Sepertinya dia tidak pernah mendapatkan telepon dari Lydia. Tony diam sesaat dan berkata, “Dulu saya pernah kasih tahu, tapi Bapak bilang hal kecil seperti itu jangan dibahas lagi. Selain itu Bapak juga bilang di hadapan saya dan Bu Lydia kalau masalah di Clear Villa selain tentang Bu Olivia, bisa langsung ke saya saja. Makanya Bu Lydia nggak langsung telepon Bapak.”Suaranya semakin lama semakin kecil. Sepertinya dia bisa merasakan emosi Dylan yang semakin meningkat. Lelaki itu memijat keningnya karena teringat akan kejadian tersebut. Kala itu isi pikirannya penuh dengan sosok Olivia yang sedang kehilangan banyak darah dan tengah dilakukan pertolongan pertama. Dia mengabaikan mata yang awalnya penuh harap hingga sekarang berubah dingin.Dylan hanya memberikannya sebuah status pernikahan dan mulai bisa mengambil hati dan darah perempuan itu sesuka hati. Mendadak hatinya sakit dan rasanya dia kesulitan bernapas. Dylan akhirnya mengerti kenapa sikap Lydia yang penuh hati-hati hingga beru
Lydia melirik Shinta yang merasa aneh dan terlihat dia juga tidak tahu ada orang lain. Keduanya berpandangan sejenak sebelum masuk. Dia tersenyum pada Kevin dan berkata, “Makan malam kali ini bukan jebakan, kan?”Kevin mengibaskan tangannya sambil melihat ke arah Dylan dan Lydia.“Aku juga hanya bantuin orang. Maafkan kelancanganku, tapi aku bilang dulu kalau aku akan berusaha netral. Aku nggak akan ikut campur urusan kalian berdua. Untuk menunjukkan permintaan maafku, setelah kalian selesai bicara, aku akan pergi survey ruang analisis yang baru dibangun. Aku percaya Bu Lydia pasti akan tertarik.”Dia memang tertarik, tetapi sungguh tidak enak sekali rasanya dibohongi orang. Lydia memasang raut datar dan melihat ke arah Dylan dengan kening berkerut sambil berkata, “Pak, kalau mau bahas masalah pipa tembakau, kita nggak perlu lanjutkan lagi.”“Lydia, hari ini Kakek mencarimu dan ngomong banyak omongan jelek. Aku harap kamu jangan simpan di hati,” ujar Dylan sambil menatapnya.Dia tahu b
Dylan merasa dadanya sesak. Matanya menggelap seketika. Dia tidak tahu kalau Lydia begitu pintar memainkan biola dan tidak tahu begitu jago merokok.“Dulu aku takut kamu nggak suka makanya nggak pernah menunjukkannya di hadapanmu. Otomatis kamu nggak pernah melihatnya.”Setiap kali selesai donor darah, tubuhnya sangat lemah dan Dylan menemani Olivia. Hanya rokok yang menemani Lydia. Hari-harinya yang begitu sulit membuat perempuan itu berteman baik dengan nikotin.Lydia menarik ujung bibirnya dan tatapannya terlihat sedikit sedih ketika mengingat kejadian itu. Akan tetapi hanya berlangsung satu detik saja dan kembali normal. Dia menatap Dylan yang menunduk sambil tersenyum penuh arti.“Mau dengar syaratku?”Tanpa menunggunya menjawab, Lydia langsung berkata, “Seberapa banyak darah yang aku donor untuk Olivia, minta dia kembalikan juga sebanyak itu. Kalau dalam satu kali nggak bisa dikembalikan hingga lunas, bisa dua atau tiga kali. Pokoknya dalam satu tahun harus lunas.”“Apa?!” Dylan
Kevin mengangkat alisnya dan berkata, “Bagaimanapun aku yang lancang. Kalau bersedia, Ibu boleh ikut aku. Nggak semua orang bisa melihat tim analisis pengembangan teknologi inti.”Tanpa berpikir panjang Lydia langsung menyetujuinya. Dia perlu tahu teknologi penelitian terbaru dari Julist Group sehingga dia dapat dengan cepat memahami situasi pasar. Dengan begitu maka Lydia akan memiliki lebih banyak peluang dalam sektor kecerdasan buatan.Mereka bertiga berangkat bersama. Kevin berkata pada Shinta, “Bu Shinta nggak boleh ikut. Di sana merupakan rahasia tertinggi perusahaan. Tenang saja, aku akan mengantar Bu Lydia kembali dengan aman.”Shinta menatap Lydia dengan ragu. Sedangkan Lydia mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh Kevin sehingga dia mengangguk pada asistennya itu dan berkata, “Kamu kembali dulu, saya baik-baik saja.”“Baik, Bu.” Mereka berdua berangkat dengan mobil Kevin. Keduanya duduk di kursi penumpang bagian belakang dengan bagian jendela yang ditutupi secara penuh. Lyd
Lydia terdiam dan kemudian dengan riang menunduk dan menggendong harimau itu.“Harimau Kecil? Kamu lagi?”Harimau itu melompat di bahunya dan dengan lucu berkata, “Aku nggak kecil, aku ini harimau besar yang garang!”Lydia terbahak dan dia menoleh ke arah Kevin sambil bertanya, “Dia ingat denganku?”“Ingatannya memang sangat bagus. Dia nggak sama dengan harimau yang sungguhan. Kecilkan suaramu, jangan sampai dia dengar,” ujar Kevin sambil berbisik.“Aku sudah dengar! Nggak suka kamu lagi! cih!” kata harimau itu sambil membuang muka marah.Kevin mengusap hidungnya bingung. Pemuda dengan rambut gelombang itu mendekat dan berkata, “Kamu cewek cantik yang dia maksud?”Pemuda itu mengenakan kacamata hitam dan terlihat orang cerdas. Usianya yang baru 20 tahun membuatnya terlihat sangat dewasa.“Pengkhianat ini sombong sama kami katanya dia melihat perempuan yang cantik. Seleranya selalu tinggi sampai kami ingin lihat sendiri. Tiba-tiba kamu sudah datang saja.” Lydia tersenyum dan mengelus k
Di sana adalah foto kakaknya yang sedang mengambil medali. Ketika berusia 17 tahun, dia mendapatkan medali emas tertinggi di dunia bisnis. Mendadak kakaknya menjadi ilmuwan cerdas yang diperebutkan berbagai negara. Di foto tersebut dia terlihat sangat segar dan tertawa ceria.“Kamu kenal juga dengan dia?” tanya Amel dengan antusias. Kedua matanya tampak berbinar dan berkata, “Dia itu idolaku. Aku suka sekali dengan dia. Aku bisa bersyukur sekali kalau bisa langsung ketemu dengan orangnya!”Lydia diam sesaat. Kakak keduanya memang cukup terkenal di dunia bisnis. Akan tetapi sifatnya sedikit aneh dan tidak suka didekati oleh perempuan. Bahkan Rizal saja khawatir kakaknya itu akan menjadi perjaka tua.Amel terlihat bersemangat membagikan kelebihan Kenny pada Lydia. Dia menggandeng lengan Lydia dan berkata, “Kamu nggak merasa dia tampan? Jauh lebih tampan dari artis! Kira-kira bagaimana bentuknya waktu nggak pakai baju ya?”“Biasa saja,” gumam Lydia dengan suara kecil.Waktu kecil dia seri
Setelah menyimpan nomor Amel, Lydia menggendong harimau kecil keluar. Melihat perempuan itu keluar dengan begitu cepat membuat Kevin terlihat aneh. Lydia tertawa sambil mengangkat harimau kecil yang ada di tangannya.“Amel kasih dia ke aku, aku boleh bawa dia pergi?”Kevin terlihat terkejut kemudian tertawa dan berkata, “Tentu saja, itu barang pribadi dia dan nggak ada hubungannya dengan perusahaan. Kalau dia kasih ke kamu, kamu boleh membawanya pergi.”Lelaki itu mendekat dan mengelus harimau kecil sambil berkata, “Sampai jumpa lagi pengkhianat, nggak boleh nakal.”“Cih! Akhirnya aku pergi dengan cewek cantik.”Kevin tertawa dan berkata, “Ayo, aku antar kamu pulang.”Begitu tiba di rumah, Lydia ingin menjalin hubungan lebih dekat dengan harimau kecil. Akan tetapi ponselnya berdering dan terlihat telepon video dari Liam.Harimau kecil tersebut langsung melihat ke sekitar saat baru masuk rumah. Melihat semua perabot rumahnya yang mewah membuat dia berdecak kagum sambil menggoyangkan eko
Lydia tengah bermain ponsel dan senyumannya tersungging tanpa bisa ditahan. Tiba-tiba terdengar orang yang berseru, “Dylan!”Perempuan itu mendongak tanpa sadar dan menatap ke arah sumber suara. Senyumannya berubah kaku karena terlihat sosok Olivia di sana. Dylan membawa Tony datang untuk menjemput perempuan itu. Olivia langsung memeluk tubuh Dylan dengan mata memerah. Punggung kedua orang itu membuat tatapan Lydia terasa tertusuk.Hati Lydia terasa perih tanpa sadar. Rasa tersebut timbul tanpa bisa dia tahan. Waktu di dunianya seperti berhenti berputar. Tiba-tiba sebuah tangan memeluk punggungnya dari belakang dan membawanya dalam pelukan. Aroma familiar tersebut membuatnya tersadar dan dia melihat ke arah sosok tersebut sambil berkata, “Kak! Sudah umur berapa masih suka kagetin orang saja.”Wajah tampan Liam ada di hadapannya. Dia mengenakan kacamata hitam dan mengangkat alisnya sambil berkata, “Sudah berani kamu! Kenapa baru datang setelah aku menunggu begitu lama?”“Wah! Itu Liam!
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa