"Mbak, tebak tadi saya ketemu siapa di rumah sakit?" tanya Bu Mila yang baru saja turun dari taksi online. Bu Cici yang tengah memeriksa tanamannya langsung menoleh pada adiknya itu. "Siapa? Artis?" tanya Bu Cici tak begitu penasaran. Ia malah kembali fokus pada tanamannya. "Bukan, Mbak, tapi Nuri." Kegiatan menggunting tanaman itu pun ia hentikan. "Nuri, sakit apa?" tanya Bu Cici kali ini dengan menunjukkan raut penasaran. "Gak tahu, tapi berobatnya ke spesialis alat kelamin." Kening Bu Cici semakin berkerut dalam. "Ya ampun, sakit apa? Kelamin? HIV? Kamu yakin gak salah lihat?""Ya gak tahu sakitnya apa, Mbak, tapi yang jelas Nuri masuk ke ruangan itu. Coba Mbak tanyakan saja ke Daniel. Bukannya mereka udah rujuk. Anunya bau kali, Mbak atau bisa juga dingin hi hi hi.... ""Ya ampun, kasihan sekali putraku. Ya sudah, saya telepon Daniel dulu deh." Bu Cici bergegas masuk ke dalam rumah. Ia mengangkat gagang telepon rumah, lalu menekan nomor kantor anaknya. Panggilannya tidak kun
"Kamu jadi ke dokter tadi, Sayang?" tanya Daniel saat mereka sudah duduk di ranjang dan bersiap-siap tidur. "Sudah, Mas. Mata dokter mau cek bagian dalam dan jika memang nanti perlu dibedah kecil, maka akan dibedah.""Alhamdulillah, bagus kalau begitu, Nuri. Akhirnya penderitaan suami kamu ini akan sirna. Terus, katanya kapan bisa dibedah?" Daniel begitu penasaran. Senyumnya terus terbit saat mendengar bahwa ada solusi untuk masalah kewanitaan istrinya. "Dokter minta kota berdua datang ke rumah sakit, lalu tanda tangan. Persetujuan Mas dibutuhkan untuk itu." Daniel mengangguk paham. "Besok saja, biar saya ijin. Kalau bisa, besok kaku langsung operasi kecil gak papa. Semakin cepat semakin baik. Terima kasih Nuri, kamu sudah melakukan yang terbaik untuk suami kamu ini." Daniel mendaratkan ciuman di bibir Nuri dengan lembut. "Ya sudah, kita tidur yuk!" Daniel sudah berbaring sambil menarik pelan tubuh sang Istri untuk masuk ke dalam dekapannya. Satu menit baru berlalu dan dengkuran s
"Maaf, Pak, tekanan darah istri Bapak harus normal, baru bisa dilakukan tindakan operasi. Apalagi membutuhkan bius. Masih sayang istri'kan?" dokter lain yang dikunjungi Daniel dan Nuri pun mengatakan hal yang serupa. Daniel menghela napas berat . Jelas sekali pria itu kecewa. "Jangan ajari saya tentang sayang istri atau tidak, karena saya yang paling tahu. Justru karena saya sayang istri saya, makanya saya mau dia sehat.""Tapi tidak dengan memaksakan melakukan operasi di saat tekanan darah tinggi. Bapak bisa menjadi duda, istri Bapak bisa ada di dalam tanah. Jadi, tolong pikirkan. Bapak bisa membaca artikel kesehatan yang menerangkan tentang ini.""Baik, Dok, terima kasih atas penjelasannya. Kalau begitu kami permisi!" Nuri menyela pembicaraan antara suaminya dan dokter pria itu. Nuri bangun lebih dahulu, lalu bergegas keluar ruangan tanpa menoleh pada Daniel. Wanita itu berjalan cepat menuju lobi. Ia memutuskan untuk naik taksi saja yang kebetulan baru saja menurunkan penumpang di
"Permisi, kamar saya ada di mana ya?" wanita bernama Angel itu, masuk ke dalam rumah tanpa basa-basi, sambil menarik kopernya. Tubuh Nuri sedikit tersentak karena pundaknya disenggol Angel. "Tunggu! Kamu gak bisa masuk seenaknya ke rumah saya?" Nuri berhasil menahan tangan Angel. Wanita muda berusia dua puluh empat tahun itu menepis tangan Nuri dengan sedikit memaksa, karena Nuri mencengkram dengan kuat. "Ini juga rumah saya, Mbak Nuri. Posisi kita satu sama bukan? Mbak Nuri dinikahi siri, saya pun sama. Kita berdua punya hak yang sama di rumah ini. Kenapa? Keberatan? Silakan telepon suami kita." Dengan gaya angkuhnya, Angel memberikan ponsel miliknya pada Nuri. Nuri terdiam, ia tahu, tidak ada wanita senekat Angel, jika ini adalah sebuah kebohongan. Angel pasti benar, bahwa suaminya sudah menikahi gadis di depannya ini. "Mbak, bisa jawab pertanyaan saya tadi? Kamar saya di mana?" tanya Angel. "Mana saya tahu! Di sini hanya ada kamar saya dan Daniel. Kamar Luna, dan kamar produksi
"Halo, assalamualaykum, Bu. Ini Winda, besok jualan gak, Bu?""Oh, iya, Win. Besok jualan ya. Kamu siap-siapin aja warung. Minta Eko ke rumah saya untuk bawa amunisi jualan. Kita buka jam sebelas aja ya.""Baik, Bu, segera saya kabarin Eko. Oh, iya, tadi Pak Dika juga ke warung Bu. Saya diberitahu Mang Ujo tukang parkir.""Oh, iya, makasih infonya, Win." Nuri menutup panggilan dari Winda. Mendengar nama Dika, ia kembali teringat akan masa lalunya bersama pria itu. Jika sudah tiada, baru terasa. Sekarang diuber kayak orang dimabuk cinta. Batin Nuri sambil tersenyum tipis. Suara mobil dan juga pagar yang dibuka, membuat Nuri bergegas menuju jendela. Bukan Daniel yang tiba, melainkan Bu Cici; mertuanya. Pasti Angel yang memangil mertuanya ke sini. Batin Nuri lagi.Wanita itu memasang head set, sambil menyetel lagu remix. Ia sengaja melakukan itu agar tidak perlu mendengar suara ketus mertuanya.KringDaniel meneleponnya, sehingga musik remix itu berhenti sejenak."Halo.""Halo, Nuri, ka
"Sayang, udah pulang?" Angel langsung menghampiri Daniel dengan suara mendayu, lemah, lembut yang seperti dibuat-buat. Daniel hanya menoleh sekilas, sambil menghela napas. "Kita perlu bicara, Mas!" Nuri menarik tangan Daniel menuju kamar mereka. "Ada apa? Aku capek, jangan ajak berdebat!" Daniel melepas cengkeraman tangan Nuri sesecara hati-hati, karena ia tidak mau menyakiti istrinya itu. "Harusnya aku yang capek. Aku harusnya yang menghancurkan isi rumah ini saat ada istri muda suaminya dengan berani dan tidak tahu malu, datang ke sini!" Nuri menatap Angel dengan sengit. "Ini rumahku, Nuri. Siapapun boleh tinggal di sini!" Ujar Daniel tegas. "Kalau begitu, aku yang pergi, Mas. Talak saja aku. Aku gak akan mati patah hati kalau kamu cerai!" Suara Nuri mulai bergetar. Ia tahu saat ini menjadi tontonan oleh mertua dan juga wanita yang berhasil masuk ke rumah tangganya. Ekor matanya dapat menangkap kedua orang itu sedang tersenyum penuh kemenangan. Mungkinkah ia salah strategi? "G
Dika yang tengah menonton televisi di kamarnya, menoleh ke kiri saat ponselnya bergetar. Ia enggan meraih benda pipih itu karena khawatir Tika yang mengirimkan pesan padanya. Sejak Tika ia pulangkan, ada banyak nomor tidak dikenal yang mengirimkan pesan WA ataupun miscall tidak jelas. Bu Widya keluar dari kamar dan melihat putranya sedang termenung di depan TV yang menyala. Ia berjalan mendekati Dika, lalu duduk di sampingnya. "Eh, Mama, kaget saya!" Dika mengusap dadanya. "Kamu kenapa belum tidur? Biasanya jam delapan udah merem," tanya Bu Widya. "Kangen Nuri, Ma. Warungnya belum buka juga. Padahal saya pengen ketemu. Sayang sekali kesempatan saya bisa balikan dengan Nuri semakin tipis," jawab Dika tanpa semangat. Bu Widya tersenyum mafhum. "Kenapa tidak cari yang lain?" tanya Bu Widya. "Nggak ah, kalau yang lain mah, takut kayak Tika. Saya udah kapok salah pilih." "Kalau begitu, jangan bengong terus. Kucing tetangga sebelah, kebanyakan bengong, besokannya hamil." Dika tertawa
Nuri benar-benar tidak membiarkan suaminya masuk ke dalam kamar. Pintu kamar tidak pernah ia buka, bahkan hingga pagi harinya. Nuri melakukan boikot pada Daniel, agar suaminya itu menyadari kesalahannya. Namun, orang seperti suaminya bukan tipe mau teris membujuk.. Daniel tipe lelaki yang membiarkan semuanya berlalu, sehingga semua masalah, dapat selesai dengan sendirinya.Daniel berteriak minta dibukakan pintu, tetapi Nuri bergeming. Baginya, ini adalah salah satu hukuman untuk suaminya karena telah sangat keterlaluan membiarkan Angel ikut tinggal satu rumah dengannya."Nuri, buka Sayang, aku mau ambil baju untuk kerja!" Seru Daniel. "Buka atau aku dobrak!" Nuri mengabaikan suaminya. Jika memang harus didobrak, maka suaminya sendiri yang akan repot memperbaikinya."Nuri, aku serius!""Aku gak mau buka pintu kalau demit bernama Angel masih di rumah ini. Kamu udah tahu obatnya biar aku buka pintu!" Balas Nuri tidak kalah tegasnya.Brak!Brak!Daniel membuktikan ucapannya. Pria itu ber
"Mas ada apa?" tanya Nuri yang menghampiri suaminya di balkon kamar. Pria itu baru saja menerima telepon dan wajahnya menjadi murung. Nuri memeluk tubuh suaminya. Angin malam membuat udara sangat sejuk, sehingga berpelukam adalah hal yang paling tepat dilakukan saat ini. "Mas, ada apa?" tanya Nuri lagi saat suaminya tak juga bersuara menjawab pertanyaannya. "Harimau Sumatera kena virus di lidahnya. Jadi gak mau makan. Diam saja. Padahal sudah ada dokter hewan khusus menangani harimau itu. Harimau itu satwa langka, jika ia mati, makan perlahan spesiesnya bisa punah. Harimau Sumatera ada dua di kebun binatang. Satu jantan dan satu betina, baru saja mau dikawinkan, penjantan sakit. Saya harap Leora bisa sembuh.""Namanya Leora?" tanya Nuri. Dika mengangguk. Wajah suaminya dan gaya bicara suaminya berubah amat sangat serius. Ia menjadi sosok yang berbeda jika sudah bicara tentang passion dan kegemarannya."Maaf ya, suasana bulan madu kita jadi seperti ini," kata Dika tidak semangat. "G
Perut pengantin keroncongan. Tidur delapan belas jam membuat lambung keduanya berteriak tidak tahan lapar. Masih dengan piyama saja, Nuri pergi turun ke bawah untuk makan, sedangkan Dika masih dengan beskap, hanya bagian atas diganti dengan kaos biasa.Semua diambil oleh sepasang pengantin itu. Ada jus, buah potong, es krim, makan berat, aneka kue, dan desert lainnya. Nuri sengaja memakai totte bag yang berisi kotak bekal. Jika tidak habis, bisa ia bawa ke kamar."Sayang, udah jam sebelas. Ayo, cepat makannya! Kita belum mandi dan bersiap untuk pergi ke Taman Safari. Ada mobil dari kantor nanti yang jemput. Kalau jam dua belas kita belum check out, kita bisa kena tegur petugas hotel. Mobil kantor jemput jam setengah dua belas," kata Dika mengingatkan Nuri yang masih asik menikmati es krim."Ck, Mas, kita jadi terburu-buru gini. Ampun deh! Kagak mirip pisan sama honeymoon. Ya sudah, ayo, kita naik deh!""Mandinya berdua aja ya, biar cepat," bisik Dika lagi sambil membantu istrinya mema
"Sudah, jangan menangis, Angel. Ini sudah takdir," ucap Daniel menenangkan istrinya yang masih saja sesegukan. Ia baru kembali dari menguburkan jenazah bayinya yang ia kubur di halaman rumah. Luna pun meneteskan air mata karena sedih. Ada rasa kehilangan dan kecewa karena ia tidak punya adik, padahal ia sangat inginkan adik dari papanya. Ia ingin rumahnya ramai dengan tawa dan canda anak kecil. Namun, semua mimpinya terpaksa ia kubur."Ini salah Papa. Papa gak peka sebagai suami," suara serak Luna membuat Daniel dan Angel menoleh serentak."Apa yang kamu katakan, Nak?" tanya Daniel dengan wajah sedih. "Luna bilang, Papa gak aware sama Tante Angel. Papa selingkuh dari Bunda Nuri, tapi dengan Tante Angel pun Papa gak sepenuhnya peduli padahal jelas Tante Angel lagi hamil anak Papa; adik Luna. Tante udah ngeflek seminggu lalu, tapi Papa cuek dan gak pentingin bayi Papa. Papa kalau seperti ini terus, gak akan ada wanita yang tahan hidup dengan Papa. Luna kecewa sama Papa! Luna jadi takut
"Kenapa Angel?" Daniel terbangun saat merasakan istri yang tidak di sebelahnya terus saja bergerak gelisah. "Perut saya gak enak, Mas." Angel melangkah masuk ke kamar mandi. Daniel berbalik sambil memeluk guling, melanjutkan mimpinya yang sempat terhenti karena perut istri yang mulas.Suara pintu kamar mandi terbuka. Daniel dapat mendengarnya, begitu juga suara langkah sang Istri yang tidak lama kemudian terdengar suara laci lemari dibuka. Daniel menoleh ke belakang."Kenapa?" tanya Daniel."Flek, Mas." Angel memakai celana dalam yang bersih. "Mas, antar saya ke dokter yuk! Saya takut kenapa-napa. Ini flek, kemarin enggak, kemarin lusa flek. Sehari flek sehari nggak. Saya jadi penasaran kenapa.""Mungkin karena kamu lelah aja. Udah tidur aja. Nanti juga berhenti fleknya. Ini hari kamis kan, kalau Sabtu masih flek, kita ke dokter. Aku ngantuk banget." Daniel kembali memejamkan matanya, sedangkan Angel masih gelisah. Ia memang ikut berbaring, tetapi ia tidak juga bisa memejamkan mata
"Bang, ngebut ya," kata Nuri berpesan pada sopir ojek online. "Siap, Bu, tapi Ibu jangan kaget kalau saya ngebut ya," balas pengemudi ojek itu yang mungkin usainya sekitar empat puluh tahunan. "Nggak kok, kita emang harus cepat, soalnya ada pelakor di rumah saya. Kalau bisa cepat, maka saya akan kasih dua ratus ribu buat Abang, gimana?" "Wah, mau ada perang dunia kayaknya nih. Okelah, Bu, pegangan ya. Pasti saya bisa cepat, Bu." Motor pun melesat cepat, sehingga hampir saja Nuri jatuh terjengkang, jika ia tidak memegang jaket pengemudi itu. Pria itu membuktikan ucapannya. Hanya sepuluh menit saja ia di jalan dengan tampilan akhir amat berantakan. Wajahnya lengket dan mulutnya tidak bisa mengatup karena banyaknya masuk angin ke dalam mulutnya. Biasanya jika naik ojek online ,maka ia akan membutuhkan waktu setengah jam lebih lima menit, tetapi bersama ojek online ajaib ini rasanya baru naik sudah sampai."Makasih banyak atas bantuannya, Bang. Saya jadi sampai tepat waktu." Nuri memb
Tiga Bulan BerlaluNuri menguap lebar di depan kertas sketsa yang sejak pagi ia corat-coret, tetapi tidak menemukan kecocokan pada design gaun pesta tersebut. Sudah sejak lama Bu Celine memintanya menggambar menggunakan tablet atau laptop, tetapi karena ia tidak mahir dengan dua alat itu, ia hanya menggunakan pensil khusus dan juga kertas gambar untuk membuat design.Bosnya baik, begitu juga dengan teman-teman di kantor pusat dan juga team butik yang sering ia jumpai. Mereka dapat menerimanya dengan baik, selama tiga bulan ia bekerja. Satu buah sketsa dihargai lima belas juta dan jika berhasil dilirik oleh rumah model, maka akan diberikan bonus. Untuk gaji pokok Nuri mendapatkan upah delapan juta dan jika ia saat berhasil membuat design menarik pasaran, maka uang lima belas juta itu ikut masuk ke rekeningnya. Hoam! Sekali lagi Nuri menguap. Ini sudah jam sebelas malam. Matanya mengantuk, tubuhnya sudah penat, tetapi idenya seperti tidak tuntas. Oleh karena itu, Nuri memutuskan ke da
"Ada apa, Ma? Tumben siang-siang Mama ke sini?" tanya Daniel dengan wajah masamnya. Bu Cici menghela napas panjang, lalu memilih duduk di kursi menemani putranya yang tengah memberi makan ikan koi di kolam belakang."Mama cuma pengen ketemu anak Mama, masa gak boleh? Gimana urusan kamu sama Nuri?" tanya Bu Cici to the point. Ia tidak ingin Daniel keburu pergi karena kehadirannya."Udah selesai, Ma. Nuri selingkuh dengan mantannya.(kayaknya bakal jadi judul baru penulisnya nih)." Daniel ikut duduk di kursi kosong di sebelah Bu Cici."Maksud kamu, Dika?" tanya Bu Cici memastikan."Iya, Ma. Daniel dan Nuri sudah selesai. Hamya perlu menalaknya. Sudah saya lakukan kemarin. Jadi, Mama jangan tanya apapun lagi soal Nuri pada saya. Kami sudah selesai." "Hm, bagus kalau begitu. Kamu jadi bisa fokus pada Angel. Apa kabar istri kamu itu? Mama gak lihat, tapi mobilnya ada di depan." "Ada di kamar, Ma. Angel lagi kurang sehat. Maunya tidur terus. Angel ambil cuti dua Minggu hanya untuk rebahan
Hatinya begitu membuncah gembira karena beban yang menahan di dadanya beberapa bulan ini, akhirnya terlepas juga. Daniel menalak ya lewat pesan yang ia baca dari screenshot yang dikirimkan Bu Widya. Ini adalah penyemangat baginya yang akan melakukan interview. Hari pertama yang ia harapkan bisa merubah takdirnya di masa depan."Permisi, saya Nuri yang akan interview hari ini? Apakah saya bisa bertemu Bu Soraya?" tanya Nuri dengan begitu ramah pada dua petugas wanita muda yang berjaga di meja resepsionis."Oh, baik, Mbak. Silakan tunggu di kursi ya. Saya lapor ke atasan saya dulu." Resepsionis yang berambut hitam pekat itu mengangkat gagang teleponya. Nuri menunggu dengan sabar dengan detak jantung yang tidak beraturan. Tanyanya dingin dan juga sedikit berkeringat. Ia gugup. Ini pertama kalinya ia melamar pekerjaan seumur hidup karena sejak dahulu ia hanya menemani ibunya di rumah sambil belajar menjahit."Mbak Nuri, silakan naik ke lantai dua ya. Bisa naik lift. Nanti ada ruangan HRD
Nuri sudah berada di depan rumah mertuanya; Bu Cici. Ini adalah salah satu cara agar Daniel bisa melepasnya karena setelah foto dirinya berpelukan dengan Dika hanya ceklis satu saja di ponsel Daniel. Nuri berharap banyak ibu mertuanya bisa membantunya."Assalamualaikum," seru Nuri dari balik pagar. Ini sudah salam kedua dan tidak ada orang yang keluar dari dalam rumah besar itu. Rumah yang berada di tengah kota Depok dan termasuk perumahan elit. Rumah yang posisinya berada di hock menjadikan rumah itu sangat besar. Tidak ada respon dari sisi kanan rumah, Nuri berjalan ke arah kiri. Ada sebuah mobil terparkir di sana yang tertutup cover berwarna silver."Assalamualaikum," seru Nuri sekali lagi. Terdengar suara anak kunci diputar. "Wa'alaykumussalam, cari siapa, Mbak?" tanya wanita muda yang mirip ART."Bu Cici-nya ada, Mbak? Saya Nuri, istri Daniel.""Oh, Bu Nuri, a-ada, Bu. Mari masuk. Nyonya lagi yoga di ruangan atas, sebentar saya panggilkan ya. Mari masuk lewat depan aja, Bu." Nur