Aku berhenti lalu menoleh ke arahnya. "Ada apa?"Zayn tidak mengatakan apa-apa, hanya merokok dengan cepat, amarahnya terlihat dengan jelas di antara tatapan matanya.Hatiku merasa tegang.Sepertinya kali ini Zayn bertengkar serius dengan cinta pertamanya.Namun, aku merasa sedikit sedih. Kenapa setiap kali bertengkar, Zayn selalu datang mencariku.Meski aku berhutang uang padanya, aku bukanlah pelampiasannya.Meski dalam hatiku berpikir begitu, aku tidak berani mengatakannya dengan lantang.Bagaimanapun, dia bukan lagi Zayn yang dulu.Aku berdiri dengan patuh, menunggu Zayn berbicara atau dengan kata lain, menunggu Zayn melampiaskan amarahnya.Setelah beberapa saat, rokok di tangannya akhirnya habis.Zayn mematikan puntung rokok di asbak, lalu perlahan menatapku.Hari ini, aura Zayn terlihat begitu kuat sehingga aku tidak berani melihatnya.Tidak lama kemudian, Zayn menghampiri aku.Zayn sudah jauh lebih tinggi dariku, tapi sekarang auranya meningkat, sehingga begitu Zayn berdiri di d
Ekspresi Zayn tampak menegang.Sebelum aku sempat memikirkannya, Zayn tiba-tiba bertanya, "Baru saja di bar, kamu bilang kamu tidak pernah menyukaiku. Apa kamu mengatakan yang sebenarnya?"Aku terkejut.Kenapa Zayn tiba-tiba menanyakan pertanyaan ini lagi?Saat memainkan permainan ini, Zayn jelas terlihat tidak peduli. Apa maksud pertanyaannya ini?Apa ingin memastikan perasaanku terlebih dahulu, lalu menjawab pertanyaan yang baru saja aku tanyakan padanya?Atau apakah Zayn sedang mengujiku. Begitu aku mengatakan bahwa aku menyukainya, Zayn akan menggunakan ini untuk mempermalukan dan mengejekku?Saat aku dalam kebingungan, Zayn tiba-tiba mendekati aku lalu berkata, "Apa itu perasaanmu yang sesungguhnya? Jawab aku!"Napasnya yang hangat menyembur ke seluruh leherku, membuat seluruh tubuhku bergetar.Aku gemetar, gambaran dirinya yang keluar dari permainan untuk menghindari menciumku di depan Cindy terlintas di benakku.Sikapnya yang lembut, penuh perhatian terhadap Cindy muncul.Pikira
Namun, anehnya saat ini aku tidak takut padanya.Yang tersisa di hati aku hanyalah kebencian yang tidak dapat aku jelaskan.Aku benci Zayn karena menindasku seperti ini.Aku semakin membenci diriku sendiri. Tidak masalah kalau aku sebelumnya aku memang meremehkannya. Kenapa aku jatuh cinta padanya dalam keadaan seperti itu?Aku merasa sangat sedih.Rongga mata dan ujung hidungku terasa sakit, kabut kesedihan perlahan muncul di depan mata aku.Aku menarik napas dalam-dalam dan berusaha sekuat tenaga menahan air mataku.Zayn tiba-tiba menatapku dengan serius dan tiba-tiba menghela napas pelan.Zayn membungkuk dan mencium bibirku. "Kenapa sebelumnya aku tidak menyadari kalau kamu begitu keras kepala?"Aku menoleh, air mata yang aku tahan tiba-tiba langsung jatuh.Perasaan manusia sungguh aneh.Zayn baru menyiksaku begitu kejam hingga aku tidak menangis.Namun saat ini, begitu suaranya menjadi lembut, air mataku langsung menetes, aku tidak bisa menahannya sama sekali.Aku merasa sedih, men
Dia sepertinya berkata, "Baiklah, baiklah, sayang, tidak tanya lagi, aku tidak akan tanya lagi ...."Aku pikir pasti aku sedang bermimpi.Bagaimana mungkin Zayn menggunakan nada suara yang begitu lembut untuk menenangkan aku.Tidak mungkin, sama sekali tidak mungkin!Keesokan paginya aku terbangun oleh suara dering jam beker. Ketika masih ingin tidur lagi, tiba-tiba terlintas di benakku, hari ini aku harus ke kantor untuk melapor.Rasa kantukku langsung hilang, aku buru-buru bangun dari tempat tidur, tetapi karena seluruh tubuh terasa pegal, aku malah jatuh kembali ke tempat tidur dengan keras.Aku meraih ponsel dan melihat waktu, pukul setengah tujuh.Untungnya, kemarin aku sudah menyetel alarm jam beker. Kalau tidak, setelah semalam Zayn membuatku begitu lelah, pagi ini mana mungkin aku bisa terbangun.Saat teringat Zayn, aku secara refleks melirik ke samping.Tidak ada siapa-siapa.Pria itu bangun lebih pagi rupanya.Aku menahan rasa pegal di seluruh tubuh, lalu duduk di tempat tidu
"Ya, aku sedang berpikir, kenapa kamu dari tadi pagi bertingkah aneh, berdiri di sini halangi aku gosok gigi dan cuci muka!""Audrey!" Dia berteriak padaku dengan nada marah.Aku dengan tidak sabar mendorongnya pergi.Kalau dia terus menggangguku seperti ini, aku pasti akan terlambat.Aku berjalan ke wastafel, mengambil sikat gigi, dan bersiap untuk menggosok gigi.Namun, dia tiba-tiba mendekat lagi.Dia bersandar di wastafel, memandangku dengan alis berkerut, "Kenapa hari ini kamu bangun sepagi ini?""Ada urusan." Aku menjawab tanpa mengangkat kepala sambil memencet pasta gigi.Dia menatapku beberapa detik, lalu bertanya lagi, "Keluar untuk cari kerja lagi?"Aku terus menggosok gigiku tanpa memedulikan dirinya.Dia tertawa kecil, nada suaranya dingin dan sinis, "Kalau kamu memang bisa dapat kerja, pasti sudah lama dapat. Dengarkan aku, bekerja itu tidak cocok untukmu."Aku benar-benar benci mendengar dia berkata seperti itu, bahwa pekerjaan tidak cocok untukku.Setelah berkumur, aku m
Aku tidak siap dan langsung terlempar ke depan dengan tiba-tiba.Untungnya aku sudah mengenakan sabuk pengaman, kalau tidak, pasti aku sudah menabrak kaca jendela mobil."Turun dari mobil!"Aku belum sepenuhnya sadar dari keterkejutan ketika Zayn tiba-tiba memintaku turun dari mobil dengan nada mendesak.Aku melihat ke luar, ke arah lalu lintas yang padat dan waktu yang terus berjalan. Dengan suara kecil aku mencoba bernegosiasi, "Bisakah kamu antar aku dulu ke ....""Aku bilang turun dari mobil!"Zayn tiba-tiba membentakku dengan suara keras.Aku tertegun mendengarnya bentakannya, dan hatiku terasa seperti tersentak.Wajahnya terlihat sangat tegang, sorot matanya penuh dengan kegelisahan.Dia benar-benar mencintai Cindy sampai pada titik ini, ya? Hanya dengan satu telepon dari Cindy, dia langsung menjadi seperti ini.Aku menggigit bibir, tidak mengatakan apa-apa, dan dengan diam turun dari mobil.Begitu aku turun, mobilnya langsung melesat pergi dengan kecepatan tinggi.Aku hanya bisa
Sebenarnya, aku juga penasaran dengan hal ini.Pegawai wanita di pantri tertawa dan berkata, "Mungkin karena penampilannya yang menarik perhatian. Harus diakui, dia memang terlihat punya aura seorang sekretaris. Lihat wajahnya, begitu menawan."Hah? Benarkah itu alasannya?Kalau begitu, aku harus berterima kasih pada orang tuaku yang telah memberiku wajah yang bagus."Ah, sudahlah," kata wanita yang membawaku seraya mendengus kecil. "Di perusahaan kita, wanita pajangan seperti dia tidak langka. Kalau dia tidak bisa bekerja dengan baik, nanti juga akan dipecat."Aku mengepalkan bibir, merasa sedikit tidak percaya diri.Bagaimanapun, aku tidak memiliki latar belakang pendidikan maupun pengalaman di bidang ini.Namun, aku bertekad untuk belajar dengan sungguh-sungguh.Obrolan mereka segera berakhir. Wanita yang membawaku langsung mengurus prosedur untuk memasukkan aku ke perusahaan. Setelah dataku dicatat, dia memintaku untuk melapor ke kantor CEO.Kantor CEO berada di lantai 20. Saat aku
Zayn jarang sekali menghubungiku.Entah ada urusan apa hingga dia tiba-tiba meneleponku, bahkan langsung dua kali.Awalnya, aku ingin menghubunginya kembali, tetapi mengingat bagaimana dinginnya dia pagi ini saat menyuruhku turun dari mobil, aku langsung kehilangan keinginan untuk membalasnya."Hei ...." Saat itu seorang rekan kerja memanggilku, "Tolong cetak dua salinan dokumen ini, lalu rapikan dan bawakan ke sini untukku."Aku segera memasukkan ponsel ke laci, menerima dokumen dari rekan kerja, dan berjalan ke arah mesin cetak.Saking sibuk, aku benar-benar lupa bahwa Zayn tadi meneleponku.Siang hari sama sibuknya seperti pagi tadi, tak ada waktu untuk bersantai.Meski aku lelah dan kakiku sakit, aku merasa hidup seperti ini cukup memuaskan.Tak terasa waktu berlalu hingga jam pulang kerja. Tak lama kemudian, para rekan kerja satu per satu pergi, meninggalkan kantor besar yang menjadi sunyi senyap.Aku bersandar di kursi untuk beristirahat sejenak. Saat hendak pulang, telepon di me
"Jadi ... apa yang kamu katakan barusan, berarti kamu ... suka aku?"Aku mencengkeram selimut erat-erat, dan pada saat dia berbalik, aku tanpa sadar bertanya.Sebenarnya, begitu pertanyaan itu keluar, aku langsung menyesalinya.Pertanyaan ini, yang tadi terus dia desak, aku selalu menghindarinya. Sudah bertekad untuk tidak menanyakannya.Ironisnya, dalam situasi seperti ini, pertanyaan itu justru keluar dengan begitu mudahnya.Pada akhirnya, hatiku masih belum cukup teguh, bukan begitu?Tubuh Zayn tampak terdiam sejenak.Dia tidak berbalik, suaranya yang dingin disertai sedikit ejekan terdengar, "Suka kamu? Apa itu mungkin?"Setelah dia mengatakan itu, dia pergi, langkah kakinya tanpa sedikit pun keraguan.Pintu luar ditutup olehnya dengan keras, menghasilkan suara yang cukup keras.Aku menundukkan kepala, tersenyum pahit dengan rasa sedih.Jadi, pertanyaan itu memang seharusnya tidak dilontarkan, 'kan?Mengingat bagaimana dia pergi dengan penuh emosi, aku mentertawakan diri sendiri. N
"Kenapa tidak bertanya?"Tangannya makin berlebihan, dengan cerdik memancing sarafku.Pelan-pelan, aku merasa wajahku mulai memanas. Tubuhnya yang tadinya dingin kini terasa seperti membara.Aku yang berada di pelukannya, meskipun saraf tegang, kakiku lemas, hampir tidak mampu berdiri.Aku mencengkeram kerah bajunya, seluruh tubuhku hanya ditopang oleh kekuatan di pinggangku.Dengan susah payah, aku membuka mulut, "Ti ... tidak ada alasan, aku ... aku memang mau tidur."Mata hitamnya yang dalam menatapku lekat-lekat, mendesakku terus-menerus, "Kita bicara dulu baru tidur. Ayo, katakan padaku, apa sebenarnya yang mau kamu tanyakan tadi?"Nada suara berat dan lembut itu, seolah membawa daya tarik tersendiri, menyeret hatiku ke jurang yang makin dalam.Aku melihat ke dalam matanya yang dalam, hatiku terus bergetar.Tubuhku melemah oleh sentuhannya yang lembut.Dengan hampir memohon, aku berkata kepadanya, "Bisakah kamu berhenti seperti ini? Topik tadi, aku benar-benar tidak mau bahas lagi
Dorin kembali berbicara denganku tentang beberapa hal sehari-hari, bahkan menanyakan tentang kondisi bayiku.Saat berbicara tentang bayi, aku perlahan melupakan kebingungan tadi.Aku memberitahukan Dorin bahwa sebelum perutku mulai terlihat besar, aku akan mencari kesempatan untuk meninggalkan Kota Jenara ini.Dia bilang saat itu nanti, filmnya juga sudah selesai, dan dia akan membantuku mencari jalan.Setelah mengobrol dengan Dorin, waktu sudah hampir pukul satu dini hari.Zayn belum juga kembali, atau mungkin, malam ini dia menemani Cindy di rumah sakit.Aku mematikan lampu dan masuk ke dalam selimut.Aku merasakan kasur suite presidensial yang besar dan lembut.Walau begitu, mungkin karena suasana hati yang tidak merasa aman, aku tidur dengan sangat gelisah.Aku terus-menerus terbangun beberapa kali, Dalam selang waktu belasan hingga dua puluh menit, aku selalu terbangun.Aku menghela napas dan mengambil ponsel sambil menggulir layarnya.Setelah sekitar setengah jam, mataku mulai te
Aku terpaku menatap wajah itu, sampai-sampai lupa bernapas.Pria itu mengenakan kostum tradisional. Terlihat alisnya yang tebal melengkung, matanya bersinar tajam, dengan rambut yang diikat tinggi dan dihias mahkota giok.Di bahunya tersampir mantel berbulu rubah, melengkapi wajahnya yang tampan luar biasa. Penampilannya memang memancarkan keanggunan tak tertandingi.Aku tertegun cukup lama sebelum akhirnya mengenali dia sebagai Arya.Melihat aku terpesona, Dorin di sampingku tertawa. "Audrey, kamu ini mata keranjang. Lihat pria tampan saja sampai matamu tidak bisa berpaling."Aku langsung memerah, lalu menatapnya dengan kesal, "Jangan asal bicara. Aku cuma butuh waktu untuk mengenali dia adalah Pak Arya.""Haha, Pak Arya memang tampan baik dalam kostum tradisional maupun pakaian modern. Tidak kalah dengan Zayn-mu, 'kan?"Arya tiba-tiba muncul di panggilan video kami. Suara Dorin masih terdengar di samping, tetapi sosoknya menghilang dari layar.Sekarang, di layar video hanya ada Arya,
"Maaf, Kak Zayn, aku ... aku selalu ganggu kalian. Maaf ...."Cindy berkata sambil air matanya terus mengalir.Tampangnya yang lemah dan menyedihkan itu jelas terlihat tidak dibuat-buat.Zayn terburu-buru menghiburnya, "Jangan berkata begitu. Kamu jatuh sakit, itu juga bukan keinginanmu.""Maaf, Kak Zayn ... ah, sakit sekali, Kak Zayn, dadaku sangat sakit. Apa yang harus kulakukan ...."Cindy menangis, tampak sangat kesakitan.Zayn segera menggendongnya dan berkata dengan suara rendah, "Aku akan bawa kamu ke rumah sakit sekarang."Dia dengan tergesa-gesa menuju pintu lift.Setelah berjalan beberapa langkah, dia berbalik dengan gelisah menatapku, "Tunggu aku kembali."Aku menggigit bibir tanpa berkata apa-apa, tetapi hatiku terasa seperti ditusuk, sangat menyakitkan.Zayn menatapku dalam-dalam, lalu membawa Cindy masuk ke dalam lift.Sampai bayangan mereka menghilang di pintu lift, aku baru bisa memaksakan senyum kaku, dan air mata yang kutahan akhirnya jatuh juga.Saat itu, Henry tiba-
"Zayn, sebenarnya aku ....""Kak Zayn!"Aku baru saja membuka mulut ketika suara lembut nan manis tiba-tiba terdengar dari belakang pria itu.Tubuhku langsung membeku, dan getaran hati yang kurasakan tadi seketika menghilang tanpa jejak.Aku tersenyum pahit pada diriku sendiri.Bagaimana bisa aku lupa kalau ada Cindy?Barusan aku hampir saja kehilangan akal di bawah suara rendah dan lembut Zayn, hampir membuka hati padanya.Zayn tetap menatapku dengan dalam.Aku mendorong dadanya pelan, mengingatkannya dengan suara rendah, "Nona Cindy sudah datang.""Audrey!"Zayn mengerutkan alisnya dan dengan keras kepala berkata, "Jawab dulu pertanyaanku tadi!""Lalu, apa yang mau kamu dengar? Katakan saja."Aku menatapnya.Tatapan kami bertemu. Matanya gelap dan dalam, hingga akhirnya secara perlahan muncul secercah sikap dingin."Apa maksudmu?"Aku menundukkan kepala, berkata datar, "Tidak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau bilang, apa pun jawaban yang mau Pak Zayn dengar, itulah yang akan kukatakan
Uh ....Henry berkata dengan kesal, "Baiklah, aku kalah bicara. Aku mau kembali ke kamar untuk tidur."Dia berbalik dan berjalan beberapa langkah, lalu sepertinya teringat sesuatu dan buru-buru menoleh, mengingatkan Zayn, "Jangan lupa belikan aku mantel kulit, ya.""Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu, beli sendiri."Mendengar itu, mata Henry membelalak, lalu segera memeriksa ponselnya.Beberapa saat kemudian, dia tertawa kecil, "Lumayan, lebih banyak dari yang kupikirkan. Nanti aku juga bawakan satu untukmu, ya.""Tidak perlu." Zayn menjawab dingin tanpa ekspresi.Henry melanjutkan, "Kalau begitu, aku bawakan untuk Audrey saja.""Tidak boleh!" Zayn memotong dengan dingin dua kata.Henry memonyongkan bibirnya, "Kalau tidak boleh, ya sudah. Uang lebihnya bisa kupakai beli yang lain."Setelah berkata demikian, dia langsung kabur ke kamarnya sendiri.Begitu Henry pergi, aku merasa suasana di sekitarku jadi agak menekan.Aku memegang tasku dan mundur dua langkah hingga punggungku meny
Aku segera memanggilnya, "Tuan Henry, tunggu sebentar."Henry tertegun sejenak, lalu menoleh ke arahku, "Kenapa, Audrey?""Itu ... kamar aku di mana?"Henry tampak terkejut, "Bukankah ini kamar kamu?"Sambil berbicara, pandangannya jatuh pada tas yang kubawa, dan dia bertanya, "Kamu tidak mau tinggal di kamar ini? Ini adalah satu-satunya kamar suite presidensial yang aku pesan, kamar terbaik di hotel ini.""Tapi, ini kamar Zayn."Henry tertawa kecil, "Kamarnya dia 'kan sama saja dengan kamar kamu? Kalian dulu pasangan suami istri, hal-hal yang harus dilakukan juga sudah dilakukan, kenapa masih dipisah-pisah?"Melihatku mengerutkan kening, dia segera tertawa lagi, "Baiklah, aku tidak canda lagi.""Tapi, aku cuma pesan tiga kamar, kalau kamu tidak tinggal di kamar ini, mau tinggal di mana?""Kalau begitu, aku akan pesan kamar biasa saja."Henry buru-buru menghentikan aku, "Jangan repot-repot, ini hotel terbaik di daerah ini, sudah penuh sejak lama. Aku harus pesan jauh sebelumnya untuk d
Namun meskipun tidak disukai oleh Keluarga Hale sejak masih kecil, Zayn tetaplah Tuan Muda dari Keluarga Hale. Bagaimana bisa terlibat dengan seorang gadis desa?"Ya, dulu Cindy dari pedesaan. Zayn menjemputnya setelah bercerai denganmu."Setelah mendengar ini, aku merasakan kepedihan di hatiku.Terlepas Cindy adalah orang pedesaan atau bukan, Zayn menceraikan aku karena Cindy."Hei, Cindy sebenarnya cukup menyebalkan, sangat lemah bahkan tidak bisa teriak ataupun berbicara.""Pikiran dan perasaannya begitu aneh sehingga aku harus berhati-hati saat berbicara dengannya.""Aku benar-benar tidak tahu kenapa Zayn bersikeras bersikap baik padanya. Audrey, kamu jauh lebih baik darinya. "Henry berkata dengan ekspresi jijik.Aku menahan ketidaknyamanan di hatiku dan berkata sambil tersenyum tipis, "Setiap orang punya daya tarik masing-masing. Mungkin Zayn hanya menyukai yang itu.""Tidak ...." Henry mengerutkan kening dan berkata, "Menurutku Zayn belum tentu menyukai Cindy, tapi tidak bisa di