Napas itu bagaikan seekor ular, merayapi leherku hingga menggoda seluruh jiwaku.Aku menggaruk tepi wastafel dan bertanya padanya dengan tegang, "Kenapa?"Zayn memelukku erat dari belakang, ciuman hangatnya pun mendarat di leherku.Aku merasa gelisah, berputar-putar sepanjang malam hingga merasa lemas di sekujur tubuhku.Setelah Zayn menciumku seperti itu lagi, aku tidak bisa berdiri lagi dan hanya dapat berpegangan pada pinggiran wastafel dengan sekuat tenaga."Zayn ... jangan lakukan ini ...."Aku berbisik, takut Zayn ingin melakukannya lagi besok pagi.Lagi pula, aku tidak punya waktu.Meski hanya butuh waktu lebih dari setengah jam untuk sampai ke bandara, tetap saja butuh waktu untuk check in bagasi, melewati pemeriksaan keamanan dan sebagainya.Aku menepis tangannya yang memeluk pinggangku.Zayn tiba-tiba membalikkan tubuhku lalu mencium bibirku dengan ganas.Tidak ada kelembutan dalam ciuman ini. Sebaliknya, ciuman ini begitu agresif, seolah-olah berusaha merebut napasku.Aku ta
Saat sampai di pintu, Zayn tiba-tiba berbalik lalu menatapku. "Aku mau pergi ke perusahaan."Aku mengangguk. "Hati-hati di jalan."Zayn tiba-tiba menatapku dalam, lalu membuka pintu dan berjalan keluar.Pintunya terbuka lalu tertutup, Zayn akhirnya pergi.Aku menatap pintu yang tertutup dengan bingung, hatiku merasa sedikit aneh.Interaksi antara Zayn dan aku tadi benar-benar tampak seperti interaksi antara pasangan biasa.Entah apa yang sedang terjadi, tapi hari ini Zayn tampak sangat mudah diajak bicara. Cara Zayn menatapku sangat terfokus, seolah-olah ada sedikit kasih sayang yang mendalam di matanya.Aku menggelengkan kepala, berusaha untuk tidak berpikir liar.Aku segera membereskan dapur dengan cepat.Aku keluar untuk melihat ke jendela, memastikan mobil Zayn sudah pergi, lalu mengemasi koper dan bergegas keluar.Jam sibuk berangkat kerja telah lewat, jadi lalu lintas tidak macet.Mobil melaju mulus sepanjang jalan menuju bandara.Aku menatap pemandangan akrab ini di jalan, tapi
Entah berapa lama, tapi mobil itu berhenti di tempat asing.Aku merasa sedikit panik.Apa mereka benar-benar anak buah Zayn?Setelah pengalaman Roy yang menculikku terakhir kali, sekarang aku sangat takut jika orang yang menculikku adalah orang jahat lainnya.Pemimpin pengawal tiba-tiba membukakan pintu mobil di sampingku.Pengawal yang duduk di sebelahku segera memelukku untuk membawa aku keluar dari mobil.Aku tidak bergerak.Pemimpin pengawal juga tidak terburu-buru, hanya berkata tanpa ekspresi, "Nona Audrey, silakan turun dari mobil.""Tempat apa ini?" tanyaku dengan suara yang keras.Namun tetap saja tidak ada seorang pun yang menjawabku.Begitu melihat aku tidak keluar, pemimpin pengawal langsung memanggil dua orang dan menyeretku keluar dari mobil.Aku melindungi perutku dengan satu tangan sambil meronta dengan tangan yang lain. "Lepaskan aku, aku bisa jalan sendiri!"Kedua pengawal itu lalu melepaskanku.Di hadapanku terdapat sebuah vila kecil nan indah dengan banyak bunga yan
Hatiku berubah dari yang awalnya gelisah menjadi tenang, sekarang menjadi mudah tersinggung.Aku berjalan ke pintu untuk mengetuk sekali lagi, tapi tetap tidak ada seorang pun yang menjawab.Aku cemberut lalu berteriak, "Aku lapar. Entah apa tujuan kalian mengurungku di sini, kalau aku benar-benar lapar dan terjadi sesuatu, kalian akan bingung menjelaskannya pada atasan kalian!"...Tetap saja tidak ada seorang pun yang menanggapiku.Di luar sangat sepi.Aku mengerutkan kening, bertanya-tanya apakah semua pengawal sudah pergi.Dengan kata lain, sekarang hanya aku saja yang ada di villa ini?Aku segera memutar gagang pintu, tapi gagang pintu itu tidak mau berputar.Aku meluncur turun dan duduk di bawah dengan punggung bersandar ke pintu, kegelisahan yang ada di hatiku membuatku makin gelisah.Dengan cara ini, aku menahan kegelisahan dan penantian yang menyiksa ini hingga malam hari.Aku pikir orang yang menangkapku akan muncul pada malam hari.Namun, ternyata tidak.Bahkan pengawal yang
Cahaya itu datang dari pintu bawah.Namun, aku ingat dengan jelas lampu di lantai bawah tidak menyala tadi malam.Dengan kata lain, entah seseorang tiba-tiba datang ke sini hari ini atau memang selalu ada orang lain di vila ini, tapi orang-orang itu sengaja mengabaikanku.Aku mengira ada seseorang di ruang tamu, jadi aku tidak peduli dengan hal yang lain lagi. Aku terhuyung-huyung ke pintu lalu mengetuknya dengan keras."Buka pintunya, biarkan aku keluar, buka pintunya ...."Aku berteriak sekeras-kerasnya, berharap mereka dapat mendengarku dan melepaskanku.Namun, tidak ada seorang pun menanggapiku meskipun aku berteriak sekeras-kerasnya.Aku terjatuh ke tanah, tak berdaya sama sekali.Ketidakberdayaan serta ketakutan yang tak berujung perlahan-lahan menyelimutiku. Aku meringkuk di tanah, membiarkan kegelapan menelanku sedikit demi sedikit.Tampaknya aku sudah tertidur cukup lama.Fajar menyingsing lagi.Namun aku masih terkunci di dalam kamar sempit ini, aku bahkan masih terbaring di
Zayn sering marah padaku dan tidak pernah menatapku dengan ramah.Bahkan di ranjang, selalu ada lebih banyak siksaan serta hukuman daripada kelembutan dan cinta.Namun, secara tidak sadar aku merasakan dalam hatiku bahwa Zayn sebenarnya tidak menginginkan hidupku.Namun kali ini, aku berubah pikiran.Kali ini aku merasa begitu dekat dengan kematian, aku bahkan melihat dengan jelas ketidakpedulian serta niat membunuh di matanya.Kali ini ... sepertinya Zayn benar-benar ingin membunuhku.Zayn menatapku dengan acuh tak acuh selama beberapa saat, lalu mengalihkan pandangannya sambil berjalan masuk tanpa ekspresi.Dengan susah payah aku menoleh ke arahnya.Aku melihatnya menaruh makanan dan air di meja kecil dekat jendela, duduk di kursi, menyalakan sebatang rokok dengan ekspresi acuh tak acuh, lalu merokok dengan tenang.Zayn tidak menatapku lagi, tapi tatapannya sangat amat dingin.Pada saat ini, Zayn sangat asing.Aku menatapnya dengan ketakutan, menjilati bibirku yang kering dan bertany
"Kalau menginjak-injak harga diriku adalah tujuan utamamu, maka baiklah ... aku akan memuaskanmu."Setelah mengatakan itu.Aku menekukkan lututku dan akhirnya berlutut di atas karpet yang lembut untuk berlutut di hadapannya.Aku memohon padanya, "Dulu salahku. Seharusnya aku tidak memperlakukanmu seperti itu. Tolong ... tolong beri aku seteguk air saja."Itulah kali pertama dalam hidupku aku berlutut di hadapan seseorang. Ini juga pertama kali aku memohon kepada seseorang seperti ini.Aku yang berlutut kali ini membuat Zayn membalas kembali penghinaan dan penindasan yang telah dialaminya selama tiga tahun.Kalau begitu, Zayn seharusnya tidak begitu membenciku, 'kan?Namun, kenapa sikap dingin dan kebencian yang tertinggal di matanya menjadi semakin kuat.Zayn menatapku, kebencian di matanya seakan ingin melahapku seluruhnya.Jadi, seberapa besar kebenciannya terhadapku?Zayn membungkuk perlahan, mengangkat daguku dengan jari-jarinya yang ramping, nada suaranya pun terdengar dingin."Ka
Namun, setiap kali aku berbuat curang, itu hanya masalah kecil dan tidak menjadi masalah baginya. Kenapa Zayn begitu marah?Tangannya yang besar perlahan bergerak dari rahangku ke leherku.Leherku langsung digenggam oleh tangannya.Jika Zayn mengerahkan tenaga lebih besar, rasanya seperti leherku akan tercekik dalam sekejap.Zayn menatapku dengan pandangan yang seolah-olah mengandung kebencian yang amat dalam, bercampur dengan kepedihan serta kekecewaan yang tak terlukiskan.Dia berkata, "Apa yang kamu janjikan padaku saat aku meninggalkanmu kemarin lusa?"Aku cemberut, tidak mengatakan apa pun.Zayn tersenyum dan berkata, "Kamu bilang kamu akan menungguku pulang, bahkan bertanya makanan apa yang aku suka, kamu akan pergi membeli beberapa bahan makanan dan memasak untukku."Haha, Audrey, sungguh, kamu tampaknya terlahir sebagai seorang pembohong. Kamu memang sangat pandai berbohong."Aku berkata dengan pelan, "Hampir tidak ada orang yang tidak pernah berbohong dalam hidupnya. Aku meman
Herman tersenyum, "Aku cuma mau memperkenalkanmu, dia adalah Audrey yang merupakan adik Irvin.""Ah! Kamu Audrey?"Perawat itu menatapku, lalu berkata dengan cemas dan penuh semangat, "Irvin sering mengungkitmu di depanku, aku juga sangat ingin bertemu denganmu dan Bibi.""Tapi akhir-akhir ini pekerjaanku sangat sibuk, sibuk bersaing untuk mendapatkan posisi, serta sibuk mencari sumber ginjal untuk Bibi. Jadi aku sama sekali nggak punya waktu untuk menemui kalian.""Maafkan aku, aku benar-benar minta maaf karena sudah beberapa kali mengingkari janji. Aku juga selalu ingin minta maaf secara pribadi padamu."Perawat di depanku berkata dengan tulus, yang tidak terdengar seperti sedang berpura-pura.Aku tidak bisa menahan diri untuk berpikir apakah pikiranku terlalu berlebihan?Sebenarnya Sella sama sekali tidak bermasalah, dia memang sangat sibuk sampai mengingkari janji denganku?"Audrey, kamu nggak marah padaku, 'kan?"Saat aku sedang berpikir, perawat di depanku tiba-tiba bertanya deng
Setelah tiba di Rumah Sakit Harmoni, aku langsung mendatangi meja resepsionis di bagian rawat inap."Permisi, apakah ada perawat yang bernama Sella di sini?"Perawat itu menatapku, lalu mengangguk, "Benar, ada perawat bernama Sella di sini. Ada apa kamu mencarinya?""Ada masalah pribadi yang mau kukatakan padanya, bolehkah tolong panggil dia untuk bertemu denganku?""Maaf, Nona. Saat ini waktu Sella bekerja, dia sepertinya sedang sibuk.""Kalau begitu aku akan menunggu di sana, tolong kasih tahu aku kalau dia sudah nggak sibuk, terima kasih."Setelah berkata pada perawat, aku duduk di kursi untuk menunggu.Tidak lama kemudian, seseorang memanggil namaku, "Nona Audrey?"Aku tertegun sejenak, aku melihat Herman sedang menghampiriku begitu menoleh.Herman masih mengenakan jas putih, temperamennya terlihat elegan dan lembut. Sepasang kacamata berbingkai emas membuat Herman terlihat seperti orang yang mengetahui sopan santun."Nona Audrey, kenapa kamu datang ke rumah sakit? Apakah kamu data
Aku mengabaikannya.Irvin memapahku sambil mengerutkan bibirnya, "Sudahlah, kamu pasti punya kesempatan untuk bertemu dengannya di masa depan. Apa yang kamu takuti?""Minggir!"Aku menepis tangannya dengan marah, lalu berjalan ke depan.Alasan kenapa aku sangat ingin menemui Sella adalah untuk memastikan bahwa tidak ada masalah pada sumber ginjal ibuku.Hanya saja, kakakku sama sekali tidak mengerti.Meskipun aku mengatakan ini padanya, Irvin akan menyalahkanku karena terlalu curigaan dan berprasangka buruk pada pacarnya.Singkatnya, aku sama sekali tidak ingin berbicara dengan Irvin.Otak seseorang yang sudah dibodohi dengan cinta benar-benar sangat menakutkan.Menyebalkan sekali.Irvin mengikutiku sampai ke lantai bawah, dia berlari untuk menarikku saat melihatku terus berjalan ke depan tanpa menoleh ke belakang, "Apa yang kamu lakukan? Ayo, aku akan mengantarmu pulang."Aku menghempaskan tangannya, "Nggak perlu, kamu pulang sendiri saja!""Huh, apa lagi yang mau kamu lakukan?!"Irvi
Aku kembali menatap rumah ini.Jika dilihat dari lingkungan rumah ini, Sella sepertinya adalah perempuan yang mencintai kebersihan dan menjalani kehidupan yang elegan.Kalau bukan karena Sella selalu mengingkari janji dan bertindak dengan misterius, aku juga tidak ingin mencurigainya.Hanya saja, sebentar lagi aku akan segera bertemu dengannya!Saat berpikir seperti ini, aku menatap ke arah kamar tidur utama.Hanya saja, aku melihat Irvin berjalan keluar dari kamar dengan ekspresi kecewa pada detik berikutnya.Aku mengerutkan keningku, kurang lebih sudah mengetahui apa yang telah terjadi.Aku menghampiri Irvin, lalu mengangkat sudut mulutku, "Dia nggak ada di dalam, 'kan?"Irvin tidak mengatakan apa pun.Aku mendengus, "Terlihat jelas kalau dia melakukan kesalahan dan nggak berani menemui kita.""Jangan bicara seperti itu."Irvin masih membela wanita itu, "Sella punya urusan mendadak, jadi dia nggak bisa menunggu kita di rumah, dia bahkan meninggalkan catatan untukku.""Dia juga kirim
Irvin menyipitkan matanya, lalu menatapku dengan tatapan tidak puas, "Lihatlah, kamu mulai curigaan lagi. Kampung Sella memang di desa pegunungan, tapi itu nggak berarti keluarganya miskin, nggak berarti Sella juga nggak bekerja, 'kan?""Nenek kita juga tinggal di kota yang terpencil, tapi itu nggak berati Ibu miskin, 'kan?"Aku mengerutkan bibirku tanpa mengatakan apa pun.Ucapannya masuk akal juga.Lupakan saja, aku akan mengetahui situasinya setelah naik ke atas.Irvin membeli beberapa makanan ringan dan buah-buahan.Aku mengeluarkan hadiah dari dalam mobil, lalu memasuki apartemen bersamanya.Dekorasi apartemen ini lumayan bagus, seperti dekorasi hotel bintang lima.Kami menaiki lift hingga ke lantai 15.Irvin membawaku ke depan sebuah pintu di ujung koridor.Aku mengira Irvin ingin mengetuk pintu, tapi siapa sangka dia menoleh untuk berkata padaku, "Audrey, ingatlah untuk tersenyum. Jangan pasang ekspresi sedatar ini, kalau nggak Sella akan curiga kalau kamu nggak menyukainya."Ak
Aku menatap Irvin dengan tatapan curiga, "Akhirnya pacarmu mau bertemu dengan kita? Jangan-jangan kamu nggak bilang padanya kalau kamu membawaku?""Ck!"Raut wajah Irvin langsung memasam. "Lihatlah, kamu meragukan kebaikan orang lain dengan pikiran jahatmu. Aku sudah bilang padanya kalau aku akan bawa kamu untuk menemuinya.""Awalnya Sella bilang kondisinya masih buruk, rumahnya juga sangat berantakan, dia takut meninggalkan kesan yang buruk padamu.""Kemudian aku bilang pada Sella kalau kamu nggak keberatan, baru dia memperbolehkan kita pergi ke rumahnya.""Tapi kamu malah memikirkan hal-hal yang negatif tentangnya lagi."Aku melirik Irvin tanpa mengatakan apa pun.Berdasarkan sikap Irvin yang selalu melindungi pacarnya, semua ucapanku salah di matanya.Lupakan saja, aku hanya ingin menemui Sella untuk memastikan dia tidak bermasalah.Aku berharap Sella benar-benar tidak bermasalah dan tulus menyukai Irvin. Dengan ini, sumber ginjal yang ditemukan kemungkinan besar tidak bermasalah.A
Arya berpikir sejenak, lalu berkata sambil tersenyum, "Aku nggak kenal, kenapa?""Herman bilang Sella adalah adik seperguruannya, jadi aku berpikir kamu kemungkinan mengenal Sella karena kamu berteman dengan Herman.""Aku nggak kenal," ujar Arya. Kemudian dia berkata sambil tersenyum, "Herman adalah pria yang tampan, jadi ada banyak adik seperguruan yang mengejarnya, aku nggak terlalu memerhatikan hal ini. Mungkin aku pernah bertemu dengan Sella yang kamu maksud, tapi aku nggak punya kesan apa pun pada namanya."Arya tertegun sejenak, lalu bertanya, "Ada masalah apa, Audrey?"Aku menceritakan semuanya pada Arya.Arya terdiam selama beberapa saat, lalu bertanya dengan suara yang berat, "Bagaimana situasi Bibi sekarang?""Kondisi ibuku sudah stabil sekarang, tapi sebelum ini dokter bilang kalau ibuku cuma punya waktu enam bulan lagi. Kalau kami masih nggak menemukan ginjal yang cocok untuk melakukan transplantasi ginjal, ibuku mungkin akan mengalami gagal ginjal.""Jadi aku mau tanya ten
Saat aku pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan sebelum ini, aku tidak sengaja melihat Arya sedang berbicara dengan seorang dokter.Setelah dipikir-pikir, dokter yang berbicara dengan Arya sepertinya adalah Dokter Herman.Pantas saja aku merasa Herman sangat familier.Saat itu aku hanya menatap mereka dari kejauhan, jadi kesanku pada Herman tidak terlalu kuat. Tapi tampang dan temperamen Herman sangat menonjol, jadi kurang lebih aku memiliki sedikit kesan tentangnya.Ternyata Herman adalah teman Arya?Apakah Arya meminta bantuan Herman untuk membuat hasil pemeriksaanku yang menunjukkan bahwa aku tidak bisa mengandung?Saat sedang berpikir, Irvin tiba-tiba menarik lenganku, "Kenapa kamu malah bengong? Aku sedang bicara denganmu."Aku menarik diri dari pikiranku, lalu meliriknya, "Kenapa?""Sella jatuh sakit karena ibu kita, jadi aku mau menjenguknya. Apakah kamu mau pergi bersamaku?""Baiklah."Tentu saja aku akan pergi dengan Irvin, karena aku sangat ingin melihat wajah pacar
"Ya, kami lulus dari sekolah kedokteran yang sama, saat ini Sella bekerja sebagai perawat magang di rumah sakit kami."Aku ingin bertanya lebih banyak, tapi kakakku menarik lenganku dan berbisik kepadaku, "Apa yang kamu lakukan? Bertanya hal-hal yang lain. Tidak sopan sama sekali.""Dokter Herman sudah membantu Ibu menemukan ginjal yang cocok.""Kamu hanya perlu mengucapkan terima kasih banyak pada Dokter Herman. Kenapa tanya yang lainnya?"Aku melirik kakakku.Apa kakakku pikir mudah untuk menemukan ginjal?Herman tampaknya melihat kecurigaanku.Herman mengeluarkan kartu identitas kerjanya sambil tersenyum padaku. "Nona Audrey, ini kartu identitas kerjaku."Aku melihatnya sekilas.Herman, Dokter Penyakit Dalam, Rumah Sakit Harmoni.Aku menuliskan nama rumah sakit itu dan memuji Herman, "Profesor Herman benar-benar hebat.""Nona Audrey, terima kasih atas pujianmu." Herman menyingkirkan lencana kerjanya dan berkata padaku, "Aku baru saja memeriksakan ibumu secara menyeluruh. Kondisi fis