Ekspresi Yosef terdistorsi. Dia tersenyum jahat pada Zayn. "Semua orang bilang kamu pintar, tapi lihat betapa bodoh dirimu. Kamu benar-benar percaya aku akan melepaskannya? Hahahaha ...."Aku menatap lurus pada Zayn.Mustahil Zayn tidak memikirkan itu. Zayn jelas-jelas tahu ini adalah jebakan dan Yosef tidak akan melepaskanku begitu saja, mengapa Zayn masih datang sendirian?Perbuatan gegabah semacam ini sama sekali tidak seperti dirinya.Zayn berekspresi cuek saat berucap dengan suara tenang, "Lalu, kamu mau bagaimana?""Aku mau bagaimana? Hahaha ...." Yosef tertawa dengan gila lagi. Matanya membelalak karena terlalu girang. "Aku benar-benar tidak menyangka, suatu hari, Zayn yang sombong akan jatuh ke tanganku dan bisa kuperlakukan dengan sesuka hati. Hahaha ...."Aku dan Zayn bertatapan. Ekspresi mata Zayn sangat dingin dan suram.Hatiku menegang sepanjang waktu.Tiba-tiba, Yosef menekan pisaunya ke leherku.Seketika, timbul rasa sakit di leherku. Aku samar-samar merasakan ada darah.
Bukankah Zayn sangat membenciku selama ini?Bukankah Zayn berharap aku mati?Bukankah Zayn hanya memandangku sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan jasmani?Mengapa Zayn berlutut pada orang lain demi aku?Air mataku langsung mengalir tanpa henti.Aku bisa mendengar suara tawa Yosef yang sombong dan jahat.Suara tawa yang melengking dan memekakkan telinga itu membuat telingaku berdengung. Pelipisku juga sakit.Aku menangis seraya meneriaki Zayn, "Bangun, cepat bangun!""Aku tidak ingin kamu selamatkan. Siapa yang mau kamu selamatkan? Siapa yang mau melihatmu berpura-pura?""Yosef tidak akan mengampuni kita. Kamu bodoh, bodoh sekali. Bisa-bisanya kamu memercayai omongan Yosef? Kenapa kamu begitu bodoh?""Pergi, cepat pergi! Aku tidak ingin melihatmu. Pergi ... ah ...."Yosef sekali lagi menarik rambutku dengan keras.Aku menggigit bibir dengan sekuat tenaga, tidak berani merintih.Mata Zayn merah padam. Suaranya penuh agresi dan tertekan. "Aku sudah lakukan apa yang kamu minta. Lepaskan d
Dua pengawal itu sudah sampai di sisi Zayn.Yosef tersenyum dingin pada Zayn. "Kakak, aku sudah mempersiapkan film itu sejak lama, tapi kamu menghancurkannya.""Kamu harus tahu, aku menaruh semua harapanku pada film itu.""Menurutmu, haruskah aku membencimu? Hmm?""Membencimu?" Zayn mencibir. Tatapan mata Zayn saat menatap Yosef seperti melihat idiot. "Apa kamu tahu kenapa Arya bersikeras menggunakan Lusiana dari awal?""Tentu saja karena Lusiana sangat populer. Filmku ini membutuhkan artis yang populer untuk menciptakan topik dan keviralan."Tiba-tiba, tatapan mata Yosef menjadi dingin dan penuh dengan kebencian."Hanya tinggal sedikit lagi. Film ini akan mendapat penilaian tinggi begitu dirilis. Bahkan kalau reputasi Lusiana hancur setelahnya, dampaknya padaku tidak terlalu besar.""Hanya tinggal sedikit lagi, tapi kamu menghancurkan semua itu. Zayn, kamu pantas mati!""Cih! Ada banyak artis yang populer, bukan Lusiana saja.""Lalu, kenapa Arya bersikeras mempromosikan Lusiana? Apala
Hatiku sangat sakit. Aku pun berteriak. Sekujur tubuhku gemetar.Punggung Zayn menjadi bungkuk. Darah mulai menetes dari punggungnya ke lantai.Darah merah cerah itu menyengat mataku.Aku meneriaki Yosef, "Dasar orang gila, kamu mau apa sebenarnya? Kamu pasti akan mati tragis! Hiks ...."Aku menoleh pada Zayn. Hatiku terasa sakit hingga sulit untuk bernapas.Aku menangis seraya berkata, "Kamu tidak seharusnya datang. Ini sama seperti cari mati. Dasar bodoh. Zayn, kamu bodoh sekali!"Zayn menundukkan kepala dan diam. Dia hanya memasang senyuman pucat untukku.Yosef menyeringai. Lalu, dia melakukan gestur tangan lagi.Dua pengawal itu serempak mencabut pisau. Darah berceceran di mana-mana.Aku berteriak, "Jangan!" Akan tetapi, tidak ada gunanya.Zayn menahan erangan sembari menumpu satu tangan ke lantai.Genangan darah di lantai makin banyak. Wajah Zayn makin pucat.Zayn menumpu satu tangan ke lantai. Tubuhnya yang kekar seperti akan ambruk kapan saja.Sekujur tubuhku gemetar. Hatiku ter
"Bukan!"Aku menangis seraya berteriak pada Zayn. Air mata memburamkan penglihatanku.Dalam pandanganku yang buram, senyuman Zayn tampak makin pucat dan makin jauh.Aku menggelengkan kepala sembari menangis. Ketakutan yang tak terucapkan menyerang dan membuatku tidak bisa bernapas.Aku berteriak, "Zayn, aku tidak menginginkan kebebasan lagi. Aku tidak mau .... Kumohon, jangan bilang begitu. Zayn ...."Akan tetapi, Zayn tidak menghiraukanku. Zayn menoleh pada Yosef dengan dingin."Kamu menginginkan nyawaku, 'kan? Kuberikan kalau kamu lepaskan dia.""Jangan, jangan ...."Aku buru-buru menggelengkan kepala. Hatiku seperti dilubangi, terasa sakit hingga membuatku sesak napas.Seluruh tubuhku gemetar. Aku menatap Zayn. "Jangan! Yosef juga tidak akan mengampuniku walau kamu sudah mati. Zayn, cepat pergi, pergi sekarang juga. Jangan pikirkan aku.""Pergi? Hahaha ...." Yosef tertawa jahat. "Sejak Zayn masuk, kamu pikir dia masih bisa pergi?"Yosef berjalan menuju Zayn. Nada suaranya dingin dan
Yosef berjalan selangkah demi selangkah ke arahku seraya berkata dengan penuh arti, "Cih, kamu memang wanita murahan. Sudah tidak sabar?"Aku langsung kepikiran sesuatu. Sekujur tubuhku menjadi dingin.Aku berteriak dengan suara gemetar, "Minggir! Jangan sentuh aku! Minggir!""Bukannya kamu suruh aku cepat? Aku akan memuaskanmu. Biar kakakku lihat bagaimana aku menyayangimu."Yosef berjalan ke belakangku, menjambak rambutku ke bawah, dan menarik kerah bajuku secara kasar.Bahuku terasa dingin, tetapi kalah dengan kedinginan dalam hatiku."Lepaskan dia!"Zayn berteriak dengan gusar. Dia menggunakan tenaga terakhirnya untuk bangun dan menerkam Yosef.Akan tetapi, pengawal di samping segera menahan Zayn di lantai.Yosef mencium bahuku. Dia tertawa puas pada Zayn yang tersungkur di lantai dan berujar, "Meskipun aku tidak begitu suka wanita, aku tetap bisa menyayangi wanitamu.""Sebenarnya, aku sangat tidak mengerti mengapa kamu bisa terobsesi dengan tubuh wanita ini.""Biar aku coba hari i
Aku mengurungkan niat untuk melawan.Tidak ada orang yang akan datang untuk menyelamatkanku dan Zayn.Aku terdiam menatap Zayn yang tergeletak di genangan darah. Hatiku penuh dengan kesedihan.Aku berusaha untuk kabur dari Zayn dan membencinya selama ini.Akan tetapi, seperti yang Zayn katakan, semua orang baik yang aku kira sebenarnya menginginkan sesuatu dariku dan memanfaatkanku.Hanya Zayn ... yang benar-benar baik padaku.Kali ini, aku malah membahayakan nyawa Zayn.Aku menangis dengan sedih. Ingin sekali aku meminta maaf pada Zayn, tetapi semua kata-kata berubah menjadi kepahitan yang tak terucapkan.Zayn yang lemas tersenyum padaku dan berkata dengan bahasa bibir, "Jangan takut."Hatiku sakit tak tertahankan. Aku memelototi Yosef dan Arya dengan dingin. "Apa lagi yang kalian tunggu? Ayo bunuh aku. Bunuh aku kalau kalian punya nyali.""Diam! Apa susahnya mau mati?"Yosef berteriak, lalu merobek bajuku lagi.Arya tiba-tiba bertanya dengan suara datar, "Kamu mau apa?"Yosef terhent
Yosef tersenyum bengis. "Oke, bagus. Kalian semua mencintainya. Oke, oke .... Kalau begitu, aku bunuh dia sekarang!"Yosef berteriak dengan marah. Lalu, dia menusukkan pisau ke arahku.Di saat kritis, terdengar teriakan histeris dan suara tembakan.Ujung pisau berhenti di atas kepalaku.Aku melihat darah mengalir keluar dari perut Yosef.Ternyata, Arya menembak perut Yosef.Aku terbengong oleh kejadian itu. Detak jantungku hampir berhenti."Audrey!"Zayn berjalan dengan sempoyongan ke arahku. Sekujur tubuhnya berlumuran darah. Wajahnya yang pucat penuh dengan ketakutan.Baru sampai di depanku, Zayn terjatuh lagi.Aku memanggil nama Zayn dengan cemas. Sayangnya, tanganku terikat di belakang.Di sebelah sana, Yosef ditembak.Yosef dengan pelan berbalik badan. Dia berkata dengan suara kaget dan sedih pada Arya, "Kamu malah ... melawanku demi mereka?""Aku beri tahu saja. Aku memanfaatkanmu selama ini."Arya berujar dengan suara yang dingin dan cuek.Arya meneruskan, "Aku sengaja mendekati
Herman tersenyum, "Aku cuma mau memperkenalkanmu, dia adalah Audrey yang merupakan adik Irvin.""Ah! Kamu Audrey?"Perawat itu menatapku, lalu berkata dengan cemas dan penuh semangat, "Irvin sering mengungkitmu di depanku, aku juga sangat ingin bertemu denganmu dan Bibi.""Tapi akhir-akhir ini pekerjaanku sangat sibuk, sibuk bersaing untuk mendapatkan posisi, serta sibuk mencari sumber ginjal untuk Bibi. Jadi aku sama sekali nggak punya waktu untuk menemui kalian.""Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf karena sudah beberapa kali mengingkari janji. Aku juga selalu ingin minta maaf secara pribadi padamu."Perawat di depanku berkata dengan tulus, yang tidak terdengar seperti sedang berpura-pura.Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir apakah pikiranku terlalu berlebihan?Sebenarnya Sella sama sekali tidak bermasalah, dia memang sangat sibuk sampai mengingkari janji denganku?"Audrey, kamu nggak marah padaku, 'kan?"Saat aku sedang berpikir, perawat di depanku tiba-tiba bertanya deng
Setelah tiba di Rumah Sakit Harmoni, aku langsung mendatangi meja resepsionis di bagian rawat inap."Permisi, apakah ada perawat yang bernama Sella di sini?"Perawat itu menatapku, lalu mengangguk, "Benar, ada perawat bernama Sella di sini. Ada apa kamu mencarinya?""Ada masalah pribadi yang mau kukatakan padanya, bolehkah tolong panggil dia untuk bertemu denganku?""Maaf, Nona. Saat ini waktu Sella bekerja, dia sepertinya sedang sibuk.""Kalau begitu aku akan menunggu di sana, tolong kasih tahu aku kalau dia sudah nggak sibuk, terima kasih."Setelah berkata pada perawat, aku duduk di kursi untuk menunggu.Tidak lama kemudian, seseorang memanggil namaku, "Nona Audrey?"Aku tertegun sejenak, aku melihat Herman sedang menghampiriku begitu menoleh.Herman masih mengenakan jas putih, temperamennya terlihat elegan dan lembut. Sepasang kacamata berbingkai emas membuat Herman terlihat seperti orang yang mengetahui sopan santun."Nona Audrey, kenapa kamu datang ke rumah sakit? Apakah kamu data
Aku mengabaikannya.Irvin memapahku sambil mengerutkan bibirnya, "Sudahlah, kamu pasti punya kesempatan untuk bertemu dengannya di masa depan. Apa yang kamu takuti?""Minggir!"Aku menepis tangannya dengan marah, lalu berjalan ke depan.Alasan kenapa aku sangat ingin menemui Sella adalah untuk memastikan bahwa tidak ada masalah pada sumber ginjal ibuku.Hanya saja, kakakku sama sekali tidak mengerti.Meskipun aku mengatakan ini padanya, Irvin akan menyalahkanku karena terlalu curigaan dan berprasangka buruk pada pacarnya.Singkatnya, aku sama sekali tidak ingin berbicara dengan Irvin.Otak seseorang yang sudah dibodohi dengan cinta benar-benar sangat menakutkan.Menyebalkan sekali.Irvin mengikutiku sampai ke lantai bawah, dia berlari untuk menarikku saat melihatku terus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang, "Apa yang kamu lakukan? Ayo, aku akan mengantarmu pulang."Aku menghempaskan tangannya, "Nggak perlu, kamu pulang sendiri saja!""Huh, apa lagi yang mau kamu lakukan?!"Irvi
Aku kembali menatap rumah ini.Jika dilihat dari lingkungan rumah ini, Sella sepertinya adalah perempuan yang mencintai kebersihan dan menjalani kehidupan yang elegan.Kalau bukan karena Sella selalu mengingkari janji dan bertindak dengan misterius, aku juga tidak ingin mencurigainya.Hanya saja, sebentar lagi aku akan segera bertemu dengannya!Saat berpikir seperti ini, aku menatap ke arah kamar tidur utama.Hanya saja, aku melihat Irvin berjalan keluar dari kamar dengan ekspresi kecewa pada detik berikutnya.Aku mengerutkan keningku, kurang lebih sudah mengetahui apa yang telah terjadi.Aku menghampiri Irvin, lalu mengangkat sudut mulutku, "Dia nggak ada di dalam, 'kan?"Irvin tidak mengatakan apa pun.Aku mendengus, "Terlihat jelas kalau dia melakukan kesalahan dan nggak berani menemui kita.""Jangan bicara seperti itu."Irvin masih membela wanita itu, "Sella punya urusan mendadak, jadi dia nggak bisa menunggu kita di rumah, dia bahkan meninggalkan catatan untukku.""Dia juga kirim
Irvin menyipitkan matanya, lalu menatapku dengan tatapan tidak puas, "Lihatlah, kamu mulai curigaan lagi. Kampung Sella memang di desa pegunungan, tapi itu nggak berarti keluarganya miskin, nggak berarti Sella juga nggak bekerja, 'kan?""Nenek kita juga tinggal di kota yang terpencil, tapi itu nggak berati Ibu miskin, 'kan?"Aku mengerutkan bibirku tanpa mengatakan apa pun.Ucapannya masuk akal juga.Lupakan saja, aku akan mengetahui situasinya setelah naik ke atas.Irvin membeli beberapa makanan ringan dan buah-buahan.Aku mengeluarkan hadiah dari dalam mobil, lalu memasuki apartemen bersamanya.Dekorasi apartemen ini lumayan bagus, seperti dekorasi hotel bintang lima.Kami menaiki lift hingga ke lantai 15.Irvin membawaku ke depan sebuah pintu di ujung koridor.Aku mengira Irvin ingin mengetuk pintu, tapi siapa sangka dia menoleh untuk berkata padaku, "Audrey, ingatlah untuk tersenyum. Jangan pasang ekspresi sedatar ini, kalau nggak Sella akan curiga kalau kamu nggak menyukainya."Ak
Aku menatap Irvin dengan tatapan curiga, "Akhirnya pacarmu mau bertemu dengan kita? Jangan-jangan kamu nggak bilang padanya kalau kamu membawaku?""Ck!"Raut wajah Irvin langsung memasam. "Lihatlah, kamu meragukan kebaikan orang lain dengan pikiran jahatmu. Aku sudah bilang padanya kalau aku akan bawa kamu untuk menemuinya.""Awalnya Sella bilang kondisinya masih buruk, rumahnya juga sangat berantakan, dia takut meninggalkan kesan yang buruk padamu.""Kemudian aku bilang pada Sella kalau kamu nggak keberatan, baru dia memperbolehkan kita pergi ke rumahnya.""Tapi kamu malah memikirkan hal-hal yang negatif tentangnya lagi."Aku melirik Irvin tanpa mengatakan apa pun.Berdasarkan sikap Irvin yang selalu melindungi pacarnya, semua ucapanku salah di matanya.Lupakan saja, aku hanya ingin menemui Sella untuk memastikan dia tidak bermasalah.Aku berharap Sella benar-benar tidak bermasalah dan tulus menyukai Irvin. Dengan ini, sumber ginjal yang ditemukan kemungkinan besar tidak bermasalah.A
Arya berpikir sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku nggak kenal, kenapa?""Herman bilang Sella adalah adik seperguruannya, jadi aku berpikir kamu kemungkinan mengenal Sella karena kamu berteman dengan Herman.""Aku nggak kenal," ujar Arya. Kemudian dia berkata sambil tersenyum, "Herman adalah pria yang tampan, jadi ada banyak adik seperguruan yang mengejarnya, aku nggak terlalu memerhatikan hal ini. Mungkin aku pernah bertemu dengan Sella yang kamu maksud, tapi aku nggak punya kesan apa pun pada namanya."Arya tertegun sejenak, lalu bertanya, "Ada masalah apa, Audrey?"Aku menceritakan semuanya pada Arya.Arya terdiam selama beberapa saat, lalu bertanya dengan suara yang berat, "Bagaimana situasi Bibi sekarang?""Kondisi ibuku sudah stabil sekarang, tapi sebelum ini dokter bilang kalau ibuku cuma punya waktu enam bulan lagi. Kalau kami masih nggak menemukan ginjal yang cocok untuk melakukan transplantasi ginjal, ibuku mungkin akan mengalami gagal ginjal.""Jadi aku mau tanya ten
Saat aku pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan sebelum ini, aku tidak sengaja melihat Arya sedang berbicara dengan seorang dokter.Setelah dipikir-pikir, dokter yang berbicara dengan Arya sepertinya adalah Dokter Herman.Pantas saja aku merasa Herman sangat familier.Saat itu aku hanya menatap mereka dari kejauhan, jadi kesanku pada Herman tidak terlalu kuat. Tapi tampang dan temperamen Herman sangat menonjol, jadi kurang lebih aku memiliki sedikit kesan tentangnya.Ternyata Herman adalah teman Arya?Apakah Arya meminta bantuan Herman untuk membuat hasil pemeriksaanku yang menunjukkan bahwa aku tidak bisa mengandung?Saat sedang berpikir, Irvin tiba-tiba menarik lenganku, "Kenapa kamu malah bengong? Aku sedang bicara denganmu."Aku menarik diri dari pikiranku, lalu meliriknya, "Kenapa?""Sella jatuh sakit karena ibu kita, jadi aku mau menjenguknya. Apakah kamu mau pergi bersamaku?""Baiklah."Tentu saja aku akan pergi dengan Irvin, karena aku sangat ingin melihat wajah pacar
"Ya, kami lulus dari sekolah kedokteran yang sama, saat ini Sella bekerja sebagai perawat magang di rumah sakit kami."Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi kakakku menarik lenganku dan berbisik kepadaku, "Apa yang kamu lakukan? Bertanya hal-hal yang lain. Tidak sopan sama sekali.""Dokter Herman sudah membantu Ibu menemukan ginjal yang cocok.""Kamu hanya perlu mengucapkan terima kasih banyak pada Dokter Herman. Kenapa tanya yang lainnya?"Aku melirik kakakku.Apa kakakku pikir mudah untuk menemukan ginjal?Herman tampaknya melihat kecurigaanku.Herman mengeluarkan kartu identitas kerjanya sambil tersenyum padaku. "Nona Audrey, ini kartu identitas kerjaku."Aku melihatnya sekilas.Herman, Dokter Penyakit Dalam, Rumah Sakit Harmoni.Aku menuliskan nama rumah sakit itu dan memuji Herman, "Profesor Herman benar-benar hebat.""Nona Audrey, terima kasih atas pujianmu." Herman menyingkirkan lencana kerjanya dan berkata padaku, "Aku baru saja memeriksakan ibumu secara menyeluruh. Kondisi fis