Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu.Aku terbangun sambil menatap kosong ke ruangan asing di depanku.Butuh beberapa saat bagi aku untuk menyadari bahwa ini adalah rumah yang baru saja aku sewa.Aku mengeluarkan ponselku untuk melihat waktu. Ternyata aku baru tertidur sekitar dua puluh menit.Tok, tok, tok!Ada ketukan lagi di pintu.Tiba-tiba aku teringat bahwa aku baru saja memesan makanan, aku pun buru-buru berlari untuk membuka pintu.Saat pintu terbuka, Zayn yang tampak ganas muncul di hadapanku.Aku melotot dan menatapnya dengan tidak percaya.Ini rumah yang baru saja aku sewa. Bagaimana Zayn bisa menemukannya dengan begitu cepat?Apa sekarang aku sedang bermimpi?Diam-diam aku mencubit daging pahaku.Ah!Sakit!Bukan mimpi!Zayn benar-benar datang!Namun, bukankah Zayn pergi makan malam bersama Cindy?Aku baru menyewa rumah itu kurang dari setengah jam yang lalu. Bagaimana Zayn bisa menemukannya begitu dengan cepat?Mungkinkah Zayn mengikutiku?Saat aku terkejut, Zayn mengulurk
Aku tidak ingin menebak-nebak pada pria yang berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi seperti Zayn.Aku berkata dengan sikap yang dingin, "Balas dendammu sudah cukup. Jangan berpikir untuk menyerang keluargaku lagi.""Haha!"Zayn tertawa dan berkata dengan sikap yang dingin, "Apa menurutmu aku memberikan sebuah vila dan mengambil kembali keluargamu karena aku ingin fokus membalas dendam padamu?""Bukankah begitu?""Haha!" Zayn tertawa lagi, tiba-tiba meraih kerah bajuku dan berkata, "Kalau begitu biar aku beritahu, kalau aku benar-benar ingin membunuhmu, akan lebih mudah dari pada membunuh semut! Mana mungkin akan bermain-main dulu."Zayn mengerutkan kening lagi.Tentu saja aku percaya dengan apa yang dia katakan.Sekarang status keluarga kami sangat berbeda dengannya, jika Zayn ingin kami menghilang dari Kota Jenara, pasti akan melakukannya dengan mudah dan cepat.Jadi, jika tidak memberiku vila untuk membalas dendam, lalu bagaimana Zayn bisa tiba-tiba begitu baik?Aku menatap matanya
Kepalaku terasa bergetar, aku segera mendorong pria di depanku menjauh.Benar-benar tidak tahu malu.Zayn melecehkanku, bahkan tidak menutup pintu.Aku sedang memesan makanan!Aku melihat pengantar makanan berdiri di depan pintu dengan ekspresi malu di wajahnya lalu berkata padaku, "Maaf ... Ini makanannya."Pipiku memerah sehingga aku tidak berani mengangkat kepalaku.Sedangkan Zayn.Zayn duduk di sofa sambil meluruskan kemejanya yang kusut seolah tidak terjadi apa-apa, ekspresinya pun terlihat sangat tenang.Pengantar barang juga merasa malu dan memanggil lagi, "Halo, ini makananmu""Oh, oh ...." Aku berdiri dengan canggung lalu pergi mengambilnya.Setelah menyerahkan makanan itu padaku, dia berkata dengan malu, "Maaf mengganggu kalian, lain kali jangan lupa tutup pintu."Setelah mengatakan itu, Zayn berlari dengan cepat.Aku menutup pintu karena malu dan berbalik menatap ke arah sofa.Namun, Zayn hanya bersandar di sofa sambil tersenyum.Sekarang aku tahu bahwa Zayn benar-benar tida
Aku menarik ujung bajuku dan masih ingin menolak.Zayn tiba-tiba mencondongkan tubuh ke telingaku dan tertawa dengan ambigu, "Tidak apa-apa kalau tidak mau pergi. Kita bisa terus melakukan urusan yang belum kita selesaikan tadi."Tentu saja aku tahu apa yang dia maksud dengan ‘urusan yang belum selesai’.Aku memelototinya dengan marah. Mesum!"Zayn tertawa lalu berjalan keluar.Aku menghela napas, mengambil ponsel dan tasku dan mengikutinya.Mobil Zayn diparkir di lantai bawah.Setelah masuk ke dalam mobil, Zayn berjalan ke arah lain dan tidak melewati gang yang ramai tadi.Setelah melewati beberapa gang yang sepi, mobil segera menyatu dengan jalur utama yang lalu lintasnya padat.Kota yang ramai langsung terlihat, seolah kawasan tadi adalah dunia lain.Aku memandangnya sambil bertanya, "Bagaimana kamu tahu di mana rumah yang aku sewa?""Tidak ada apa pun di dunia ini yang tidak aku ketahui, jadi, Audrey, jangan berpikir untuk menyembunyikannya lagi. Kalau tidak, aku akan benar-benar m
Raut wajahku menjadi suram.Zayn selalu berbicara begitu keras.Alangkah baiknya jika kalimat 'kamu juga teman tidurku' dihilangkan.Pelayan di pintu restoran dengan cepat datang menyambut dan mengambil kunci mobil Zayn dengan penuh perhatian."Pak Zayn, selamat datang, selamat datang."Mereka juga melihat aku, tapi mengabaikan dan menatapku dengan sedikit jijik.Aku menggerakkan bibirku dengan sinis.Dunia ini sangat aneh.Aku pikir saat itu, aku adalah anggota VIP di sini.Setiap kali aku datang bersama Dorin atau keluargaku, mereka semua menghormati aku, bahkan memanggilku Nona Audrey.Saat itu, sikap mereka terhadap Zayn sangat berbeda dengan sekarang.Aku ingat suatu kali, pada hari ulang tahun Dorin, kami makan di sini.Dorin mengundang banyak teman, baik pria maupun wanita, aku juga kenal sebagian besar dari mereka.Dorin senang dan mengambil beberapa foto untuk diposting di Whatsapp.Aku ingat fotoku dan teman sekelasku sedang minum sambil bermain.Aku tidak ingat persis apa pe
Namun anehnya ketika restoran ini memperlakukannya seperti itu, dengan temperamennya yang pantang menyerah, kenapa Zayn tidak menimbulkan masalah apa pun pada restoran ini?Sekarang kalau dipikir-pikir, kenapa Zayn sepertinya membalas dendam padaku sendirian?Tanpa sadar aku mulai bertanya-tanya, mungkinkah aku seburuk itu padanya?Sambil mengingat masa lalu, Zayn sudah membawaku ke sebuah tempat duduk yang elegan.Zayn menyodorkan menunya padaku. "Pesan saja apa yang kamu makan."Aku sudah sangat lapar. Aku sudah makanan di sini sangat lezat jadi membuat aku semakin lapar.Aku tidak mau sungkan padanya, mengambil menunya dan langsung memesan salah satu hidangan favoritku sebelumnya.Setelah memesan, Zayn mengerutkan kening dan menatapku. "Hanya satu hidangan?"Tanpa sadar aku bertanya, "Bukankah kamu sudah makan bersama Cindy?"Setiap hidangan di sini mahal, aku tidak bisa makan banyak, jadi jika memesan terlalu pasti akan sia-sia.Zayn mengerutkan kening dan mengambil kembali menunya
Aku sedang minum sup.Begitu mendengar ucapannya, aku hampir menyemburkan sup yang ada di mulutku.Zayn dengan tenang menyodorkan selembar tisu padaku, tatapannya yang tajam mengunci pandanganku.Aku berusaha tetap tenang sambil mengelap mulut, lalu aku berkata, "Bagaimana aku tahu, yang jelas aku memang tidak hamil."Zayn mengerutkan kening, sepasang matanya seolah-olah ingin menembus tubuhku, "Waktu itu, kamu diam-diam ambil obat di rumah sakit ...."Hatiku langsung menegang, jangan-jangan dia menduga obat yang kuambil adalah obat untuk mempertahankan kehamilan.Dia terlalu pintar!"Obat itu, jangan-jangan obat kontrasepsi?"Uh!Saat aku sedang sangat tegang, tiba-tiba saja dia berkata seperti itu.Aku menatapnya dengan senyum kikuk, "Kamu terlalu banyak berpikir, obat itu cuma suplemen kalsium untuk kesehatan tubuh.""Lalu kenapa kamu tidak pernah hamil?" Dia terus menatapku lekat-lekat, seolah ingin mendapatkan jawaban pasti dari pertanyaan ini.Dia juga tidak berpikir, pertanyaan
"Aku ... aku tidak bilang begitu. Maksudku, tidak bisa punya anak belum tentu masalah perempuan.""Pokoknya, aku tidak mau pergi ke rumah sakit untuk diperiksa."Ini jelas bukan kelakar, kalau benar ke rumah sakit, bagaimana aku bisa menyembunyikan fakta bahwa aku sedang hamil?Zayn menatapku dan tertawa dingin, "Aku sudah periksakan diriku ke dokter. Tidak ada masalah apa pun. Bahkan, kualitas spermaku lebih baik dari rata-rata."Kalimat terakhir itu membuat wajahku memerah.Yang membuatku kesal, dia mengatakannya dengan wajah sangat serius.Namun, aku benar-benar tidak menyangka, dia sampai memeriksakan hal itu ke dokter. Sepertinya, demi neneknya, dia sangat ingin punya anak secepatnya."Jadi ...." Zayn mendekatkan dirinya ke depan, menatapku dengan tatapan tajam, "Kita sudah lakukannya berkali-kali, tapi kamu tetap tidak hamil. Pasti ada sesuatu yang salah."Aku mengepalkan tangan erat-erat, makanan lezat di depanku tiba-tiba tidak lagi menggugah selera.Bagaimana ini?Aku jelas ti
Malam ini, aku susah tidur.Saat bangun keesokan harinya, aku merasa tidak enak badan.Arya pertama-tama mengajakku ke tempat terdekat untuk sarapan lalu mengantarku kembali ke Kota Jenara.Saat mobil memasuki kawasan perkotaan Kota Jenara, Arya bertanya padaku, "Mau ke mana?"Aku menundukkan mataku sambil melihat ke arah ponselku.Aku mengirim pesan kepada Zayn di pagi hari, tapi Zayn tidak membalas. Zayn juga tidak menjawab teleponku.Tidak ada pesan atau tanda panggilan di telepon, senyap seakan-akan tidak ada internet.Aku memandang ke luar jendela dengan sedih, tidak tahu harus ke mana.Zayn jelas tidak ingin memperhatikanku. Jika aku menemuinya sekarang, mungkin Zayn tidak mau bertemu denganku.Arya melirikku sambil menghela napas. "Kamu tidak tahu harus pulang ke mana, jadi sebaiknya kamu temani aku menemui Yosef lebih dulu."Aku tercengang. "Kamu ... akan menemui Yosef?"Arya tidak mengatakan apa-apa, hanya memutar balik mobilnya dan melaju menuju penjara.Aku memandangi wajahn
Namun ketika aku mengejarnya, Zayn sudah masuk ke dalam mobil.Aku bergegas menghampiri, tapi Zayn langsung menyalakan mobilnya dan mobil itu melaju dengan sangat cepat."Zayn!"Aku meneriakkan namanya keras-keras dari belakang mobil, sambil merasakan keluh kesah yang amat dalam di hatiku.Zayn tidak mendengarkan penjelasanku.Zayn sama sekali tidak mau mempercayai apa yang aku katakan.Entah seberapa keras aku meyakinkannya bahwa dialah satu-satunya orang yang kucintai, dia tetap saja tidak percaya.Tiba-tiba aku tidak tahu harus berbuat apa?Aku tidak yakin sejauh mana kurangnya kepercayaan padaku ini berlanjut.Aku melihat bagian belakang mobil menghilang di balik kegelapan malam, air mata langsung mengaburkan pandanganku.Bukankah Zayn bilang dirinya menyukaiku?Kenapa tidak percaya padaku?"Audrey?"Arya akhirnya kembali. Arya keluar dari mobil dengan tergesa-gesa dan dengan cemas membalikkan badanku. "Kenapa kamu keluar dengan pakaian yang tipis? Apa yang terjadi?""Zayn barusan
Zayn akhirnya berbicara, suaranya tegang, tapi mengatakan kata-kata yang tidak dapat aku mengerti.Aku mengerutkan kening sambil menatapnya. "Ingat apa?""Masa lalumu dengan Arya saat kamu masih muda."Aku segera menggelengkan kepalaku. "Tidak, aku baru sadar setelah aku datang ke sini bahwa aku bertemu denganmu di kota ini, rumahmu juga sangat dekat dengan rumah nenekku."Zayn menatapku tanpa berkedip, matanya yang gelap membuatku merasa sedikit gelisah.Aku memeluk lengannya, suaraku pun menjadi lembut. "Zayn, ada apa denganmu? Apa kamu tidak suka aku keluar sendirian dengan Arya?"Kalau begitu aku tidak akan pergi keluar dengannya lagi, tolong jangan marah ya?""Bagaimana dengan lukamu? Bagaimana bisa kamu kabur begitu saja dari rumah sakit?"Sambil berkata demikian, aku membuka pakaiannya lalu memandangi lukanya dengan cemas.Untungnya lukanya tidak terbuka kali ini, kain kasa terbalut dengan rapat.Namun, Arya terluka parah, kenapa tidak tinggal di rumah sakit saja dan untuk datan
Zayn tidak mungkin bisa tidur seharian tanpa mengecek ponselnya.Aku mendesah lalu mengiriminya pesan.[ Kamu sedang apa?]Lumayan lama tidak ada jawaban dari Zayn.Aku menatap ponsel, berencana menunggu beberapa menit lagi. Zayn tidak menjawab, tapi aku tertidur.Aku merasa pusing, kepalaku terasa akan meledak.Aku meringkuk dalam selimut, memejamkan mata dan tak lama kemudian tertidur.Mungkin karena aku berada di tempat baru yang asing jadi tidak merasa cukup aman, jadi aku tidur dengan sangat tidak nyaman.Selalu ada berbagai suara yang terngiang di telingaku.Suara-suara itu aneh serta begitu mendesak."Lari, Audrey, cepat lari ....""Bagaimana denganmu? Ayo lari bersama ke kota.""Hehe, kedua anak ini tampan sekali, mereka pasti akan laku keras, cepat tangkap mereka! Jangan biarkan mereka kabur."Entah aku sedang bermimpi atau apa, tapi rasanya seperti ada film yang diputar di kepalaku, dengan gambar-gambar yang tak terhitung jumlahnya melintas.Gambarnya buram serta berantakan.
Aku tidak mengatakan apa pun.Arya cemberut, melangkah mundur dan mendorong pintu kamar Zayn.Di musim hujan, hari dengan cepat menjadi gelap, di luar pun sudah gelap.Saat pintu terbuka, ruangan menjadi gelap.Arya menyalakan lampu.Aku melihat ruangannya sederhana dan rapi.Meja di dekat jendela dipenuhi tumpukan buku, ada lampu meja kecil di atas meja, menciptakan suasana semangat belajar yang kuat.Zayn seharusnya sudah kembali ke Keluarga Hale sejak lama dan tidak kembali ke sini selama bertahun-tahun.Namun, ruangan itu masih sangat bersih, tidak ada debu sama sekali.Aku berjalan ke meja untuk membolak-baliknya.Pekerjaan rumah dan catatan Zayn sebelumnya langsung terlintas di mataku.Tulisan tangan Zayn indah sejak saat itu, terlihat tegak, bersih serta rapi.Aku menatap kursi di depan meja, tanpa sadar dalam pikiranku muncul gambaran seorang pemuda yang tengah membungkuk di atas meja sambil memeriksa pekerjaan rumahnya. Aku akhirnya tersenyum.Suara Arya tiba-tiba menyadarkank
Aku mengambil bingkai foto itu, menatap orang di dalam foto itu dengan rasa tidak percaya.Dilihat dari foto ini saja, sepertinya aku sangat menyukai Arya dan tidak menyukai Zayn saat itu.Zayn tampaknya juga tidak menyukaiku."Ayo kita ke atas," kata Arya sambil membungkuk membersihkan koridor.Aku menyimpan semua potret itu dan mengikutinya ke atas.Meskipun aku tidak tinggal lama di rumah nenekku, rumah bobrok ini menyimpan banyak kenangan indah tentangku.Sebelum kembali ke sini, aku tidak punya perasaan apa pun.Begitu kembali ke sini, semua kenangan itu kembali membanjiri pikiranku. Kehangatan serta keindahan yang tak akan pernah bisa kembali akhirnya berubah menjadi kesedihan, membekas di rumah bobrok ini.Tanaman pot di balkon sudah lama mati. Aku masih ingat saat itu aku meminta Nenek membelikannya untukku.Aku membuka jendela balkon, debu pun beterbangan.Arya datang untuk membantuku mengipasi debu.Arya berdiri di sampingku, menatap ke kejauhan sambil bergumam, "Kota ini ban
Pintu kayu itu sudah bengkok dan jatuh setelah didorong. Debu beterbangan di mana-mana hingga menghalangi pandangan.Arya berdiri di hadapanku, terlebih dahulu menyingkirkan rumput liar di halaman.Arya membawaku ke dalam, pemandangan yang familier itu membawa kembali banyak kenangan.Keindahan dalam pikiranku sangat kontras dengan pemandangan menyedihkan di hadapanku, hatiku pun mulai merasa sedih.Nenek sudah tiada, tidak akan pernah bisa mendapatkan kehangatan serta keindahan itu lagi.Ada pohon jeruk di halaman. Pohon itu sudah tumbuh sangat besar, ada jejak buah jeruk yang jatuh hingga busuk di tanah.Arya berdiri di samping pohon jeruk dan berkata dengan heran, "Pohon ini masih ada."Aku menatapnya dengan bingung. "Kenapa kamu bilang begitu?""Karena aku yang menanamnya." Arya tersenyum padaku lalu menambahkan, "Kamu dan aku yang menanamnya bersama."Aku terkejut dan bertanya, "Kita menanamnya?"Arya mengangguk, alisnya tampak mengenang seakan-akan sedang mengingat sesuatu.Seper
Setelah melihat hal ini, Rani tidak memaksa lagi dan segera berkata padaku serta Arya, "Kalian semua sudah melihatnya, dia memang bersujud di kuburan ini. Saat kalian kembali nanti, kalian harus meminta Zayn untuk mencabut gugatannya.""Benarkah?"Tatapan dingin Arya tertuju pada Anto.Arya mengembuskan asap rokok dan tertawa, "Kenapa Pak Anto tampak sangat enggan? Apa begitu sulit minta maaf pada ayahku?"Ayahnya melotot dingin ke arah Arya. "Aku sudah bersujud, apa lagi yang kamu inginkan?""Ya, kamu memang sudah berlutut, tapi aku rasa ayahku tidak akan menerima permintaan maaf yang terpaksa ini.""Sepertinya aku harus bicara dengan Zayn agar jangan begitu mudah mencabut gugatannya ...."Setelah mendengar ini, Rani menjadi cemas dan dengan cepat menarik lengan Anto lalu berteriak, "Cepatlah berlutut, akui kesalahanmu! Aku sudah lama bilang padamu bahwa kamu harus tulus! Cepatlah!"Ah!" Ayahnya mendorong Rani dengan kesal dan melotot ke arah Arya.Arya tersenyum acuh tak acuh. "Kami
Kedua sosok itu adalah Anto dan Rani.Ayahnya menatap makam di depannya dengan ekspresi kaku.Rani mendorongnya dengan keras, seolah mendesaknya untuk segera berlutut.Ayahnya memasang ekspresi muram, seolah sudah bertahan sekian lama, sebelum akhirnya berlutut perlahan.Rani segera mengeluarkan ponsel untuk mengambil foto, seolah-olah ingin menyimpannya sebagai bukti untuk ditunjukkan pada Zayn.Arya melihat pemandangan di depannya dan tiba-tiba tertawa, nada bicaranya penuh dengan ejekan."Lihat, pria tua ini sangat mencintai putra bungsunya.""Orang egois seperti dia bahkan rela berlutut di makam ayahku demi putra bungsunya.""Haha, sejujurnya, aku merasa sedikit simpatik terhadap Zayn. Keberadaannya sungguh menyedihkan."Aku merasa sangat tidak nyaman saat mendengar ini.Aku segera berkata, "Keberadaannya sama sekali tidak menyedihkan. Aku mencintainya, itu sudah cukup."Tangan Arya yang memegang kemudi tiba-tiba mengencang.Tiba-tiba Arya menatapku dengan serius, matanya dipenuhi