Baginya, tidak ada nona muda yang mengendarai mobil sendiri. Seharusnya didampingi oleh sopir pribadi. Dia merasa lalai karena melupakan hal ini. Lydia tertawa dan berkata, “Nggak perlu, Om. Aku bisa sendiri, tenang saja.”Dia tidak bicara lagi dan langsung mematikan sambungan telepon. Mobil melaju keluar dari garasi menuju kantor. Keadaan jalan juga tidak macet dan sangat lancar. Dia tidak mengerti kenapa mobil di sekitarnya bisa memberikan jalan padanya. Saat lampu merah, mobil-mobil sekitar seperti menjaga jarak beberapa meter darinya.Apakah karena dia perempuan yang mengendarai mobil?Saat tiba di kantor, dia menyerahkan kunci mobil pada sekuriti yang berjaga. Lydia masuk dan menemukan Lauren yang tengah menatapnya sinis dan penuh kebencian. Mendadak dia merasa aneh, apakah perempuan itu tahu kalau dia menyerahkan rekaman suara pada Nixon? Seharusnya tidak mungkin secepat ini.“Bu Lauren, sudah masuk jam kerja tapi kenapa nggak naik?”Lauren mendengus dan menatapnya sinis sambil b
Ruang rapat berubah menjadi hening selama satu menit penuh! Wajah Mulyono memucat karena tidak menyangka dengan respons Lydia. Dia membuka suaranya, “Bukannya-““Saya yakin hari ini semua orang di sini sudah mendapat kabar kalau selama Pak Nixon nggak ada di kantor, semua urusan pekerjaan akan diserahkan pada saya. Proyek ini saya yang bertanggung jawab, mulai sekarang orang yang nggak mau ikut andil silakan serahkan surat pengunduran diri. Posisinya digantikan oleh wakil masing-masing. Saya yang akan jelaskan ada Pak Nixon!”Semua orang yang ada di sana langsung terkejut dan tidak berani bersuara. Meski mereka tidak suka dengan Lydia, mereka tahu kalau perempuan itu tidak mudah diusik. Semuanya mulai menyesal karena percaya dengan hasutan Mulyono untuk mengintimidasi Lydia.Suasana ruang rapat berubah dingin dan sunyi. Tidak ada yang berani mempersulit Lydia lagi.“Pak Danto, hari ini bisa kasih proposal perencanaan?”Danto yang disebut langsung mendongak dan menjawab, “Bisa, Bu. Divi
Lydia berkata sambil melangkah ke meja kerjanya dan duduk di sana. Dia meletakkan dokumen dan membuka laptop. Sugiono yang diabaikan menjadi semakin emosi. Dia mendengus dan berkata,“Lydia, saya terlalu meremehkanmu. Ternyata kamu hebat juga, pantas saja kamu berinisiatif minta cerai, ternyata buat cari sasaran baru? Begitu cerai kamu langsung pergi dan berubah. Sekarang justru sudah jadi wakil direktur Agustine Group. Sepertinya Nixon cukup mementingkanmu.”Lydia tertawa sambil menatap kedua orang di hadapannya. Monika terlihat takut dan tidak berani banyak bicara, sedangkan Sugiono memang datang dengan maksud tertentu.“Bukannya kalian yang memaksaku untuk cerai? Pak Sugiono, setiap minggu Bapak selalu memanggilku dan memintaku tahu diri. Aku nggak pantas masuk dalam keluarga kalian yang begitu agung. Sekarang setelah cerai, seharusnya kalian bahagia. Kenapa justru datang mencariku?”Dia tidak lupa ketika Sugiono memintanya untuk ke rumah keluarga Tansen setiap minggunya bukan untuk
Lydia mengaku karena dia tidak mungkin menahan barang kesayangan orang lain tanpa ada penyebab. Dia benci dengan keluarga Tansen dan tidak ingin mereka hidup tenang. Oleh karena itu Lydia sengaja membeli Pipa Tembakau Giok agar mereka tidak bisa tidur dengan tenang.“Nona Monika, aku bukan orang yang baik hati dan rendah hati. Kalau orang lain baik, aku akan membalasnya jauh lebih baik. Seharusnya kalian nggak lupa bagaimana sikap kalian dan aku nggak mungkin pura-pura lupa, kan?”Seluruh tubuh Monika gemetar karena marah. Ucapan yang hendak dia katakan tertahan di kerongkongannya begitu saja. Monika ingin marah tetapi sikapnya mendapat delikan mata dari Sugiono. Setelah itu dia menarik napas dalam-dalam dan merendahkan suaranya dan dengan memelas berkata,“Kak Lydia, dulu aku yang salah karena usiaku masih belia. Aku nggak ngerti dan semoga Kakak bisa memaafkanku. Aku minta maaf dengan setulus-tulusnya. Asalkan Kakak bisa memaafkan aku, aku rela melakukan apa pun,”“Semoga Kakak bisa
“Kemampuan Nixon sangat luar biasa dan mirip dengan Anda yang dulu. Sayang sekali kalau karena perempuan seperti itu justru menghambatnya.”“Hanya satu perempuan saja, apa yang bisa menghambat?” ujar Rizal sambil tertawa dingin.Sugiono menatap Lydia penuh arti dan berkata, “Perempuan ini nggak sederhana dan baru saja cerai langsung mendapatkan Nixon. Dia sekarang menjadi wakil direktur di Agustine Group. Seharusnya perusahaan yang memberikan instruksi, apakah Anda nggak mau turun tangan?”Rizal hanya tertawa dan dengan santai menghadapi ucapan lelaki tua itu.“Sebaiknya Pak Sugiono urus urusan Bapak sendiri saja. Saya percaya dengan pandangannya Nixon. Wah! Umpannya sudah digigit! Teleponnya saya matikan.”Setelah telepon terputus, wajah Sugiono semakin keruh dan dia mengumpat dalam hati. Lelaki itu melayangkan delikan tajam pada Lydia dan tidak terima.“Kamu beruntung sekali! Jangan pikir kamu lolos begitu saja. Kamu pikir semudah itu masuk dalam keluarga Agustine? Rizal jauh lebih h
Sepertinya dia tidak pernah mendapatkan telepon dari Lydia. Tony diam sesaat dan berkata, “Dulu saya pernah kasih tahu, tapi Bapak bilang hal kecil seperti itu jangan dibahas lagi. Selain itu Bapak juga bilang di hadapan saya dan Bu Lydia kalau masalah di Clear Villa selain tentang Bu Olivia, bisa langsung ke saya saja. Makanya Bu Lydia nggak langsung telepon Bapak.”Suaranya semakin lama semakin kecil. Sepertinya dia bisa merasakan emosi Dylan yang semakin meningkat. Lelaki itu memijat keningnya karena teringat akan kejadian tersebut. Kala itu isi pikirannya penuh dengan sosok Olivia yang sedang kehilangan banyak darah dan tengah dilakukan pertolongan pertama. Dia mengabaikan mata yang awalnya penuh harap hingga sekarang berubah dingin.Dylan hanya memberikannya sebuah status pernikahan dan mulai bisa mengambil hati dan darah perempuan itu sesuka hati. Mendadak hatinya sakit dan rasanya dia kesulitan bernapas. Dylan akhirnya mengerti kenapa sikap Lydia yang penuh hati-hati hingga beru
Lydia melirik Shinta yang merasa aneh dan terlihat dia juga tidak tahu ada orang lain. Keduanya berpandangan sejenak sebelum masuk. Dia tersenyum pada Kevin dan berkata, “Makan malam kali ini bukan jebakan, kan?”Kevin mengibaskan tangannya sambil melihat ke arah Dylan dan Lydia.“Aku juga hanya bantuin orang. Maafkan kelancanganku, tapi aku bilang dulu kalau aku akan berusaha netral. Aku nggak akan ikut campur urusan kalian berdua. Untuk menunjukkan permintaan maafku, setelah kalian selesai bicara, aku akan pergi survey ruang analisis yang baru dibangun. Aku percaya Bu Lydia pasti akan tertarik.”Dia memang tertarik, tetapi sungguh tidak enak sekali rasanya dibohongi orang. Lydia memasang raut datar dan melihat ke arah Dylan dengan kening berkerut sambil berkata, “Pak, kalau mau bahas masalah pipa tembakau, kita nggak perlu lanjutkan lagi.”“Lydia, hari ini Kakek mencarimu dan ngomong banyak omongan jelek. Aku harap kamu jangan simpan di hati,” ujar Dylan sambil menatapnya.Dia tahu b
Dylan merasa dadanya sesak. Matanya menggelap seketika. Dia tidak tahu kalau Lydia begitu pintar memainkan biola dan tidak tahu begitu jago merokok.“Dulu aku takut kamu nggak suka makanya nggak pernah menunjukkannya di hadapanmu. Otomatis kamu nggak pernah melihatnya.”Setiap kali selesai donor darah, tubuhnya sangat lemah dan Dylan menemani Olivia. Hanya rokok yang menemani Lydia. Hari-harinya yang begitu sulit membuat perempuan itu berteman baik dengan nikotin.Lydia menarik ujung bibirnya dan tatapannya terlihat sedikit sedih ketika mengingat kejadian itu. Akan tetapi hanya berlangsung satu detik saja dan kembali normal. Dia menatap Dylan yang menunduk sambil tersenyum penuh arti.“Mau dengar syaratku?”Tanpa menunggunya menjawab, Lydia langsung berkata, “Seberapa banyak darah yang aku donor untuk Olivia, minta dia kembalikan juga sebanyak itu. Kalau dalam satu kali nggak bisa dikembalikan hingga lunas, bisa dua atau tiga kali. Pokoknya dalam satu tahun harus lunas.”“Apa?!” Dylan
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa