“Pesta pertunangan macam apa yang mengundang 600 tamu undangan? Kakek agak ….” Gauri tidak melanjutkan ucapannya, segan mengucapkan kata gila.Wanita itu baru saja membanting tubuhnya di atas sofa ruang tamu griya tawang. Jam menunjukkan pukul dua pagi dan sisa energinya hanya tersisa kurang dari 10 persen.“Kakek hanya memberi saya 50 undangan, begitu pula dengan Ezra. Siapa sangka kalau Kakek memegang 200 undangan!” gerutu Gauri yang kelelahan usai merayakan pesta pertunangannya yang panjang.Undangan tersebut bisa digunakan sebagai akses masuk oleh tamu undangan bersama pasangannya. Sehingga satu undangan akan dihitung dua orang.“Jika Nona menikah dan semua kenalan Tuan Thomas diundang, pesta pernikahan itu tidak akan selesai dalam waktu satu minggu, Nona,” sahut Amelia sambil menarik koper Gauri ke ruang cuci.Gauri mendengkus sebal. “Itu tidak akan terjadi.”Wanita cantik itu tidak berniat menikah dengan Ezra. Justru dia harus segera mencari jalan keluar yang bisa membuat semuan
“Nona akan kembali segar setelah meminum teh hijau yang dicampur obat herbal dari saya,” ucap seorang terapis pijat wanita yang Amelia panggil untuk Gauri.Terapis pijat itu baru saja selesai memijat Gauri. Gauri mengangguk dan mengenakan jubah mandi untuk menutup bagian bahunya yang terbuka.Tubuh Gauri terasa lebih baik, terutama bagian leher dan punggung belakang. Walaupun belum pulih sepenuhnya, Gauri sudah tidak merasakan pegal yang mengganggu.“Saya akan langsung meminumnya,” sahut Gauri tersenyum manis.“Baik. Saya pergi dulu, Nona!” pamit si terapis wanita.“Terima kasih,” ucap Gauri sambil melangkahkan kaki mengekori terapisnya.Sebagai tuan rumah yang baik, Gauri mengantarkan wanita paruh baya itu sampai ke depan griya tawangnya. Lalu, Gauri masuk kembali dan berniat pergi ke dapur.Namun, Gauri tersentak ketika melihat seorang pria sedang bersantai di sofa ruang keluarganya. “Astaga!”Teriakan Gauri membuat pria itu mengangkat wajah dan mengernyitkan dahi. “Ada apa?”Gauri
Gauri turun dari mobil dan menyugar rambutnya. Matanya menyapu ke sekeliling area rumah Keluarga Lenson yang terlihat indah saat waktu senja seperti ini.Rumah besar bergaya Eropa klasik dengan danau buatan di sisi kanan memanjakan matanya.Wanita cantik itu membayangkan betapa tenangnya menghabiskan secangkir teh hijau hangat di dekat sana saat pagi atau sore hari.“Sepertinya saya harus mulai mencari rumah seperti ini,” ujar Gauri pada Amelia.“Nona ingin saya mencarikannya?” Amelia menawarkan.“Kamu bisa melakukannya diam-diam? Rumah itu harus menjadi tempat istirahat saya yang tidak bisa didatangi oleh Ezra, Kakek, bahkan Mas Adam.” Gauri memberi syarat.“Berikan saya waktu, Nona,” izin Amelia.Gauri mengangguk. Lalu, dia mulai melangkah mendekati pintu utama rumah Keluarga Lenson. Sementara Amelia mengekorinya dari belakang.Seorang pria dengan seragam pelayan segera membukakan pintu saat mengenali wajah Gauri. Mereka membungkuk saat Gauri berlalu.“Oh lihat siapa yang datang!” s
“Saya tidak setuju, Pat. Kemampuan Nona Gauri yang diagungkan oleh Tuan Thomas belum terbukti. Jabatan yang sekarang dia peroleh hanya karena garis keturunan, bukan usahanya sendiri.” Nina Topan membuka suara.Utari Giordano, Nyemas Vexya, dan Yuranita Muszo mengangguk setuju. Sementara, setengah yang lain tetap diam.Lingkaran para wanita yang merupakan istri pebisnis kelas atas ini terbelah menjadi dua kubu setelah kehadiran pertama Gauri di pertemuan mereka.“Maaf, Nyonya. Makanan sudah siap!” ujar seorang pelayan wanita pada Patricia.Patricia mengangguk dan tersenyum tipis.“Baiklah, sepertinya kita harus melanjutkan obrolan kita nanti. Saya menyiapkan sup daging, itu lebih enak dinikmati saat hangat. Ayo!” ajak Patricia perlahan bangkit.“Oh ya, Nona Gauri. Adam Harraz dan anak saya, Lily, juga akan bergabung untuk makan malam. Saya harap Nona tidak apa-apa?” Patricia menambahkan dengan mimik khawatir.Gauri memaksakan senyumnya, terlalu terkejut dengan ucapan Patricia.Dia hany
“Apa kamu terlalu banyak minum, Gauri?!” bentak Adam setelah mereka sampai di luar rumah Keluarga Lenson.Wajah Adam memerah dan rahangnya mengeras. Pria itu menatap tajam Gauri.Gauri melepaskan tangannya dari cengkeraman Adam. Namun, secepat kilat Adam kembali mencengkeramnya kembali.“Apa yang kamu bicarakan tadi?!” tanya Adam lagi dengan nada tinggi. “Hanya karena kamu kuliah di luar negeri dan mencapai gelar S2 melalui program akselerasi, lantas kamu sudah merasa hebat, Gauri?!”Gauri meringis kesakitan. Dia balas menatap tajam Adam.“Sakit, Mas!” protes Gauri, tetapi Adam semakin kuat mencengkeram.“Kamu tidak akan bisa mengatasi krisis yang terjadi di Harraz Mall!” cibir Adam sambil menghempaskan tangan Gauri dengan kasar.Lalu, pria itu berbalik badan dan memunggungi Gauri. Adam menyugar rambutnya frustasi sambil melihat langit malam yang sangat gelap.Sementara Gauri mengelus lengannya yang memerah. Dia memandangi punggung tegap Adam dengan tatapan dingin.Gauri menarik napas
Danau di samping rumah Keluarga Lenson, memiliki sebuah pendopo kecil. Selain itu, ada juga area bersantai di ruang terbuka yang dibangun di atas danau. Lily mengajak Gauri untuk pergi ke area bersantai itu. Sepatu Gauri yang bertemu dengan jembatan kayu jati menimbulkan suara nyaring setiap wanita itu melangkah. “Papa saya sengaja membuat area bersantai ini untuk acara keluarga,” ucap Lily setelah mereka sampai. Wanita itu memunggungi Gauri untuk melihat danau yang gelap di depannya. Gauri menyapu pandangan ke sekeliling area. Ada sekitar tiga meja dan sembilan pasang kursi. Juga, lampu-lampu cantik yang menghiasi sekeliling area. “Terakhir digunakan empat bulan lalu, saat kakak sepupu saya membuat pesta pengumuman jenis kelamin bayi yang sedang dia kandung,” lanjut Lily sambil memutar tubuhnya menghadap Gauri. “Seberapa dalam danau buatan ini?” tanya Gauri berdiri di sebelah Lily. Dia tidak melihat apa-apa di danau, selain air yang tenang. “Sudah berapa mayat yang disimpa
Wanita itu melangkah perlahan ke dalam rumahnya. Para penjaga tidak terlihat berkelian di sekitarnya, tengah beristirahat sejenak karena jam sudah menunjukan pukul delapan malam lewat. Air mengalir dari kain pakaiannya yang sangat basah saat dia berjalan. Sementara rambut panjangnya sudah tidak beraturan. “Astaga!” jerit Patricia yang sedang berada di ruang tamu bersama Adam. Patricia spontan bangkit dan melebarkan kedua matanya. Melihat reaksi Patricia, Adam menoleh mengikuti arah wanita itu memandang. Tamu-tamunya yang lain sedang menikmati teh hangat di teras belakang rumah. Mereka biasa melakukan itu setelah mengadakan makan bersama. “Apa yang terjadi padamu, Lily?!” tanya Patricia sambil mendekat dan mencengkeram kedua lengan putrinya yang pucat dan basah kuyup. Lily perlahan mengangkat wajah untuk melihat wajah ibunya. Lalu, wanita itu juga menatap Adam. Pergerakannya sangat lambat karena tidak banyak tenaga yang tersisa di tubuh Lily. “Mama, aku lemas,” sahut Lily
Air mata Gauri semakin deras mengalir di pipinya. Walaupun sudah bisa menghirup banyak oksigen, dadanya masih terasa sesak dan sakit. Jantung Gauri masih berdetak sangat cepat. Dia meremas kemeja Adam yang juga basah dan dingin. “Apa yang terjadi?!” tanya Adam sambil memeluk Gauri semakin erat. Pertanyaan Adam membuat memori tidak menyenangkan itu kembali berputar di kepalanya. Gigi wanita itu bergemeletuk. Saat Lily memeluk Gauri sambil mengucapkan terima kasih. Lalu, tanpa Gauri duga, Lily membawa mereka terjun ke danau begitu saja. Hal yang paling membuat Gauri sakit adalah ketika dia melihat Lily berenang mendekatinya. Harapan Gauri untuk diselamatkan meninggi, tetapi Lily justru mendorong kepalanya ke dalam air cukup lama. “Gauri?” panggil Adam lagi karena melihat mata Gauri kosong. Dahi pria itu mengernyit saat memindai wajah mantan istrinya. Gauri mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyadarkan dirinya dan menunduk sesaat. Wanita itu menarik napas panjang sambil
Adam mematung sejenak mendengar jawaban Gauri.Pernikahan itu adalah kehendak Gauri sendiri. Kata-kata itu bergema di kepala Adam, memukul hatinya sangat keras hingga terasa sesak.Namun, pria itu dengan cepat menyembunyikan rasa cemburu dan kecewa yang menggerogoti dadanya. Tatapan Adam tetap dingin, walaupun matanya menyiratkan luka yang sulit pria itu sembunyikan.Sebelum Adam sempat menanggapi, langkah kaki seseorang terdengar mendekat. Seorang panitia acara muncul di lorong, mengenakan seragam formal hitam, dengan wajah cemas yang menyiratkan bahwa dia membutuhkan sesuatu.“Maaf mengganggu, Tuan Adam,” ujar panitia itu dengan sopan. “Kami mohon Anda segera kembali ke aula. Sebentar lagi nominasi pemenang yang paling ditunggu akan diumumkan.”Adam menoleh, menatap panitia itu dengan wajah datar.“Saya akan kembali jika saya merasa sudah waktunya untuk kembali,” balas Adam dingin, membuat panitia itu terlihat semakin gugup.“Mohon maaf, Tuan, tetapi kami harus memastikan semua tamu
Gauri menggenggam tangan Adam dengan erat, menarik pria itu keluar dari aula yang penuh dengan berbagai macam tatapan para tamu undangan. Gaun biru tua wanita itu menyapu lantai, menciptakan desiran halus setiap kali Gauri melangkah cepat.Adam mengikuti tanpa perlawanan, senyuman kecil masih tersungging di wajahnya yang tampan.Tatapan penuh rasa ingin tahu dari para tamu yang mereka lewati tidak membuat pria itu merasa terintimidasi. Sebaliknya, Adam justru tampak menikmati setiap detik pertunjukan yang dia ciptakan.Sampai akhirnya, mereka berhenti di sebuah lorong sepi yang dipenuhi dengan pintu-pintu menuju ruangan kecil untuk panitia dan staf acara.Lampu temaram menciptakan bayangan panjang di dinding, mempertegas aura intens di antara keduanya.Gauri melepas genggaman tangannya, lalu berbalik menghadapi Adam. Tatapan wanita itu tajam, walaupun wajahnya masih sedikit memerah akibat insiden di meja tadi.“Apa yang kamu lakukan tadi di depan banyak orang, Mas Adam?!” seru Gauri s
