"Bagaimana jika ibumu tahu aku membawa anaknya pergi? Ah, bisa-bisa aku dijebloskan ke dalam penjara." Eluh Zora seraya mendorong kursi roda Eros.
Pria itu hanya memutar bola matanya malas tanpa berniat membuka mulutnya barang sedetik.
Ceklek!
"Chiko." Panggil Zora setelah membuka pintu ruang rawat sahabatnya. Namun, mereka berdua langsung mengerutkan keningnya kala melihat ruangan itu kosong.
"Kau tidak sedang menipuku, kan?" tanya Eros dengan tatapan curiga.
Zora menggelengkan kepalanya meskipun pria itu tidak melihatnya.
"Tidak. Untuk apa aku berbohong. Ini memang ruangan Chiko," jawabnya sama-sama bingung karena ruangan yang ditempati Chiko sudah dirapikan tanda penghuninya sudah tidak ada.
"Apa mungkin ..." pikirnya menggantungkan ucapannya membuat Eros ingin sekali berteriak padanya jika tidak ingat kondisinya sekarang.
"Tolong bicara yang jelas." Pinta Eros seraya memijat pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut sakit.
"Dek." Sapa Naura sembari menepuk bahu sang adik. "Kenapa tidak masuk?" tanyanya kala melihat adik pertamanya itu malah berdiri dengan tangan yang memegang gagang pintu. Karena adiknya itu hanya melihatnya sekilas lalu ia berjalan kemudian duduk di kursi tunggu, Naura pun penasaran. Dan mata wanita itu langsung membulat ketika melihat pemandangan di dalam ruangan si bungsu. "Kau tidak apa-apa?" tanya Naura dengan hati-hati. Sebenarnya tanpa menjawabpun ia sudah tahu apa jawabannya. "Bohong kalau aku bilang tidak apa-apa," jawab Endru tersenyum tipis untuk menutupi sakit hatinya. "Tapi, aku bisa mengerti. Karena dari awal pun aku yang merebut dia darinya, orang asing yang masuk ke tengah hubungan mereka," sambungnya. Naura menatap adiknya itu dengan sedih dan juga kasihan. Kemudian menarik tangan besar adiknya lalu menepuk punggung tangannya. "Kau tahu kan seberapa sayangnya adikmu itu padamu?" Ia sengaja menjeda ucapannya untuk
Saat Eros masih asyik dalam dunianya, tiba-tiba ibunya masuk dan langsung tersenyum saat melihat putra bungsunya itu sedang bersama calon menantunya."Ah, ternyata ada calon mantu Ibu," ujar Naima dengan santainya. Berbeda dengan dua anak manusia itu yang sama-sama membulatkan matanya."Apa kabar, Sayang? Ibu dengar produk terbaru sukses besar ya? Wah selamat, ya. Eros memang tidak salah memilih calon." Sambung Naima seraya duduk di sofa yang ada di ruangan VVIP tersebut.Zora melirik pada Eros sekilas sebelum menjawab pertanyaan wanita yang telah menganggapnya sebagai calon menantunya itu.Apakah ia harus senang karena keluarga Eros sangat menerimanya? Akan tetapi, untuk apa semua itu jika pada kenyataannya hanya dia yang menaruh hati di sini. Bagaimana jika mereka sampai tahu bahwa hubungan yang terlihat sangat indah itu hanyalah sebuah kebohongan. Apakah mereka akan tetap bersikap baik padanya?Atau justru menganggapnya sebagai seorang pembohong
"Anak Ayah kenapa terlihat senang sekali, hmm?" Tanya Arya seraya memangku putri kecilnya. Kesha tertawa bahagia di gendongan sang ayah. Gadis kecil menggemaskan itu melingkarkan kedua tangan kecilnya di leher sang ayah. "Kalena hali ini Kesha bisa bertemu sama om Kesha. Kesha udah gak sabal, Ayah, Bunda. Ayo!" jawab sekaligus ajaknya dengan semangat. "Kharisma adikmu memang sangat kuat, Sayang," bisik Arya pada istrinya. Naura langsung membenarkan pernyataan suaminya seraya sedikit menggodanya. "Iya, kau kalah telak, Mas." *** "Dok," panggil Eros pada Dokter Panji yang sedang memeriksanya. "Kapan saya bisa pulang?" lanjutnya bertanya. Sungguh, ia sudah sangat jenuh berada di tempat ini. Pria itu sudah sangat rindu dengan kamarnya dan segala aktivitas super sibuknya. Sebagai informasi saja, bahwa Naura telah menyerahkan kembali jabatannya pada si bungsu. Sehingga setelah kesehatan pria itu sudah membaik dan sudah diperb
Sementara di tempat lain, Naima sedang duduk untuk menunggu kedatangan seseorang. Jika saja bukan karena sang putra, ia tidak mungkin sudi untuk menginjakkan kaki ke tempat ini. "I-ibu?" kaget pria itu tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Waktu kalian 10 menit." Ingat sang penjaga sel sebelum pergi meninggalkan mereka berdua. "Duduklah!" pinta Naima tanpa mau melihat padanya. Chiko yang awalnya masih berdiri akhirnya dengan perasaan yang sulit dideskripsikan mulai menjatuhkan bokongnya ke kursi tunggal di belakangnya. "Maafkan aku Ibu," ucap Chiko dengan suara sepelan mungkin. Sungguh ketika Chiko melihat sorot mata kebencian ibu tirinya itu membuatnya semakin merasa bersalah dengan apa yang telah ia perbuat bersama ayahnya selama ini. "Langsung saja. Saya tidak suka berbasa-basi." Timpal Naima mengangkat kepalanya untuk melihat wajah anak tirinya tersebut. Bola mata hitam Naima dan bola mata coklat Chiko be
"Kenapa kau senang sekali membuat orang lain takut?" Tanya Zora dalam batinnya seraya memandang wajah Eros yang kembali dipasang masker oksigen. Sementara pria itu melihat ke arah lain dengan pikirannya sendiri. Setelah ia yakin dengan apa yang telah ia pikirkan, akhirnya Eros membuka suaranya serta mulai melihat padanya. "Zora," panggilnya dan jujur saja ia sedikit terkejut karena ternyata sedari tadi wanita itu sedang memandangnya. "Ya?" tanya Zora juga dibuat terkejut oleh panggilannya yang tiba-tiba. Saat pria itu mencoba bangun, dengan cekatan ia juga berdiri dari duduknya untuk membantunya bersandar agar lebih nyaman meski tanpa membuka masker yang masih melekat di wajah tampannya. "Kau bebas," ucap Eros membuat wanita itu mengerutkan alisnya tidak mengerti. "Kita akhiri hubungan pura-pura ini. Dan kau tidak usah khawatir, aku akan segera membayar semuanya termasuk bonusnya," sambung Eros tanpa menyadari perubahan ekspresi wanita
Satu minggu telah berlalu, akhirnya hari yang paling ditakutkan oleh Eros tinggal hitungan jam lagi. Ya, besok adalah hari dimana ia akan menjalankan operasi transplantasi jantung itu. Naima yang menyadari kegelisahan putra bungsunya mendekatinya kemudian memegang tangannya seraya memberikan kata-kata yang bisa membuatnya tenang. Namun, sepertinya itu belum cukup untuknya. Meski ia sudah berusaha bersikap setenang mungkin, tetaapi hatinya tetap merasa cemas. Takut jika besok adalah hari terakhirnya ia melihat wajah-wajah orang yang ia sayang. "Ibu, tolong ambilkan ponselku," ujar Eros meminta tolong. Pria itu berniat untuk menghubungi Chiko yang sudah berada di Jepang. Percobaan pertama gagal. Adik tirinya itu tidak mengangkatnya. Tidak ingin menyerah, Eros terus menghubunginya sampai adiknya itu mengangkat teleponnya. "Hallo," panggil seseorang di seberang sana.
"Pak Eros, Anda tidak apa-apa?" tanya Reza karena sedari tadi atasannya itu tidak kunjung bergerak.Berkat suara sekretarisnya akhirnya Eros bisa kembali menguasai dirinya. Dalam hitungan detik ia langsung masuk ke dalam lift dan menekan angka paling atas menuju rooftop.Zora yang baru bisa mengembalikan kesadarannya langsung dibuat terkejut karena sekarang pria yang dengan setengah mati ia hindari kini ada dihadapannya. Dia bisa mendengar deru napas pria itu dalam jarak yang cukup dekat tersebut.Setelah lift itu sampai Eros kembali menarik tangannya, tidak peduli dengan teriakan wanita itu yang terus memberontak minta dilepaskan."Lepas!" Pekik Zora mulai menangis karena takut dengan apa yang dilakukan mantannya itu. Ah, bahkan ia tidak berhak menyebut Eros sebagai mantan kekasihnya."Kenapa kau terus menghindariku? Ke mana kau selama ini?" tanya Eros tanpa berniat melepaskannya.
Seharian ini Zora terus menekuk wajahnya karena kekasihnya itu sulit sekali dihubungi. Padahal sudah hampir 1 minggu mereka tidak bertemu karena pekerjaan kekasihnya tersebut yang sangat sibuk.“Aish! Apakah sesulit ini bahkan hanya sekedar mendengar suaramu.” Gerutu Zora seraya memandangi ponselnya yang berada dalam genggamannya.Tiba-tiba ponsel wanita itu menyala dengan mengeluarkan suara yang sangat singkat, tanda ada sebuah pesan masuk. Dan saat tahu siapa yang mehubunginya tanpa sadar bibir yang awalnya ditekuk berangsung menghilang digantikan dengan senyuman cerahnya.‘Apakah malam ini kau sibuk?’‘Ayo makan malam bersama di tempat biasa’Itulah isi pesan dari kekasihnya. Singkat, padat dan jelas. Tidak ingin membuat kekasihnya menunggu, Zora langsung membalasnya dengan mengiyakannya. Dan tidak lama kemudian kekasihnya itu kembali membalas pesannya.‘Baiklah sampai bertemu jam 8 malam di rumah
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek