Setelah Lydia selesai bicara, dia kembali ke ruangannya untuk memanggil Thomas dan pergi dari sana. Sebelum masuk mobil, dia teringat bahwa tas tangannya ketinggalan.Ketika Lydia hendak kembali, Thomas menahannya dan berkata, “Aku yang ambil, kamu tunggu di mobil.”Setelah itu Thomas langsung berjalan pergi. Lydia berpikir sebentar dan memilih untuk mengikuti lelaki itu. Namun dia justru bertemu dengan Dylan dan Lucas. Untuk menghindari masalah yang akan timbul, Lydia memutuskan untuk menunggu di luar pintu masuk saja.Lucas berdeham dan berkata, “Dengar-dengar katanya Olivia mau balik?”Dylan hanya berdeham saja.“Sudah cukup lama nggak bertemu dan ternyata cukup kangen sama dia. Meski dia salah, hukuman kamu lumayan berat. Sama orang sendiri seharusnya kamu maafkan dia saja,” kata Lucas.Keduanya berbincang sambil masuk ke mobil dan pergi dari sana. Lydia menatap lurus ke depan dengan perasaan sakit. Olivia dianggap orang sendiri, tetapi Lydia selalu dianggap orang asing oleh Dylan
Seketika dia seperti merasa Thomas menjadi sosok yang sangat memikat ketika lelaki itu serius. Hal itu membuatnya sedikit kehilangan fokus. Dia berbeda dengan pemuda yang tiga tahun lalu dia temui. Lydia sedikit kelabakan karena tidak ingin Thomas menyadarinya. Dia tidak ingin tenggelam lagi dalam perasaan cinta.“Ternyata kemampuan kamu merayu perempuan semakin hebat.”Thomas terdiam kemudian tersenyum sambil mundur satu langkah dan berkata, “Orang lain nggak berhak aku rayu.”“Benar juga, pacarmu saja ada di seluruh penjuru dunia dan orang lain yang bantu kamu bujuk dan rayu mereka,” ujar Lydia sambil bercanda. Tidak ada orang yang tidak tahu sifat seorang Thomas.Lelaki itu tertawa dan berkata, “Sudah berlalu, kamu juga tahu kalau itu semua palsu. Aku ini masih perjaka.”“Cukup, terima kasih sudah menghiburku. Aku bener-bener capek sekali.”Dia tidak boleh tenggelam dalam perhatian dan kelembutan lelaki, apalagi lelaki yang merupakan teman lamanya sendiri. Lydia tidak ingin kehilang
Baginya, tidak ada nona muda yang mengendarai mobil sendiri. Seharusnya didampingi oleh sopir pribadi. Dia merasa lalai karena melupakan hal ini. Lydia tertawa dan berkata, “Nggak perlu, Om. Aku bisa sendiri, tenang saja.”Dia tidak bicara lagi dan langsung mematikan sambungan telepon. Mobil melaju keluar dari garasi menuju kantor. Keadaan jalan juga tidak macet dan sangat lancar. Dia tidak mengerti kenapa mobil di sekitarnya bisa memberikan jalan padanya. Saat lampu merah, mobil-mobil sekitar seperti menjaga jarak beberapa meter darinya.Apakah karena dia perempuan yang mengendarai mobil?Saat tiba di kantor, dia menyerahkan kunci mobil pada sekuriti yang berjaga. Lydia masuk dan menemukan Lauren yang tengah menatapnya sinis dan penuh kebencian. Mendadak dia merasa aneh, apakah perempuan itu tahu kalau dia menyerahkan rekaman suara pada Nixon? Seharusnya tidak mungkin secepat ini.“Bu Lauren, sudah masuk jam kerja tapi kenapa nggak naik?”Lauren mendengus dan menatapnya sinis sambil b
Ruang rapat berubah menjadi hening selama satu menit penuh! Wajah Mulyono memucat karena tidak menyangka dengan respons Lydia. Dia membuka suaranya, “Bukannya-““Saya yakin hari ini semua orang di sini sudah mendapat kabar kalau selama Pak Nixon nggak ada di kantor, semua urusan pekerjaan akan diserahkan pada saya. Proyek ini saya yang bertanggung jawab, mulai sekarang orang yang nggak mau ikut andil silakan serahkan surat pengunduran diri. Posisinya digantikan oleh wakil masing-masing. Saya yang akan jelaskan ada Pak Nixon!”Semua orang yang ada di sana langsung terkejut dan tidak berani bersuara. Meski mereka tidak suka dengan Lydia, mereka tahu kalau perempuan itu tidak mudah diusik. Semuanya mulai menyesal karena percaya dengan hasutan Mulyono untuk mengintimidasi Lydia.Suasana ruang rapat berubah dingin dan sunyi. Tidak ada yang berani mempersulit Lydia lagi.“Pak Danto, hari ini bisa kasih proposal perencanaan?”Danto yang disebut langsung mendongak dan menjawab, “Bisa, Bu. Divi
Lydia berkata sambil melangkah ke meja kerjanya dan duduk di sana. Dia meletakkan dokumen dan membuka laptop. Sugiono yang diabaikan menjadi semakin emosi. Dia mendengus dan berkata,“Lydia, saya terlalu meremehkanmu. Ternyata kamu hebat juga, pantas saja kamu berinisiatif minta cerai, ternyata buat cari sasaran baru? Begitu cerai kamu langsung pergi dan berubah. Sekarang justru sudah jadi wakil direktur Agustine Group. Sepertinya Nixon cukup mementingkanmu.”Lydia tertawa sambil menatap kedua orang di hadapannya. Monika terlihat takut dan tidak berani banyak bicara, sedangkan Sugiono memang datang dengan maksud tertentu.“Bukannya kalian yang memaksaku untuk cerai? Pak Sugiono, setiap minggu Bapak selalu memanggilku dan memintaku tahu diri. Aku nggak pantas masuk dalam keluarga kalian yang begitu agung. Sekarang setelah cerai, seharusnya kalian bahagia. Kenapa justru datang mencariku?”Dia tidak lupa ketika Sugiono memintanya untuk ke rumah keluarga Tansen setiap minggunya bukan untuk
Lydia mengaku karena dia tidak mungkin menahan barang kesayangan orang lain tanpa ada penyebab. Dia benci dengan keluarga Tansen dan tidak ingin mereka hidup tenang. Oleh karena itu Lydia sengaja membeli Pipa Tembakau Giok agar mereka tidak bisa tidur dengan tenang.“Nona Monika, aku bukan orang yang baik hati dan rendah hati. Kalau orang lain baik, aku akan membalasnya jauh lebih baik. Seharusnya kalian nggak lupa bagaimana sikap kalian dan aku nggak mungkin pura-pura lupa, kan?”Seluruh tubuh Monika gemetar karena marah. Ucapan yang hendak dia katakan tertahan di kerongkongannya begitu saja. Monika ingin marah tetapi sikapnya mendapat delikan mata dari Sugiono. Setelah itu dia menarik napas dalam-dalam dan merendahkan suaranya dan dengan memelas berkata,“Kak Lydia, dulu aku yang salah karena usiaku masih belia. Aku nggak ngerti dan semoga Kakak bisa memaafkanku. Aku minta maaf dengan setulus-tulusnya. Asalkan Kakak bisa memaafkan aku, aku rela melakukan apa pun,”“Semoga Kakak bisa
“Kemampuan Nixon sangat luar biasa dan mirip dengan Anda yang dulu. Sayang sekali kalau karena perempuan seperti itu justru menghambatnya.”“Hanya satu perempuan saja, apa yang bisa menghambat?” ujar Rizal sambil tertawa dingin.Sugiono menatap Lydia penuh arti dan berkata, “Perempuan ini nggak sederhana dan baru saja cerai langsung mendapatkan Nixon. Dia sekarang menjadi wakil direktur di Agustine Group. Seharusnya perusahaan yang memberikan instruksi, apakah Anda nggak mau turun tangan?”Rizal hanya tertawa dan dengan santai menghadapi ucapan lelaki tua itu.“Sebaiknya Pak Sugiono urus urusan Bapak sendiri saja. Saya percaya dengan pandangannya Nixon. Wah! Umpannya sudah digigit! Teleponnya saya matikan.”Setelah telepon terputus, wajah Sugiono semakin keruh dan dia mengumpat dalam hati. Lelaki itu melayangkan delikan tajam pada Lydia dan tidak terima.“Kamu beruntung sekali! Jangan pikir kamu lolos begitu saja. Kamu pikir semudah itu masuk dalam keluarga Agustine? Rizal jauh lebih h
Sepertinya dia tidak pernah mendapatkan telepon dari Lydia. Tony diam sesaat dan berkata, “Dulu saya pernah kasih tahu, tapi Bapak bilang hal kecil seperti itu jangan dibahas lagi. Selain itu Bapak juga bilang di hadapan saya dan Bu Lydia kalau masalah di Clear Villa selain tentang Bu Olivia, bisa langsung ke saya saja. Makanya Bu Lydia nggak langsung telepon Bapak.”Suaranya semakin lama semakin kecil. Sepertinya dia bisa merasakan emosi Dylan yang semakin meningkat. Lelaki itu memijat keningnya karena teringat akan kejadian tersebut. Kala itu isi pikirannya penuh dengan sosok Olivia yang sedang kehilangan banyak darah dan tengah dilakukan pertolongan pertama. Dia mengabaikan mata yang awalnya penuh harap hingga sekarang berubah dingin.Dylan hanya memberikannya sebuah status pernikahan dan mulai bisa mengambil hati dan darah perempuan itu sesuka hati. Mendadak hatinya sakit dan rasanya dia kesulitan bernapas. Dylan akhirnya mengerti kenapa sikap Lydia yang penuh hati-hati hingga beru