Seorang pria yang memiliki tinggi badan 183 cm dan juga berbadan atletis itu sedang duduk di sisian tempat tidur seraya memegang selembar foto yang tidak dibingkai. Raut wajahnya tampak begitu sedih kala bayangan-bayangan masa lalu itu silih berganti seperti sebuah kumpulan film yang diputar dalam kepalanya. Semakin ia berusaha untuk melupakannya, justru bayangan itu semakin jelas seakan mengajaknya untuk kembali ke masa lalu.
Dia usap wajahnya dengan kasar kala cairan bening itu meleleh dan membasahi pipinya. Ia tidak ingin dipandang lemah oleh orang lain, biarlah rasa sakit itu dia sendiri yang merasakan.
"Eros." Seorang wanita berumur 30 tahunan tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya membuat sang empu menoleh karena kedatangannya yang tiba-tiba. Wanita yang ternyata kakaknya itu tersenyum seraya mendekati pria yang dipanggil Eros itu, atau lebih tepatnya Eros Kalandra Karisma, putra bungsu keluarga Karisma.
Dengan gerakan cepat Eros langsung menyembunyikan foto itu di bawah bantal lalu membalas senyum sang kakak, memperlihatkan lesung pipinya yang membuatnya terlihat begitu tampan.
"Kenapa?" tanya wanita yang memiliki nama lengkap Naura Larasati Karisma itu seakan tau apa yang sedang adik bungsunya rasakan.
Eros mengerjapkan matanya beberapa kali lalu kembali memberikan senyuman yang lebih manis dari sebelumnya.
"Tidak apa-apa," jawabnya semeyakinkan mungkin.
"Ada apa Kakak ke sini?" tanyanya kemudian.
Naura menatap iris mata sang adik, ia mendengkus kala melihat sorot mata itu terlihat sendu.
"Kau sangat payah dalam urusan berbohong," katanya dalam hati.
"Segera bersiap-siap, sepuluh menit lagi kita berangkat," ujar Naura menepuk pelan punggung tangan sang adik. Eros hanya mengangguk tanda mengiyakan perintah dari kakak tertuanya.
***
Kini mereka telah sampai di tempat yang di tuju, kediaman keluarga Laquita.
Eros menoleh ke arah kakak keduanya yang terlihat gelisah. Ditepuklah punggung tangan sang kakak seraya memberikan seutas senyum.
"Semua akan baik-baik saja," ucapnya meyakinkan.
"Endru, Eros, ayo!" panggil Naura yang sudah turun terlebih dulu dari mobil bersama sang ibu.
Pria bernama Endru atau lebih tepatnya Endru Kantara Karisma itu menoleh ke arah sang adik yang usianya hanya terpaut satu tahun saja dengannya, lalu mengangguk dan mulai melepaskan sabuk pengamannya serta turun dari mobil mengikuti Naura juga ibunya.
Setelah sang kakak turun, Eros menatap rumah besar itu seraya menghela napas panjang lalu sedetik kemudian mulai melepaskan sabuk pengamannya dan ikut turun menyusul keluarganya.
Ibunya terlihat sedang menggenggam erat tangan Endru sedangkan Naura sedang menatap kagum rumah besar bergaya Eropa modern itu.
"Ketuk pintunya, Kak," pinta sang ibu pada Naura.
Setelah pintu besar itu diketuk, tidak perlu waktu lama untuk menunggu sang pemilik rumah keluar. Mereka langsung disambut hangat oleh keluarga Laquita.
Ibunya, Naura dan Endru sudah masuk bersama sang pemilik rumah, sedangkan pria itu masih saja berdiri mematung menatap pintu utama yang masih terbuka lebar.
Naura kembali lagi ketika melihat adik bungsunya itu malah berdiri mematung di luar sana.
"Hey! Kenapa melamun?" tanyanya menyadarkan Eros dari pikirannya yang berkelana.
Eros mengerjapkan matanya beberapa kali dan lagi-lagi hanya memberi seutas senyum seraya menarik tangan sang kakak untuk masuk ke dalam.
"Tunggu!" Naura menahannya dan menarik Eros agar ia bisa melihat kejujuran di mata adik bungsunya itu.
"Apa ada yang Kakak tidak tahu?" tanyanya, meski ia sangat yakin adiknya akan kembali berbohong seperti biasanya.
Dan ya, tepat apa yang dipikirkan Naura, adiknya kembali mengatakan tidak ada masalah apa-apa, tetapi tetap saja meski begitu matanya tidak dapat berbohong.
Wanita itu hanya tersenyum tipis seraya merapikan jas sang adik dan juga rambut yang sebenarnya sudah rapi itu. Eros sedikit mendengus kala kakaknya memperlakukannya seperti anak kecil padahal usianya kini sudah menginjak 27 tahun.
"Kak, berhenti melakukan itu." Protes Eros seraya mengerucutkan bibir membuat Naura semakin ingin mencubit kedua pipinya karena gemas.
Walaupun orang lain menilai bahwa Eros adalah pria dewasa pekerja keras, dingin dan tegas, tetapi dalam kacamata Naura dia tetaplah adik bungsunya yang menggemaskan. Sikap Eros ketika bersama dengan orang lain berbeda saat bersamanya.
Saat bersamanya, sifatnya begitu hangat dan menyenangkan atau bisa dikatakan sedikit manja. Hanya saja beban yang adiknya pikul selama ini yang membuatnya terlihat berbeda.
Naura ingin sekali membantunya, tetapi bagaimana lagi dia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Naura hanya bisa mendoakan agar adik bungsunya selalu bahagia.
***
"Kalian dari mana saja?" tanya Naima berbisik.
"Maaf, Bu," kata Eros menundukkan kepalanya.
Naima hanya melirik putra bungsunya itu sekilas lalu kembali menatap dua orang dewasa di depannya untuk mengutarakan maksud tujuan kedatangan mereka kemari.
Wanita bernama Alexa itu tersenyum kala mengetahui maksud kedatangan keluarga Karisma adalah untuk melamar putri satu-satunya mereka. Namun, senyuman itu memudar bersamaan ketika Naima mengatakan bahwa ia akan melamar putri mereka untuk putra keduanya bukan si bungsu.
Sebenarnya tidak masalah siapapun yang akan menjadi calon suami putrinya, hanya saja mereka sedikit terkejut mengingat sang putri lebih dekat dengan Eros dibanding dengan Endru.
"Bagaimana Kirana, apa kau menerimanya?" tanya Alexa kepada sang putri dengan lembut. Bagaimanapun keputusan tetap ada pada wanita itu.
Wanita bernama Kirana Laquita itu hanya menganggukkan kepalanya pelan lalu kembali menatap ke bawah.
Semua orang yang ada di sana tersenyum bahagia, terlebih Endru. Eros dapat melihat dengan jelas raut kebahagiaan yang terpancar dari wajahnya.
"Selamat, Kak." Bisik Eros memberikan senyuman tulusnya.
"Terima kasih, Kirana. Secepatnya kita akan membicarakan tanggal pernikahan Kirana dan Endru. Bagaimana Mbak Alexa dan Mas Roger setuju, kan?" tanya Naima.
"Ya, kami setuju, Mbak. Lebih cepat, lebih baik," jawab Alexa diikuti oleh anggukkan dari sang suami.
***
Setelah lamaran diterima, keluarga Karisma kembali ke kediamannya. Bahkan si bungsu sudah siap dengan tas kantornya. Naura hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Eros yang sudah siap berangkat kerja.
"Bisakah sehari saja tidak bekerja?" tanya Naura. Bukan apa-apa dia hanya peduli akan kesehatan sang adik.
Baru tadi pagi adiknya itu pulang dari Inggris untuk menanda tangani kontrak dengan perusahaan yang mau bekerjasama dengan perusahaannya. Apakah ia tidak merasa lelah? Sesehat apapun tubuh manusia, tetap saja ada batasnya bukan?
"Masih banyak berkas yang harus aku periksa dan tanda tangani," balas Eros tanpa menatap sang kakak karena kedua mata dan jarinya fokus dengan ponsel yang sedari tadi terus berbunyi.
"CEO super sibuk." Cibir Naura mengerucutkan bibirnya.
"Aku berangkat." Pamit Eros tanpa memedulikan protes dari sang kakak. langkahnya begitu tergesa-gesa seperti ada sesuatu yang terjadi di kantor.
Naura hanya menatap punggung sang adik yang semakin jauh. Dia hanya bisa menghela napasnya kala melihat adik bungsunya itu bekerja tanpa mengenal lelah. Bahkan terkadang dia sering bertanya-tanya apakah adiknya itu benar-benar seorang manusia atau bukan?
Konyol! Namun, dia benar-benar tidak mengerti. Arya, suaminya juga adalah seorang CEO di perusahaannya, tetapi dia tidak sesibuk sang adik. Dia masih memiliki waktu bersama keluarga, pulang tidak larut malam, bahkan di akhir pekan selalu mengajaknya liburan meski hanya berjalan-jalan di taman atau sekadar melakukan olahraga pagi bersama.
"Zora," panggil Geraldi berteriak. Dari nada suaranya sepertinya pria itu sedang emosi.Merasa namanya dipanggil, wanita yang memiliki nama lengkap Izora Kanaya Lavina itu langsung menghampiri sang ayah. Dia tidak ingin ayahnya semakin marah jika ia tidak segera datang menemuinya."Ayah," panggil Zora takut-takut."Duduk!" perintah sang ayah mencoba menahan emosinya.Seperti seekor anjing peliharaan yang patuh terhadap majikannya, Zora langsung menjatuhkan bokongnya ke kursi di belakangnya.Dia semakin menggigit bibir bawahnya saat melihat tatapan ayahnya yang begitu tajam seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya.Geraldi mengamb
Setelah sampai di kantor, Eros langsung menuju ruang kerjanya dan mulai sibuk dengan tumpukan dokumen yang harus ia periksa.Dia mendengkus menatap tumpukan dokumen yang sudah menjadi makanannya selama tujuh tahun ini.Ya, begitulah kerjaan Eros setiap hari. Memeriksa berbagai dokumen, bertemu dengan dewan direksi perusahaan lain baik itu perusahaan dalam negeri ataupun luar negeri, dan berbagai pekerjaan lainnya.Bahkan dalam satu bulan dia bisa pergi ke berbagai negara beberapa kali. Belum lagi mengurus urusan kakak keduanya, Endru.Jika ada orang yang menginginkan hidup seperti Eros, mungkin dengan senang hati ia akan menukarnya.***
Seperti sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, saat alarm berbunyi dia langsung mematikan alarm itu lalu kembali membungkus dirinya dengan selimut tebal. Berbeda saat ia masih tinggal di rumah, pasti kakaknya itu yang akan datang ke kamarnya dan menjadi alarm keduanya.Sudah sepuluh menit berlalu, tetapi Eros masih betah di dalam sana, sampai suara perutnya menyadarkannya untuk segera kembali ke kehidupannya yang sibuk."Sudah cukup bermalas-malasannya,boy,"kata Eros kepada dirinya sendiri.Dia beranjak pergi ke kamar mandi sebelum memenuhi keinginan cacing di perutnya yang sedari kemarin meronta ingin diberi makan.Walaupun seorang pria, tetapi untuk urusan membersihkan diri pria itu membutuhkan waktu yang cukup lama
Setelah diantar Chiko menuju tempat kerjanya, Zora sedikit kebingungan karena melihat keadaan ruangan yang sangat jauh berbeda dari ekspetasinya.Tidak lama kemudian seorang wanita berpakaian OB masuk. Jika dilihat dari wajahnya, mungkin wanita itu berumur sekitar setengah abad."Kau, sini!" Tunjuk ibu itu menunjuk tepat kearahnya."Aku?" tanya Zora seraya menunjuk dirinya sendiri."Iya, kau pikir ada orang lain di sini?!" ketusnya.Wanita itu memperkenalkan dirinya tanpa berjabat tangan. Dengan masih memasang wajah bingung, Zora tersenyum kikuk lalu memperkenalkan dirinya juga.Ia menatap Zora dari atas ke bawah dan tak lama wanita itu m
"Astaga adik-adikku kenapa tampan sekali," kagum Naura melihat adik-adiknya begitu gagah dalam balutan jas.Hari ini adalah hari pernikahan Endru dan Kirana. Eros terlihat tampan seperti biasanya dalam balutan jas berwarna hitam. Sedangkan Endru juga tak kalah tampan dalam balutan jas berwarna putih senada dengan gaun sang mempelai wanita.Pernikahan yang digelar di sisi pantai dengan dihiasi oleh bunga mawar putih menjadi pilihan konsep pernikahannya. Sebuah impian Kirana sejak dulu bisa menikah dengan konsep seperti itu."Hey! Kenapa wajahmu murung begitu?" Tanya Naura seraya merapikan dasi si bungsu."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit lelah," jawab Eros berusaha menarik sudut bibirnya.
Dreett.. Dreett.. "Mas, itu HP kamu bunyi," kata Naura yang sedang menghapus riasan wajahnya. Dreett.. Dreett.. "Siapa sih yang nelepon malam-malam begini." Gerutu wanita itu mencondongkan badannya untuk mengintip tangkapan nama di layar. "Eros? Ada apa dia nelpon Mas Arya malam-malam begini?" tanya Naura kepada dirinya sendiri. Wanita itu melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup, itu artinya sang suami belum selesai dari kegiatan mandinya. Naura mengambil ponsel itu lalu menggeser icon panggilan berwarna hijau. Dia sedikit terkejut karena yang berbicara di telpon itu bukan adik bungsunya melainkan seorang pria yang mengaku sebagai bartender. Pria itu mengatakan bahwa pemilik HP ini sudah terlalu banyak minum dan mabuk berat. Sehingga ia berinisiatif untuk menghubungi salah satu nomor di ponselnya. "Aish! Apa yang dia lakukan?" geram Naura setelah memutuskan sambungan telepon tersebut.
"Siapa yang membereskan ruangan saya pagi ini?" tanya Eros dengan nada tinggi. Dilihat dari ekspresinya pria itu terlihat sangat marah."Jawab!" bentaknya karena tidak ada satupun karyawannya yang membuka mulut."Tadi saya melihat OB baru itu keluar dari ruangan Pak Eros," kata salah satu pegawai wanita."Lagi-lagi dia," gumam Eros yang terdengar samar oleh mereka."Suruh dia menghadap saya, sekarang!" Lanjut pria itu meninggalkan para karyawannya yang masih memandang takut ke arahnya."Aku jadi merasa bersalah pada OB baru itu," ucap karyawan wanita tadi.Wanita itu merasa bersalah karena telah memberi tahu bos nya. Dia yakin OB ba
"Mas, hari ini mau makan apa?" tanya Kirana kepada pria yang sudah resmi menjadi suaminya."Apa saja asalkan kau yang membuatnya pasti aku makan." Jawab Endru hendak memeluk istrinya, tetapi dengan cepat wanita itu berbalik dan berjalan menuju dapur."Maafkan aku, Mas. Kau memang memiliki ragaku, tapi tidak dengan hatiku,"batin Kirana.Endru memandang punggung sang istri dengan senyuman sulit diartikan. Jujur saja hatinya sangat sakit melihat istrinya menolaknya secara halus."Dia hanya belum terbiasa," kata pria itu masih mencoba berfikir positif.Clak!Endru menatap lantai yang terkena cairan kental itu lalu ia langsung menutup hidungnya dengan kedua tangannya.Darahnya terus keluar, wajah Endru yang memang awalnya sudah pucat terlihat semakin pucat. Pasokan oksigennya juga semakin menipis. Samar-samar ia hanya bisa mengingat sang istri berlari ke arahnya dan setelah itu ia tak dapat mengingat apa-apa lagi.
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek