Setelah sampai di kantor, Eros langsung menuju ruang kerjanya dan mulai sibuk dengan tumpukan dokumen yang harus ia periksa.
Dia mendengkus menatap tumpukan dokumen yang sudah menjadi makanannya selama tujuh tahun ini.
Ya, begitulah kerjaan Eros setiap hari. Memeriksa berbagai dokumen, bertemu dengan dewan direksi perusahaan lain baik itu perusahaan dalam negeri ataupun luar negeri, dan berbagai pekerjaan lainnya.
Bahkan dalam satu bulan dia bisa pergi ke berbagai negara beberapa kali. Belum lagi mengurus urusan kakak keduanya, Endru.
Jika ada orang yang menginginkan hidup seperti Eros, mungkin dengan senang hati ia akan menukarnya.
***
Tok tok tok!
Tok tok tok!
"Masuk," kata Eros tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen-dokumen itu.
Seseorang bertubuh tinggi tak jauh berbeda dengannya langsung masuk dan dengan santainya merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di ruangan itu.
Eros melirik sekilas, lalu sepasang obsidian kembarnya kembali sibuk mengecek dokumen di depannya. Dia sudah terbiasa dengan kelakuan sesuka hati sahabatnya itu.
"Ayo makan!" Ajak orang itu yang sudah mengubah posisinya yang semula berbaring menjadi duduk tegap.
"Aku sibuk," tolak Eros tanpa melihat kearahnya.
"Aish! Aku ini Kakak iparmu. Berlakulah sopan sedikit," cibir pria bernama lengkap Arya Geovani itu.
Eros hanya memutar bola matanya jelak. Apa pria di depannya ini sadar dengan apa yang baru saja ia ucapkan? Memintanya berlaku sopan sedangkan dia sendiri? Eros tidak habis pikir kenapa kakaknya itu bisa menikah dengan pria yang menyebalkan seperti Arya.
Arya adalah kakak tingkat Eros di Universitas saat mereka kuliah dulu. Usia mereka memang terpaut cukup jauh, tujuh tahun. Namun, karena Eros memiliki otak yang pintar ia bisa menyelesaikan sekolah SMP-nya hanya dalam kurun waktu satu tahun, sedangkan untuk SMA dia hanya membutuhkan waktu dua tahun saja. Sedangkan Arya menunda kuliahnya beberapa tahun karena memilih untuk bekerja terlebih dahulu.
Dan, ya, sekarang dia telah berganti status menjadi kakak iparnya. Arya menikahi Naura dua tahun yang lalu.
Saat itu memang Eros yang mengenalkan Arya pada kakaknya. Namun, Eros tidak menyangka bahwa perkenalan itu akan berlanjut sampai ke jenjang pernikahan.
Meskipun Arya adalah pria menyebalkan dalam kacamatanya, tetapi dia lega kakak kesayangannya menikah dengan orang yang tepat. Eros yakin Arya akan membahagiakan Naura. Dan jangan lupakan perhatian Arya padanya.
***
"Aish! Percuma saja aku mengajak manusia robot ini," gerutu Arya menatap dongkol adik iparnya. Entah sudah berapa kali dia mengajak Eros makan, pria itu hanya mengatakan iya dan nanti.
Lalu Arya merogoh saku celananya dan mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi seseorang. Sepertinya dia harus menelpon pawangnya langsung.
Hanya tiga kali suara getaran, seseorang di sebrang sana sudah mengangkatnya dan Arya langsung mengadu padanya.
Arya tersenyum penuh arti seraya memberikan ponselnya pada Eros. Sedangkan pria itu menatapnya dengan kesal karena ia sangat tau arti dari senyumannya itu.
"Eros, ikut Mas Arya makan! Kau ini kebiasaan banget." Naura berteriak seperti seorang ibu yang sedang memarahi putra kecilnya yang nakal.
Eros melirik tajam ke arah kakak iparnya yang sekarang sedang menahan tawanya seperti seekor elang yang siap mencabik-cabik mangsanya.
"Iya." Hanya tiga huruf dan Eros langsung mematikan sambungan telponnya.
"Ayo!" Arya langsung menarik tangan Eros untuk meninggalkan ruangan kerjanya agar ikut makan siang bersamanya di kafetaria kantor.
***
Seakan tidak pernah lelah membuat seorang Arya kesal, Eros kembali berulah dengan tidak memesan makanan, dia hanya memesan segelas kopi espresso untuk waktu makan siangnya.
"Kenapa aku harus memiliki adik ipar menyebalkan sepertimu." Eluh Arya menatap pria di depannya.
"Ceraikan saja," ujar Eros yang langsung mendapat toyoran darinya.
Dingin, galak, bermulut tajam itulah Eros.
"Aku dengar Endru melamar Kirana, apa itu benar?" tanya Arya ragu. Karena ia yakin Eros tidak menyukai pertanyaan ini. Namun, mau bagaimana lagi rasa penasarannya sudah diambang batas.
Seakan tidak mendengar apapun, Eros meneguk kopi espressonya dengan santai, tetapi jelas sekali sorot matanya yang awalnya cerah berubah menjadi redup tak bercahaya.
Arya hanya bisa menghela napasnya prihatin. "Itu artinya k--"
"Waktu istirahatku sudah habis, permisi." Potong Eros dan langsung pergi dengan langkah tegapnya.
"Aish! Anak itu." Entah berapa puluh kali Arya menggerutu hari ini. Dia sengaja meninggalkan urusan kantornya karena Naura terus menghubunginya untuk mengajak adik kesayangannya itu makan siang. Dan sekarang apa yang terjadi? Adik iparnya itu malah membuatnya kesal setengah mati.
***
Sedangkan Eros di ruang kerjanya terus berkutat dengan pikirannya sendiri, berbanding terbalik dengan apa yang tadi ia ucapkan pada Arya yang mengatakan masih banyak pekerjaan.
Potongan-potongan memori itu kembali bergelantungan di dalam kepalanya, membuat rasa nyeri itu kembali menyapa.
Argh!
Eros menjambak rambutnya kuat-kuat dan tak terasa lelahan kristal itu kembali jatuh membasahi pipinya.
Eros marah. Kenapa takdir tidak pernah mau berpihak padanya? Kenapa ia dilahirkan seperti ini?
Eros kembali menatap lurus ke depan serta menyeka air matanya dengan kedua tangannya. Dia tidak boleh seperti ini! Dia seorang pria. Seorang pria tidak boleh menangis.
***
Naura sedikit terkejut karena melihat mobil si bungsu sudah terparkir di depan rumah. Sampai-sampai dia mengucek-ngucek matanya untuk memastikan penglihatannya tidak salah.
"Eros," gumam Naura seperti orang linglung.
Pria itu memberengut seraya mengecek penampilannya sendiri. Apa ada yang salah dengan pakaiannya hari ini? Sepertinya tidak.
Karena sedari tadi kakak pertamanya itu hanya diam menatapnya. Eros kembali melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dan menuju kamarnya yang terletak di lantai atas.
Sesampainya di kamar, Eros langsung merapikan sebagian pakaiannya untuk dimasukan ke dalam koper yang cukup besar. Niatnya sudah bulat, ia akan tinggal di apartemen miliknya.
Endru yang tidak sengaja melihat sang adik sedang membereskan pakaiannya melenggang masuk ke dalam kamar.
"Perjalanan bisnis lagi?" tanya Endru tampak tidak suka.
Jujur saja pria itu iri kepada adiknya yang bisa kapan saja pergi ke berbagai negara tanpa mendapat larangan. Sedangkan dirinya tidak bisa jauh dari rumah dan rumah sakit.
Tuhan memang tidak adil, pikirnya.
Eros hanya melirik kakaknya sekilas lalu kembali memasukan pakaian dan sebuah kotak kecil misterius ke dalam koper.
"Biar kubantu." Endru ikut berjongkok dan berniat mengambil beberapa helai baju dari lemari.
Namun, matanya malah tertuju kepada kotak kecil misterius yang ada di atas koper. Baru saja tangannya akan mengambilnya, dengan refleks Eros langsung mengambil kotak itu dan menjauhkannya.
"Aish! Pelit sekali," cibir Endru. Dan seperti biasa Eros tidak menanggapi.
"Kali ini negara mana?" tanya Endru lagi.
"Apartemen," jawab Eros membuat kening pria itu berkerut.
Apakah telinga adiknya ini rusak atau semacamnya? Kenapa jawabannya tidak nyambung? Pikir Endru.
"Aku akan tinggal di apartemen," ulang Eros.
Mata Endru terbuka lebar, mungkin jika mata itu bukan ciptaan Tuhan, benda itu sudah lepas dari tempatnya.
"Kenapa?" tanya Endru lagi, "terus nanti aku berbagi cerita sama siapa kalau kau tidak ada?"
"Itu sebabnya aku pergi," balas Eros dalam hati.
***
Eros sudah siap dengan kopernya. Untuk sementara waktu ia akan tinggal di apartemen setidaknya sampai ia bisa mengontrol perasaannya lagi.
Langkahnya terhenti ketika Naura berlari ke arahnya diikuti oleh Naima yang berjalan di belakangnya.
"Kau apa-apaan mau meninggalkan rumah," marah Naura sekaligus khawatir.
Bagaimana dia tidak khawatir, di rumah saja adiknya itu sering melupakan makannya, apalagi kalau ia tinggal sendiri? Dan lagi dia sangat tahu adik bungsunya itu tidak pandai memasak. Lantas siapa yang akan menyiapkan makanannya? Tidak Endru, tidak Eros selalu saja membuatnya khawatir, kesal Naura.
"Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan sedangkan jarak rumah ke kantor terlalu jauh. Akan sangat melelahkan kalau harus menempuh jarak jauh setiap hari," alibinya dan berhasil membuat Naura percaya.
"Baiklah, tapi jangan lupakan makanmu, ya," ingat kakak pertamanya itu muram.
"Ya," jawab Eros yang langsung mendapat pelukan hangat dari sang kakak.
"Kenapa kau selalu membuat kakakmu ini khawatir," gumam Naura disertai dengan suara isakan.
Eros hanya membalas pelukan sang kakak sedangkan sepasang obsidiannya menatap sendu ke arah wanita yang juga sedang menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.
Pria itu melepaskan pelukannya dan menarik napas panjang kala rasa sesak itu datang. "Aku pergi."
Baru beberapa langkah ia berjalan, Naima memanggil putra bungsunya dan saat Eros berbalik wanita itu langsung memeluknya erat.
"Maafkan Ibu," katanya dengan suara gemetar.
Eros hanya memejamkan matanya rapat-rapat, hatinya mencelos kala ibunya mengatakan kata maaf padanya. Ini lebih menyakitkan dibanding rasa sakit hatinya sekarang.
Seperti sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, saat alarm berbunyi dia langsung mematikan alarm itu lalu kembali membungkus dirinya dengan selimut tebal. Berbeda saat ia masih tinggal di rumah, pasti kakaknya itu yang akan datang ke kamarnya dan menjadi alarm keduanya.Sudah sepuluh menit berlalu, tetapi Eros masih betah di dalam sana, sampai suara perutnya menyadarkannya untuk segera kembali ke kehidupannya yang sibuk."Sudah cukup bermalas-malasannya,boy,"kata Eros kepada dirinya sendiri.Dia beranjak pergi ke kamar mandi sebelum memenuhi keinginan cacing di perutnya yang sedari kemarin meronta ingin diberi makan.Walaupun seorang pria, tetapi untuk urusan membersihkan diri pria itu membutuhkan waktu yang cukup lama
Setelah diantar Chiko menuju tempat kerjanya, Zora sedikit kebingungan karena melihat keadaan ruangan yang sangat jauh berbeda dari ekspetasinya.Tidak lama kemudian seorang wanita berpakaian OB masuk. Jika dilihat dari wajahnya, mungkin wanita itu berumur sekitar setengah abad."Kau, sini!" Tunjuk ibu itu menunjuk tepat kearahnya."Aku?" tanya Zora seraya menunjuk dirinya sendiri."Iya, kau pikir ada orang lain di sini?!" ketusnya.Wanita itu memperkenalkan dirinya tanpa berjabat tangan. Dengan masih memasang wajah bingung, Zora tersenyum kikuk lalu memperkenalkan dirinya juga.Ia menatap Zora dari atas ke bawah dan tak lama wanita itu m
"Astaga adik-adikku kenapa tampan sekali," kagum Naura melihat adik-adiknya begitu gagah dalam balutan jas.Hari ini adalah hari pernikahan Endru dan Kirana. Eros terlihat tampan seperti biasanya dalam balutan jas berwarna hitam. Sedangkan Endru juga tak kalah tampan dalam balutan jas berwarna putih senada dengan gaun sang mempelai wanita.Pernikahan yang digelar di sisi pantai dengan dihiasi oleh bunga mawar putih menjadi pilihan konsep pernikahannya. Sebuah impian Kirana sejak dulu bisa menikah dengan konsep seperti itu."Hey! Kenapa wajahmu murung begitu?" Tanya Naura seraya merapikan dasi si bungsu."Tidak apa-apa, aku hanya sedikit lelah," jawab Eros berusaha menarik sudut bibirnya.
Dreett.. Dreett.. "Mas, itu HP kamu bunyi," kata Naura yang sedang menghapus riasan wajahnya. Dreett.. Dreett.. "Siapa sih yang nelepon malam-malam begini." Gerutu wanita itu mencondongkan badannya untuk mengintip tangkapan nama di layar. "Eros? Ada apa dia nelpon Mas Arya malam-malam begini?" tanya Naura kepada dirinya sendiri. Wanita itu melihat pintu kamar mandi yang masih tertutup, itu artinya sang suami belum selesai dari kegiatan mandinya. Naura mengambil ponsel itu lalu menggeser icon panggilan berwarna hijau. Dia sedikit terkejut karena yang berbicara di telpon itu bukan adik bungsunya melainkan seorang pria yang mengaku sebagai bartender. Pria itu mengatakan bahwa pemilik HP ini sudah terlalu banyak minum dan mabuk berat. Sehingga ia berinisiatif untuk menghubungi salah satu nomor di ponselnya. "Aish! Apa yang dia lakukan?" geram Naura setelah memutuskan sambungan telepon tersebut.
"Siapa yang membereskan ruangan saya pagi ini?" tanya Eros dengan nada tinggi. Dilihat dari ekspresinya pria itu terlihat sangat marah."Jawab!" bentaknya karena tidak ada satupun karyawannya yang membuka mulut."Tadi saya melihat OB baru itu keluar dari ruangan Pak Eros," kata salah satu pegawai wanita."Lagi-lagi dia," gumam Eros yang terdengar samar oleh mereka."Suruh dia menghadap saya, sekarang!" Lanjut pria itu meninggalkan para karyawannya yang masih memandang takut ke arahnya."Aku jadi merasa bersalah pada OB baru itu," ucap karyawan wanita tadi.Wanita itu merasa bersalah karena telah memberi tahu bos nya. Dia yakin OB ba
"Mas, hari ini mau makan apa?" tanya Kirana kepada pria yang sudah resmi menjadi suaminya."Apa saja asalkan kau yang membuatnya pasti aku makan." Jawab Endru hendak memeluk istrinya, tetapi dengan cepat wanita itu berbalik dan berjalan menuju dapur."Maafkan aku, Mas. Kau memang memiliki ragaku, tapi tidak dengan hatiku,"batin Kirana.Endru memandang punggung sang istri dengan senyuman sulit diartikan. Jujur saja hatinya sangat sakit melihat istrinya menolaknya secara halus."Dia hanya belum terbiasa," kata pria itu masih mencoba berfikir positif.Clak!Endru menatap lantai yang terkena cairan kental itu lalu ia langsung menutup hidungnya dengan kedua tangannya.Darahnya terus keluar, wajah Endru yang memang awalnya sudah pucat terlihat semakin pucat. Pasokan oksigennya juga semakin menipis. Samar-samar ia hanya bisa mengingat sang istri berlari ke arahnya dan setelah itu ia tak dapat mengingat apa-apa lagi.
Kirana mengambil kapas untuk menutupi bekas suntikan di lengan pria itu, sedangkan Eros menundukkan kepalanya tidak berniat melihat wajahnya.Setelah melakukan transfusi darah, tidak biasanya ia merasakan lemas dan pusing yang cukup berat. Mungkin karena akhir-akhir ini banyak yang ia pikirkan dan juga efek kelelahan bekerja.Kirana yang menyadari ada sesuatu yang tidak beres, merendahkan tubuhnya untuk melihat wajah pria itu."Astaga, kau kenapa?" kagetnya ketika melihat wajah orang yang sangat ia cintai itu terlihat pucat.Eros menghela napasnya, tubuhnya memang kurang bersahabat akhir-akhir ini."Ini minum teh hangatnya dulu." Wanita itu dengan telaten merawatnya. Hatinya sakit me
"Jadi benar Eros itu mantan kekasihmu?" tanya Naura ingin memastikan dari mulut wanita itu sendiri.Kirana hanya menganggukkan kepalanya pelan lalu menghela napas panjang ketika dadanya terasa sesak menerima kenyataan yang tidak sejalan dengan harapannya.Naura diam menunggu adik iparnya itu menjelaskan alasan ia menerima Endru.Hatinya mencelos ketika Kirana mengatakan bahwa pria itu yang memintanya. Ya, Eros yang memintanya untuk menerima Endru menjadi suaminya."Terus kenapa kau mau?" tanya Naura dengan suara lirih. Sungguh dia sedih mengetahui kebenaran ini.***Eros sedang mempelajari dokumen yang akan di sampaikan untuk
Hari ini langit Tokyo bergitu cerah, hangatnya matahari pagi menyambut dengan riang orang-orang yang sedang berjuang meraih mimpi atau tujuan hidupnya. Namun, berbeda untuk Eros, suasana hati pria itu begitu mendung dikarenakan sudah hampir dua minggu pria itu berada di Jepang akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan satu informasipun dimana keberadaan mantan istrinya tersebut, padahal Eros sudah mengerahkan semua detektif suruhannya untuk mencari Zora di setiap kota di negeri sakura ini, akan tetapi sampai saat ini dia belum mendapatkan kabar baik. Karena mustahil dia bisa mencari wanita itu dengan cepat jika hanya mengandalkan keberuntungan. Walaupun Eros mengerahkan banyak orang untuk mencari, tetapi pria itu juga tetap bergerak tidak hanya berdiam diri dan menunggu kabar. Seperti hari ini Eros sedang berjalan-jalan di salah satu taman di kota tersebut, berharap jika Zora ada di sana mengingat wanita itu sangat menyukai taman. Saat sampai di sana, pikiran
Pria itu – Eros langsung disambut oleh langit Jepang yang masih cukup terang padahal arlojinya sudah menunjukkan jam lima sore yang artinya sekarang sudah jam 7 malam di jepang mengingat Indonesia tempatnya tinggal dengan Tokyo memiliki selisih dua jam.Setelah delapan belas jam perjalanan memakai pesawat dan tanpa memejamkan mata sedetikpun akhirnya pria itu sampai juga di bandara internasional Tokyo – Jepang.Eros menarik napasnya untuk mendapatkan oksigen yang cukup untuk paru-parunya. Setelah merasa penuh pria itu membuangnya secara perlahan dan ia melakukannya berulang kali. Dengan hanya bermodalkan tekad dan sedikit keberuntungan pria itu berharap bisa menemukan wanitanya di Negara yang terkenal dengan bunga sakuranya tersebut. Karena hanya itulah petunjuk yang ia miliki.Namun, bagaimanapun Eros sudah sangat bersyukur, setidaknya dia tahu bahwa Zora ada di negara ini, itu masih jauh lebih baik dari pada ia harus berkeliling ke seluruh dunia un
Hari ini, detik ini, masih di langit dan bangunan yang sama Eros akan memperjuangkan kebahagiaannya. Dengan masih memakai setelan kerjanya pria itu berdiri di depan pintu kediaman mantan mertuanya, menunggu seseorang di dalam berbaik hati membukakan pintu untuknya. Selama mereka tidak memberitahu di mana keberadaan Zora, Eros tidak akan pernah lelah memaksa dan meyakinkan kepada kedua orang tua wanita itu bahwa ia bersungguh-sungguh mencintai putri mereka, bahwa ia tidak pernah sekalipun ada niatan untuk menyakiti hatinya. Sementara di dalam rumah itu sepasang suami istri tersebut sedang duduk – berpura-pura – santai di ruangan tamu, berpura-pura membutakan mata mereka jika di luar sana ada seseorang yang sedang berdiri menunggu mendapatkan kesempatan kedua. Namun, yang namanya hati seorang wanita terlebih seorang ibu tetap saja sekecewa-kecewanya, semarah-marahnya dia, hatinya tetaplah lembut. “Jangan sekalipun kau membukakan pintu untuknya!”
Setelah menahan rasa sakit diperutnya berjam-jam kemudian syukurlah sakit itu berangsur-angsur menghilang. Dengan gerakan pelan Kirana mengelap keringatnya dan berulang kali menarik napasnya. Kirana bertanya-tanya pada dirinya sendiri, “Ada apa dengan perutku? Kenapa rasanya sesakit ini?” Setelah itu ia beranjak untuk mengambil tas dan kunci mobilnya yang tergantung tidak jauh dari tempatnya sekarang untuk bergegas ke rumah sakit. Selain untuk memeriksakan kandungannya, Kirana juga kesana untuk menjenguk ibu mertuanya. Walaupun hubungan mereka tidak baik setelah masalah perselingkuhan palsu yang diciptakannya, tetapi tetap saja ia masihlah seorang menantu dan bagian dari keluarga itu. Dengan masih memegang perut besarnya Kirana mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Dia tidak ingin mengambil risiko datang ke rumah sakit dengan dibawa mobil ambulance karena mengalami kecelakaan. *** Muak dengan semua pembicaraannya akhirnya Eros memi
Dua pria yang sama-sama memiliki wajah tampan dan berkharisma jika sedang bekerja itu kini sedang duduk di sebuah taman rumah sakit. Saling berdiam diri, tetapi tidak dengan pikirannya. Entah apa yang sedang dipikirkan kedua pria yang hanya memiliki selisih usia satu tahun itu, tentu saja yang mengetahuinya hanya dirinya sendiri dan Tuhannya yang tahu. Sampai satu orang pria yang tidak terlalu nyaman dengan keterdiaman ini akhirnya membuka suaranya setelah satu jam lebih mereka berdiam di sana. “Kak Naura sudah melahirkan,” ucap pria tersebut yang tidak lain adalah – Endru - dengan tatapan datarnya dan tanpa menoleh ke arah orang yang sedang diajaknya bicara. Pria satunya yang tentu saja sudah dapat kita tebak siapa menolehkan kepalanya, pria itu tidak lantas menjawab karena ia yakin sang kakak belum menyelesaikan perkataannya, karena tidak mungkin dia hanya akan memberitahukan bahwa kakak pertamanya telah melahirkan, dia sudah mengetahuinya. Maka yang dilaku
“Dia begitu mirip denganmu, Sayang,” ucap Arya ketika bayi kembar mereka sudah diperbolehkan tidur di ruangan yang sama dengan ibunya. “Matanya, hidungnya, bahkan bentuk bibirnya juga benar-benar fotocopy dari ibunya. Hmm, sedikitpun tidak ada yang meniru dariku.” Naura hanya tersenyum mendengar suaminya terus memuji wajah tampan bayi laki-lakinya yang memang lebih mirip dengannya. Namun, pria itu tidak boleh cemburu karena wajah bayi perempuannya lebih mirip dengannya. “Dan bayi perempuan kita mirip denganmu, Sayang,” balas Naura ikut memperhatikan wajah-wajah si kembar. Pria itu menoleh di mana istrinya berada, lalu pria itu tersenyum seraya mengusap puncak kepala istrinya dan kembali mengucapkan terima kasih karena sudah melahirkan si kembar yang kini sedang tertidur pulas di dalam box bayinya, tidak terganggu sama sekali dengan obrolan orangtuanya yang sedang membicarakan mereka. “Terima kasih atas perjuangmu yang luar biasa ini dalam melahirkan s
“Kalian makanlah dulu, biar Naura Ibu dan Ayah yang jaga,” ucap ibu dari Arya tidak tega melihat ketiga pria itu tetap setia menunggu di depan ruangan ICU – tempat di mana wanita itu ditangani setelah operasi. Memang saat di ruang operasi wanita itu sempat kehilangan detak jantungnya beberapa detik. Namun ketika Arya menangis tergugu memohon kepada Tuhan untuk tidak mengambil istrinya dan disaat itu juga keajaiban datang, grafik yang awalnya lurus horizontal itu berangsur-angsur menunjukan perubahan. “Dokter detak jantungnya kembali!” seru salah satu perawat melihat layar tersebut menunjukkan grafik naik turun meskipun lemah. Disaat itu juga tangis Arya semakin kencang, tetapi ia belum berani untuk mendekatinya. Arya tidak ingin mengganggu kerja dokter yang sedang berusaha menyelamatkannya. Barulah saat dokter itu memperbolehkannya ia langsung menggenggam tangan sang istri seraya mengatakan terima kasihnya berulang kali. “Aku tidak lapar, kalian makan
“Arya!” Panggil kedua orangtuanya yang langsung datang ke rumah sakit ketika dikabari menantunya akan segera melahirkan.“Bagaimana keadaan menantu dan cucu Ibu?” tanya ibunya tanpa bisa menutupi rasa khawatirnya.Besannya saja sampai sekarang belum membuka matanya, ditambah sekarang menantunya yang sedang berjuang di dalam sana demi menjadi seorang ibu. Semoga Tuhan selalu melindunginya dan menyelamatkan keduanya. Amin.Arya hanya menggelengkan kepalanya dengan lemah. Tenaganya sudah terkuras habis oleh segala ketakutannya sendiri terlebih lampu di ruang operasi itu belum juga mati.Berapa lama lagi ia harus menunggu? Apakah operasi cessar harus selama ini?Paham bagaimana perasaan putranya saat ini, sang ibu langsung memeluknya dan megusap-usap punggunya, berharap dengan ini putranya bisa sedikit lebih tenang.Wanita itu dapat merasakan tubuh putranya bergetar dan demi tuhan itu benar-benar membuat hatinya mencelos
Ceklek! “Masih ingat rumah juga.” Sarkas Kirana dengan tatapan serta nada sinisnya pada Endru yang baru saja pulang bekerja. Sebaliknya pria itu tidak menanggapinya justru langsung masuk ke dalam kamar untuk membersihkan diri dan tentu saja sikapnya itu memancing kemarahan sang istri. “Tidak sekalian ajak selingkuhanmu pulang.” Ini bukan pertanyaan melainkan sebuah pernyataan sarkasme pada Endru dan kali ini berhasil menghentikan langkah Endru yang sudah sampai di dekat tangga menuju kamar mereka. “Apa maksudmu dengan selingkuhan? Tolong jika bertanya berkaca terlebih dulu,” sarkasnya dengan nada dinginnya yang sempat membuat Kirana tertegun beberapa detik karena baru kali ini pria itu bersikap dingin padanya. Tidak ingin terlihat kalah, wanita itu terus menyudutkannya dengan membawa kehamilannya. Tanpa pria itu ucapkan secara gamblangpun wanita itu tahu maksud ucapannya. Dialah yang berselingkuh di sini. Ya, setidaknya itu yang diketahui pria itu sek