Silahkan tinggalkan komentar dan jangan lupa vote ya ^^
Shane langsung melangkahkan kakinya dengan cepat ke arah Athena.Wanita berambut merah itu masih sibuk memilih-milih bunga ketika tunangannya itu seakan berlari ke arahnya."Ath, beberapa waktu lalu sebelum acara Kate kau bilang ke makam ibuku dan menaruh buket bunga di sana. Apa nama bunga itu?" Shane bertanya dengan ekspresi rumit sambil menatap tajam pada tunangannya.Athena tertawa canggung karena terkejut akibat pertanyaan tiba-tiba itu. Bagaimanapun ia sudah berbohong pada kekasihnya, wanita itu bahkan tak tahu bunga apa yang ada di pemakaman yang dimaksud Shane.“A-aku lupa apa nama bunga itu. Itu bunga yang cantik dan sangat anggun seperti ibumu, Sayang.” Athena menjawab dengan gugup.Alis tebal Shane masih bertaut menanggapi jawaban Athena. Wanita berambut merah itu tahu kalau kekasihnya masih belum puas dengan jawabannya.“Bunganya mana ya? Banyak sekali bunga di toko ini. Aku membeli buket itu di toko kecil Salt Lake. Mereka hanya memiliki sedikit bunga di sana, aku membeli
Shane tak pernah marah sebrutal itu dengan cara melempar barang, tapi apa yang tunangannya lakukan membuat lelaki tampan itu muak. Shane selama ini selalu menjaga perasaan Athena, karena tahu kekasihnya itu sangat rapuh semenjak ditinggal oleh ibunya dengan cara yang sama dengan Maria -ibu kandung Shane- meninggal, yaitu dengan cara bunuh diri. Athena terkejut bukan main, manik biru cerahnya terbelalak lebar sangat tak menduga hal ini. Sejauh yang Athena tahu, Shane tak pernah peduli ketika dulu ia bicara tentang Helena, bahkan menjelek-jelekkannya. Tapi sekarang mendapati kekasihnya naik pitam karena membicarakan Helena, Athena sangat tak menyangka hal ini.“Sa-sayang,” panggil Athena gagap karena terkejut dan ketakutan.Shane langsung mendekatkan wajahnya pada Athena, sebelah tangannya memukul keras sandaran kursi yang tepat berada di belakang wanita cantik berambut merah itu. “Apa kau selalu membohongiku seperti ini?”“Mem-membohongi apa, Sa-sayang? A-aku tak paham maksudmu.” Man
Shane tak peduli lagi pada Athena, ia telah sampai pada batasnya memaklumi segala tingkah wanita itu. Menurut Shane, Athena sudah tak pantas mendapat loyalitasnya.“Shane!” jerit putus asa Athena tak terima dengan ucapan lelaki tampan itu. Shane memundurkan tubuhnya sambil menatap jijik pada tunangannya itu. “Entah sudah berapa kali aku mengampunimu ketika menipuku, Ath.”Athena menggelengkan kepala dengan lemah. “Aku tidak menipumu, Shane. Apa kau lebih membela Helena dari pada aku, kekasihmu?”Rahang Shane mengeras sambil menghujamkan tatapan mematikan pada wanita berambut merah di hadapannya itu. “Ini bukan tentang Helena, ini juga bukan tentang kebohongan mu pada buket bunga di kuburan ibuku.” Athena tercekat, mulutnya terbuka tapi tak sanggup mengatakan apa pun. Ia tak menyangka Shane tahu tentang dusta yang selama ini ia ucapkan. 'Ia tak mungkin mengetahui semua itu.'Shane dengan tangan yang terkepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih melanjutkan perkataanya. “Kau yang meng
Jantung Helena berdegup kencang karena ketakutan, tapi ia berusaha tetap tenang sambil memperhatikan keadaan sekitar. Ketenangan yang didapat oleh Helena bukan karena wanita itu sangat berani, melainkan ini bukan kali pertamanya ia mengalaminya. Wanita berambut panjang itu sudah pernah beberapa kali mengalami hal ini. Namun, penyebab ia diganggu oleh para pelaku pelecehan itu bukanlah karena Helena tipe gadis penggoda hingga membuat sembarang pria senang mengganggunya, wanita itu bahkan jauh dari tingkah wanita yang suka merayu pria lain. Penyebab pria-pria hidung belang itu mengganggu Helena, hanya karena wanita bermanik zamrud itu sangat cantik dan menarik. Dan faktor terbesar ia menjadi incaran para pelaku pelecehan seksual itu karena ia tinggal sendirian tanpa seorang pun yang menjaganya selama ini. ‘Tapi kenapa suara pria ini sangat ku kenal?’ Namun, Helena tak berpikir lebih lanjut lagi tentang pria yang membekapnya karena suasana sangat mencekam untuknya pagi itu. Wanita
Shane menatap tajam Helena. Ia tak suka apa yang diucapkan mantan istrinya barusan, andaikata bukan Helena yang mengatakan hal itu, Shane pasti sudah memberi pelajaran pada siapapun yang menyamakan dirinya dengan Athena Ariana, wanita yang baru saja menodai kepercayaannya itu. Namun, Shane paham kenapa Helena merasa seperti itu. ‘Aku sudah terlalu lama percaya buta dengan apa pun yang dikatakan Athena, hingga melukai Helena.’ “Kau bisa beranggapan sesukamu, Helena. Bukankah kau selalu berpikir buruk tentangku.” Shane langsung berjalan melewati Helena. Lelaki itu duduk di kursi yang bersisian dengan jendela besar menghadap sekolah Primrose. Helena ingin membantah perkataan Shane. ‘Siapa yang selalu berpikiran buruk tentangnya! Bukannya dia yang selalu berpikir buruk tentangku?’ Dengan langkah lebar Helena mengikuti arah langkah Shane tadi berlalu. “Aku tidak pernah berpikir seperti itu, Shane,” ucap Helena ketika mendatangi meja lelaki itu. “Lantas?” Shane menaikkan sebelah alisny
Dada Shane yang tadi terasa dingin seperti batu es, langsung meleleh seakan di siram oleh air hangat akibat ucapan Helena. Manik coklat hazelnut pria itu masih memandang redup pada mantan istrinya. 'Kau akhirnya memanggilku ya?' Shane tertawa pelan yang mana hal itu malah membuat Helena semakin bingung. "Kau, benar-benar bisa membacaku ya?" "Hah? Maksudnya?" Helena tampak semakin bingung. Shane menggelengkan kepalanya, sambil masih tertawa kecil. "Tidak, aku tidak apa-apa." Helena menatap Shane tampak khawatir tapi kemudian ia melangkahkan kaki hendak kembali ke dapur. 'Ini bukan urusanmu, Helena,' tegur wanita itu pada dirinya sendiri, mengembalikan kesadarannya. Namun belum sempat Helena beranjak, pergelangan tangannya ditarik oleh Shane. "Jangan kemana-mana, temani aku Helena." Helena langsung bersikap antipati terhadap permintaan Shane. Helena merasa harus menghindari Shane sebisa mungkin. “Tapi aku-.” Wanita cantik bermanik hijau zamrud itu menggantung kalimatnya, sibuk men
Helena terkejut saat Shane mengatakan hal itu. ‘Apa ia tahu siapa yang ku maksud? Ia pasti mengira aku bersedih untuk pria lain, kekasihku yang lain yang ia sangka ayah Pim.’ Rahang Shane mengeras, ia seakan marah pada seseorang, tapi nyatanya ia sedang sangat marah pada dirinya sendiri. "Dan seharusnya aku memperlakukanmu lebih baik lagi hari itu." Helena kembali terkejut saat Shane tahu persis kapan waktu yang dimaksud oleh dirinya. "Hari ini, walau tak sebanding dengan apa yang kau rasakan saat itu, tapi aku sekarang tahu rasanya tak memiliki siapapun saat membutuhkan seseorang, Helena. Dan aku sangat buruk memperlakukanmu malam itu." Wajah Helena memerah ia tahu apa yang dimaksud Shane tentang 'malam itu'. Malam saat mereka pertama dan terakhir kalinya bercinta. Helena semakin tak nyaman dengan pembicaraan ini, ia takut pertahanannya runtuh, ia takut ingin memiliki lelaki yang diam diam masih dicintainya. "Kurasa aku harus menyiapkan hidangan lain dan-." Shane menahan tanga
“Hah?” gumam Barbara. “Kita pakai saja kamera selfie, Tuan. Kebetulan kamera depan ponselku sangat bagus.” Shane menatap Barbara dengan jengah, sambil menaikkan sebelah alisnya ia kembali mengulang kalimat perintahnya yang tadi. “Suruh Helena yang memotret kita.” Barbara sedikit ketakutan dan tersenyum canggung sambil berbalik ia memanggil Helena yang berada di dapur. “Helena! Kemari! Cepat fotokan kami!” Shane tak suka dengan gaya Barbara yang memerintah Helena, terlebih cafe ini sebenarnya khusus dibuat untuk mantan istrinya itu. Tapi melihat Helena yang akhirnya keluar dengan terburu-buru mengikuti perintah Barbara, lelaki tampan itu hanya bisa memendam rasa kesalnya. “Oke, tunggu sebentar.” Helena mengelap tangannya di apron yang ia kenakan kemudian mengambil ponsel milik Barbara. Barbara menempelkan diri pada lengan Shane, sengaja membuat dadanya yang besar semakin menekan lengan berotot milik lelaki tampan itu. Barbara tersenyum lebar, tak peduli pada wajah dingin Shane yang