Sorotan lampu dari panggung utama mengikuti langkah anggun Gauri saat wanita itu melangkah menuju podium. Gaun biru tuanya berkilauan di bawah cahaya lampu, menonjolkan aura berkelas dan memukau yang membuat ruangan seketika terdiam.“Selamat, Nona Gauri!” ucap pembawa acara dengan senyum lebar sambil memberikan piagam penghargaan pada Gauri.Setelah Gauri menerima piagam itu, pembawa acara segera mempersilakannya menuju podium untuk berpidato.Dengan kepala terangkat, Gauri berdiri tegap di belakang mikrofon. Senyuman kecil tersungging di wajahnya, bukan senyum hangat, melainkan senyum formalitas yang hanya wanita itu gunakan di depan rekan bisnis.“Terima kasih kepada panitia dan para dewan juri atas penghargaan ini,” ucap Gauri, suaranya mengalir lembut, memenuhi ruangan yang dipenuhi sosok penting dunia bisnis. “Penghargaan ini adalah bukti nyata kerja keras dan dedikasi seluruh tim di Uno Rekayasa Industri. Tanpa mereka, visi saya tidak akan pernah terwujud.”Saat Gauri melanjutk
Gauri turun dari mobil hitam yang berhenti di depan venue acara Penghargaan Bisnis.Gaun biru tua berpotongan klasik dengan potongan punggung rendah menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kilauan berlian di bahunya memantulkan cahaya lampu sorot, membuat wanita itu tampak seperti ratu.Ezra melangkah keluar terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangan untuk membantu Gauri. Senyum lebar menghiasi wajahnya, tetapi mata pria itu sebenarnya sedang mengawasi setiap gerak-gerik tunangannya.“Senyum, Gauri. Kamera sedang menonton kita,” bisik Ezra sambil memegang pinggang wanita itu.Gauri mengangkat dagu sedikit, memamerkan senyum anggun yang dingin. Kamera dari para wartawan berkerlap-kerlip tanpa henti, menangkap setiap langkah mereka di karpet merah.Ezra melingkarkan lengannya di pinggang Gauri, menciptakan citra pasangan sempurna. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan.Setelah berhenti di depan kumpulan wartawan, Ezra dan Gauri mulai berpose mesra. Ezra mendekatkan bibirnya ke teli
Ezra berdiri di depan cermin besar di kamar mewahnya. Mata pria itu menatap pantulan dirinya sendiri dengan senyum licik yang menghiasi bibirnya.Jas hitam eksklusif yang dikenakan Ezra membuat penampilannya terlihat sempurna, tetapi ketegangan samar di garis rahangnya tetap terlihat.Ponsel Ezra yang tergeletak di atas meja kecil di samping cermin bergetar. Pria itu segera meraihnya dan menjawab panggilan itu tanpa basa-basi.“Sudah selesai?” tanya Ezra sedikit berbisik.Suara seorang pria terdengar di seberang telepon. “Ya, sudah selesai. Amora meninggal di tempat. Anak kecil itu … dia masih hidup, tapi kehilangan banyak darah. Saya tidak yakin dia bisa bertahan.”Ezra terdiam. Suasana di sekitarnya tiba-tiba menjadi hening. Jantung Ezra berdetak lebih cepat, bukan karena panik, tetapi karena dia sedang memikirkan apa dampak yang mungkin terjadi setelahnya.“Chava ada di sana?” tanya Ezra akhirnya, dengan dingin dan tajam.“Ya, dia bersama Amora saat kecelakaan terjadi. Tidak ada ya
Adam menatap layar laptop dengan tatapan kosong. Berita yang terpampang di sana menghantam pria itu, seperti pukulan keras yang mengenai wajahnya.Pernikahan Gauri Bentlee Uno dan Ezra Damon Akan Digelar Minggu Depan.Kalimat itu terpampang jelas di headline sebuah situs berita ternama. Tidak hanya di situs berita, setiap Adam membuka media sosial, informasi yang sama pun muncul.Walaupun Gauri bukan seorang selebriti, tetapi wanita yang tiba-tiba menjadi konglomerat dan menjabat sebagai CEO Uno Rekayasa Industri adalah hal yang sangat menarik.Adam mengatupkan rahang erat, dan napasnya terasa berat. Pria itu mengepalkan tangan. Sudah dua hari sejak kontak terakhirnya dengan Gauri terputus, dan sekarang berita tidak masuk akal ini justru naik ke permukaan.Brak!Adam memukul meja kerjanya hingga gelas kopi yang berada di sudut meja terguncang. Wajah Adam memerah. Amarah, kebingungan, dan rasa kecewa menyelimuti pikiran Adam.“Bagaimana mungkin? Apa ini keputusan Gauri? Apa Gauri mener
Gauri keluar dari kamar mandi dengan rambut yang masih basah menjuntai di punggung. Wanita itu masih mengenakan jubah mandi berwarna putih dengan bahan lembut.Wajah wanita itu terlihat lebih segar setelah air dingin membasuh kulitnya yang lelah. Namun, berapa kali pun Gauri mencuci rambut, kepala dan pikirannya tetap kacau.Tanpa membuang waktu, Gauri segera melangkah ke meja rias. Dia membuka laci paling bawah, tempat dia menyimpan ponsel pemberian Adam. Gauri tahu betapa berharganya benda itu, dan dia selalu memastikan menyimpannya sesuai dengan instruksi Adam.Tangan Gauri bergerak cepat, menggeser beberapa benda kecil yang memenuhi laci itu. Namun, wanita itu tidak bisa menemukan benda pipih yang dia cari di sana.Hati Gauri mulai berdegup kencang. Jantungnya terasa berat. Dia menarik napas panjang dan merogoh lebih dalam, berharap mungkin ponsel itu tergelincir ke sudut lain laci. Namun, dia tetap tidak menemukan apa-apa.“Di mana ya?” bisik Gauri, kepanikannya mulai merayap.Se
Gauri duduk di tepi tempat tidur sambil memandangi ponsel kecil berwarna hitam di tangannya. Benda pipih itu diam-diam diselundupkan oleh Adam saat pria itu menggenggam tangannya di belakang Thomas.Hanya ada satu kontak yang tersimpan di sana, yaitu Adam Harraz 2. Tidak ada nomor lain, tidak ada akses internet, bahkan kartu SIM di dalamnya, sepertinya khusus hanya untuk berkomunikasi dengan Adam.Wanita itu mendesah panjang, tangannya menggenggam erat ponsel itu. Ponsel itu adalah satu-satunya jembatan yang bisa menghubungkan Gauri dengan satu-satunya orang yang ada di pihaknya saat ini.Pikiran Gauri melayang pada kejadian beberapa jam lalu yang membuat hari itu semakin terasa berat dan panjang.***Gauri duduk di meja kecil di sudut kamarnya. Wanita itu sedang membaca dokumen laporan perusahaan yang sempat dia bawa beberapa hari lalu dari kantor, ketika pintu kamarnya diketuk dengan keras.Tok! Tok! Tok!Gauri menoleh
Ezra memasuki ruang kunjungan Rumah Tahanan Wanita Jakarta Timur. Wajah pria itu tampak tegang, tetapi matanya tetap tajam seperti biasa.Di balik kaca pembatas, Amora menunggunya dengan senyum tipis yang penuh ejekan. Wanita itu duduk dengan tenang, tempat yang membuat dia terisolasi dari dunia luar itu tidak mengurangi sedikit pun keangkuhannya.“Kamu akhirnya datang juga, Ezra.” Amora membuka percakapan dengan santai. Dia menyunggingkan senyum miring.Ezra mengambil tempat di kursi di depannya, tidak membalas sapaan Amora. Tatapan Ezra hanya menyoroti wanita itu dengan penuh kewaspadaan.Sudah beberapa hari pihak rumah tahanan terus menghubungi Ezra karena Amora meminta bertemu. Pria itu terpaksa menggunakan segala cara untuk kembali ke Indonesia walaupun dia sedang tersandung kasus hukum di Belanda.Untunglah, kesehatan Thomas membaik dan pria tua itu masih berpihak pada Ezra. Jadi mereka bisa kembali ke negara ini bersama.“