“Mas Adam, aku ingin bicara!” tukas Gauri tajam. Namun, Adam berpura-pura tidak mendengar Gauri dan terus berjalan.“Mas!” panggil Gauri lebih keras sambil menarik bagian lengan kemeja hitam Adam.Adam berhenti. Pria itu menarik napasnya sebelum memutar tubuh menghadap Gauri.“Aku buru-buru,” sahut Adam tidak kalah tajam. Pria itu melirik jam tangan mahalnya.Al Azhar Memorial Garden ada di Karawang. Adam membutuhkan waktu dua jam atau mungkin lebih untuk kembali ke Jakarta.Beberapa menit lalu, Amora sudah mengiriminya pesan supaya Adam tidak terlambat ke wedding gallery untuk memilih gaun pernikahan mereka. Hal yang sebenarnya enggan Adam lakukan, tetapi pria itu sudah lelah dengan rengekan calon istrinya itu.“Berapa banyak uang yang kamu berikan pada keluarga Revi untuk menggagalkan autopsi?!” Gauri menatap tajam Adam. “100 juta? 200 juta? Atau, satu miliar?!”Adam menyeringai melihat mantan istrinya semakin bersikap berani padanya. “Aku memberikan berkali-kali lipat dari itu, Gau
“Apa aku salah menilai Mas Adam atau ini bagian dari akal busuknya lagi?” tanya Gauri saat melangkah masuk ke lobi JCrown Tower bersama Amelia.Amelia melirik bosnya beberapa saat, tetapi tetap menutup mulut. Dia tidak berhak memberi komentar tentang Gauri atau pun Adam.“Apa yang bisa Mas Adam dapatkan dengan melakukan itu?” Gauri masih bertanya-tanya.Kali ini Gauri berhenti melangkah dan menoleh pada Amelia, menuntut wanita itu untuk setidaknya mengucapkan satu atau dua kata.Amelia tersentak. Namun, dia dengan pandai menguasai keadaan lagi.“CCTV di lokasi kejadian sudah diterima oleh polisi, Nona. Mereka akan segera mengusut tuntas kasus ini,” jawab Amelia.Identitas Revi sempat tidak dikenali oleh polisi selama beberapa minggu. Polisi juga belum bergerak untuk mencari pelaku tabrakan itu hingga Amelia turun tangan atas perintah Gauri.Gauri mengangguk walaupun belum puas dengan jawaban Amelia. Lalu, wanita itu kembali melangkah menuju lift pribadi, yang terletak di sisi belakang
“Jadi kamu sudah tahu sejak awal?” tanya Gauri sambil mengangkat kedua alisnya.Pipi wanita itu sudah merah karena menahan malu. Selama ini Gauri berbohong, selama itu pula Ezra tahu.Ezra mengangguk. “Saya paham kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya. Kamu seorang perempuan dan harus menjaga diri. Tapi sekarang kita sudah cukup mengenal untuk saling berkunjung, bukan?”Gauri tersenyum tipis. Dia tetap menutup mulutnya beberapa saat saat memikirkan tawaran Ezra.“Ezra, saya tidak bisa–”“Anggap saja permintaan maaf kamu karena sudah membohongi saya,” potong Ezra.Gauri mengangkat kedua alisnya dan spontan diam.“Dan, permintaan maafku karena sudah mengacaukan hubungan kita yang semula baik-baik saja.” Ezra buru-buru menambahkan, khawatir Gauri akan semakin memandangnya negatif dan menolak datang ke unitnya.Gauri butuh waktu beberapa detik sampai akhirnya dia mengangguk. “Baiklah, hanya sebentar.”Senyum yang terukir di wajah Ezra semakin lebar. Pria itu sedikit menyingkir supay
“Obat apa yang kamu campurkan ke dalam makanan saya, Ezra?” tanya Gauri.Ezra menatap mata Gauri. “K-kamu … bagaimana bisa?”Gauri tersenyum tipis. Obat tidur yang Ezra campurkan ke dalam makanan Gauri belum bekerja sepenuhnya.Wanita itu dengan cerdik berpura-pura tertidur sebelum dia benar-benar tidak sadarkan diri. Tentu saja, untuk mengetahui apa yang akan Ezra lakukan saat Gauri tertidur.Sebenarnya Gauri tidak ingin mempercayai nalurinya. Wanita itu sempat berharap bahwa cairan itu hanya tambahan bumbu dapur yang tidak Gauri kenali.Namun, saat Ezra mulai menyentuh pipinya dan membuka kancing kemejanya, Gauri tidak dapat menyangkal nalurinya lagi.“Jangan lakukan apa pun pada saya karena …” Gauri mengambil jeda. “Amelia akan datang ke sini.”“Gauri, kamu bahkan sempat menghubungi pengawal sialanmu itu?!” maki Ezra menjauh dari Gauri dan memukul angin kesal.Gauri tersenyum puas melihat rencana Ezra gagal. Gauri menang. Walaupun sedetik kemudian, wanita itu tidak dapat menahan ka
“Bagaimana bisa kamu membiarkan Gauri lepas dari pengawasanmu seperti ini?” Adam memarahi Amelia saat mereka sedang berada di dalam lift.Gauri masih tertidur dan Adam tidak terlihat keberatan sama sekali. Pria itu masih bisa mengeluarkan amarahnya.Amelia tersentak. “M-maaf, Tuan.”“Kamu beruntung bekerja di bawah Gauri. Jika kamu bawahan saya, saya tidak akan segan memecat kamu!” Adam memelototi Amelia.Ting!Lift terbuka dan Adam langsung disuguhi dengan pemandangan griya Tawang yang sangat elegan dan mahal.Amelia menahan pintu lift sampai Adam keluar dari sana.Pria itu menghela napas. Dia melihat satu per satu sudut yang ada di sana.“Mari saya antar ke kamar Nona, Tuan,” ucap Amelia berjalan lebih dulu di depan Adam.Adam mengikuti Amelia sambil sesekali memperhatikan Gauri yang tidur seperti bayi. Tidak peduli, tubuhnya terguncang saat Adam melangkah, wanita itu tetap terpejam.Kamar Gauri tidak kalah mewah dari ruangan lain. Ranjang besar di tengah kamar dan berbagai furnitur
“Tidak!” teriak Gauri dari kamarnya.Gauri terbangun dengan jantung yang berdegup kencang keesokan paginya. Ada sesuatu yang mengguncang tubuh Gauri dari dalam, seperti alarm yang mendadak menyala tanpa peringatan.Napasku Gauri terengah-engah, kelelahan karena baru saja berhasil melarikan diri dari mimpi buruk yang panjang.Wanita itu melihat ke sekeliling dan dia baru bisa bernapas lega setelah mengenali kamarnya. Namun, sedetik kemudia mata Gauri melebar dan dia segera memeriksa pakaian di bawah selimutnya.‘Aku masih memakai baju semalam,’ batin Gauri.Gauri perlahan duduk di ranjangnya sambil mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Wanita itu tertidur sebelum Amelia tiba di apartemen Ezra.Walaupun Gauri masih memakai pakaian dari hari kemarin, wanita itu masih tidak yakin apakah Ezra berhasil melakukan aksinya atau tidak. Segala kemungkinan bisa terjadi.Mata Gauri berkaca-kaca. Kepalanya mencoba mengingat sejak kapan Ezra berubah, tetapi Gauri tidak menemukan jawabannya.“A
“Apa kamu menyesali perbuatan kamu, Gauri?” tanya Nazar, Dekan Fakultas Ekonomi di kampus Gauri.Gauri mendesah. Dia memalingkan wajah dengan malas. Sejak masuk ke ruangan ini, Gauri harus menjawab pertanyaan-pertanyaan konyol seperti ini.Ruang dekan pagi ini dipenuhi oleh beberapa dosen yang menyidang skandal Gauri. Di sana juga Ezra, tetapi pria itu dilarang memberikan keputusan.“Jika kamu menyesali perbuatan kamu yang melanggar norma dengan memiliki hubungan pribadi dengan dosen, kami akan menerima pengajuan banding darimu.” Nazar menambahkan.Pria berkepala botak itu menatap tajam Gauri. Sementara Gauri teringat dengan ucapan Amelia sebelum masuk ke ruangan ini.“Tuan Thomas sudah memberi tahu para dekan untuk menerima pengajuan banding Nona. Jadi, pertemuan ini hanya formalitas dan Nona hanya perlu mengiakan apa pun pertanyaan yang diajukan para dekan.”Gauri menunduk, menyembunyikan bibirnya yang tengah tersenyum miring.. ‘Kakek sengaja menggunakan kekuatannya untuk mengikatku
“Anggaplah apa yang kamu katakan itu memang benar, saya tetap tidak perlu menikah dengan kamu,” ucap Gauri sambil mengusap air matanya yang hampir jatuh. Gauri menegakkan bahunya yang sempat turun karena dia hampir menangis. Dia menarik napas panjang dan sedikit memukul dadanya yang terasa sesak. Sementara Ezra mengernyitkan dahi. Pria itu menatap Gauri tajam. Senyum hangat yang biasa Gauri lihat, sirna begitu saja. “Kenapa kamu berpikir seperti itu?” tanya Ezra. Wajahnya merah menahan amarah. Mereka terdiam beberapa saat ada beberapa mahasiswa yang melewati koridor itu. “Zaman sudah berubah, saya bisa mengurus semuanya sendiri. Pertama, ada yang perlu saya pastikan dengan Mas Adam terlebih dahulu,” jawab Gauri sambil mengepalkan tangan. Sekeras apa usaha Gauri untuk tetap tenang, wanita itu tidak bisa menampik perasaan kecewa yang menggumpal dalam tubuhnya. Belum lagi, Ezra terus mengatakan hal-hal yang menyeramkan dengan wajah bak malaikat. Pria itu masih bisa meminta G
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil
“Kembali ke kamar dan lupakan pesta itu, Gauri,” ujar Thomas dengan dingin, memecah kesunyian yang mencekam di ruang tamu griya tawang Gauri.Pria tua itu menatap tajam, menunjukkan otoritasnya yang tidak redup walaupun baru saja mengalami masa kritis.Gauri berdiri mematung, tubuhnya tegang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Apa maksud Kakek? Mengapa saya harus kembali ke kamar?” tanya Gauri dengan suara gemetar.Brak!Thomas mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai dengan keras, membuat suara nyaring bergema di ruang tamu itu.“Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan, yang baru saja dipermalukan oleh pesaingnya, pergi ke pesta untuk merayakan kemenangan mereka?! Apa kamu tidak punya rasa malu?!” seru Thomas.Nada bicara pria tua itu sangat tajam, menusuk telinga Gauri. Hal itu membuat jantung Gauri berdegup cepat.Gauri terdiam beberapa saat sambil memijat batang hidungnya. Wanita