Karena tarik terlalu kuat, darah langsung mengalir dari punggung tanganku yang tertusuk jarum infus.Zayn menundukkan kepala, memandang tanganku dengan alis yang tampak berkerut tajam.Aku segera melepaskan tangannya, takut dia marah.Sementara itu, Cindy segera merangkul lengan Zayn, tubuhnya menempel erat pada pria itu sambil tersenyum manis kepadaku."Nona Audrey, ada yang ingin kamu sampaikan pada Kak Zayn?Tidak apa-apa, kak Zayn orang yang baik, kamu tak perlu takut padanya."Melihat "cinta pertama"nya begitu lengket padanya, aku tak berani menanyakan apakah dia akan pulang malam ini, apalagi di hadapan Cindy.Kalau dia sampai sedih karenanya, jangankan meminjam uang, mungkin dia akan menghukumku.Saat pikiranku kebingungan, Zayn tiba-tiba bertanya dengan nada datar, "Ada apa?"Ini kesempatan terbaikku untuk meminjam uang.Aku tak yakin dia akan pulang malam ini, dan mungkin setelah keluar dari rumah sakit ini, aku tak akan melihatnya lagi.Ketika aku masih ragu-ragu, Zayn berbal
Mendengar jawabanku, barulah ayahku sedikit tenang.Namun sekarang sudah sore, dan aku tak tahu harus mencari uang ke mana lagi.Selain Zayn, siapa lagi yang bisa kumintai bantuan?Tetapi Zayn pun tak mau meminjamkannya padaku.Aku harus gimana?Aku terduduk di pinggir jalan, menelepon semua orang dalam kontakku yang mungkin bisa membantuku meminjamkan uang.Aku meniru cara kakakku, merendahkan diri, berbicara dengan lembut, dan memohon agar mereka mau memberiku sedikit pinjaman.Namun, tak satu pun yang bersedia membantuku, bahkan ada yang mencemooh dan mengejek.Ketika aku menelepon Dorin, dia sedang berada di rumah sakit menemani ibunya.Dia bercerita bahwa ibunya sakit parah dan butuh banyak biaya untuk pengobatan.Dia telah meminta bantuan dari ayahnya, tetapi ayahnya menolak.Suaranya bergetar, dan dia mulai menangis.Melihat keadaannya yang begitu sulit, aku tak tega lagi meminta bantuan darinya.Aku hanya bisa menghiburnya, menyuruhnya untuk menjaga diri dan ibunya baik-baik, s
Ayahku pun akhirnya menarik napas lega, "Baik, aku tunggu kabar darimu, ya."Aku tak mau mendengar sepatah kata pun lagi darinya, langsung memutus sambungan telepon.Bersandar di pintu, aku terdiam dalam hening yang mencekam.Jarum jam di dinding berdetak, mengiringi setiap detik yang berlalu.Kegelapan dan keputusasaan perlahan menyelimutiku.Apa benar aku harus merelakan tangan dan kakiku dipotong?Membayangkan diriku tanpa anggota tubuh itu membuatku menggigil ketakutan. Aku memeluk kedua kakiku erat-erat, tubuhku menjadi dingin seketika.Aku akan mencobanya sekali lagi. Aku harus mencoba meminta bantuan Zayn lagi.Lebih baik kehilangan harga diriku daripada kehilangan anggota tubuhku, 'kan?Aku mengeluarkan ponsel dan membuka jendela percakapan dengan Zayn."Bisakah kamu kembali malam ini ...? Aku bisa menerima apa pun yang kamu inginkan."Aku menunggu cukup lama, namun tak ada balasan darinya.Aku akhirnya berbaring di lantai, menatap ponsel dengan putus asa.Layar tetap gelap.Di
Melihat dia meraih pintu, aku panik."Zayn!" teriakku terburu-buru.Dia terhenti sejenak, berbalik menatapku.Aku menghirup napas dalam-dalam, lalu di hadapannya, aku melepaskan jaket yang kupakai.Gaun tidur tipis transparan ini kubeli saat berbelanja dengan Cindy, terinspirasi oleh dorongannya.Dia juga membeli satu, berwarna merah menyala, sementara milikku berwarna hitam.Aku ingat pertama kali mengenakannya saat Zayn pergi keluar.Namun, entah bagaimana, dia tiba-tiba kembali malam itu.Tatapannya saat melihatku hingga kini masih membekas di ingatanku.Gelap dan menakutkan, seolah ingin melahapku.Sejak malam itu, aku tak pernah lagi mengenakan gaun ini.Meskipun sebelumnya aku sering berkelahi dan memperlakukannya dengan kasar, tatapan matanya malam itu benar-benar membuatku ketakutan.Kini, dia menatapku dengan intens, tatapannya masih sama menakutkannya.Aku tidak lagi mengerti arti tatapan itu.Setelah sering berhubungan intim dengannya, aku mulai mengerti itulah yang disebut
Dia berkata sambil melepas bajuku.Aku mendorongnya lagi, "Kalau begitu, sekarang bisa tidak transfer uangnya padaku?""Nanti ...." Zayn mencium daun telingaku dan berkata dengan suara rendah, "Aku tidak akan menipumu."Aku tahu dia tidak akan berbohong padaku, tapi aku benar-benar tidak punya waktu.Aku menekan bahunya lagi untuk mendorongnya menjauh dan berbisik, "Sekarang saja, sekarang aku butuh uangnya karena ...."Raut wajah Zayn menjadi muram dan nafsu yang tersirat di matanya memudar.Dia menarik dasinya dan berkata dengan marah, "Audrey, tahukah kamu apa yang sedang kita lakukan? Bercinta!""Kamu terus mendorongku dan membicarakan uang. Apa kamu benar-benar cuma peduli pada uang?""Bukan, Zayn, aku sangat panik. Aku ....""Sudah cukup!" Zayn mendorongku menjauh dan mencibir, "Kamu cuma peduli pada uang, jadi tidak ada gunanya melakukan ini.""Zayn ...." Aku menatapnya dengan air mata berlinang.Dia malah sama sekali tidak melihat ke arahku. Sorot matanya terlihat dingin dan se
Baru pada saat itulah Bik Nur merasa lega. Akhirnya dia membujukku lagi, "Nona, kurasa sebaiknya panggil Tuan kembali. Kamu harus lebih sering membiarkan dia lihat sisi lembutmu agar dia akan menyukaimu.""Bukankah pria selalu menyukai wanita lemah lembut? Kamu terlalu tangguh di hadapannya."Aku menggelengkan kepalaku dengan geli, Bik Nur tahu banyak.Sayang sekali kelemahanku tidak ada artinya bagi pria itu.Bukankah kejadian di rumah sakit kemarin sudah menjelaskan semuanya?Dia hanya akan menyukai pada wanita yang penuh perhatian, lembut dan cantik seperti cinta pertamanya.Mana mungkin dia akan menyukai wanita sepertiku yang sombong dan mendominasi, serta dibutakan oleh uang?Aku merasa tidak nyaman saat teringat apa yang terjadi di rumah sakit kemarin.Aku berdiri dan duduk di depan cermin rias.Melalui cermin, aku melihat mataku cekung, wajahku kusam dan terlihat kurus.Aku tertawa pada diriku sendiri, bukankah hanya karena Zayn tidak menyukaiku?Mengapa aku menyiksa diriku send
Sampai di perusahaan Zayn.Saat itu sudah satu jam setelah pulang kerja dan tidak ada seorang pun di perusahaan.Aku langsung pergi ke lantai kantor CEO.Awalnya aku mengira kalau ada sekretaris di sana, aku bisa menyuruh sekretaris untuk mengantarkan makanan.Tidak disangka ternyata tidak ada seorang pun di kantor besar itu.Mungkinkah Zayn juga sudah pergi?Aku mendekati pintu kantor CEO dengan curiga dan mengetuknya.Kukira tidak ada orang di dalam, tetapi tidak kusangka saat berikutnya suara rendah yang tidak asing terdengar."Masuklah!"Jantungku berdegup kencang dan aku membuka pintu.Aku hanya melihat Zayn terlihat duduk di meja sambil membolak-balik dokumen.Alisnya agak berkerut, terlihat sangat serius.Pada dasarnya Zayn tampan dan sosoknya juga bagus. Setelah sukses, tabiatnya langsung berubah.Saat ini penampilan kerjanya yang serius memiliki pesona yang tak terlukiskan.Tiba-tiba aku menyesal mengapa aku tidak menyukainya lebih awal.Dengan begitu, tiga tahun pernikahan ti
Cindy tiba-tiba berkata kepada Zayn dengan sedih, "Kenapa sebelumnya kamu tidak memberitahuku kalau Nona Audrey mengantarkan makanan padamu? Lihat, makananku mubazir.""Tidak mubazir." Zayn mengambil kotak bekalnya dan berkata dengan tenang, "Aku akan makan masakanmu."Cindy tersenyum manis, "Kalau begitu, aku akan makan apa yang Nona Audrey bawa. Makanan yang dia bawa kelihatannya enak, jadi aku tidak akan menyia-nyiakannya."Zayn tidak menjawab.Aku mendorong kotak bekal ke hadapan Cindy dan berkata sambil tersenyum, "Kalau suka, makanlah lebih banyak."Setelah terdiam sejenak, aku melanjutkan, "Kalian nikmatilah makanannya. Aku masih ada urusan, jadi aku pergi dulu."Cindy langsung bertanya, "Tidak mau makan sedikit?""Aku sudah makan." Aku menjawab sambil tersenyum dan berjalan keluar.Baru sampai di keluar pintu, aku mendengar suara Cindy yang sedih."Kak Zayn, kok aku merasa Nona Audrey membenciku?"Zayn menjawab, "Abaikan dia."Aku menunduk dan hatiku terasa sangat sakit.Di lua
"Jadi ... apa yang kamu katakan barusan, berarti kamu ... suka aku?"Aku mencengkeram selimut erat-erat, dan pada saat dia berbalik, aku tanpa sadar bertanya.Sebenarnya, begitu pertanyaan itu keluar, aku langsung menyesalinya.Pertanyaan ini, yang tadi terus dia desak, aku selalu menghindarinya. Sudah bertekad untuk tidak menanyakannya.Ironisnya, dalam situasi seperti ini, pertanyaan itu justru keluar dengan begitu mudahnya.Pada akhirnya, hatiku masih belum cukup teguh, bukan begitu?Tubuh Zayn tampak terdiam sejenak.Dia tidak berbalik, suaranya yang dingin disertai sedikit ejekan terdengar, "Suka kamu? Apa itu mungkin?"Setelah dia mengatakan itu, dia pergi, langkah kakinya tanpa sedikit pun keraguan.Pintu luar ditutup olehnya dengan keras, menghasilkan suara yang cukup keras.Aku menundukkan kepala, tersenyum pahit dengan rasa sedih.Jadi, pertanyaan itu memang seharusnya tidak dilontarkan, 'kan?Mengingat bagaimana dia pergi dengan penuh emosi, aku mentertawakan diri sendiri. N
"Kenapa tidak bertanya?"Tangannya makin berlebihan, dengan cerdik memancing sarafku.Pelan-pelan, aku merasa wajahku mulai memanas. Tubuhnya yang tadinya dingin kini terasa seperti membara.Aku yang berada di pelukannya, meskipun saraf tegang, kakiku lemas, hampir tidak mampu berdiri.Aku mencengkeram kerah bajunya, seluruh tubuhku hanya ditopang oleh kekuatan di pinggangku.Dengan susah payah, aku membuka mulut, "Ti ... tidak ada alasan, aku ... aku memang mau tidur."Mata hitamnya yang dalam menatapku lekat-lekat, mendesakku terus-menerus, "Kita bicara dulu baru tidur. Ayo, katakan padaku, apa sebenarnya yang mau kamu tanyakan tadi?"Nada suara berat dan lembut itu, seolah membawa daya tarik tersendiri, menyeret hatiku ke jurang yang makin dalam.Aku melihat ke dalam matanya yang dalam, hatiku terus bergetar.Tubuhku melemah oleh sentuhannya yang lembut.Dengan hampir memohon, aku berkata kepadanya, "Bisakah kamu berhenti seperti ini? Topik tadi, aku benar-benar tidak mau bahas lagi
Dorin kembali berbicara denganku tentang beberapa hal sehari-hari, bahkan menanyakan tentang kondisi bayiku.Saat berbicara tentang bayi, aku perlahan melupakan kebingungan tadi.Aku memberitahukan Dorin bahwa sebelum perutku mulai terlihat besar, aku akan mencari kesempatan untuk meninggalkan Kota Jenara ini.Dia bilang saat itu nanti, filmnya juga sudah selesai, dan dia akan membantuku mencari jalan.Setelah mengobrol dengan Dorin, waktu sudah hampir pukul satu dini hari.Zayn belum juga kembali, atau mungkin, malam ini dia menemani Cindy di rumah sakit.Aku mematikan lampu dan masuk ke dalam selimut.Aku merasakan kasur suite presidensial yang besar dan lembut.Walau begitu, mungkin karena suasana hati yang tidak merasa aman, aku tidur dengan sangat gelisah.Aku terus-menerus terbangun beberapa kali, Dalam selang waktu belasan hingga dua puluh menit, aku selalu terbangun.Aku menghela napas dan mengambil ponsel sambil menggulir layarnya.Setelah sekitar setengah jam, mataku mulai te
Aku terpaku menatap wajah itu, sampai-sampai lupa bernapas.Pria itu mengenakan kostum tradisional. Terlihat alisnya yang tebal melengkung, matanya bersinar tajam, dengan rambut yang diikat tinggi dan dihias mahkota giok.Di bahunya tersampir mantel berbulu rubah, melengkapi wajahnya yang tampan luar biasa. Penampilannya memang memancarkan keanggunan tak tertandingi.Aku tertegun cukup lama sebelum akhirnya mengenali dia sebagai Arya.Melihat aku terpesona, Dorin di sampingku tertawa. "Audrey, kamu ini mata keranjang. Lihat pria tampan saja sampai matamu tidak bisa berpaling."Aku langsung memerah, lalu menatapnya dengan kesal, "Jangan asal bicara. Aku cuma butuh waktu untuk mengenali dia adalah Pak Arya.""Haha, Pak Arya memang tampan baik dalam kostum tradisional maupun pakaian modern. Tidak kalah dengan Zayn-mu, 'kan?"Arya tiba-tiba muncul di panggilan video kami. Suara Dorin masih terdengar di samping, tetapi sosoknya menghilang dari layar.Sekarang, di layar video hanya ada Arya,
"Maaf, Kak Zayn, aku ... aku selalu ganggu kalian. Maaf ...."Cindy berkata sambil air matanya terus mengalir.Tampangnya yang lemah dan menyedihkan itu jelas terlihat tidak dibuat-buat.Zayn terburu-buru menghiburnya, "Jangan berkata begitu. Kamu jatuh sakit, itu juga bukan keinginanmu.""Maaf, Kak Zayn ... ah, sakit sekali, Kak Zayn, dadaku sangat sakit. Apa yang harus kulakukan ...."Cindy menangis, tampak sangat kesakitan.Zayn segera menggendongnya dan berkata dengan suara rendah, "Aku akan bawa kamu ke rumah sakit sekarang."Dia dengan tergesa-gesa menuju pintu lift.Setelah berjalan beberapa langkah, dia berbalik dengan gelisah menatapku, "Tunggu aku kembali."Aku menggigit bibir tanpa berkata apa-apa, tetapi hatiku terasa seperti ditusuk, sangat menyakitkan.Zayn menatapku dalam-dalam, lalu membawa Cindy masuk ke dalam lift.Sampai bayangan mereka menghilang di pintu lift, aku baru bisa memaksakan senyum kaku, dan air mata yang kutahan akhirnya jatuh juga.Saat itu, Henry tiba-
"Zayn, sebenarnya aku ....""Kak Zayn!"Aku baru saja membuka mulut ketika suara lembut nan manis tiba-tiba terdengar dari belakang pria itu.Tubuhku langsung membeku, dan getaran hati yang kurasakan tadi seketika menghilang tanpa jejak.Aku tersenyum pahit pada diriku sendiri.Bagaimana bisa aku lupa kalau ada Cindy?Barusan aku hampir saja kehilangan akal di bawah suara rendah dan lembut Zayn, hampir membuka hati padanya.Zayn tetap menatapku dengan dalam.Aku mendorong dadanya pelan, mengingatkannya dengan suara rendah, "Nona Cindy sudah datang.""Audrey!"Zayn mengerutkan alisnya dan dengan keras kepala berkata, "Jawab dulu pertanyaanku tadi!""Lalu, apa yang mau kamu dengar? Katakan saja."Aku menatapnya.Tatapan kami bertemu. Matanya gelap dan dalam, hingga akhirnya secara perlahan muncul secercah sikap dingin."Apa maksudmu?"Aku menundukkan kepala, berkata datar, "Tidak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau bilang, apa pun jawaban yang mau Pak Zayn dengar, itulah yang akan kukatakan
Uh ....Henry berkata dengan kesal, "Baiklah, aku kalah bicara. Aku mau kembali ke kamar untuk tidur."Dia berbalik dan berjalan beberapa langkah, lalu sepertinya teringat sesuatu dan buru-buru menoleh, mengingatkan Zayn, "Jangan lupa belikan aku mantel kulit, ya.""Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu, beli sendiri."Mendengar itu, mata Henry membelalak, lalu segera memeriksa ponselnya.Beberapa saat kemudian, dia tertawa kecil, "Lumayan, lebih banyak dari yang kupikirkan. Nanti aku juga bawakan satu untukmu, ya.""Tidak perlu." Zayn menjawab dingin tanpa ekspresi.Henry melanjutkan, "Kalau begitu, aku bawakan untuk Audrey saja.""Tidak boleh!" Zayn memotong dengan dingin dua kata.Henry memonyongkan bibirnya, "Kalau tidak boleh, ya sudah. Uang lebihnya bisa kupakai beli yang lain."Setelah berkata demikian, dia langsung kabur ke kamarnya sendiri.Begitu Henry pergi, aku merasa suasana di sekitarku jadi agak menekan.Aku memegang tasku dan mundur dua langkah hingga punggungku meny
Aku segera memanggilnya, "Tuan Henry, tunggu sebentar."Henry tertegun sejenak, lalu menoleh ke arahku, "Kenapa, Audrey?""Itu ... kamar aku di mana?"Henry tampak terkejut, "Bukankah ini kamar kamu?"Sambil berbicara, pandangannya jatuh pada tas yang kubawa, dan dia bertanya, "Kamu tidak mau tinggal di kamar ini? Ini adalah satu-satunya kamar suite presidensial yang aku pesan, kamar terbaik di hotel ini.""Tapi, ini kamar Zayn."Henry tertawa kecil, "Kamarnya dia 'kan sama saja dengan kamar kamu? Kalian dulu pasangan suami istri, hal-hal yang harus dilakukan juga sudah dilakukan, kenapa masih dipisah-pisah?"Melihatku mengerutkan kening, dia segera tertawa lagi, "Baiklah, aku tidak canda lagi.""Tapi, aku cuma pesan tiga kamar, kalau kamu tidak tinggal di kamar ini, mau tinggal di mana?""Kalau begitu, aku akan pesan kamar biasa saja."Henry buru-buru menghentikan aku, "Jangan repot-repot, ini hotel terbaik di daerah ini, sudah penuh sejak lama. Aku harus pesan jauh sebelumnya untuk d
Namun meskipun tidak disukai oleh Keluarga Hale sejak masih kecil, Zayn tetaplah Tuan Muda dari Keluarga Hale. Bagaimana bisa terlibat dengan seorang gadis desa?"Ya, dulu Cindy dari pedesaan. Zayn menjemputnya setelah bercerai denganmu."Setelah mendengar ini, aku merasakan kepedihan di hatiku.Terlepas Cindy adalah orang pedesaan atau bukan, Zayn menceraikan aku karena Cindy."Hei, Cindy sebenarnya cukup menyebalkan, sangat lemah bahkan tidak bisa teriak ataupun berbicara.""Pikiran dan perasaannya begitu aneh sehingga aku harus berhati-hati saat berbicara dengannya.""Aku benar-benar tidak tahu kenapa Zayn bersikeras bersikap baik padanya. Audrey, kamu jauh lebih baik darinya. "Henry berkata dengan ekspresi jijik.Aku menahan ketidaknyamanan di hatiku dan berkata sambil tersenyum tipis, "Setiap orang punya daya tarik masing-masing. Mungkin Zayn hanya menyukai yang itu.""Tidak ...." Henry mengerutkan kening dan berkata, "Menurutku Zayn belum tentu menyukai Cindy, tapi tidak bisa di