“Padahal aku sudah membuatnya sesuai tutorial!” seru Adam kesal. “Aku akan membangunkan chef saja.Tunggu sebentar.”
Adam sangat ahli dalam menaklukan klien, investor, bahkan wanita. Namun, di depan berbagai bahan masakan, pria itu merasa usahanya dikhianati. Udang asam manis yang seharusnya tersaji cantik kini justru didominasi dengan warna hitam pekat dan bentuk yang tidak bisa dikenali. Gauri tersenyum, menahan tawa. Dia segera menggenggam tangan Adam yang hampir pergi dari sisinya. “Biar aku saja,” tawar Gauri dengan tulus. Wanita itu perlahan bangkit dari duduknya dan melangkah ke dapur. Adam mengikutinya dari belakang. “Kamu serius? Tidak lelah?” “Aku sudah istirahat dengan cukup,” jawab Gauri sambil membuka lemari pendingin untuk melihat bahan masakan yang tersedia di sana. Sementara Adam hanya memperhatiAdam menghela napas. Alih-alih langsung menjawab pertanyaan Gauri, pria itu memilih untuk menyelesaikan mengobati luka Gauri terlebih dahulu.Gauri dengan sabar menunggu.“Tidak. Aku bahkan tidak tahu kamu sampai terkilir,” jawab Adam pada akhirnya. Dia sengaja menutup kebenaran karena tidak ingin Gauri berpikir macam-macam.Anehnya, Gauri merasa kecewa. Dia sudah terlanjur berharap, tetapi kenyataan tidak sesuai dengan pikirannya.Lagipula, apa yang Gauri harapkan dari sikap Adam dahulu saat masih menjadi suaminya? Selimut kesalahpahaman mereka masih sangat tebal.Gauri memperhatikan Adam yang sedang merapikan obat-obatan, perban, plester, dan sebagainya. Pria itu masih belum balas menatapnya.“Ingin menonton film?” tanya Adam kembali mendekati Gauri.“Boleh,” jawab Gauri singkat. Tampak tidak tertarik karena masih bergumul dengan perasaan kecewa yang dia ciptakan sendiri.“Ayo!” ajak Adam sambil melangkah mend
Gauri tertidur di bahu Adam. Entah berapa lama, tetapi ketika Gauri bangun keesokan paginya, Adam sudah tidak ada di sampingnya. Nyeri perut yang menyerang Gauri semalam juga sudah lebih baik. Wanita itu perlahan duduk dan memindai seluruh area kamar. Pemandangan pantai di sisinya begitu mengundang perhatian. Itu membuat energi Gauri cepat pulih. “Mas Adam?” panggil Gauri sambil melangkah ke kamar mandi. Gauri mendorong pintu kamar mandi. Kosong. Adam tidak ada di kamarnya. Melihat cuaca pagi yang sangat hangat, Gauri berpikir mungkin saja Adam sedang olahraga pagi. Atau bahkan, pria itu kembali mencoba masak untuk sarapan. Senyum tipis terulas dari bibir Gauri, mengingat wajah kesal Adam semalam karena masakannya gosong. Gauri tidak sabar melihat wajah pria itu lagi, jadi dia segera mandi dan membersihkan diri. Setelah itu Gauri melangkah keluar kamar. Dapur adalah tujuan utaman
“Cepat!” seru Ezra sambil mendorong Gauri dari belakang.Gauri hampir saja terjatuh karena tersandung batu hias yang ada di halaman depan vila jika dia tidak berkonsentrasi.Pria itu mencengkeram tangannya dengan sangat kuat dan Gauri merasa perih di pergelangan tangan.Wanita itu menggigit kuat bibirnya supaya tidak berteriak. Hal itu hanya akan membuat Ezra berada di atas angin.“Masuk!” seru Ezra lagi ketika mereka sampai di sisi pintu mobil bagian penumpang.Gauri bergeming. Itu membuat Ezra mengernyitkan dahi marah.“Saya tidak ingin satu mobil denganmu lagi,” sahut Gauri dengan datar walaupun suaranya sedikit gemetar.Momen terakhir mereka saat berada di satu mobil yang sama masih terekam jelas di kepala Gauri. Saat itu Ezra tidak lebih emosi dari sekarang dan sudah hampir membunuh mereka berdua.Gauri tidak ingin menjadi tumbal kemarahan Ezra yang meledak lagi. Yang kali ini, pria itu bisa saja langsung m
Gauri perlahan menarik napas, memastikan bahwa peluru itu bukan berasal dari pistol Adam. Dia masih hidup. ‘Jika aku masih hidup, apakah peluru itu berasal dari pistol Ezra yang mengarah pada Mas Adam?’ batin Gauri panik. Wanita cantik itu membuka mata. Sosok pertama yang Gauri lihat adalah Ezra. Pria itu masih berdiri tegak dengan napas terengah-engah dan tatapan tajam. “Apa yang kamu lakukan, Adam?” tanya Ezra. Gauri menoleh pada Adam. Dia mengembuskan napas lega ketika melihat Adam juga masih berdiri tegak. Arah pistol Adam tidak lagi mengarah padanya. Adam menodong pistolnya agak miring ke kanan bawah. Ketika Gauri mengikuti arah pistol Adam, ternyata pria itu menargetkan ban mobil Ezra. Kini salah satu ban mobil Ezra pecah. Gauri tidak yakin Ezra bisa menggunakan mobil itu dalam waktu singkat. Dor! Adam menembak lagi ban
“Tidak ada luka serius atau pendarahan internal yang terjadi padaku, Gauri. Sudah aku bilang sejak awal kalau kamu hanya khawatir berlebihan,” tukas Adam saat mereka berada di dalam mobil menuju Jakarta. Setelah menunggu beberapa lama di rumah sakit, hasil kesehatan keseluruhan Adam keluar. Tidak ada yang serius kecuali luka-luka luar yang ada di wajah dan area punggung tangannya. Kini mereka sudah kembali melakukan perjalanan bersama. Jalanan cukup lancar, mengingat tempat ini jauh dari area perkantoran. “Ezra tidak semahir itu dalam memukul. Aku hanya … belum fokus sepenuhnya dan baru bangun dari tidur.” Adam menambahkan. Gauri hanya mengangguk dan tersenyum tipis. Wanita cantik itu kembali memandangi jalanan di sampingnya. Kalimat yang Adam ucapkan di rumah sakit sangat membuat Gauri khawatir. Mendadak Gauri tidak ingin cepat sampai di Jakarta, tetapi dia sadar bahwa menghindar buk
Walaupun dadanya sakit dan sesak, Gauri kembali menegakkan punggung dan tersenyum sinis pada Thomas. Air mata menggenang di pelupuk matanya. “Kamu keterlaluan!” teriak Thomas pada Gauri sambil menunjuk wajahnya. “Adam!” Thomas beralih pada Adam. “Bagaimana kamu ingin menyelesaikan masalah ini? Kamu baru saja membawa pergi tunangan pria lain sekaligus CEO perusahaan besar?!” “Hanya itu yang Kakek pedulikan?” tanya Gauri mengernyitkan dahi dan mengepalkan kedua telapak tangannya. “Gauri ….” Adam menggeleng, mengingatkan supaya Gauri tidak balas berteriak pada Thomas. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada hubungan kakek dan cucu itu. “Apakah kalian berdua sadar dengan apa yang kalian lakukan?!” Thomas berteriak lagi. “Terutama kamu, Gauri, kamu pergi di waktu krusial perusahaan! Cepat pergi dari sini dan lihat apa yang terjadi di kantormu!” Suara Thomas menggelegar bag
Sementara itu di Rona Village setelah Gauri pergi, Thomas tidak bicara sama sekali sampai cucunya menghilang di balik pintu utama. “Kamu tidak marah pada saya, Adam?” tanya Thomas kemudian. Adam menoleh dan menatap pria tua itu dengan datar. “Kamu seorang CEO perusahaan terbesar kedua di Indonesia yang terkenal dingin pada siapa saja, tetapi kamu baru saja menerima tamparan dari seorang kakek tua!” lanjut Thomas menyipitkan mata. “Saya akan melakukan hal yang lebih dari ini jika berada di posisi Pak Tomas,” jawab Adam datar. “Anak muda yang pintar bicara dan suka menggurui orang yang lebih berpengalaman.” sarkas Thomas sambil terkekeh. “Apa kamu pikir saya hanya akan melakukan itu, Adam?” Thomas terus menatap tajam Adam. “Apa kamu tahu dengan sikap Gauri yang seperti itu, dia sama saja bersedia jika saya membunuhmu?” Adam mengepalkan tangan. Namun, dia tidak ingin menunjukan perasaan itu di wajahnya.
“Lily, Gauri adalah cucu Pak Thomas. Dia berhak tahu apa yang terjadi pada kakeknya,” tukas Adam sambil mengernyitkan dahi.Lily mendesah dan memejamkan mata. Dia memang tidak ingin Gauri datang dan mengganggu momen mereka berdua lagi. Namun, wanita itu punya alasan lain.“Mas Adam.” Lily perlahan membuka mata. Kini sorot matanya lebih lembut.Adam mengangkat kedua alisnya.“Ini permintaan Tuan Thomas,” lanjut Lily menatap lurus mata Adam.Pria itu mengernyit semakin dalam sambil menggeleng. “Apa?”Untuk beberapa saat Lily hanya diam. Dia sedang menimbang sesuatu.Apakah Lily harus menggunakan kartunya sekarang atau dia masih bisa menyimpannya lebih lama untuk keuntungan yang lebih besar?Lily menoleh pada Thomas yang belum sadar. Monitor yang ada di sebelah Thomas menunjukan detak jantung pria tua itu mulai normal.“Tuan Thomas sudah lama mengidap kanker usus,” ucap Lily menjelaskan dengan hati-hati. Dia akhirnya memutuskan untuk menggunakan kartunya sekarang.Adam membeku. “Kanker u
Di dalam mobil yang melaju menuju rumah sakit, Gauri terus memandangi jendela, matanya tampak kosong walaupun pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Mobil itu berhenti dengan mulus di depan rumah sakit.“RS Bashar?” tanya Gauri setengah berbisik, matanya menatap papan nama rumah sakit itu dengan sedikit heran. “Bukankah ini rumah sakit yang dulu pernah mengalami masalah?”‘Akibat ulah Ezra,’ lanjut Gauri dalam hati.Adam menoleh, menatap Gauri sambil membuka sabuk pengamannya.“RS Bashar sudah membaik dalam dua tahun terakhir,” jelas Adam sambil tersenyum tipis. “Mereka melakukan perombakan besar-besaran, termasuk mendatangkan tim medis terbaik. Sekarang mereka masuk ke jajaran rumah sakit unggulan.”Gauri mengangguk kecil, akhirnya mengerti. “Saya jarang mengikuti perkembangan rumah sakit ini.”Amelia yang duduk di depan segera keluar, memberi ruang bagi Gauri dan Adam untuk menyusul.Ketika Gauri hendak membuka pintu mobil, Adam menahan tangan wanita itu dengan lembut.“Tunggu,” ucap
Adam menatap Amelia dengan tajam, lalu mengalihkan pandangan ke arah Gauri yang berdiri di sebelahnya. Tatapan pria itu melunak sedikit, tetapi tidak mengurangi aura serius di wajahnya.“Gauri,” panggil Adam dengan intonasi yang tegas. “Saya akan ke rumah sakit sekarang. Apa kamu ingin ikut?”Gauri menoleh ke arah Adam. Wajah wanita itu menunjukkan kebingungan dan kekhawatiran yang bercampur aduk.Namun, sebelum Gauri sempat membuka mulut untuk menjawab, Ezra tanpa rasa bersalah memotong pembicaraan mereka.“Gauri tidak akan pergi ke mana-mana!” tukas Ezra penuh penekanan.Ezra melangkah maju, berdiri di antara Adam dan Gauri, menjadi penghalang. Dia mengangkat dagunya dengan angkuh dan menatap sengit Adam.Adam hanya menatap Ezra dengan dingin, tidak terpengaruh oleh sikap agresif pria itu. Pikiran CEO Harraz Mall itu sedang terpecah, memikirkan cara untuk membantu Chava yang kini dalam kondisi kritis sambil menunggu jawaban Gauri.Melihat ketegangan di antara kedua pria itu, Gauri a
"Penghargaan ini adalah bukti bahwa badai tidak pernah menghancurkan mereka yang terus berjuang. Sekali lagi, terima kasih!" Adam menutup pidatonya sambil tersenyum lebar dan menatap seluruh ruangan.Setelah itu, Adam melangkah turun dari panggung dengan percaya diri. Piala penghargaan masih digenggam erat di tangannya. Pria itu tersenyum penuh kemenangan, tetapi saat tatapannya kembali bertemu dengan Ezra, Adam menghapusnya.Adam terus berjalan menuju meja VIP tempat dia duduk, yang tidak jauh dari Ezra. Sementara Gauri, yang masih berdiri di dekat pintu menuju lorong segera mengikuti Adam untuk kembali ke tempat. Wanita itu tidak ingin Adam dan Ezra bertengkar jika tidak dia pisahkan.Ezra mendongak, menatap Adam yang kini berdiri di hadapannya. Tatapan Ezra tajam, tetapi rahang pria itu mengeras menahan amarah.“Selamat, Adam,” ujar Ezra dingin. “Tapi itu tidak akan mengubah apa pun. Saya tetap akan menikah dengan Gauri.”Adam menyunggingkan senyum tipis. Pria itu meletakkan piala
Adam mematung sejenak mendengar jawaban Gauri.Pernikahan itu adalah kehendak Gauri sendiri. Kata-kata itu bergema di kepala Adam, memukul hatinya sangat keras hingga terasa sesak.Namun, pria itu dengan cepat menyembunyikan rasa cemburu dan kecewa yang menggerogoti dadanya. Tatapan Adam tetap dingin, walaupun matanya menyiratkan luka yang sulit pria itu sembunyikan.Sebelum Adam sempat menanggapi, langkah kaki seseorang terdengar mendekat. Seorang panitia acara muncul di lorong, mengenakan seragam formal hitam, dengan wajah cemas yang menyiratkan bahwa dia membutuhkan sesuatu.“Maaf mengganggu, Tuan Adam,” ujar panitia itu dengan sopan. “Kami mohon Anda segera kembali ke aula. Sebentar lagi nominasi pemenang yang paling ditunggu akan diumumkan.”Adam menoleh, menatap panitia itu dengan wajah datar.“Saya akan kembali jika saya merasa sudah waktunya untuk kembali,” balas Adam dingin, membuat panitia itu terlihat semakin gugup.“Mohon maaf, Tuan, tetapi kami harus memastikan semua tamu
Gauri menggenggam tangan Adam dengan erat, menarik pria itu keluar dari aula yang penuh dengan berbagai macam tatapan para tamu undangan. Gaun biru tua wanita itu menyapu lantai, menciptakan desiran halus setiap kali Gauri melangkah cepat.Adam mengikuti tanpa perlawanan, senyuman kecil masih tersungging di wajahnya yang tampan.Tatapan penuh rasa ingin tahu dari para tamu yang mereka lewati tidak membuat pria itu merasa terintimidasi. Sebaliknya, Adam justru tampak menikmati setiap detik pertunjukan yang dia ciptakan.Sampai akhirnya, mereka berhenti di sebuah lorong sepi yang dipenuhi dengan pintu-pintu menuju ruangan kecil untuk panitia dan staf acara.Lampu temaram menciptakan bayangan panjang di dinding, mempertegas aura intens di antara keduanya.Gauri melepas genggaman tangannya, lalu berbalik menghadapi Adam. Tatapan wanita itu tajam, walaupun wajahnya masih sedikit memerah akibat insiden di meja tadi.“Apa yang kamu lakukan tadi di depan banyak orang, Mas Adam?!” seru Gauri s
Sorotan lampu dari panggung utama mengikuti langkah anggun Gauri saat wanita itu melangkah menuju podium. Gaun biru tuanya berkilauan di bawah cahaya lampu, menonjolkan aura berkelas dan memukau yang membuat ruangan seketika terdiam.“Selamat, Nona Gauri!” ucap pembawa acara dengan senyum lebar sambil memberikan piagam penghargaan pada Gauri.Setelah Gauri menerima piagam itu, pembawa acara segera mempersilakannya menuju podium untuk berpidato.Dengan kepala terangkat, Gauri berdiri tegap di belakang mikrofon. Senyuman kecil tersungging di wajahnya, bukan senyum hangat, melainkan senyum formalitas yang hanya wanita itu gunakan di depan rekan bisnis.“Terima kasih kepada panitia dan para dewan juri atas penghargaan ini,” ucap Gauri, suaranya mengalir lembut, memenuhi ruangan yang dipenuhi sosok penting dunia bisnis. “Penghargaan ini adalah bukti nyata kerja keras dan dedikasi seluruh tim di Uno Rekayasa Industri. Tanpa mereka, visi saya tidak akan pernah terwujud.”Saat Gauri melanjutk
Gauri turun dari mobil hitam yang berhenti di depan venue acara Penghargaan Bisnis.Gaun biru tua berpotongan klasik dengan potongan punggung rendah menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kilauan berlian di bahunya memantulkan cahaya lampu sorot, membuat wanita itu tampak seperti ratu.Ezra melangkah keluar terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangan untuk membantu Gauri. Senyum lebar menghiasi wajahnya, tetapi mata pria itu sebenarnya sedang mengawasi setiap gerak-gerik tunangannya.“Senyum, Gauri. Kamera sedang menonton kita,” bisik Ezra sambil memegang pinggang wanita itu.Gauri mengangkat dagu sedikit, memamerkan senyum anggun yang dingin. Kamera dari para wartawan berkerlap-kerlip tanpa henti, menangkap setiap langkah mereka di karpet merah.Ezra melingkarkan lengannya di pinggang Gauri, menciptakan citra pasangan sempurna. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan.Setelah berhenti di depan kumpulan wartawan, Ezra dan Gauri mulai berpose mesra. Ezra mendekatkan bibirnya ke teli
Ezra berdiri di depan cermin besar di kamar mewahnya. Mata pria itu menatap pantulan dirinya sendiri dengan senyum licik yang menghiasi bibirnya.Jas hitam eksklusif yang dikenakan Ezra membuat penampilannya terlihat sempurna, tetapi ketegangan samar di garis rahangnya tetap terlihat.Ponsel Ezra yang tergeletak di atas meja kecil di samping cermin bergetar. Pria itu segera meraihnya dan menjawab panggilan itu tanpa basa-basi.“Sudah selesai?” tanya Ezra sedikit berbisik.Suara seorang pria terdengar di seberang telepon. “Ya, sudah selesai. Amora meninggal di tempat. Anak kecil itu … dia masih hidup, tapi kehilangan banyak darah. Saya tidak yakin dia bisa bertahan.”Ezra terdiam. Suasana di sekitarnya tiba-tiba menjadi hening. Jantung Ezra berdetak lebih cepat, bukan karena panik, tetapi karena dia sedang memikirkan apa dampak yang mungkin terjadi setelahnya.“Chava ada di sana?” tanya Ezra akhirnya, dengan dingin dan tajam.“Ya, dia bersama Amora saat kecelakaan terjadi. Tidak ada ya
Adam menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Berita yang terpampang di sana menghantam pria itu, seperti pukulan keras yang mengenai wajahnya.Pernikahan Gauri Bentlee Uno dan Ezra Damon Akan Digelar Minggu Depan.Kalimat itu terpampang jelas di headline sebuah situs berita ternama. Tidak hanya di situs berita, setiap Adam membuka media sosial, informasi yang sama pun muncul.Walaupun Gauri bukan seorang selebriti, tetapi wanita yang tiba-tiba menjadi konglomerat dan menjabat sebagai CEO Uno Rekayasa Industri adalah hal yang sangat menarik.Adam mengatupkan rahang erat, dan napasnya terasa berat. Pria itu mengepalkan tangan. Sudah dua hari sejak kontak terakhirnya dengan Gauri terputus, dan sekarang berita tidak masuk akal ini justru naik ke permukaan.Brak!Adam memukul meja kerjanya hingga gelas kopi yang berada di sudut meja terguncang. Wajah Adam memerah. Amarah, kebingungan, dan rasa kecewa menyelimuti pikiran Adam.“Bagaimana mungkin? Apa ini keputusan Gauri? Apa Gauri mener