Namun anehnya ketika restoran ini memperlakukannya seperti itu, dengan temperamennya yang pantang menyerah, kenapa Zayn tidak menimbulkan masalah apa pun pada restoran ini?Sekarang kalau dipikir-pikir, kenapa Zayn sepertinya membalas dendam padaku sendirian?Tanpa sadar aku mulai bertanya-tanya, mungkinkah aku seburuk itu padanya?Sambil mengingat masa lalu, Zayn sudah membawaku ke sebuah tempat duduk yang elegan.Zayn menyodorkan menunya padaku. "Pesan saja apa yang kamu makan."Aku sudah sangat lapar. Aku sudah makanan di sini sangat lezat jadi membuat aku semakin lapar.Aku tidak mau sungkan padanya, mengambil menunya dan langsung memesan salah satu hidangan favoritku sebelumnya.Setelah memesan, Zayn mengerutkan kening dan menatapku. "Hanya satu hidangan?"Tanpa sadar aku bertanya, "Bukankah kamu sudah makan bersama Cindy?"Setiap hidangan di sini mahal, aku tidak bisa makan banyak, jadi jika memesan terlalu pasti akan sia-sia.Zayn mengerutkan kening dan mengambil kembali menunya
Aku sedang minum sup.Begitu mendengar ucapannya, aku hampir menyemburkan sup yang ada di mulutku.Zayn dengan tenang menyodorkan selembar tisu padaku, tatapannya yang tajam mengunci pandanganku.Aku berusaha tetap tenang sambil mengelap mulut, lalu aku berkata, "Bagaimana aku tahu, yang jelas aku memang tidak hamil."Zayn mengerutkan kening, sepasang matanya seolah-olah ingin menembus tubuhku, "Waktu itu, kamu diam-diam ambil obat di rumah sakit ...."Hatiku langsung menegang, jangan-jangan dia menduga obat yang kuambil adalah obat untuk mempertahankan kehamilan.Dia terlalu pintar!"Obat itu, jangan-jangan obat kontrasepsi?"Uh!Saat aku sedang sangat tegang, tiba-tiba saja dia berkata seperti itu.Aku menatapnya dengan senyum kikuk, "Kamu terlalu banyak berpikir, obat itu cuma suplemen kalsium untuk kesehatan tubuh.""Lalu kenapa kamu tidak pernah hamil?" Dia terus menatapku lekat-lekat, seolah ingin mendapatkan jawaban pasti dari pertanyaan ini.Dia juga tidak berpikir, pertanyaan
"Aku ... aku tidak bilang begitu. Maksudku, tidak bisa punya anak belum tentu masalah perempuan.""Pokoknya, aku tidak mau pergi ke rumah sakit untuk diperiksa."Ini jelas bukan kelakar, kalau benar ke rumah sakit, bagaimana aku bisa menyembunyikan fakta bahwa aku sedang hamil?Zayn menatapku dan tertawa dingin, "Aku sudah periksakan diriku ke dokter. Tidak ada masalah apa pun. Bahkan, kualitas spermaku lebih baik dari rata-rata."Kalimat terakhir itu membuat wajahku memerah.Yang membuatku kesal, dia mengatakannya dengan wajah sangat serius.Namun, aku benar-benar tidak menyangka, dia sampai memeriksakan hal itu ke dokter. Sepertinya, demi neneknya, dia sangat ingin punya anak secepatnya."Jadi ...." Zayn mendekatkan dirinya ke depan, menatapku dengan tatapan tajam, "Kita sudah lakukannya berkali-kali, tapi kamu tetap tidak hamil. Pasti ada sesuatu yang salah."Aku mengepalkan tangan erat-erat, makanan lezat di depanku tiba-tiba tidak lagi menggugah selera.Bagaimana ini?Aku jelas ti
Zayn memotong ucapanku dengan suara tenang.Dia menatapku dingin, "Kamu bersikeras untuk tidak mengandung anakku, apa karena kamu takut setelah punya anak, kamu akan terikat dan tidak bisa tinggalkan aku?"Aku langsung terdiam.Pria ini benar-benar pandai menebak.Dia terus menatapku tajam dan bertanya, "Apa aku benar? Alasanmu tidak mau mengandung anakku memang karena itu?""Tentu saja bukan." Aku buru-buru berkata tanpa berpikir panjang, "Walau aku punya anak, kalau aku mau pergi, aku tetap akan pergi. Anak tidak mungkin mengikatku."Zayn tiba-tiba tertawa pelan, mata penuh dengan ejekan dan kekecewaan.Dia mencibir dingin, "Lihatlah, Audrey yang besar hati ini memang tidak punya perasaan, bahkan bisa meninggalkan darah dagingnya sendiri."Nada bicaranya penuh dengan kebencian, seolah aku benar-benar sudah melakukan hal seperti itu, meninggalkan suami dan anak.Aku mengatupkan bibirku dengan erat, "Lagi pula, aku masih muda, masih mau menikmati hidup. Aku tidak mau punya anak sekaran
Aku benar-benar kehabisan kata-kata, pria ini jelas-jelas sengaja."Kalau begitu, panggil saja sopir pengganti," ujarku padanya.Dia mengernyit dalam-dalam, ekspresinya sudah menunjukkan tanda-tanda ketidaksabaran.Hatiku terasa perih.Saat menunggu Cindy, dia begitu sabar."Cepat masuk mobil!"Dia bersandar di kursi, menatapku. Ketidaksabaran di wajahnya seolah-olah menyiratkan, jika aku menunda satu detik lagi, dia akan marah.Aku benar-benar ingin melawan, tetapi tidak berani. Akhirnya, aku hanya bisa berjalan memutari mobil dan duduk di kursi pengemudi dengan patuh.Aku menyalakan mesin dan bertanya, "Kamu sekarang tinggal di mana? Aku antar kamu pulang dulu, baru aku pulang sendiri."Zayn melirikku dengan dingin, "Apa kamu sengaja mencari masalah denganku?""Aku tidak, kok. Kalau begitu, menurutmu bagaimana? Masa ya, seorang bos besar sepertimu mau tidur di kontrakan kecilku yang jelek?""Apa salahnya?"Pria itu dengan santainya menjawab, tetapi jantungku langsung berdegup kencang
Hatiku tiba-tiba panik, aku meronta dan berkata, "Turunkan aku! Aku bisa jalan sendiri!""Dengan sifatmu yang suka ulur-ulur waktu, kalau tunggu kamu jalan, semalaman kita tidak akan tidur."Pria ini tampan dan luar biasa, auranya elegan dan terhormat.Melihatnya tampangnya, siapa bisa menyangka dia ternyata begitu bergairah, bahkan tidak tahu malu.Aku hanya bisa memakinya dalam hati.Tiba-tiba dia menundukkan pandangannya, menatapku dengan senyum mengejek dan bertanya, "Lihat wajahmu yang penuh ketidakrelaan ini, tidur denganku benar-benar buat kamu tersiksa, ya?"Aku memalingkan wajah, bahkan tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.Dia tertawa dingin, nada bicaranya tiba-tiba menjadi keras, "Meski kamu tidak mau, tidak ada yang bisa kamu lakukan. Kamu sendiri yang memancingku, jadi seumur hidup ini, jangan pernah bermimpi untuk kabur!"Nada suaranya terdengar sadis.Hatiku bergetar mendengarnya.Ketegasan itu seperti sebuah janji bahwa dia tidak akan berhenti sampai kematian memisah
"Zayn ...."Aku menatapnya dengan wajah memelas, "Aku hari ini tidak enak badan. Bisakah kamu lepaskan aku kali ini?""Tidak enak badan, ya?"Dia duduk di depanku, menatapku dengan wajah penuh perhatian, "Apa yang sakit?""Perut ...." Aku buru-buru menjawab, "Perutku sakit, mungkin tadi makan terlalu banyak, tidak bisa dicerna, pokoknya sakit sekali.""Oh ...."Zayn memainkan ujung rambut panjangku yang jatuh di bahu dan berkata, "Kalau begitu, kita pergi ke rumah sakit untuk periksa, ya.""Ke ... ke rumah sakit?""Benar, periksa dengan baik supaya aku tenang."Sambil berkata begitu, dia berdiri dan mengambil setelan baju bersih dari lemari, dengan serius menggantinya."Bangunlah."Dia mengenakan kemeja sambil mengancingkannya, lalu berkata padaku, "Dari sini ke rumah sakit juga tidak jauh. Kita periksa perutmu dulu, sekalian lakukan pemeriksaan menyeluruh."Aku hampir menangis.Pria ini benar-benar jahat!Melihat aku masih belum bergerak, dia mengangkat alisnya, "Kenapa? Bukannya tadi
Saat ini, kami benar-benar saling terbuka, bahkan dalam keadaan yang sangat sadar.Aku berbaring dengan kepalaku di salah satu lengannya, sementara lengan lainnya melingkar di pinggangku.Tubuhku tegang, tak berani bergerak sedikit pun.Matanya yang setengah terbuka menatapku. Suaranya serak dan malas, "Kenapa?"Aku yang seluruh tubuhnya ada dalam pelukannya, kedua tanganku tak tahu harus ke mana. Sedikit saja aku bergerak, ujung jariku langsung menyentuh dadanya yang panas.Dengan gugup aku berkata terbata-bata, "Alarmnya sudah berbunyi. Sudah jam tujuh. Aku harus bangun untuk bekerja."Suara alarm masih berbunyi dengan riang.Zayn sedikit mengerutkan alis, lalu meraih ponselku dari atas tubuhku dan mematikan alarm itu.Dia memelukku erat, lalu dengan santai berkata, "Tidur sebentar lagi."Aku mencoba bangun sambil menggelengkan kepala, "Tidak, aku masih harus pergi bekerja.""Bekerja apa? Itu kan perusahaanku. Aku izinkan kamu libur sehari," katanya dengan santai, sambil memejamkan m
Malam ini, aku susah tidur.Saat bangun keesokan harinya, aku merasa tidak enak badan.Arya pertama-tama mengajakku ke tempat terdekat untuk sarapan lalu mengantarku kembali ke Kota Jenara.Saat mobil memasuki kawasan perkotaan Kota Jenara, Arya bertanya padaku, "Mau ke mana?"Aku menundukkan mataku sambil melihat ke arah ponselku.Aku mengirim pesan kepada Zayn di pagi hari, tapi Zayn tidak membalas. Zayn juga tidak menjawab teleponku.Tidak ada pesan atau tanda panggilan di telepon, senyap seakan-akan tidak ada internet.Aku memandang ke luar jendela dengan sedih, tidak tahu harus ke mana.Zayn jelas tidak ingin memperhatikanku. Jika aku menemuinya sekarang, mungkin Zayn tidak mau bertemu denganku.Arya melirikku sambil menghela napas. "Kamu tidak tahu harus pulang ke mana, jadi sebaiknya kamu temani aku menemui Yosef lebih dulu."Aku tercengang. "Kamu ... akan menemui Yosef?"Arya tidak mengatakan apa-apa, hanya memutar balik mobilnya dan melaju menuju penjara.Aku memandangi wajahn
Namun ketika aku mengejarnya, Zayn sudah masuk ke dalam mobil.Aku bergegas menghampiri, tapi Zayn langsung menyalakan mobilnya dan mobil itu melaju dengan sangat cepat."Zayn!"Aku meneriakkan namanya keras-keras dari belakang mobil, sambil merasakan keluh kesah yang amat dalam di hatiku.Zayn tidak mendengarkan penjelasanku.Zayn sama sekali tidak mau mempercayai apa yang aku katakan.Entah seberapa keras aku meyakinkannya bahwa dialah satu-satunya orang yang kucintai, dia tetap saja tidak percaya.Tiba-tiba aku tidak tahu harus berbuat apa?Aku tidak yakin sejauh mana kurangnya kepercayaan padaku ini berlanjut.Aku melihat bagian belakang mobil menghilang di balik kegelapan malam, air mata langsung mengaburkan pandanganku.Bukankah Zayn bilang dirinya menyukaiku?Kenapa tidak percaya padaku?"Audrey?"Arya akhirnya kembali. Arya keluar dari mobil dengan tergesa-gesa dan dengan cemas membalikkan badanku. "Kenapa kamu keluar dengan pakaian yang tipis? Apa yang terjadi?""Zayn barusan
Zayn akhirnya berbicara, suaranya tegang, tapi mengatakan kata-kata yang tidak dapat aku mengerti.Aku mengerutkan kening sambil menatapnya. "Ingat apa?""Masa lalumu dengan Arya saat kamu masih muda."Aku segera menggelengkan kepalaku. "Tidak, aku baru sadar setelah aku datang ke sini bahwa aku bertemu denganmu di kota ini, rumahmu juga sangat dekat dengan rumah nenekku."Zayn menatapku tanpa berkedip, matanya yang gelap membuatku merasa sedikit gelisah.Aku memeluk lengannya, suaraku pun menjadi lembut. "Zayn, ada apa denganmu? Apa kamu tidak suka aku keluar sendirian dengan Arya?"Kalau begitu aku tidak akan pergi keluar dengannya lagi, tolong jangan marah ya?""Bagaimana dengan lukamu? Bagaimana bisa kamu kabur begitu saja dari rumah sakit?"Sambil berkata demikian, aku membuka pakaiannya lalu memandangi lukanya dengan cemas.Untungnya lukanya tidak terbuka kali ini, kain kasa terbalut dengan rapat.Namun, Arya terluka parah, kenapa tidak tinggal di rumah sakit saja dan untuk datan
Zayn tidak mungkin bisa tidur seharian tanpa mengecek ponselnya.Aku mendesah lalu mengiriminya pesan.[ Kamu sedang apa?]Lumayan lama tidak ada jawaban dari Zayn.Aku menatap ponsel, berencana menunggu beberapa menit lagi. Zayn tidak menjawab, tapi aku tertidur.Aku merasa pusing, kepalaku terasa akan meledak.Aku meringkuk dalam selimut, memejamkan mata dan tak lama kemudian tertidur.Mungkin karena aku berada di tempat baru yang asing jadi tidak merasa cukup aman, jadi aku tidur dengan sangat tidak nyaman.Selalu ada berbagai suara yang terngiang di telingaku.Suara-suara itu aneh serta begitu mendesak."Lari, Audrey, cepat lari ....""Bagaimana denganmu? Ayo lari bersama ke kota.""Hehe, kedua anak ini tampan sekali, mereka pasti akan laku keras, cepat tangkap mereka! Jangan biarkan mereka kabur."Entah aku sedang bermimpi atau apa, tapi rasanya seperti ada film yang diputar di kepalaku, dengan gambar-gambar yang tak terhitung jumlahnya melintas.Gambarnya buram serta berantakan.
Aku tidak mengatakan apa pun.Arya cemberut, melangkah mundur dan mendorong pintu kamar Zayn.Di musim hujan, hari dengan cepat menjadi gelap, di luar pun sudah gelap.Saat pintu terbuka, ruangan menjadi gelap.Arya menyalakan lampu.Aku melihat ruangannya sederhana dan rapi.Meja di dekat jendela dipenuhi tumpukan buku, ada lampu meja kecil di atas meja, menciptakan suasana semangat belajar yang kuat.Zayn seharusnya sudah kembali ke Keluarga Hale sejak lama dan tidak kembali ke sini selama bertahun-tahun.Namun, ruangan itu masih sangat bersih, tidak ada debu sama sekali.Aku berjalan ke meja untuk membolak-baliknya.Pekerjaan rumah dan catatan Zayn sebelumnya langsung terlintas di mataku.Tulisan tangan Zayn indah sejak saat itu, terlihat tegak, bersih serta rapi.Aku menatap kursi di depan meja, tanpa sadar dalam pikiranku muncul gambaran seorang pemuda yang tengah membungkuk di atas meja sambil memeriksa pekerjaan rumahnya. Aku akhirnya tersenyum.Suara Arya tiba-tiba menyadarkank
Aku mengambil bingkai foto itu, menatap orang di dalam foto itu dengan rasa tidak percaya.Dilihat dari foto ini saja, sepertinya aku sangat menyukai Arya dan tidak menyukai Zayn saat itu.Zayn tampaknya juga tidak menyukaiku."Ayo kita ke atas," kata Arya sambil membungkuk membersihkan koridor.Aku menyimpan semua potret itu dan mengikutinya ke atas.Meskipun aku tidak tinggal lama di rumah nenekku, rumah bobrok ini menyimpan banyak kenangan indah tentangku.Sebelum kembali ke sini, aku tidak punya perasaan apa pun.Begitu kembali ke sini, semua kenangan itu kembali membanjiri pikiranku. Kehangatan serta keindahan yang tak akan pernah bisa kembali akhirnya berubah menjadi kesedihan, membekas di rumah bobrok ini.Tanaman pot di balkon sudah lama mati. Aku masih ingat saat itu aku meminta Nenek membelikannya untukku.Aku membuka jendela balkon, debu pun beterbangan.Arya datang untuk membantuku mengipasi debu.Arya berdiri di sampingku, menatap ke kejauhan sambil bergumam, "Kota ini ban
Pintu kayu itu sudah bengkok dan jatuh setelah didorong. Debu beterbangan di mana-mana hingga menghalangi pandangan.Arya berdiri di hadapanku, terlebih dahulu menyingkirkan rumput liar di halaman.Arya membawaku ke dalam, pemandangan yang familier itu membawa kembali banyak kenangan.Keindahan dalam pikiranku sangat kontras dengan pemandangan menyedihkan di hadapanku, hatiku pun mulai merasa sedih.Nenek sudah tiada, tidak akan pernah bisa mendapatkan kehangatan serta keindahan itu lagi.Ada pohon jeruk di halaman. Pohon itu sudah tumbuh sangat besar, ada jejak buah jeruk yang jatuh hingga busuk di tanah.Arya berdiri di samping pohon jeruk dan berkata dengan heran, "Pohon ini masih ada."Aku menatapnya dengan bingung. "Kenapa kamu bilang begitu?""Karena aku yang menanamnya." Arya tersenyum padaku lalu menambahkan, "Kamu dan aku yang menanamnya bersama."Aku terkejut dan bertanya, "Kita menanamnya?"Arya mengangguk, alisnya tampak mengenang seakan-akan sedang mengingat sesuatu.Seper
Setelah melihat hal ini, Rani tidak memaksa lagi dan segera berkata padaku serta Arya, "Kalian semua sudah melihatnya, dia memang bersujud di kuburan ini. Saat kalian kembali nanti, kalian harus meminta Zayn untuk mencabut gugatannya.""Benarkah?"Tatapan dingin Arya tertuju pada Anto.Arya mengembuskan asap rokok dan tertawa, "Kenapa Pak Anto tampak sangat enggan? Apa begitu sulit minta maaf pada ayahku?"Ayahnya melotot dingin ke arah Arya. "Aku sudah bersujud, apa lagi yang kamu inginkan?""Ya, kamu memang sudah berlutut, tapi aku rasa ayahku tidak akan menerima permintaan maaf yang terpaksa ini.""Sepertinya aku harus bicara dengan Zayn agar jangan begitu mudah mencabut gugatannya ...."Setelah mendengar ini, Rani menjadi cemas dan dengan cepat menarik lengan Anto lalu berteriak, "Cepatlah berlutut, akui kesalahanmu! Aku sudah lama bilang padamu bahwa kamu harus tulus! Cepatlah!"Ah!" Ayahnya mendorong Rani dengan kesal dan melotot ke arah Arya.Arya tersenyum acuh tak acuh. "Kami
Kedua sosok itu adalah Anto dan Rani.Ayahnya menatap makam di depannya dengan ekspresi kaku.Rani mendorongnya dengan keras, seolah mendesaknya untuk segera berlutut.Ayahnya memasang ekspresi muram, seolah sudah bertahan sekian lama, sebelum akhirnya berlutut perlahan.Rani segera mengeluarkan ponsel untuk mengambil foto, seolah-olah ingin menyimpannya sebagai bukti untuk ditunjukkan pada Zayn.Arya melihat pemandangan di depannya dan tiba-tiba tertawa, nada bicaranya penuh dengan ejekan."Lihat, pria tua ini sangat mencintai putra bungsunya.""Orang egois seperti dia bahkan rela berlutut di makam ayahku demi putra bungsunya.""Haha, sejujurnya, aku merasa sedikit simpatik terhadap Zayn. Keberadaannya sungguh menyedihkan."Aku merasa sangat tidak nyaman saat mendengar ini.Aku segera berkata, "Keberadaannya sama sekali tidak menyedihkan. Aku mencintainya, itu sudah cukup."Tangan Arya yang memegang kemudi tiba-tiba mengencang.Tiba-tiba Arya menatapku dengan serius, matanya dipenuhi