Lydia awalnya berencana bermain ski dengan Gabrielle dan Bella. Akan tetapi beberapa kali dihalangi oleh Dilap. Lelaki itu memintanya untuk ikut ke acara petualangan yang dia buat sendiri. Lydia sama sekali tidak tertarik karena untuk apa dia mencari susah di saat hidupnya enak?Dia memang bukan tipikal orang yang menyukai tantangan dan kesulitan. Namun Dilap berkali-kali menghalanginya di depan rumah seakan ingin tinggal di rumahnya. Bahkan Rizal dan Liam dibuat jengah oleh tingkah lelaki itu. Keduanya ikut membujuknya agar mengikuti acara tersebut.Lydia meminjamkan tim kerjanya pada perempuan itu. Asisten dan tata rias serta supir juga sudah ada sehingga Lydia tidak perlu pusing dan repot lagi. Saat ini perempuan itu tengah duduk di kursi goyang dengan payung lebar yang menutupinya dari matahari. Matanya terpejam karena hembusan angin yang menerpa wajahnya.Asisten sang tata rias yang bernama Domi sedang membawa teh dan kue-kue yang sudah disiapkan oleh pelayan rumah. Dengan wajah m
Melani juga merasa terkejut sekali. Namun acara sudah berjalan dan tidak mungkin berhenti. Secara otomatis dia juga tidak boleh berubah pikiran. Apalagi siaran kali ini merupakan siaran langsung!Ketiga lelaki tersebut sangat puas dengan hasil itu. Tidak ada perempuan yang merepotkan mereka dan mereka bisa menang dengan cantik. Lydia sendiri tidak mengatakan apa pun. Yang penting dia bisa lolos, tidak masalah menang atau kalah.Sayangnya, dalam proses pengambilan gambar, asistennya tidak boleh ikut. Para bintang tamu juga tidak akan mendapatkan bantuan apa pun. Lydia mengambil peralatan yang sudah mereka siapkan yaitu tas ransel dan sebuah map. Setelah itu Dilap menunjukkan mereka di sebuah jalan yang terpisah.Dia menunduk dan memperhatikan jalur petualang tersebut dengan serius. Sebuah jalan setapak gunung dan sebuah jalan setapak di air. Yang dia dapatkan adalah jalanan setapak di air. Melani mengikutinya dari belakang dengan sorot mata yang terlihat iri serta sedikit sulit dijelask
Hutan tempat acara mereka kali ini terdapat rumput tinggi dan pepohonan yang rimbun. Bahkan daun dari pohon mampu menutupi terpaan sinar cahaya matahari. Langkah kaki Lydia juga tampak tidak seimbang dan tampak sangat sulit.Mereka harus tiba di pos selanjutnya sebelum hari mulai gelap. Di sana terdapat kasur lipat untuk istirahat. Jika tidak maka mereka hanya bisa istirahat di atas batu saja. Oleh karena itu, Lydia tidak ingin bersandiwara dengan Melani. Akan tetapi perempuan itu masih tidak lelah mencoba bersandiwara sedari tadi.“Kak, aku hanya berpikir kalian sudah melewati kesulitan bersama, hubungan kalian pasti sangat baik. Aku nggak ada maksud lain.”Sikapnya yang begitu hati-hati sungguh menyebalkan sekali. Lydia berhenti dan berbalik menatap perempuan itu. Melani tidak menyangka bahwa Lydia akan berhenti sehingga dia secara refleks mundur selangkah.Saat telah tersadar, Lydia masih tetap menatapnya dengan sorot dingin sambil berkata, “Bu Melani, aku lebih kecil dua tahun dari
Gua itu tidak terdapat di peta, oleh karena itu pasti ada sesuatu. Lydia menyingkirkan rumput liar dengan menggunakan tongkat. Sedangkan Melani juga ikut membantu.Di dalam sana sangat gelap. Bau di dalam goa tersebut sulit dijelaskan. Lydia menarik napas dalam-dalam, kemudian dengan hati-hati dia masuk sambil mengarahkan senternya. Melani melihat ke sekeliling dan akhirnya dia memajukan bibirnya dan dengan ragu berkata,"Lydia, gua ini nggak ada kamera, mungkin ini bukan tempat yang kita cari. Lebih baik kita jangan membuang-buang waktu kita."Pengalamannya dalam acara televisi mengatakan bahwa tempat yang tidak terdapat kamera maka bisa dipastikan merupakan tempat tidak penting.Lydia melangkah maju dan berbicara dengan suara datar, "Kalau begitu kamu tunggu di luar saja."Dia juga tidak mau memaksa perempuan itu. Lydia dan kameramennya sudah masuk dan meninggalkan Melani beserta dengan kameramen perempuan itu di luar gua. Melani mengerutkan keningnya dalam. Meski dia tidak ingin me
Ekspresi Lydia terlihat curiga, sedangkan Melani tampak sangat putus asa. Dia ingin menyalahkan Lydia yang salah memilih jalan, tetapi dia memilih bungkam ketika teringat status Lydia dan juga pandangan penonton.Dengan penuh kesabaran dia berkata, “Karena sudah jalan buntu, kita kembali saja?”Jika bukan karena Lydia yang tidak mau mengajaknya berdiskusi, mereka tidak akan sampai di jalan ini dan dia tidak mungkin terkilir! Kening Lydia berkerut ketika membaca peta tersebut. Dia merasa ada yang aneh karena arah ini hanya ada satu jalan yang terdapat di dalam gua. Kenapa bisa buntu?“Kalau peta ini benar, berarti jalan keluarnya ada di dalam gua.”Lydia menunjuk jalan yang terhalang batu. Dia melihat ke sekeliling dan berencana untuk memindahkan batu raksasa tersebut. Dia berusaha dengan sekuat tenaga, tetapi batu itu tidak bergerak.Keningnya berkerut dan mulai sibuk mencari sesuatu di sekeliling. Dia mendongak dan melihat batu yang berwarna gelap dan tampaknya sedikit lembab. Di atas
Akan tetapi di sudut matanya terletak dua buah payung parasut. Lydia menggigit bibirnya dan ingin melakukan hal nekat. Hanya tersisa tahap paling akhir saja. Dia mengulurkan tangan mengambil payung dan dengan hati-hati mengikat talinya di tubuh. Setelah itu Lydia membantu kameramen untuk mempersiapkan semua barang-barang.Sinar mentari di luar sana tidak begitu terik dan semilir angin berhembus menerpanya. Rasanya sangat menyegarkan sekali.Lydia menarik napas dalam-dalam dan melompat turun setelah merasa dirinya siap. Angin kencang menyapu wajahnya. Lydia berusaha tidak membuka mulut agar wajahnya tidak hancur saat tertangkap kamera.Dia sungguh menyesal datang ke acara ini. Suara angin yang begitu kuat memekakkan telinganya. Tekanan udara yang begitu kuat menerjang telinganya. Lydia berusaha kuat untuk mencari arah udara yang bagus. Sekitar sepuluh menit kemudian, dia merasa tubuhnya seperti ditangkap oleh seseorang. Semua orang mengelilinginya dan ternyata dia sudah mendarat.“Lydia
Lydia melihat ke sekeliling dengan perasaan sedikit terkejut. Di sekitar jalan ini semuanya lautan dan di peta tidak ada tanda sama sekali. Tempat ini seperti berada di dunia yang berbeda.Ombak laut menghantam tepi pantai. Lydia mengulurkan tangannya menyambut tangan lelaki itu. sesungguhnya dia sedikit trauma terhadap air laut. Dulu setiap harinya dia melihat laut ketika berada di pulau. Seakan-akan tidak ada harapan lagi baginya. Masa-masa itu dipenuhi dengan masa kelam yang tidak ingin dia ingat kembali. Bahkan Lydia nyaris mati di tempat itu.Lydia melihat peta dan wajahnya tampak bingung serta tidak mengerti. Peta laut ini tidak begitu dipahami oleh Lydia. Sedangkan Malvin hanya terkekeh puas.“Bu Lydia, nggak perlu di lihat. Orang biasa nggak akan bisa mengerti.”Lydia menyimpan petanya dan menatap lelaki itu sambil bertanya, “Memangnya kamu tau arahnya?”Malvin mengangkat alisnya dan berkata, “Tentu saja, tapi yang jelas bukan di sini. Kamu duduk yang benar.”Setelah itu kapal
Acara apa-apaan ini?! Apakah harus begitu menyiksa orang? Malvin mengeluarkan peralatan menyelam yang ada di dalam kapal dan langsung mengenakannya.Lydia terdiam dan Malvin melihatnya tampak berpikir sejenak. Setelahi tu dia bertanya, “Kamu mau menyelam sendiri?”Perempuan itu terkekeh paksa dan menjawab, “Aku nggak bisa berenang.”Lelaki itu terdiam selama puluhan detik dan baru mengerti apa yang baru saja dia dengar. Lydia yang dipuji oleh Dilap ini ternyata tidak bisa berenang? Dia duduk di sana sambil mengerjapkan matanya merasa bersalah. Setelah Malvin hening sejenak, dia berkata,“Kalau begitu kamu tunggu aku di atas.”Lydia mengangguk mendengarkan ucapan lelaki itu. Malvin mengenakan pakaian menyelam dan langsung melompat masuk ke air. Sekitar tiga hingga empat menit berlalu, tidak ada pergerakan apa pun di permukaan air yang masih tenang.Mendadak Lydia mulai panik dan tidak tenang. Apakah sesuatu terjadi pada lelaki itu? Pikirannya kembali pada kejadian tiga tahun yang lalu.
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa