“Apa maksudmu, Mas? Pembagian aset?” tanya Gauri mengernyitkan dahi. Gauri menarik lengan jas Adam supaya pria itu menghadapnya. Namun, Adam hanya meliriknya sekilas dan kembali menatap tajam Riana. Kehadiran Adam membuat perasaan Gauri tidak tenang. Apalagi setelah pria itu mengatakan hal konyol di depan pengacaranya. “Ibu Riana pengacaraku, Mas. Bicaralah pada pengacaramu jika butuh sesuatu,” tukas Gauri kesal karena Adam tidak mendengarnya. Gauri menatap Adam dan Riana bergantian. Wajah Riana terlihat canggung di bawah tatapan Adam. “S-silakan duduk dulu, Pak Adam,” ucap Riana menunjuk kursi yang masih kosong dengan telapak tangannya sambil tersenyum ramah. Hal itu membuat kerutan di dahi Gauri semakin dalam. Apakah mengurus perceraian bisa seperti ini? Adam perlahan duduk sambil merapikan jasnya. Dia melirik Gauri yang masih menatapnya dengan sinis beberapa detik sebelum kembali menoleh pada Riana. “Ibu Gauri, silakan duduk juga,” ucap Riana ketika melihat Gauri mas
“Apa kamu tidak bisa bernapas tanpa menghina orang lain, Mas?” tanya Gauri tersenyum miring.Adam menoleh dan menatap tajam Gauri.“Aku bicara fakta,” sahut Adam singkat.Gauri mendesah. “Tidak! Aku tidak mau ada pembagian aset! Aku tidak butuh uangmu, Mas!”Adam menatap tajam Gauri. Begitu pula Gauri yang menatap Adam balik.Sejak berpisah rumah, Adam dan Gauri justru jadi sering berbicara. Sehingga kini Gauri sudah tidak terlalu merasa terintimidasi dengan Adam.“Maaf,” sela Riana ragu-ragu. “Saya harus pergi. Ada pertemuan lain yang harus saya hadiri. Saya harap pertemuan berikutnya Ibu Gauri dan Pak Adam sudah menemukan kesepakatan.”Gauri mengangkat alis. Wanita itu sangat ingin mengajukan protes.Namun, melihat Riana sangat gelisah di bawah tatapan Adam, Gauri menutup mulutnya. Gauri harus mengganti pengacara yang tidak terintimidasi oleh Adam.Riana pergi. Kini hanya tersisa Adam dan Gauri yang duduk saling berhadapan.“Apa yang akan kamu lakukan tanpa uangku, Gauri? Terus menj
“Ada sesuatu?” Gauri balik bertanya, dahinya mengernyit.Gauri merasa ada yang tidak beres dari cara bicara Ezra.“Tentang Revi dan sebaiknya kita bicara langsung,” sahut Ezra.Kedua bola mata Gauri melebar. Wanita itu menarik napas panjang saat mendengar nama Revi.“Sebentar lagi saya sampai,” ucap Gauri.Gauri menutup panggilan tersebut setelah Ezra membalas ucapannya. Dia menghela napas.Perjalanan terasa lebih panjang daripada biasanya, padahal lalu lintas cenderung sama seperti hari-hari sebelumnya.Saat akhirnya mobil berhenti di salah satu sudut tempat parkir, Gauri segera keluar dari mobil tanpa mengucapkan satu kata pun pada Amelia.Lagi pula selama berada di kampus, Amelia tidak akan mengikuti Gauri hingga ke dalam gedung, bahkan kelas. Wanita itu akan dengan setia menunggu di sekitar gedung kampus.“Gauri!” panggil Ezra saat dia melihat Gauri berjalan di koridor dekat area ruang dosen dan kepala jurusan.Ezra spontan menarik tangan Gauri dan membawa wanita muda itu ke ruang
IBI Competition dimulai hari ini sejak pukul delapan pagi di aula kampus. Beberapa panitia lomba bahkan menginap sejak semalam untuk mempersiapkan hal ini.“Ibu Linda Asmawati dari RS Bashar, Pak Dhani Gumelar dari Uno Rekayasa Industri, dan Pak Zaenal Respati dari Alamraya City akan menjadi juri hari ini,” ujar Ezra sambil membaca dokumen di tangannya.“Mereka orang-orang hebat. Kamu harus bisa membuat mereka terkesan. Saya yakin itu hal mudah untuk kamu,” tambah Ezra tersenyum hangat.Ezra sengaja memanggil Gauri ke ruangannya untuk mempersiapkan diri dengan nyaman di ruangannya sejak wanita itu sampai di kampus satu jam sebelumnya.Gauri menerima tawaran itu karena dia butuh Ezra untuk membimbingnya di detik-detik akhir sebelum kompetisi dimulai.Selama beberapa minggu terakhir ada banyak sumber literasi yang Gauri pelajari, berikut dengan kasus-kasus bisnis yang terjadi dalam lima tahun terakhir di Indonesia. Gauri cukup optimis bisa melewati kompetisi ini dengan lancar.“Tetap sa
“Gauri! Gauri! Gauri!” sorak-sorak dari beberapa teman yang ada di sekitar koridor memberikan dukungan saat Gauri melewati mereka.Gauri menghela napas saat melangkah masuk ke aula. Aura hangat yang Gauri rasakan mendadak digantikan dengan dingin.Beberapa pasang mata juri menatap para peserta yang berasal dari universitas seluruh Indonesia, termasuk Gauri.Setelah mendengarkan beberapa sambutan, peserta diarahkan ke bilik tertutup dengan satu orang pengawas untuk mempelajari kasus yang diberikan.Tahap kedua kompetisi dimulai ketika satu per satu juri masuk ke dalam bilik peserta untuk mewawancarai mereka secara langsung.Walaupun tidak bisa mengontrol debaran jantungnya, ternyata Gauri cukup mampu mengabaikan beberapa hal yang terjadi dalam hidupnya selama persiapan kompetisi.Gauri mampu melewati semua tahapan kompetisi dengan percaya diri. Hingga waktu menunjukkan pukul 12 siang dan para peserta dipersilakan untuk beristirahat.Sementara para juri mulai menilai hasil dari studi ka
“Pak Ezra bicara apa?” tanya Helen saat Gauri kembali ke aula.Walaupun tidak mengikuti kompetisi, Helen ada di sana untuk mendukung Gauri. Gadis itu memastikan Gauri tidak kekurangan suatu apa pun, sekadar air putih atau camilan.Mereka duduk di salah satu kursi yang menghadap ke panggung utama. Panggung utama itu dihias dengan elegan dan di tengahnya terdapat layar besar yang sedang menampilkan profil beberapa perusahaan yang menjadi sponsor IBI Competition.Gauri menghela napas dan terdiam beberapa saat. Helen dengan sabar menunggunya.‘Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kan?’ batin Gauri masih memilih kata yang tepat.“Jangan buat aku terkejut lagi seperti di Harraz Mall. Apa Pak Ezra tahu kalau kamu adalah istri Pak Adam Harraz?” Helen bertanya lagi.Gauri mengangguk pelan. “Helen, sebenarnya aku sudah mengenal Pak Ezra sebelum masuk ke universitas ini. Kami kebetulan sama-sama tinggal di JCrown Tower, itu sebabnya kami terlihat dekat.”“Tetap saja aku tidak bisa membia
“Saya akan mengajukan keberatan untuk syarat ini,” ucap Ezra tegas setelah IBI Competition selesai.Ezra sengaja mengundang para juri, panitia, dan juga Gauri ke ruangannya untuk mendiskusikan hal yang baru saja terjadi. Ada pula beberapa dosen yang ikut hadir.“Gauri Bentlee adalah mahasiswa berprestasi. Apakah Ibu dan Bapak akan menyia-nyiakan bakat yang dia miliki?” tanya Ezra menatap para dosen Universitas Pelita Bangsa.Sementara Gauri hanya diam memperhatikan Ezra mati-matian membelanya. Sebenarnya Gauri berbeda pendapat dengan Ezra.Wanita itu tidak keberatan jika harus mengundurkan diri sebagai mahasiswa di sini. Asalkan, apa yang Gauri perjuangkan sepenuh hati tetap didapatkannya, yaitu Juara Utama IBI Competition.Berbagai macam rencana sudah memenuhi isi kepala Gauri. Setelah keluar dari kampus ini, Gauri ingin melanjutkan studi di luar negeri.Gauri bisa menjauh dari hal-hal yang menyakitkan dirinya di sini. Tentang siapa yang merekam video itu, Gauri tidak bisa memikirkan
“Pak Ezra mengabarkan kalau para dekan sedang berunding mengenai banding yang kita lakukan,” bisik Fajar, pengacara Gauri saat mereka sedang menunggu hakim masuk ke ruang sidang.Setelah melihat betapa terintimidasinya Riana di hadapan Adam, Gauri langsung menggantinya dengan Fajar. Pria berusia 40 tahun itu lebih profesional dan tahu harus memihak kepada siapa.Karena keprofesionalannya itu, Gauri juga mempercayakan Fajar untuk mengurus skandal di kampus. Dalam waktu sekejap, surat banding Gauri diterima oleh para dekan.Kini Gauri mengandalkan Fajar untuk melancarkan sidang perceraiannya. Gauri sangat ingin menyelesaikan semua yang terjadi dalam hidupnya satu per satu.“Beri saya kabar jika sudah ada keputusan,” sahut Gauri tanpa menoleh pada Fajar.Tatapan Gauri terus mengarah pada Adam yang pagi itu hanya mengenakan kemeja tanpa jasnya. Sementara tangan Gauri terus memainkan kotak perhiasan kecil berwarna merah.“Hadirin dimohon berdiri,” perintah seseorang.Saat Gauri mengalihkan
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“
Adam duduk di sofa ruang tamu griya tawang, berhadapan langsung dengan Thomas yang memandangnya dengan tatapan tidak suka.Atmosfer ruangan terasa semakin menekan, dan Adam harus menjaga ekspresinya tetap netral.“Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, Adam?” tanya Thomas dengan tegas sambil mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai.Adam melirik sekilas ke arah Gauri yang berdiri di belakang Thomas. Sebelum pria muda itu sempat menjawab, Thomas berbalik, menatap Gauri dengan tajam.“Kamu tidak perlu berada di sini, Gauri. Kembali ke kamar!” perintah Thomas dengan kedua bola mata yang melebar.Gauri tampak ingin membantah, tetapi pada akhirnya wanita itu hanya mengangguk pelan dan melangkah pergi.Saat melewati Adam, wanita itu meliriknya sekilas, tatapan mereka bertemu selama beberapa detik.Lalu, tanpa bicara sepatah kata pun, Gauri memutus tatapan mereka dan menghilang di balik pintu kama
“Aku tidak mengundangmu, Mas Adam.”Adam membeku. Pria itu berbalik perlahan dan mendapati Gauri berdiri di sana, mengenakan blazer hitam yang elegan. Wajah wanita itu terlihat lelah, tetapi sorot matanya tajam seperti pisau.Namun, bertolak belakang dengan tatapannya, suara Gauri terdengar datar.Adam menatap Gauri dengan alis bertaut, berusaha membaca situasi.Wanita itu berdiri di depan pintu lift, sangat cantik dan menarik seperti biasanya, tetapi wajah Gauri yang biasanya penuh percaya diri, kali ini tampak sedikit pucat. Ada lingkaran gelap samar di bawah matanya.Adam melangkah mendekat, tetapi Gauri segera mengangkat tangan kanannya, membuat Adam berhenti. Ibu jari wanita itu menyentuh telapak tangannya, lalu mengepalkannya Pria itu semakin mengernyitkan dahi. Namun, sedetik kemudian kedua bola matanya melebar setelah menyadari sesuatu.Simbol permintaan tolong.Adam mengangguk kecil, berusaha menyampaikan jawaban pada Gauri bahwa dia memahami pesan tersirat dari gerakan tang
Adam berdiri di depan griya tawang Gauri sambil menaruh kedua tangannya di saku celana. Matanya yang tajam seperti elang memindai dua pria berbadan besar yang sedang berdiri berjaga di pintu masuk griya tawang. Keduanya memakai pakaian serba hitam dan ekspresi mereka dingin tanpa emosi.Namun, hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa Adam memiliki aura mengintimidasi yang lebih kuat daripada mereka. Bahkan, kedua pengawal itu harus menahan diri supaya bulu kuduk pada tengkuk mereka tidak meremang ketika melihat Adam.Adam melangkah mendekat, tetapi langkahnya langsung dihentikan oleh salah satu pria yang ada di sana. Pria itu mengangkat tangan, memberi isyarat untuk berhenti.“Maaf, Tuan, Anda tidak diizinkan masuk,” ujar pria itu dengan tegas. Dia membusungkan dadanya.Adam menarik salah satu sudut bibirnya dan memutus tatapan dengan mereka. Dia benci dengan orang-orang yang berlagak berani padanya, padahal jelas terlihat kedua pengawal itu berus
“Kamu pikir aku akan menyerah begitu saja, Ezra?” Gauri memandang bayangannya sendiri di cermin.Mata wanita itu masih menyala penuh kemarahan walaupun sudah tidur selama empat jam. Gauri menghela napas panjang. Dia berusaha mengendalikan diri, walaupun seluruh tubuhnya terasa tegang.Pagi itu, Gauri sudah bersiap untuk pergi ke kantor. Wanita itu mengenakan blazer hitam dengan aksen emas dan celana panjang berpotongan rapi. Dia membiarkan rambut cokelat panjangnya tergerai indah di punggungnya.Namun, ada satu masalah besar yang harus Gauri hadapi lebih dulu, yaitu pintu kamarnya yang masih terkunci dari luar.Dengan langkah lebar, Gauri menuju pintu. Wanita itu memutar gagang dan mencoba membukanya, tetapi sia-sia.Tok! Tok! Tok!“Ezra! Buka pintu ini sekarang juga!” teriak Gauri sambil menggedor-gedor pintu itu.Namun, tidak ada respons sama sekali.“Amelia? Siapa pun, buka pintu ini!” seru Gauri lagi. Tangan
“Kamu terlalu sembrono untuk seseorang yang mengaku punya kendali penuh atas hidup sendiri, Gauri,” tukas Ezra sambil membuka pintu kamar Gauri dengan satu tangan, sementara tangan satunya masih menggenggam kaki wanita itu.Setelah masuk ke dalam kamar, Ezra menurunkan Gauri dari pundaknya dengan kasar, hingga membuat wanita itu terhuyung dan hampir jatuh.“Beraninya kamu, Ezra!” seru Gauri dengan napas terengah-engah, menatap Ezra penuh kebencian.Ezra hanya tersenyum kecil, tidak terpengaruh dengan makian Gauri. “Beraninya saya? Oh, Gauri, kamu bahkan tidak tahu separah apa keberanian saya.”Pria itu mulai melangkah, matanya menyapu ke seluruh ruangan kamar Gauri. Ezra memperhatikan setiap sudut dengan seksama.“Apa yang kamu lakukan?!” Gauri mendekat dengan langkah cepat, tetapi Ezra mengangkat tangan, memberi isyarat agar wanita itu berhenti.“Mencari sesuatu yang seharusnya tidak pernah kamu mil
“Kembali ke kamar dan lupakan pesta itu, Gauri,” ujar Thomas dengan dingin, memecah kesunyian yang mencekam di ruang tamu griya tawang Gauri.Pria tua itu menatap tajam, menunjukkan otoritasnya yang tidak redup walaupun baru saja mengalami masa kritis.Gauri berdiri mematung, tubuhnya tegang. Wanita itu tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.“Apa maksud Kakek? Mengapa saya harus kembali ke kamar?” tanya Gauri dengan suara gemetar.Brak!Thomas mengetukkan ujung tongkatnya ke lantai dengan keras, membuat suara nyaring bergema di ruang tamu itu.“Bagaimana bisa seorang pemilik perusahaan, yang baru saja dipermalukan oleh pesaingnya, pergi ke pesta untuk merayakan kemenangan mereka?! Apa kamu tidak punya rasa malu?!” seru Thomas.Nada bicara pria tua itu sangat tajam, menusuk telinga Gauri. Hal itu membuat jantung Gauri berdegup cepat.Gauri terdiam beberapa saat sambil memijat batang hidungnya. Wanita
"Aku tahu kamu akan datang, Gauri. Kamu tidak pernah ingkar janji." Adam berdiri di sudut ballroom Harraz Mall, memandangi kerumunan tamu yang menikmati malam itu dengan gelas anggur di tangan mereka.Pesta ulang tahun Harraz Mall berlangsung meriah. Lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya mewah yang memantulkan kilauan berlian dari tamu-tamu wanita yang berdandan elegan. Musik jazz mengalun lembut, menambah kesan eksklusif pesta yang dihadiri para mitra bisnis kelas atas.Namun, hingga pertengahan acara, Adam merasa sesuatu yang penting hilang. Sesuatu yang sudah pria itu nantikan sejak pesta masih berupa sebuah rencana.Seseorang.Gauri belum juga datang.Adam memeriksa ponsel untuk kesekian kali, berharap ada pesan atau panggilan masuk dari Gauri. Namun, tidak ada apa pun di sana. Raut wajah pria itu mulai mengeras, garis rahangnya menegang.Pria itu akhirnya memutuskan untu
Adam berdiri di depan cermin besar di kamarnya, mengenakan kemeja hitam yang dipadukan dengan dasi sutra berwarna perak.Cahaya temaram dari lampu gantung kristal memantulkan bayangan tajam wajahnya yang serius. Pria itu tengah memasang jam tangan mewah di pergelangan tangan kiri, memastikan setiap detail penampilannya sempurna.Pesta ulang tahun Harraz Mall malam ini sangatlah penting. Tidak hanya untuk merayakan kebangkitan perusahaan yang diwarisi dari kakeknya, tetapi juga untuk memastikan bahwa Adam akan selalu berada posisi nomor satu setelah ini.“Adam.” Suara yang familiar terdengar di balik pintu kamar yang dibiarkan terbuka.Arum melangkah masuk dengan mengenakan gaun formal panjang berwarna marun gelap. Rambut Arum disanggul rapi, menunjukkan garis wajahnya yang tegas dan aristokrat.Adam melirik sekilas dari cermin, lalu berbalik menghadap mamanya. “Ada apa, Ma?”“Mama hanya ingin mengucapkan selamat padamu. Kamu bena