonesia, termasuk Gauri.Setelah mendengarkan beberapa sambutan, peserta diarahkan ke bilik tertutup dengan satu orang pengawas untuk mempelajari kasus yang diberikan.Tahap kedua kompetisi dimulai ketika satu per satu juri masuk ke dalam bilik peserta untuk mewawancarai mereka secara langsung.Walaupun tidak bisa mengontrol debaran jantungnya, ternyata Gauri cukup mampu mengabaikan beberapa hal yang terjadi dalam hidupnya selama persiapan kompetisi.Gauri mampu melewati semua tahapan kompetisi dengan percaya diri. Hingga waktu menunjukkan pukul 12 siang dan para peserta dipersilakan untuk beristirahat.Sementara para juri mulai menilai hasil dari studi ka
“Pak Ezra bicara apa?” tanya Helen saat Gauri kembali ke aula.Walaupun tidak mengikuti kompetisi, Helen ada di sana untuk mendukung Gauri. Gadis itu memastikan Gauri tidak kekurangan suatu apa pun, sekadar air putih atau camilan.Mereka duduk di salah satu kursi yang menghadap ke panggung utama. Panggung utama itu dihias dengan elegan dan di tengahnya terdapat layar besar yang sedang menampilkan profil beberapa perusahaan yang menjadi sponsor IBI Competition.Gauri menghela napas dan terdiam beberapa saat. Helen dengan sabar menunggunya.‘Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kan?’ batin Gauri masih memilih kata yang tepat.“Jangan buat aku terkejut lagi seperti di Harraz Mall. Apa Pak Ezra tahu kalau kamu adalah istri Pak Adam Harraz?” Helen bertanya lagi.Gauri mengangguk pelan. “Helen, sebenarnya aku sudah mengenal Pak Ezra sebelum masuk ke universitas ini. Kami kebetulan sama-sama tinggal di JCrown Tower, itu sebabnya kami terlihat dekat.”“Tetap saja aku tidak bisa membia
“Saya akan mengajukan keberatan untuk syarat ini,” ucap Ezra tegas setelah IBI Competition selesai.Ezra sengaja mengundang para juri, panitia, dan juga Gauri ke ruangannya untuk mendiskusikan hal yang baru saja terjadi. Ada pula beberapa dosen yang ikut hadir.“Gauri Bentlee adalah mahasiswa berprestasi. Apakah Ibu dan Bapak akan menyia-nyiakan bakat yang dia miliki?” tanya Ezra menatap para dosen Universitas Pelita Bangsa.Sementara Gauri hanya diam memperhatikan Ezra mati-matian membelanya. Sebenarnya Gauri berbeda pendapat dengan Ezra.Wanita itu tidak keberatan jika harus mengundurkan diri sebagai mahasiswa di sini. Asalkan, apa yang Gauri perjuangkan sepenuh hati tetap didapatkannya, yaitu Juara Utama IBI Competition.Berbagai macam rencana sudah memenuhi isi kepala Gauri. Setelah keluar dari kampus ini, Gauri ingin melanjutkan studi di luar negeri.Gauri bisa menjauh dari hal-hal yang menyakitkan dirinya di sini. Tentang siapa yang merekam video itu, Gauri tidak bisa memikirkan
“Pak Ezra mengabarkan kalau para dekan sedang berunding mengenai banding yang kita lakukan,” bisik Fajar, pengacara Gauri saat mereka sedang menunggu hakim masuk ke ruang sidang.Setelah melihat betapa terintimidasinya Riana di hadapan Adam, Gauri langsung menggantinya dengan Fajar. Pria berusia 40 tahun itu lebih profesional dan tahu harus memihak kepada siapa.Karena keprofesionalannya itu, Gauri juga mempercayakan Fajar untuk mengurus skandal di kampus. Dalam waktu sekejap, surat banding Gauri diterima oleh para dekan.Kini Gauri mengandalkan Fajar untuk melancarkan sidang perceraiannya. Gauri sangat ingin menyelesaikan semua yang terjadi dalam hidupnya satu per satu.“Beri saya kabar jika sudah ada keputusan,” sahut Gauri tanpa menoleh pada Fajar.Tatapan Gauri terus mengarah pada Adam yang pagi itu hanya mengenakan kemeja tanpa jasnya. Sementara tangan Gauri terus memainkan kotak perhiasan kecil berwarna merah.“Hadirin dimohon berdiri,” perintah seseorang.Saat Gauri mengalihkan
“Kamu bilang dia temanmu, tapi apa dia juga menganggap kamu sebagai teman?” tanya Adam dengan nada yang dingin.Satu hal yang Adam ingat dari sosok rekan kerja Gauri di XLaundry itu adalah tikus kecil pengkhianat.Adam tidak pernah menghubungi Revi sebelumnya. Namun demi uang, gadis yang sudah meninggal itu rela mencari nomor telepon Adam untuk membocorkan tempat tinggal Gauri yang baru padanya.“Apa maksudmu?!” tanya Gauri dengan mata yang semakin memerah.“Revi mengkhianatimu,” jawab Adam. “Dia memberitahuku di mana kamu tinggal setelah keluar dari rumahku.”“Jangan sebut Revi seperti itu! Kamu pasti mengancamnya!” seru Gauri menunjukkan Adam tepat di depan dada pria itu dengan jari telunjuknya yang lentik.Adam melirik tangan Gauri, lalu dia kembali menatap mata wanita cantik itu.“Setelah menjadi pembunuh, sekarang aku juga pelaku ancaman, Gauri?” Adam tersenyum sinis. “Dengar, terserah kamu percaya atau tidak, tapi aku tidak pernah menghubungi Revi lebih dulu dan aku tidak melaku
“Apakah satu-satunya solusi untuk seorang perempuan yang sedang tersandung batu adalah menikah?” tanya Gauri sinis.Gauri lelah dengan semua omong kosong ini. Matanya menatap nanar Thomas dan Ezra bergantian.“Aku tidak bisa! Jika memang aku harus menikah lagi, itu harus menjadi pernikahan terakhirku dengan pria yang benar-benar aku cintai.” Gauri menambahkan sambil menggeleng.“Pernikahanmu yang sekarang akan menjadi pernikahan terakhirmu, Gauri,” sahut Thomas keras kepala. Dia menatap tajam Gauri.“Gauri,” panggil Ezra. “Saya mencintai kamu dan saya yakin bisa membuat kamu merasakan hal yang sama pada saya.”Gauri terkekeh sinis. Dia mendesah lelah dengan dramatis sambil menyibakkan rambutnya.“Saya sedang membuka jalan supaya kamu bisa berlari cepat, Gauri. Kecerdasan dan kemampuan kamu sangat kuat biasa, kamu juga punya penghargaan dari IBI Competition. Tetap berkuliah di Universitas Pelita Bangsa dengan dosen-dosen terbaik di Indonesia dapat membuat portofoliomu di hadapan dewan
“Mas Adam, aku ingin bicara!” tukas Gauri tajam. Namun, Adam berpura-pura tidak mendengar Gauri dan terus berjalan.“Mas!” panggil Gauri lebih keras sambil menarik bagian lengan kemeja hitam Adam.Adam berhenti. Pria itu menarik napasnya sebelum memutar tubuh menghadap Gauri.“Aku buru-buru,” sahut Adam tidak kalah tajam. Pria itu melirik jam tangan mahalnya.Al Azhar Memorial Garden ada di Karawang. Adam membutuhkan waktu dua jam atau mungkin lebih untuk kembali ke Jakarta.Beberapa menit lalu, Amora sudah mengiriminya pesan supaya Adam tidak terlambat ke wedding gallery untuk memilih gaun pernikahan mereka. Hal yang sebenarnya enggan Adam lakukan, tetapi pria itu sudah lelah dengan rengekan calon istrinya itu.“Berapa banyak uang yang kamu berikan pada keluarga Revi untuk menggagalkan autopsi?!” Gauri menatap tajam Adam. “100 juta? 200 juta? Atau, satu miliar?!”Adam menyeringai melihat mantan istrinya semakin bersikap berani padanya. “Aku memberikan berkali-kali lipat dari itu, Gau
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil
“Kembali ke kamar dan lupakan pesta itu, Gauri,” ujar Thomas dengan dingin, memecah kesunyian yang mencekam di ruang tamu griya tawang Gauri.Pria tua itu menatap tajam, menunjukkan otoritasnya yang tidak redup walaupun baru saja mengalami masa kritis.Gauri berdiri mematung, tubuhnya tegang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Apa maksud Kakek? Mengapa saya harus kembali ke kamar?” tanya Gauri dengan suara gemetar.Brak!Thomas mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai dengan keras, membuat suara nyaring bergema di ruang tamu itu.“Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan, yang baru saja dipermalukan oleh pesaingnya, pergi ke pesta untuk merayakan kemenangan mereka?! Apa kamu tidak punya rasa malu?!” seru Thomas.Nada bicara pria tua itu sangat tajam, menusuk telinga Gauri. Hal itu membuat jantung Gauri berdegup cepat.Gauri terdiam beberapa saat sambil memijat batang hidungnya. Wanita
"Aku tahu kamu akan datang, Gauri. Kamu tidak pernah ingkar janji." Adam berdiri di sudut ballroom Harraz Mall, memandangi kerumunan tamu yang menikmati malam itu dengan gelas anggur di tangan mereka.Pesta ulang tahun Harraz Mall berlangsung meriah. Lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya mewah yang memantulkan kilauan berlian dari tamu-tamu wanita yang berdandan elegan. Musik jazz mengalun lembut, menambah kesan eksklusif pesta yang dihadiri para mitra bisnis kelas atas.Namun, hingga pertengahan acara, Adam merasa sesuatu yang penting hilang. Sesuatu yang sudah pria itu nantikan sejak pesta masih berupa sebuah rencana.Seseorang.Gauri belum juga datang.Adam memeriksa ponsel untuk kesekian kali, berharap ada pesan atau panggilan masuk dari Gauri. Namun, tidak ada apa pun di sana. Raut wajah pria itu mulai mengeras, garis rahangnya menegang.Pria itu akhirnya memutuskan untu