"Ya, aku sedang berpikir, kenapa kamu dari tadi pagi bertingkah aneh, berdiri di sini halangi aku gosok gigi dan cuci muka!""Audrey!" Dia berteriak padaku dengan nada marah.Aku dengan tidak sabar mendorongnya pergi.Kalau dia terus menggangguku seperti ini, aku pasti akan terlambat.Aku berjalan ke wastafel, mengambil sikat gigi, dan bersiap untuk menggosok gigi.Namun, dia tiba-tiba mendekat lagi.Dia bersandar di wastafel, memandangku dengan alis berkerut, "Kenapa hari ini kamu bangun sepagi ini?""Ada urusan." Aku menjawab tanpa mengangkat kepala sambil memencet pasta gigi.Dia menatapku beberapa detik, lalu bertanya lagi, "Keluar untuk cari kerja lagi?"Aku terus menggosok gigiku tanpa memedulikan dirinya.Dia tertawa kecil, nada suaranya dingin dan sinis, "Kalau kamu memang bisa dapat kerja, pasti sudah lama dapat. Dengarkan aku, bekerja itu tidak cocok untukmu."Aku benar-benar benci mendengar dia berkata seperti itu, bahwa pekerjaan tidak cocok untukku.Setelah berkumur, aku m
Aku tidak siap dan langsung terlempar ke depan dengan tiba-tiba.Untungnya aku sudah mengenakan sabuk pengaman, kalau tidak, pasti aku sudah menabrak kaca jendela mobil."Turun dari mobil!"Aku belum sepenuhnya sadar dari keterkejutan ketika Zayn tiba-tiba memintaku turun dari mobil dengan nada mendesak.Aku melihat ke luar, ke arah lalu lintas yang padat dan waktu yang terus berjalan. Dengan suara kecil aku mencoba bernegosiasi, "Bisakah kamu antar aku dulu ke ....""Aku bilang turun dari mobil!"Zayn tiba-tiba membentakku dengan suara keras.Aku tertegun mendengarnya bentakannya, dan hatiku terasa seperti tersentak.Wajahnya terlihat sangat tegang, sorot matanya penuh dengan kegelisahan.Dia benar-benar mencintai Cindy sampai pada titik ini, ya? Hanya dengan satu telepon dari Cindy, dia langsung menjadi seperti ini.Aku menggigit bibir, tidak mengatakan apa-apa, dan dengan diam turun dari mobil.Begitu aku turun, mobilnya langsung melesat pergi dengan kecepatan tinggi.Aku hanya bisa
Sebenarnya, aku juga penasaran dengan hal ini.Pegawai wanita di pantri tertawa dan berkata, "Mungkin karena penampilannya yang menarik perhatian. Harus diakui, dia memang terlihat punya aura seorang sekretaris. Lihat wajahnya, begitu menawan."Hah? Benarkah itu alasannya?Kalau begitu, aku harus berterima kasih pada orang tuaku yang telah memberiku wajah yang bagus."Ah, sudahlah," kata wanita yang membawaku seraya mendengus kecil. "Di perusahaan kita, wanita pajangan seperti dia tidak langka. Kalau dia tidak bisa bekerja dengan baik, nanti juga akan dipecat."Aku mengepalkan bibir, merasa sedikit tidak percaya diri.Bagaimanapun, aku tidak memiliki latar belakang pendidikan maupun pengalaman di bidang ini.Namun, aku bertekad untuk belajar dengan sungguh-sungguh.Obrolan mereka segera berakhir. Wanita yang membawaku langsung mengurus prosedur untuk memasukkan aku ke perusahaan. Setelah dataku dicatat, dia memintaku untuk melapor ke kantor CEO.Kantor CEO berada di lantai 20. Saat aku
Zayn jarang sekali menghubungiku.Entah ada urusan apa hingga dia tiba-tiba meneleponku, bahkan langsung dua kali.Awalnya, aku ingin menghubunginya kembali, tetapi mengingat bagaimana dinginnya dia pagi ini saat menyuruhku turun dari mobil, aku langsung kehilangan keinginan untuk membalasnya."Hei ...." Saat itu seorang rekan kerja memanggilku, "Tolong cetak dua salinan dokumen ini, lalu rapikan dan bawakan ke sini untukku."Aku segera memasukkan ponsel ke laci, menerima dokumen dari rekan kerja, dan berjalan ke arah mesin cetak.Saking sibuk, aku benar-benar lupa bahwa Zayn tadi meneleponku.Siang hari sama sibuknya seperti pagi tadi, tak ada waktu untuk bersantai.Meski aku lelah dan kakiku sakit, aku merasa hidup seperti ini cukup memuaskan.Tak terasa waktu berlalu hingga jam pulang kerja. Tak lama kemudian, para rekan kerja satu per satu pergi, meninggalkan kantor besar yang menjadi sunyi senyap.Aku bersandar di kursi untuk beristirahat sejenak. Saat hendak pulang, telepon di me
Tadi siang saat aku melihat, baterai ponselku masih ada 20%, dan sepanjang sore aku sibuk, tidak menyentuh ponsel sama sekali. Lalu, bagaimana bisa baterai 20% itu habis?Aku mencoba menyalakan ponsel lagi, tetapi tetap saja langsung mati begitu saja.Ah, sepertinya ponsel ini sudah rusak.Aku juga tidak tahu kenapa Zayn meneleponku.Dengan sikapnya itu, pasti dia marah karena aku tidak menjawab teleponnya.Aku menoleh ke luar jendela, memikirkan betapa dinginnya sikapnya pagi tadi, dan hatiku merasa sedih dan tertekan.Musim gugur hampir tiba, malam datang dengan cepat.Di perjalanan pulang, aku terjebak macet lagi, dan saat sampai di vila, malam sudah turun.Bik Nur tidak seperti biasanya menungguku di depan pintu.Sepertinya dia sedang sibuk di dapur.Sebenarnya, meskipun keluargaku jatuh miskin, aku masih cukup bahagia.Setidaknya aku memiliki Bik Nur yang menungguku pulang, dan dia memasakkan makanan hangat untukku.Dalam sekejap, perasaan negatif yang menggelayut dalam beberapa h
Tiba-tiba, aku merasa napasku sesak. Tak bisa menahan diri, aku mencoba melepaskan tangannya.Namun tangannya yang besar tetap kaku tak bergerak.Dia menatapku dengan tajam, nada suaranya dingin hingga ke tulang."Apakah kamu begitu benci padaku? Bahkan satu telepon pun tidak mau kamu angkat?""Aku sedang bekerja, tidak ada waktu untuk angkat teleponmu," jawabku jujur.Aku benar-benar tidak mengerti, hanya karena aku tidak mengangkat teleponnya, apa dia harus marah seperti ini?Mungkinkah dia baru saja menerima masalah dari Cindy, jadi dia melampiaskan amarahnya padaku, sehingga hal kecil saja bisa diperbesar?Zayn tertawa sinis, "tidak ada waktu untuk angkat telepon? Kalian tidak tidur siang di kantor?""Aku ....""Atau, apa kamu sedang bermesraan dengan pria lain waktu itu, takut aku ganggu?"Aku terkejut dan menatapnya, "Zayn, cukup! Aku memang kekasihmu, tapi aku bukan wanita sembarangan. Jangan terus-terusan curiga dan tuduh aku tanpa alasan, bisa tidak?""Curigai kamu? Tuduh kamu
Aku benar-benar tidak tahan lagi dengan emosinya dan tidak pasti itu.Aku menggertakkan gigi dan berkata padanya, "Kamu suka marah setiap hari, kalau kamu punya keberanian, bunuh saja aku!""Kamu pikir aku tidak berani?"Zayn menggeram dengan suara rendah, lalu tiba-tiba menekan tubuhku ke pintu.Rasa sakit tajam langsung menyengat di pergelangan kakiku. Aku merasakan sakit itu sampai wajahku meringis, bahkan air mata pun keluar.Zayn menatapku dengan tatapan dingin, "Apa? Takut ya? Tadi kamu berbicara dengan berani sekali?"Aku memalingkan muka, diam-diam, air mataku berlinang.Zayn tertawa dingin, "Tiba-tiba ingin berpura-pura lemah di hadapanku? Hah, kamu pikir cara itu bisa bekerja padaku?"Meski aku tahu dia tidak akan peduli dengan air mataku, kata-katanya tetap membuat hatiku terasa perih.Aku buru-buru menyeka air mata, tidak ingin menunjukkan sedikit pun kelemahan di hadapannya.Melihat matanya yang dingin, perasaan malu dan tawa sinis tiba-tiba muncul dalam hatiku.Pada akhir
"Kamu ...."Dia menatapku dengan bingung, "Cedera?"Aku menggigit bibir, tidak mengatakan apa-apa, agar dia tidak lagi menuduhku pura-pura.Dia berjongkok, ingin melihat pergelangan kakiku.Aku segera menarik kakiku, tidak membiarkannya melihat.Dia mengerutkan alis, lalu memegang betisku dan dengan paksa menarik kakiku ke arahnya.Dia menatap pergelangan kakiku yang merah bengkak selama beberapa detik, wajahnya berubah serius, "Luka parah begini kok tidak bilang?""Kenapa harus bilang? Kalau aku bilang, apa kamu akan peduli?" Aku tersenyum sinis padanya.Dia menatapku dalam-dalam, tidak berkata apa-apa selama beberapa saat, lalu langsung menggendongku dan meletakkanku di sofa.Dia berlutut dengan satu kaki di lantai, meraih kakiku ke telapak tangannya, sementara tangan satunya dengan lembut memijat ringan pergelangan kakiku yang bengkak.Meski terasa sakit, aku lebih terkejut dengan tindakannya dan sikapnya saat ini.Melihat ini, dia sepertinya kembali menjadi Zayn yang dulu, yang lem
Zayn benar-benar sangat patuh pada saat ini, dia benar-benar berdiri di sana tanpa bergerak setelah mendengar ucapanku.Aku berjalan keluar dari kamar mandi dengan kedua kakiku yang masih bergetar karena ciumannya sebelum ini.Aku segera berjalan ke sisi tempat tidur dan mengeluarkan pakaian seksi berwarna hitam yang tersembunyi di bawah selimut.Aku mengangkat pakaian itu dan melihatnya selama beberapa saat yang membuat wajahku semakin memerah.Aku tidak menyangka jika pria yang biasanya terlihat dingin akan membeli pakaian seperti ini.Huh ....Aku benar-benar telah meremehkannya dalam urusan cinta.Aku menyukainya, jadi tentu saja aku bersedia mengenakan pakaian ini untuknya.Hanya saja, bagaimana caranya aku mengenakan pakaian ini?Aku menatapnya selama beberapa menit sebelum mengenakannya.Aku bahkan tidak berani menatap diriku di cermin rias, aku langsung pergi ke kamar mandi sambil setengah menutupi tubuhku.Setelah aku masuk, aku langsung merasakan tatapan panas yang tertuju pa
Pikiranku pada dasarnya sudah melayang, aku sama sekali tidak bereaksi saat tiba-tiba ditanya seperti ini olehnya.Saat melihatku terdiam untuk waktu yang lama.Zayn tiba-tiba mencubit pinggangku dan mengulang pertanyaannya, "Apakah kamu tahu kenapa aku marah?"Pinggangku terasa sakit karena cubitannya.Aku menatapnya dengan kedua pandanganku yang kabur.Aku tidak tahu apakah kabut di depanku adalah air mata yang tertahan karena rasa sakit rasa sakit di pinggangku atau karena air panas dari pancuran.Aku membuka mulutku dan baru menemukan suara setelah beberapa saat berlalu, "Ka ... kamu adalah orang yang curigaan. Kamu pasti curiga kalau aku ... menyukai Arya, 'kan?"Aku berkata sambil terengah-engah dan merasa kesulitan saat mengatakan ini.Zayn mengangkat sudut mulutnya, "Curiga? Apakah menurutmu aku perlu mencurigai hal ini?"Aku menatapnya lekat-lekat.Pipiku terlihat sangat merah di dalam cermin, seolah-olah aku sehabis berendam di dalam air panas.Zayn tiba-tiba menekanku ke din
Kenapa dia begitu curigaan?!Jelas-jelas sebelum ini dia bersikap sangat lembut, tapi dia malah menjadi seperti ini sekarang.Suasana hati Zayn benar-benar sangat cepat berubah!Aku memasuki kamar dengan marah, lalu mengambil pakaian untuk mandi.Setelah mengambil pakaian, aku baru menyadari perubahan pada kamar tidur ini.Loh?Aku samar-samar mencium aroma yang wangi di dalam kamar yang menyegarkan hatiku, sepertinya ini adalah wangi parfum kesukaanku.Apa yang terjadi?Apakah Zayn menyemprotkan parfum di dalam kamar?Aku berputar di dalam kamar, lalu melihat satu buket bunga di meja samping tempat tidur, itu adalah bunga lili kesukaanku.Aku juga melihat sebuah foto di atas tempat tidur.Itu adalah fotoku dengan Zayn.Aku menatap foto itu sambil mengerutkan keningku.Bukankah ini adalah foto yang diambil oleh pemilik toko saat kami membeli mantel di istana es Kota Yuma?Aku mengingat jika Zayn bersikeras meminta pemilik toko itu untuk memotretku juga, jadi kami berfoto bersama pada w
Aku tidak mengatakan apa pun, Zayn langsung menarikku keluar.Teriakan Cindy yang menyedihkan terdengar dari dalam kamar, suaranya benar-benar terdengar sangat menakutkan.Hatiku terasa sedikit tidak nyaman, aku selalu merasa Cindy benar-benar seperti orang gila dan khawatir dia akan melakukan hal yang buruk.Aku berjalan keluar dari vila dengan suasana hati yang rumit.Aku melihat Zayn yang juga terlihat seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu, dia mengerutkan bibirnya dan tidak mengatakan apa pun.Zayn mengemudi dalam diam, mobil segera melaju keluar dari halaman vila.Aku menghela napas pelan dan bertanya, "Apakah kamu merasa sedih karena Cindy?""Tidak," jawab Zayn dengan datar.Saat teringat dengan tampang Cindy yang tidak terkendali, aku mengerutkan bibirku dan bertanya dengan cemas, "Bukankah kondisi penyakitnya sangat serius? Tadi kamu malah berkata seperti itu padanya, apakah hal ini malah memperburuk kondisinya ....""Ini bukan masalah besar. Selain itu, aku sudah menjelaskann
Aku mendengar suara Arya pada saat ini.Aku segera menoleh dan melihat Arya sedang bersandar di pintu sambil melipat kedua tangannya di depan dada, terlihat jelas jika dia sudah datang lebih awal.Saat menarik kembali pandanganku, aku tidak sengaja bertatapan dengan Zayn.Zayn mengerutkan keningnya, terdapat tatapan yang rumit dan gelap di matanya.Aku tanpa sadar menggenggam tangan Zayn karena takut dia salah paham lagi padaku dan Arya.Pada awalnya Zayn ingin melepaskan tangannya, tapi tidak lama kemudian dia berhenti bergerak.Arya mengangkat sudut bibirnya saat melihat kami berdua berpegangan tangan.Arya berjalan masuk dengan perlahan dan berhenti di sisi tempat tidur Cindy.Dia menatap Cindy dengan tatapan kasihan, "Lihatlah dirimu, untuk apa kamu membuat dirimu sampai seperti ini demi seorang pria yang tidak mencintaimu?""Dia pernah berjanji pada Ayah kalau dia akan merawatku seumur hidup, dia sudah berjanji."Cindy berkata pada Arya sambil menunjuk Zayn.Arya mengangkat sudut
Dia memeluk lengan Zayn dengan satu tangan, sementara tangan lainnya menunjuk ke arahku, menangis tersedu-sedu di hadapan Zayn."Aku tahu kalian sekarang sudah berbaikan, dan kamu sangat mencintainya.""Tapi, dia jelas punya prasangka terhadapku, dia selalu targetkan aku.""Aku tidak ingin lihat dia, Kak Zayn ... uhuk uhuk ...."Sambil berbicara, dia mulai batuk lagi, menampilkan diri dengan begitu lemah, seolah-olah benar-benar akan mati."Kamu suruh dia pergi saja, cepat suruh dia pergi.""Ah, jantungku sangat sakit, Kak Zayn ... sakit sekali ....""Suruh dia pergi, aku tidak mau lihat dia ... uhh, suruh dia pergi ...."Aku diam-diam melihatnya berakting, makin melihat makin ingin muntah.Aku mencibir dengan penuh penghinaan, hendak berbalik dan pergi.Namun, Zayn tiba-tiba memanggilku.Dia berkata, "Aku akan pergi sama kamu."Cindy langsung panik saat mendengar kata-kata ini, makin erat menggenggam lengan Zayn."Jangan, Kak Zayn, jangan pergi.""Aku benar-benar merasa sangat tidak e
Sebelum pintu terbuka sepenuhnya, aku sudah melihat sosok ramping yang langsung menerjang ke dalam pelukan Zayn.Begitu aku melihat lebih jelas, ternyata itu adalah Cindy.Yang membuatku tertawa dingin dalam hati adalah, entah sengaja atau tidak, Cindy hanya mengenakan gaun tidur sutra putih.Gaun itu tipis seperti sayap capung, memperlihatkan siluet tubuhnya yang samar-samar.Selain itu, bagian leher gaun itu juga sangat rendah.Dia langsung menerjang ke dalam pelukan Zayn seperti ini. Kalau ada yang bilang dia tidak berniat menggoda, aku sama sekali tidak percaya."Kak Zayn, akhirnya kamu datang. Aku ... aku sangat tidak enak badan, dadaku terasa sangat sakit ... Kak Zayn ...."Dengan wajah penuh penderitaan, dia meraih tangan Zayn dan menempelkannya ke dadanya.Aku tersenyum sinis dan berkata, "Cindy, sepertinya kamu benar-benar merasa sangat sakit. Bagaimana kalau aku panggilkan dokter untukmu?"Sepertinya dia tidak menyadari kehadiranku sama sekali. Ucapanku yang tiba-tiba membuat
Zayn menyimpan ponselnya, menggenggam tanganku, lalu tersenyum. "Tidak apa-apa, ayo pulang."Meskipun dia tersenyum, matanya masih menyiratkan sedikit kekhawatiran.Wajar saja, meskipun dia tidak memiliki perasaan romantis terhadap Cindy, mereka tetap memiliki ikatan seperti saudara.Terlebih lagi, Cindy memang benar-benar sakit. Jadi, wajar jika dia merasa khawatir saat Cindy kambuh.Aku melihat dia menyalakan mobil.Aku tersenyum padanya. "Pergilah melihatnya. Kalau terjadi sesuatu yang serius, kamu mungkin akan menyesal seumur hidup."Zayn mengernyit dan menatapku dengan serius. "Aku sudah bilang, aku tidak akan tinggalkan kamu lagi. Hari ini, aku hanya akan temani kamu.""Aku tahu." Aku tersenyum lebar. "Jadi, aku ikut kamu. Setelah melihatnya, kita bisa pulang bersama."Zayn tertegun.Aku melanjutkan dengan ekspresi serius, "Karena kamu anggap dia sebagai adik, maka dia juga adikku, 'kan?Sekarang dia sedang sakit, sebagai kakak ipar, sudah seharusnya aku juga jenguk dia, 'kan?"M
Namun, di masa depan, Zayn yang berbeda justru menatapku dengan mata merah darah, mencekik leherku, dan menyuruhku pergi dari Kota Jenara selamanya.Dunia ini memang selalu penuh dengan hal-hal yang sulit ditebak!Begitu keluar dari restoran, banyak pejalan kaki mengenali kami. Mereka berebut ingin berfoto bersama dan bahkan ingin mewawancarai kisah cinta kami.Zayn hanya menjawab mereka dengan beberapa kata seadanya, lalu menarik tanganku dan mulai berlari.Itu adalah pertama kalinya aku berlari bebas di tengah badai salju.Dia menggenggam tanganku dan berlari di depan.Angin dingin menerpa wajah, butiran salju selembut bulu angsa turun perlahan.Namun, aku sama sekali tidak merasa kedinginan, justru hatiku terasa hangat, tanganku juga terasa hangat.Kami berlari hingga ke tepi sungai yang sepi, di mana angin dingin berhembus kencang.Zayn membantu merapikan syal dan topiku, lalu bertanya, "Dingin?"Aku menggelengkan kepala, lalu menatapnya dengan senyum geli. "Ini semua salahmu, terl