"Pak Eros, Anda tidak apa-apa?" tanya Reza karena sedari tadi atasannya itu tidak kunjung bergerak.
Berkat suara sekretarisnya akhirnya Eros bisa kembali menguasai dirinya. Dalam hitungan detik ia langsung masuk ke dalam lift dan menekan angka paling atas menuju rooftop.
Zora yang baru bisa mengembalikan kesadarannya langsung dibuat terkejut karena sekarang pria yang dengan setengah mati ia hindari kini ada dihadapannya. Dia bisa mendengar deru napas pria itu dalam jarak yang cukup dekat tersebut.
Setelah lift itu sampai Eros kembali menarik tangannya, tidak peduli dengan teriakan wanita itu yang terus memberontak minta dilepaskan.
"Lepas!" Pekik Zora mulai menangis karena takut dengan apa yang dilakukan mantannya itu. Ah, bahkan ia tidak berhak menyebut Eros sebagai mantan kekasihnya.
"Kenapa kau terus menghindariku? Ke mana kau selama ini?" tanya Eros tanpa berniat melepaskannya.
Seharian ini Zora terus menekuk wajahnya karena kekasihnya itu sulit sekali dihubungi. Padahal sudah hampir 1 minggu mereka tidak bertemu karena pekerjaan kekasihnya tersebut yang sangat sibuk.“Aish! Apakah sesulit ini bahkan hanya sekedar mendengar suaramu.” Gerutu Zora seraya memandangi ponselnya yang berada dalam genggamannya.Tiba-tiba ponsel wanita itu menyala dengan mengeluarkan suara yang sangat singkat, tanda ada sebuah pesan masuk. Dan saat tahu siapa yang mehubunginya tanpa sadar bibir yang awalnya ditekuk berangsung menghilang digantikan dengan senyuman cerahnya.‘Apakah malam ini kau sibuk?’‘Ayo makan malam bersama di tempat biasa’Itulah isi pesan dari kekasihnya. Singkat, padat dan jelas. Tidak ingin membuat kekasihnya menunggu, Zora langsung membalasnya dengan mengiyakannya. Dan tidak lama kemudian kekasihnya itu kembali membalas pesannya.‘Baiklah sampai bertemu jam 8 malam di rumah
Selama di dalam mobil mewahnya, Eros sering kali kedapatan mencuri-curi pandang pada kekasihnya itu. Senyum mereka tak pernah pudar sepanjang perjalanan. Bahkan mereka tak segan untuk memuji satu sama lain. Sama seperti saat di rumah wanita itu tadi. Dan sampailah mereka di restoran tersebut. Eros turun terlebih dahulu untuk membukakan pintu mobil Zora. Kemudian ia mengulurkan sebelah tangannya agar kekasihnya itu memegang tangannya seperti seorang putri yang akan turun dari kereta kencananya. Tidak lama setelahnya mereka berdua langsung disambut oleh manajer restoran tersebut untuk di arahkan ke tempat spesial yang sudah Eros pesan sebelumnya. Zora hanya dapat terdiam saking sukanya dengan suasana yang menurutnya sangatlah romantis. Lilin-lilin kecil yang dijadikan pembatas sepanjang jalan, kemudian ditengahnya terdapat satu meja dan sepang kursi yang dibungkus dengan kain berwarna putih dan terakhir taburan bintang yang menghiasi langit malam karena
Setelah acara lamaran malam itu, beberapa bulan kemudian Eros dan Zora melangsungkan lamaran secara resmi dan tepat detik ini hari yang mereka tunggu-tunggu telah tiba. Hari dimana mereka akan saling mengucap janji di depan Tuhan dan semua tamu undangan yang hadir, mengikat cinta suci mereka dalam sebuah ikatan tali pernikahan.“Oh Tuhan, putriku cantik sekali.” Puji Sofie menatap kagum pada putri satu-satunya itu.“Ibu yakin Eros akan terpukau melihatmu, Sayang,” lanjutnya masih belum puas menghujani penampilan anaknya dengan pujian. Sedangkan Zora hanya mampu tersenyum yang bisa dikatakan aneh karena wanita itu memaksakan senyumnya.“Kenapa kau tersenyum seperti itu? Ada sesuatu hal yang mengganggumu?” tanya sang ayah yang menyadari senyuman aneh putrinya tersebut.“Iya, kau kenapa, Sayang? Ada yang mengganggu pikiranmu? Katakan pada Ibu dan Ayah,” timpal sang ibu yang juga menyadari senyuman aneh Zora.
Hati Kirana sudah tidak tahan lagi untuk melihat mantan kekasihnya bersanding dengan wanita lain sehingga ia memutuskan untuk pulang bahkan sebelum acaranya selesai. Air mata yang masih menganak sungai itu membuat sang supir taksi yang dipesannya ingin bertanya, tetapi segan dan akhirnya hanya berdiam diri serta fokus pada jalanan. Setelah sampai di rumah besarnya, ia mengeluarkan beberapa lembar uang dan langsung turun begitu saja tanpa menunggu kembaliannya. Jalan wanita itu terseok-seok menuju kamarnya. Tubuh dan juga hatinya sungguh sakit menahan ribuan pedang yang seakan menacap tepat ke dalam jantungnya, seakan siap untuk membinasakannya. Siapa yang tidak sakit melihat orang yang sangat kita cintai mengucap janji suci pernikahan dengan wanita lain? Saking sakitnya sampai tak bisa dideskripsikan lagi. Kirana menyandarkan tubuhnya yang sudah tidak memiliki tenaga untuk sekedar berdiri itu ke tempat tidur di belakangnya. Wanita itu semakin
Setelah resepsi pernikahan pasangan pengantin baru itu tidak bisa langsung menempati rumah baru mereka dikarenakan permintaan ibunya Eros yang meminta putra bungsunya itu tinggal di rumah selama beberapa hari sebelum mereka siap menempati rumah sendiri.Naima mengatakan ingin lebih menghabiskan waktu dengan putra bungsunya tersebut. Dan Eros yang memang sejak dulu sangat menginginkan moment seperti ini terjadi dalam hidupnya dan ditamabah Zora juga sudah memberikan ijin maka iapun langsung mengiyakannya. Bahkan yang lebih lucunya lagi adalah kedua orang tua istrinya itu juga sampai ikut menginap di rumah besannya tersebut khusus untuk mala mini saja.Seperti kejadian lucu lainnya yang kini sedang terjadi di meja makan dimana kedua orang tua mereka terus menggoda Eros dan Zora membuat wajah keduanya merah seperti kepiting rebus.“Pokoknya malam ini tidak boleh ada yang naik ke lantai atas, ok,” ucap Sofie kepada besannya.“Lantai dua khus
“Apa yang menganggu pikiran istriku ini, hmm?” Tanya Arya seraya memeluk pinggang Naura dari belakang serta menempelkan dagunya pada bahu sang istri. Wanita itu mengulas senyumnya saat wajah mereka sangat dekat. Bahkan saking dekatnya Naura dapat merasakan deru napas suaminya mengenai leher panjangnya. “Tidak ada,” bohong Naura yang dalam hitungan detik sudah dapat dilihat oleh Arya. “Jangan mencoba menutupi apapun dariku. Kau tahu kan suamimu ini sangat pandai membaca pikiran orang,” kata Arya memasang wajah seriusnya. Walau sebenarnya bukan membaca pikiran orang seperti seorang cenayang, tetapi lebih bisa menilai keadaan seseorang dari mimik wajahnya. “Hmm,” balas Naura tidak bisa mengelak lagi jika suaminya sudah berkata seperti itu. Dan inilah yang tidak disukai dari suaminya itu. Pria itu terlalu mudah menebak isi kepalanya. Sehingga ia tidak pernah bisa menyembunyikan apapun darinya. “Jadi, apa yang mengganggu pikiranmu?” tanya A
Setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, pria itu langsung masuk ke dalam mobilnya untuk menuju ke kediamannya. Sepanjang perjalanan senyumnya tidak pernah pudar bahkan semakin merekah seraya tangan terus mengusap-usap sesuatu dalam saku jaketnya. “Aku harap kau senang, Sayang,” gumamnya berharap bahwa orang yang akan menerima pemberiannya senang dan bisa melupakan kesedihannya. Hanya butuh waktu setengah jam untuknya sampai di rumah. Pria itu segera keluar dari dalam mobil dan berjalan dengan langkah lebar-lebar agar cepat sampai ke tempat tujuannya di rumahnya sendiri. Apalagi kalau bukan kamarnya bersama sang istri. Namun, senyum merekah itu berangsung-angsur menghilang kala telinganya menangkap sebuah isak tangis dari dalam sana. Endru berjalan dengan langkah gontainya. Ia tidak mengetuk atau membuka pintu kamar tersebut. Pria itu hanya bersandar di sana, kakinya sudah tampu berdiri tegak sehingga berangsur-angsur tubuhnya merosot dengan air mata
Setelah beberapa hari tinggal di rumah orangtuanya kini Eros dan Zora sudah bisa menempati kediamannya sendiri.Seperti seorang istri pada umumnya, Zora bangun pagi-pagi sekali agar bisa membuatkan sarapan untuk suami tercintanya.Bermodalkan video youtube ia mulai menyiapkan bahan-bahan yang akan diolahnya. Zora mengambil nasi putih, bawang putih, bawang merah, sosis, udang dan bumbu-bumbu lainnya yang sudah tersedia di dapur.Wanita itu dengan semangatnya mulai memotong-motong bahan seraya bersenandung ria. Sampai tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang seraya menyimpan dagunya di bahunya.Tidak butuh waktu lama untuk mengenali pelaku yang memeluknya karena aroma tubuh dari orang tersebut sudah sangat jelas bahwa yang memeluknya adalah suami tercintanya.“Ada yang harus kukerjakan?” Tanya Eros masih memeluk mesra istri cantiknya tersebut.Zora tersenyum sangat manis seraya memutar tubuhnya untuk melihat wajah tampan suamin
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek