Tok! Tok! Tok!
“Nona Gauri?” panggil Amelia sambil membuka pintu kamar Gauri.Hari sudah pagi, bahkan Ezra sudah berangkat sejak beberapa menit lalu. Namun, Gauri belum juga keluar dari kamarnya.Gauri mengerang pelan. Matanya terpejam. Dia masih mengenakan piyama dan terkulai lemas di tempat tidurnya.Seluruh tubuh Gauri basah oleh keringat dingin. Wajahnya pun pucat, lengkap dengan bibir yang mengering.“Nona?” Amelia memanggil lagi sambil menempelkan punggung tangannya dengan dahi Gauri.Kedua bola mata Amelia melebar. Dia segera menarik tangannya.Suhu tubuh Gauri sangat panas. Jantung Amelia spontan berdetak cepat.“Tunggu sebentar, Nona. Nona demam. Saya akan kompres Nona dan memanggil dokter,” ujar Amelia berinisiatif.Namun, saat Amelia ingin pergi, tangan panas Gauri menahannya.“Suruh yang lain saja. Kamu harus tetap berangkat ke kantor. Tolong jangan bantah saya, saya tidak punya ban“Kamu bisa melakukan seperti yang saya lakukan, Lily,” tukas Gauri sambil menurunkan kakinya dan menjauh dari Adam.Gauri kembali ke belakang kamera. Sementara Lily mengambil alih tempat Gauri dan berpose bersama Adam.Pose Lily masih sangat kaku. Para kru hanya bisa menggeleng melihat hasil foto mereka. Sesekali pengarah gaya masih harus membantu Lily.“Nona cantik sekali! Apakah Nona seorang model?” tanya salah satu kru foto menatap kagum Gauri yang dipersilakan duduk di sofa tunggu dalam studio.“Oh bukan,” jawab Gauri tersenyum manis. “Kalau begitu, apakah Nona ingin menjadi model?” tanya kru tersebut. “Kebetulan kami sedang mencari model untuk majalah dewasa. Saya sangat kagum dengan pose Nona tadi dan karakter wajah Nona sangat cocok dengan kriteria yang sedang kami cari.”Gauri mengangkat kedua alisnya.‘Apakah tadi aku sebagus itu?!’ batin Gauri.“Majalah dewasa?” tanya Adam mendekat pada mereka. Pria i
Tiba-tiba Gauri mendapatkan kembali kesadarannya dan membuka mata. Sinar ruangan yang remang-remang spontan menusuk matanya. Gauri menyipitkan mata dan mengerjapkan mata beberapa kali. Langit ruangan berwarna putih adalah hal yang pertama dia lihat. Aroma obat-obatan pun mulai tercium. Saat Gauri menoleh ke kiri, dia melihat jarum infus menempel di tangan kirinya. Gauri menghela napas. “Aku di rumah sakit?” tanya Gauri pelan sambil menahan sakit di kepalanya. Wanita cantik itu menoleh ke sisi kanan. Gauri hampir saja tersentak dan menarik tangannya saat melihat seseorang tidur di sisi ranjang. Namun, dengan cepat Gauri mengenali sosok tersebut. “Mas Adam?” Adam duduk di sebuah kursi. Punggung pria itu membungkuk dan kepalanya bertumpu pada lengannya yang menggenggam erat jari Gauri. Gauri mencoba mengingat hal yang terjadi sebelum dia pingsan. W
Jakarta tidak punya daerah terpencil, kecuali Adam membawa Gauri ke luar kota. “Jam berapa sekarang?” Gauri melihat seluruh dinding di kamarnya. “Mengapa tidak ada jam sama sekali di sini?!” Adam menggenggam kedua tangan Gauri. Pria itu berhasil mendapatkan kembali fokus Gauri. “Pukul 11 malam,” jawab Adam. “Mengapa kamu sangat gelisah, Gauri?” Gauri melebarkan kedua bola matanya. Dalam kepala Gauri, dia tidak pingsan selama itu. Namun, pukul 11 malam berarti Gauri sudah tidak sadarkan diri selama lebih dari sembilan jam. Sembilan jam adalah waktu yang sangat panjang untuk Adam membawanya ke luar kota. Gauri mendesah sambil menyugar rambut panjangnya yang kusut. “Aku harus pulang!” tukas Gauri sambil membuka selimut dan membuangnya asal ke sisi ranjang. Akhir-akhir ini Ezra memang lebih jinak dari biasanya, tetapi itu bukan sifat asli pria itu.
Adam menarik tangan Gauri dan melangkah lebar menuju tempat parkir, sementara tangannya yang bebas membawa tas kecil yang berisi hasil pemeriksaan dan obat-obatan Gauri. Angin malam menerpa leher Gauri dan membuatnya tidak nyaman. Apalagi sepanjang perjalanan mereka keluar dari kamar rawat inap menuju tempat parkir, tidak ada manusia lain, selain mereka berdua. Rumah sakit di ibu kota biasanya juga sepi saat tengah malam, tetapi penerangannya memadai. Berbeda dengan rumah sakit ini, yang penerangan di koridornya sangat minim. “Jangan berjalan di depanku!” seru Gauri menarik kemeja Adam dengan tangannya yang lain. Adam menghentikan langkah dan menoleh pada Gauri. Pria itu mengernyitkan dahi. “Berjalanlah di sampingku, aku takut.” Gauri menambahkan, menghindari tatapan Adam. “Kakimu lebih pendek dariku. Aku tidak akan bisa berjalan di sampingmu,” tukas Adam sambil me
Gauri tidak bisa tidur walaupun sudah berusaha memejamkan matanya. Jantung Gauri masih berdetak kencang dan tingkat kewaspadaannya sedang berada di level tertinggi. Akhirnya Gauri memilih untuk duduk bersandar di atas ranjang sambil meluruskan kakinya. Karena Adam masih menyita ponselnya, Gauri terpaksa menghabiskan waktu dengan membaca sebuah buku yang tersedia di nakas. Suara air pancuran yang sedang Adam gunakan terdengar ke indra pendengaran Gauri. Pria tampan itu sedang mandi. Tidak lama kemudian, Adam keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuk di pinggangnya. Sementara tubuh bagian atas pria itu … berotot, licin, dan menyilaukan. Gauri menelan ludah. “Kamu suka apa yang kamu lihat, Gauri?” tanya Adam sambil menyipitkan matanya, menggoda. Adam tampak percaya diri. Gauri bisa mengerti, mengingat betapa sempurnanya tubuh Adam yang seperti Dewa
“Aku bisa saja melakukan itu, Gauri, tapi paling tidak bukan tempat ini yang akan menjadi persembunyian kita,” ujar Adam sambil menyendok suapan pertamanya.Gauri memperhatikan Adam yang mulai menikmati menu sarapan. Aroma nasi uduk yang ada di depannya memang sangat merangsang sinyal lapar.“Lalu, di mana?” tanya Gauri. “Rusia? Swiss?”Wanita cantik itu mulai menyuap sarapannya. Ini bukan sarapan favoritnya, tetapi Gauri patut mengacungi jempol pada chef yang membuat menu ini.“Jika ingin sembunyi, lebih baik pilih tempat yang tidak akan orang lain pikirkan,” jawab Adam.Gauri mengangguk mengerti. Mereka terdiam beberapa lama, sampai Adam bicara lagi.“Antara daerah pegunungan atau kepulauan di Eropa. Kamu pilih yang mana?” tanya Adam dengan serius, seolah mereka akan benar-benar menyembunyikan diri selama satu tahun.Gauri melebarkan matanya dan menggeleng. Wanita cantik itu menyelesaikan makanan dalam mulutnya terlebi
Gauri mendesah dan memalingkan wajahnya. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.“Mengapa kamu sangat menginginkan rekaman CCTV itu, Mas?” tanya Gauri tanpa menatap Adam.“Amora harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Selama dia masih berkeliaran bebas di luar sana, bukan tidak mungkin dia akan kembali datang untuk melukai kamu,” jawab Adam tegas.“Aku dengar dari Mama, dia datang ke pesta pertunanganmu. Rasanya tidak mungkin jika kamu yang mengundangnya.” Adam menambahkan.Gauri kembali menatap Adam yang tidak berhenti memandanginya sejak tadi.“Amora punya seorang putri yang masih kecil. Aku tidak akan tega memisahkan mereka.” Gauri bersuara. “Aku sehat dan bisa melanjutkan hidup, itu saja sudah cukup untukku.”“Dia memang datang ke pesta pertunanganku. Ezra yang memancingnya untuk memprovokasi traumaku,” lanjut Gauri tersenyum tipis.Adam mendengkus. Dia menyugar rambutnya ke belakang.“Digunakan da
“Padahal aku sudah membuatnya sesuai tutorial!” seru Adam kesal. “Aku akan membangunkan chef saja.Tunggu sebentar.” Adam sangat ahli dalam menaklukan klien, investor, bahkan wanita. Namun, di depan berbagai bahan masakan, pria itu merasa usahanya dikhianati. Udang asam manis yang seharusnya tersaji cantik kini justru didominasi dengan warna hitam pekat dan bentuk yang tidak bisa dikenali. Gauri tersenyum, menahan tawa. Dia segera menggenggam tangan Adam yang hampir pergi dari sisinya. “Biar aku saja,” tawar Gauri dengan tulus. Wanita itu perlahan bangkit dari duduknya dan melangkah ke dapur. Adam mengikutinya dari belakang. “Kamu serius? Tidak lelah?” “Aku sudah istirahat dengan cukup,” jawab Gauri sambil membuka lemari pendingin untuk melihat bahan masakan yang tersedia di sana. Sementara Adam hanya memperhati
"Penghargaan ini adalah bukti bahwa badai tidak pernah menghancurkan mereka yang terus berjuang. Sekali lagi, terima kasih!" Adam menutup pidatonya sambil tersenyum lebar dan menatap seluruh ruangan.Setelah itu, Adam melangkah turun dari panggung dengan percaya diri. Piala penghargaan masih digenggam erat di tangannya. Pria itu tersenyum penuh kemenangan, tetapi saat tatapannya kembali bertemu dengan Ezra, Adam menghapusnya.Adam terus berjalan menuju meja VIP tempat dia duduk, yang tidak jauh dari Ezra. Sementara Gauri, yang masih berdiri di dekat pintu menuju lorong segera mengikuti Adam untuk kembali ke tempat. Wanita itu tidak ingin Adam dan Ezra bertengkar jika tidak dia pisahkan.Ezra mendongak, menatap Adam yang kini berdiri di hadapannya. Tatapan Ezra tajam, tetapi rahang pria itu mengeras menahan amarah.“Selamat, Adam,” ujar Ezra dingin. “Tapi itu tidak akan mengubah apa pun. Saya tetap akan menikah dengan Gauri.”Adam menyunggingkan senyum tipis. Pria itu meletakkan piala
Adam mematung sejenak mendengar jawaban Gauri.Pernikahan itu adalah kehendak Gauri sendiri. Kata-kata itu bergema di kepala Adam, memukul hatinya sangat keras hingga terasa sesak.Namun, pria itu dengan cepat menyembunyikan rasa cemburu dan kecewa yang menggerogoti dadanya. Tatapan Adam tetap dingin, walaupun matanya menyiratkan luka yang sulit pria itu sembunyikan.Sebelum Adam sempat menanggapi, langkah kaki seseorang terdengar mendekat. Seorang panitia acara muncul di lorong, mengenakan seragam formal hitam, dengan wajah cemas yang menyiratkan bahwa dia membutuhkan sesuatu.“Maaf mengganggu, Tuan Adam,” ujar panitia itu dengan sopan. “Kami mohon Anda segera kembali ke aula. Sebentar lagi nominasi pemenang yang paling ditunggu akan diumumkan.”Adam menoleh, menatap panitia itu dengan wajah datar.“Saya akan kembali jika saya merasa sudah waktunya untuk kembali,” balas Adam dingin, membuat panitia itu terlihat semakin gugup.“Mohon maaf, Tuan, tetapi kami harus memastikan semua tamu
Gauri menggenggam tangan Adam dengan erat, menarik pria itu keluar dari aula yang penuh dengan berbagai macam tatapan para tamu undangan. Gaun biru tua wanita itu menyapu lantai, menciptakan desiran halus setiap kali Gauri melangkah cepat.Adam mengikuti tanpa perlawanan, senyuman kecil masih tersungging di wajahnya yang tampan.Tatapan penuh rasa ingin tahu dari para tamu yang mereka lewati tidak membuat pria itu merasa terintimidasi. Sebaliknya, Adam justru tampak menikmati setiap detik pertunjukan yang dia ciptakan.Sampai akhirnya, mereka berhenti di sebuah lorong sepi yang dipenuhi dengan pintu-pintu menuju ruangan kecil untuk panitia dan staf acara.Lampu temaram menciptakan bayangan panjang di dinding, mempertegas aura intens di antara keduanya.Gauri melepas genggaman tangannya, lalu berbalik menghadapi Adam. Tatapan wanita itu tajam, walaupun wajahnya masih sedikit memerah akibat insiden di meja tadi.“Apa yang kamu lakukan tadi di depan banyak orang, Mas Adam?!” seru Gauri s
Sorotan lampu dari panggung utama mengikuti langkah anggun Gauri saat wanita itu melangkah menuju podium. Gaun biru tuanya berkilauan di bawah cahaya lampu, menonjolkan aura berkelas dan memukau yang membuat ruangan seketika terdiam.“Selamat, Nona Gauri!” ucap pembawa acara dengan senyum lebar sambil memberikan piagam penghargaan pada Gauri.Setelah Gauri menerima piagam itu, pembawa acara segera mempersilakannya menuju podium untuk berpidato.Dengan kepala terangkat, Gauri berdiri tegap di belakang mikrofon. Senyuman kecil tersungging di wajahnya, bukan senyum hangat, melainkan senyum formalitas yang hanya wanita itu gunakan di depan rekan bisnis.“Terima kasih kepada panitia dan para dewan juri atas penghargaan ini,” ucap Gauri, suaranya mengalir lembut, memenuhi ruangan yang dipenuhi sosok penting dunia bisnis. “Penghargaan ini adalah bukti nyata kerja keras dan dedikasi seluruh tim di Uno Rekayasa Industri. Tanpa mereka, visi saya tidak akan pernah terwujud.”Saat Gauri melanjutk
Gauri turun dari mobil hitam yang berhenti di depan venue acara Penghargaan Bisnis.Gaun biru tua berpotongan klasik dengan potongan punggung rendah menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kilauan berlian di bahunya memantulkan cahaya lampu sorot, membuat wanita itu tampak seperti ratu.Ezra melangkah keluar terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangan untuk membantu Gauri. Senyum lebar menghiasi wajahnya, tetapi mata pria itu sebenarnya sedang mengawasi setiap gerak-gerik tunangannya.“Senyum, Gauri. Kamera sedang menonton kita,” bisik Ezra sambil memegang pinggang wanita itu.Gauri mengangkat dagu sedikit, memamerkan senyum anggun yang dingin. Kamera dari para wartawan berkerlap-kerlip tanpa henti, menangkap setiap langkah mereka di karpet merah.Ezra melingkarkan lengannya di pinggang Gauri, menciptakan citra pasangan sempurna. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan.Setelah berhenti di depan kumpulan wartawan, Ezra dan Gauri mulai berpose mesra. Ezra mendekatkan bibirnya ke teli
Ezra berdiri di depan cermin besar di kamar mewahnya. Mata pria itu menatap pantulan dirinya sendiri dengan senyum licik yang menghiasi bibirnya.Jas hitam eksklusif yang dikenakan Ezra membuat penampilannya terlihat sempurna, tetapi ketegangan samar di garis rahangnya tetap terlihat.Ponsel Ezra yang tergeletak di atas meja kecil di samping cermin bergetar. Pria itu segera meraihnya dan menjawab panggilan itu tanpa basa-basi.“Sudah selesai?” tanya Ezra sedikit berbisik.Suara seorang pria terdengar di seberang telepon. “Ya, sudah selesai. Amora meninggal di tempat. Anak kecil itu … dia masih hidup, tapi kehilangan banyak darah. Saya tidak yakin dia bisa bertahan.”Ezra terdiam. Suasana di sekitarnya tiba-tiba menjadi hening. Jantung Ezra berdetak lebih cepat, bukan karena panik, tetapi karena dia sedang memikirkan apa dampak yang mungkin terjadi setelahnya.“Chava ada di sana?” tanya Ezra akhirnya, dengan dingin dan tajam.“Ya, dia bersama Amora saat kecelakaan terjadi. Tidak ada ya
Adam menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Berita yang terpampang di sana menghantam pria itu, seperti pukulan keras yang mengenai wajahnya.Pernikahan Gauri Bentlee Uno dan Ezra Damon Akan Digelar Minggu Depan.Kalimat itu terpampang jelas di headline sebuah situs berita ternama. Tidak hanya di situs berita, setiap Adam membuka media sosial, informasi yang sama pun muncul.Walaupun Gauri bukan seorang selebriti, tetapi wanita yang tiba-tiba menjadi konglomerat dan menjabat sebagai CEO Uno Rekayasa Industri adalah hal yang sangat menarik.Adam mengatupkan rahang erat, dan napasnya terasa berat. Pria itu mengepalkan tangan. Sudah dua hari sejak kontak terakhirnya dengan Gauri terputus, dan sekarang berita tidak masuk akal ini justru naik ke permukaan.Brak!Adam memukul meja kerjanya hingga gelas kopi yang berada di sudut meja terguncang. Wajah Adam memerah. Amarah, kebingungan, dan rasa kecewa menyelimuti pikiran Adam.“Bagaimana mungkin? Apa ini keputusan Gauri? Apa Gauri mener
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh