“Sudah Sayang jangan menangis lagi ya. Iya aku gak akan pergi bekerja hari ini. Sudah ya jangan nangis lagi. Kasian anak kita pasti akan sedih kalau bundanya sedih.” Bujuk Arya sembari mengusap perut Naura yang sudah mulai terlihat ada nyawa lain di dalam sana.
“Mas gak sayang sama aku hiks,” ujar Naura tidak berhenti memangis. Bahkan tangisannya lebih keras dari sebelumnya.
Rya menjambak rambutnya frustasi. Memahami permintaan orang yang sedang ngidam itu benar-benar menyebalkan dan lebih menyebalkannya lagi karena dia tidak kuasa menolaknya.
“Sayang,” panggil Arya dengan suara sememelas mungkin agar istrinya itu mengasihaninya. Namun, semua itu sia-sia karena Naura sedikitpun tidak merasa kasihan bahkan wanita itu semakin keras menangis seperti Kesha putrinya jika sudah mengingikan sesuatu. Ibu-anak itu benar-benar sama.
“Pake!” Kekeh Naura menunjuk pakaian yang harus dikenakan suaminya tersebut.
&l
Pria itu berusaha berdiri dengan tegak ketika melihat penampilan barunya. Jika bukan demi calon keponakannya mau mau dia melakukan hal konyol seperti ini.Bagaimana tidak pria tulen seperti dirinya kini memakai baju babby sister lengkap dengan rok diatas lututnya dan bando micky mousenya.Rasanya pria itu ingin menghilang saja sekarang. Dia bahkan tidak sanggup membuka pintu tersebut karena setelah pintu terbuka makai a harus mengucapkan selamat dating kepada nasib buruknya.Namun, berlama-lama di sana harus dikubur jauh-jauh olehnya ketika kakak sulungnya itu memanggilnya dan menyuruhnya segera keluar.Eros Kembali melihat bayangannya di cermit dan pria itu menarik napas Panjang untuk menguatkan dirinya sendiri.***“Eros! Kau sedang apa di dalam sana? Cepatlah keluar!” teriak Naura sudah seperti nyonya besar.Ceklek!Ketiga orang itu serempak menolehkan kepalanya ketika pintu ruangan yang digunakan Eros berganti p
“Aish! Disaat seperti ini kenapa harus ada tamu sih,” gerutu Arya yang langsung menarik adik iparnya ikut bersamanya. Jika ia harus menanggung malu dilihat oleh tamu yang sedari tadi terus menekan bell dengan tidak sabarnya, maka ia tidak boleh malu sendirian. Ya, itulah yang jadi prinsipnya saat ini. “Aish! Apa yang kau lakukan. Lepas!” protes Eros berusaha menyelamtakan harga dirinya di depan orang yang sedang bertamu. “Diamlah. Aku tidak ingin malu sendirian,” timpal Arya semakin mengencangkan gengaman tangannya mencekal Eros agar pria itu tidak kabur, sehingga yang bisa diperbuat Eros sekarang hanyalah pasrah. Ceklek! Pelaku yang sedari tadi menekan bel sontak membuka mulutnya lebar-lebar ketika melihat penampilan kedua pria tampan di depannya. “Astaga, apa yang terjadi pada kalian?!” pekiknya tidak percaya dengan apa yang dilihat kedua bola matanya. Tidak ingin tambah malu lagi, Arya langsung menyuruh wanita yang diketahui
Zora tersenyum sangat cerah saat kedua tangannya dengan lihai memasangkan dasi suaminya. Karena tinggi badannya tidak setinggi Eros maka ia harus sampai berjinjit sedangkan si suami memegang pinggangnya – menjaga agar istrinya itu tidak jatuh.“Huh, selesai,” ucap Zora tersenyum puas dengan hasil simpulannya.Eros memegang dasinya lalu setelah itu menundukkan kepalanya seraya tersenyum tak kalah puas. “Istriku memang yang terbaik.” Bahkan pria itu menambahkan kecupan sayang di keningnya.“Mas,” panggil Zora dengan suara terdengar manja.“Iya?” jawab Eros begitu lembut penuh kasih sayang.“Jangan pulang malam ya,” pintanya.Eros hanya mengulas senyumnya. Sepertinya sifat manja istrinya kembali lagi. Namun, jujur sikap istrinya itu justru membuat Eros senang, dan mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada calon anaknya karena membuat bundanya ingin terus berdekatan denga
Setelah berhasil melewati ibunya kini Eros harus kembali dihadapkan dengan pertemuan seseorang yang saat ini sangat-sangat tidak ingin ia temui. Melihat wajahnya mengingatkannya akan kebohongan yang telah pemuda itu lakukan padanya. “Masih tidak malukah kau menampakkan wajahmu di depanku?” tanya Eros dengan begitu dinginnya. Pemuda itu hanya menundukkan kepalanya seakan wajah Eros objek yang tidak seharusnya ia liat. Kemarahan pria itu benar-benar membuat nyalinya menciut hanya sekedar mengangkat kepalanya. Dikepalkannya kedua tangan besarnya, menggingit bibir bawahnya untuk menahan sekuat mati air mata sialan yang sedang berdesakan keluar. Setelah berjuang melawan semua perasaan yang dirasakannya, perlahan Deni mengangangkat kepalanya untuk bertemu pandang dengan mata gelap milik Eros. “Kak Eros.” Panggilnya begitu pelan, tetapi walau begitu Eros masih dapat mendengar jelas suaranya bahkan ia tahu bahwa pemuda itu memanggilnya dengan suara gemetar.
“Panggil aku Kakak. Kak Eros.” Eros menyodorkan tangannya menunggu persetujuan Deni agar pemuda itu memanggilnya dengan sebutan yang diinginkannya. Deni yang entah tidak percaya atau masih syok karena tiba-tiba orang sepenting Eros mengutarakan keinginanannya untuk menjadikannya adiknya hanya berdiri membatu, ia tidak mampu bahkan hanya sekadar menerima jabatan tangan. “Itu pun jika kau tidak keberatan.” Lanjut Eros tidak ingin membebaninya, dan karena pemuda itu tidak kunjung membalas jabatan tangannya akhirnya Eros mulai menurunkan tangannya. Namun, sebelum tangannya benar-benar terjatuh ada tangan lain yang langsung memegangnya membuat pria itu menggangkat kepalanya dan lesung pipi itu langsung terlihat ketika ia tahu siapa pemilik tangan tersebut. “K-kak Eros,” panggil si pemilik tangan yang tidak lain adalah Deni dengan terbata-bata membuat Eros tidak bisa untuk tidak tersenyum melihat responnya. “Bagus. Sering-seringlah memanggilku dengan sebuta
Pria itu menjatuhkan dirinya di sopa panjang yang ada di ruangannya. Setelah pertemuannya dengan Deni beberapa saat lalu tubuhnya benar-benar terasa terkuras habis. Hatinya menjerit ingin memeluk pemuda itu, tetapi egonya menentangnya. Setelah cukup lama ia hanya berdiam diri akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan pekerjaannya kembali mengingat ada wanitanya dan calon buah hatinya yang menunggunya di rumah. Eros yang malang. Masih pagi sudah harus mendapatkan beban pikiran seberat ini dan beban itu belum seberapa dengan beban-beban lainnya yang sudah menunggunya di depan sana. Dengan langkah gontai pria itu menuju kursi kerjanya dan mulai menyalakan laptopnya serta membaca tumpukan dokumen yang dua hari ini tidak diperiksa karena sakit. Mata tajamnya membaca setiap rentetan kata dan tangannya sibuk membubuhi tanda tangan setelah ia merasa tidak ada kejanggalan. Eros terus bekerja tanpa mengenal lelah sebagai pengalihan agar ia tidak memiliki celah u
Zora segera beranjak untuk menyusul suaminya yang mungkin sebentar lagi menuju ke sini. Namun, belum ia melakukan itu tiba-tiba ia kembali dikejutkan dengan benda jatuh di hadapannya. Dengan perasaan takut wanita itu mendongakkan kepalanya ke atas untuk melihat siapa gerangan yang menjatuhkan barang tersebut. Semoga saja bukan dia. Bukan suami tersayangnya. “Deni,” gumam si pelaku yang menjatuhkan barang tersebut dengan wajah super syok. “Sayang.” Panggil Zora seraya memegang tangan suaminya yang terjatuh tidak memiliki tenaga. Wanita itu tidak sanggup meilhat wajah syok dan terluka suaminya. Hal yang ditakutkannya tadi, sekarang benar-benar terjadi. Sementara pria itu tetap mematung seraya matanya tidak lepas dari berita di televisi. Jantungnya seakan dicabik-cabik dan rasanya itu sangat menyakitkan. Wajahnya mulai memucat dan napasnya mulai terdengar berat membuat Zora semakin khawatir. Lantas ia menyuruh suaminya untuk duduk dan meminta air minum k
Pria itu berdiri mematung di daun pintu kamar mayat. Kedua kakinya sangat lemas hanya untuk sekadar dilangkahkan menuju peti mati di depan sana. Eros memang sengaja tidak meminta ditemani, maka dari itu sekarang ia harus berjuang sendiri melawan rasa sesak yang menderanya. Karena tidak ada sang istri atau orang lain yang menguatkannya.Dengan langkah sangat gontai akhirnya ia sampai di depan peti jenazah pemuda malang itu. Eros menempelkan telapak tangannya yang gemetaran ke kaca yang ada di peti tersebut. Melihat wajah pucat pasi Deni membuat air mata yang sedari tadi berdesakan keluar akhirnya tidak dapat dibendungnya lagi. Eros membiarkan air mata itu membanjiri wajahnya.Banyak yang ingin ia katakan pada pemuda yang sudah terbujur kaku tersebut, tetapi bibirnya mendadak kelu, ia tidak mampu mengucapkan sepatah katapun untuknya.Kumpulan memori selama pemuda itu hidup mulai dari awal pertama kali ibunya mengenalkan Deni padanya sampai kejadian tadi di kantor
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek