Share

Bab 67 (Talak)

Penulis: Tifa Nurfa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Malam bertabur bintang, langit yang gelap dan tenang, rembulan berpijar terang, seolah menyambut bahagia di dada.

Aku melihat senyum terukir di bibir manis istriku. Aku pun bahagia, semoga setelah ini tak ada lagi ujian berat yang menempa rumah tangga kami.

"Mas, kamu yakin dengan keputusan yang kamu ambil ini?" tanya Yunita, saat kami sudah masuk mobil.

"Tentu. Kau meragukan keputusanku?"

"Bu–Bukan gitu, bagaimanapun pernikahan adalah suatu hal yang sakral, karena itu sebuah janji di terhadap Allah."

"Justru karena itu, aku mengambil keputusan ini, jika pernikahan ini terus dilanjutkan, dan hanya akan menyakiti, Wina, menyakiti hatiku sendiri, bahkan menyakiti kamu, buat apa? Wina juga berhak bahagia. Yang terpenting sekarang posisinya sudah aman, aku sudah menjalankan amanah yang Pak Wiryo pinta." Aku menjawab pertanyaan istriku dengan tenang, tak ada keraguan sedikitpun.

Yunita mengangguk, tersenyum.

"Oke kita jalan sekarang?"

"He'em."

Aku mulai melajukan mobil keluar rumah, meni
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 68 (POV Wina)

    Pov WinaAku memang berasal dari keluarga sederhana, Tinggal di Sebuah desa yang lumayan jauh dari kota membuatku biasa hidup dalam kesederhanaan.Kasih sayang Bapak yang sangat luar biasa, membuat aku kuat menjalani hari-hariku setelah kepergian Ibu, dan dua tahun setelah kepergian Ibu, Bapak memutuskan untuk menikah lagi dengan Bu Warsih, beliau menjadi Ibu sambungku. Bu Warsih selalu baik denganku saat di depan Bapak, namun jika tak ada Bapak, keadaannya sebaliknya. Namun sekali lagi, Aku bertahan demi Bapak, hanya Beliau satu-satunya alasan untukku bertahan di rumah itu.Kehidupan kami berkecukupan saat Bapak masih bekerja sebagai mandor di pabrik teh, Bu Warsih pun terlihat begitu menyayangi Bapak, Beliau juga sangat perhatian sama Bapak, aku merasa senang walau sikap Bu Warsih padaku kurang baik, bagiku yang penting Bapak ada yang menemani masa tuanya nanti.Namun keadaan seolah berbanding seratus delapan puluh derajat ketika Bapak mulai sakit, sakit asma, radang paru, juga darah

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 69 (Isi Hati Wina)

    Pov WinaSemakin hari perhatian demi perhatian kecil yang Mas Dimas berikan padaku, semakin membuatku tersipu malu, bukan karena apa-apa mengingat status yang aku sandang yaitu istri orang, aku pun tak bisa bersikap atau menampakkan raut bahagia berlebih padanya.Aku tak ingin yg terlalu kelihatan mencolok di depannya.Meskipun Mas Dimas selalu bilang, Dia yang mengantarkan bahan makanan karena Mas Firman sibuk dengan istrinya. Mas Dimas pun begitu santun, tak pernah berbuat kurang ajar atau apa, Ia betul-betul bisa menjaga diri, menghormatiku sebagai seorang istri dari sahabatnya.Ah, kenapa yang menikah denganku tidak Mas Dimas aja, dengan begitu tentu keadaan tak serumit ini, aku tak bisa membayangkan jika suatu hari istrinya Mas Firman mengetahui tentang aku, bagaimana jadinya aku.***Sore ini Mas Firman datang, membawakan sebuah kartu SIM, sejak beberapa hari memang aku mematikan ponsel karena aku takut Ibu telpon lagi, tak sanggup aku mendengar semua cercaan dan umpatan karena

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 70 (Malam Yang Indah)

    Pov YunitaMalam ini kami menghabiskan waktu berdua di sebuah kafe dengan nuansa romantis, Mas Firman dulu pernah mengajakku kemari, tapi itu sudah lama sekali. Dan malam ini ia kembali mengajakku kesini.Gemerlap lampu kuning dan putih, kafe dengan konsep indoor dan outdoor, kami memilih duduk di luar, beruntung cuaca malam hari ini begitu cerah, bulan dan bintang yang bertabur menambah keindahan malam ini. Semilir angin sejuk dan syahdu serta alunan musik pop yang mengiringi."Kamu suka?" "Heem, tentu. Aku suka Mas. Kita udah lama baru ke sini lagi," sahutku."Aku ingin melihat kamu tersenyum, setelah kemarin kita telah melewati masa yang tak mudah."Aku mengangguk."Makasih ya Mas.""Aku yang harusnya minta maaf, semua memang salahku, aku terlalu pengecut untuk menceritakan soal Wina semua sejak awal, karena aku merasa tak siap, jika kamu marah, tapi tanpa kusadari, aku justru bisa kehilangan kamu, atas ketakutan itu.""Sudah, Mas. Aku sudah nggak apa-apa.""Sayang, tetaplah di si

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 71 (Pindah)

    Hari terus berganti hingga tak terasa dua Minggu sudah berlalu setelah Mas Firman mengucap ikrar talak pada Wina, dan hari ini Wina mengabari kalau ia setelah mendapat pekerjaan, kebetulan di kantor Dimas ada lowongan pekerjaan, Wina pun pamit untuk pindah ke tempat kos, Dia bilang tak enak berlama-lama tinggal di apartemen itu, padahal aku dan Mas Firman sama sekali tidak keberatan, karena memang kami belum ada rencana untuk menempati apartemen itu.Tapi kami menghargai keputusan Wina dan sore ini juga Kami memutuskan untuk datang ke apartemen."Win, kamu yakin mau tinggal di kos? Kenapa nggak di sini aja sih?" tanyaku saat aku menemani Wina yang tengah sibuk memasukkan baju-bajunya ke dalam tas besar miliknya."Iya, Mbak. Aku nggak enak berlama-lama tinggal di sini, sudah saatnya aku belajar berdiri sendiri di atas kakiku sendiri, tidak bergantung terus sama Mbak dan Mas Firman," sahutnya tanpa menoleh ke arahku."Bagaimana hubungan kamu dengan Dimas Win?" Seketika Wina menghentika

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 72 (Undangan Makan Malam Ibu)

    Dari sini aku sudah bisa melihat kesungguhan Dimas, namun aku juga mengerti keputusan Wina, semoga seiring berjalannya waktu, dan setiap hari mereka bertemu di kantor, membuat Wina yakin akan kesungguhan Dimas, itu harapanku dan Mas Firman."Mas, besok hari Sabtu aku mau ke Mall sama Wina ya, mau belanja kebutuhan Wina."Kami sedang dalam perjalanan menuju ke rumah."Boleh, Sayang. Mau aku anterin?" "Nggak usah Mas. Aku naik taksi aja besok. Terus nanti pulangnya aku langsung ke rumah makan nyusul kamu.""Oke, Sayang. Hati-hati ya." Mas Firman mengangguk setuju.***Esok harinya sesuai janjiku, aku di antar Mas Firman ke tempat kos Wina, dan dari tempat kos Wina kami naik taksi ke sebuah Mall besar di ibukota. Aku lihat Wina begitu antusias, matanya berbinar melihat ramainya pengunjung Mall. Mungkin ini adalah sebuah hal baru bagi Wina mengingat tempat tinggalnya sewaktu di Bogor adalah di sebuah desa yang jauh dari kota.Aku senang melihat binar wajah cerianya. Kami masuk ke sebu

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 73 (Di Restoran)

    "Kamu serius mau datang untuk makan malam sama Ibu?" tanya Mas Firman usai kami melakukan salat Maghrib. Keadaan kami masih memakai alat salat lengkap.Aku mengangguk yakin."Oke kalau kamu yakin, kita akan berangkat. Untuk soal Tania, kamu jangan risau, tak sedikitpun aku ingin meliriknya. Kamu jauh lebih cantik, lebih baik, lebih dari segalanya dari Dia. Ketika aku sudah memiliki segalanya, untuk apa aku melirik yang lain.""Aku percaya sama kamu, Mas." Aku mengulas senyum. Memberikan kepercayaan penuh pada lelakiku.Kami pun berangkat ke restoran yang sudah di tentukan Ibu. Ibu bilang akan ketemuan di resto sekitar jam tujuh malam ini.Tak perlu waktu lama, mobil kami memasuki pelataran parkir restoran. Mas Firman membukakan pintu mobil untukku turun, dan merangkul bahuku. Kami berjalan bersisihan, memakai baju kasual yang sengaja aku pilihkan dengan warna senada, aku memakai gamis simple dengan warna moka dan pasmina dengan warna cokelat susu dan, Mas Firman mengenakan jeans berwa

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 74 (Perubahan Sikap Ibu)

    "Membahas Apa?!" sergahku."Ehm, itu. Membahas tentang Aku dan Kak–""Kita cuma makan malam biasa," cegat Ibu cepat. Tania melipat keningnya."Bu! Bukanya, kita sudah rencanakan–""Saya berubah pikiran. Sebaiknya selesai makan, kamu pulang. Saya masih ingin bicara dengan anak-anak saya." Lagi Ibu bicara dengan tatapan sinis pada Tania.Sungguh ini membuatku semakin penasaran, sepertinya ada yang berbeda. Tapi, bukankah perubahan beliau ini adalah suatu hal yang baik, seharusnya aku senang dengan perubahan sikap Ibu."Ehm! Oke. Firman pesanan makanan dulu ya, Bu. Biar nanti Laras datang, kita bisa langsung makan," ucap Mas Firman.Ibu hanya mengangguk. Aku melirik Tania, Dia tampak pucat. Ada apa sebenarnya antara Ibu dan Tania.Mas Firman pun memanggil waiters dan menyampaikan semua pesanannya, setelah mencatat semuanya, waiters itu pun berlalu.Hening. Kami seolah sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya Mas Firman yang sesekali melirikku dengan senyum jahilnya. Membuatku tersenyum

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 75 (Pingsan)

    Sikap Ibu malam ini betul-betul membuatku heran, namun sisi lain, hati ini pun bahagia karena Ibu secara halus mengusir Tania untuk segera pergi dari sini.Tania menghela napas, kemudian memandang ke arah lain, aku yakin ia pasti merasa terusik, karena secara halus Ibu telah mengusirnya."Ehm, aku ke toilet sebentar ya, Bu. Permisi." Tania pamit dan berlalu ke toilet."Bu, sebenarnya apa yang ingin Ibu sampaikan sampai kita harus membicarakan ini di tempat makan seperti ini?" tanya Mas Firman lembut, Dia tentu sangat penasaran dengan apa yang hendak Ibu bicarakan, pun denganku dan Laras. Kami semua tentu penasaran, di tambah sikap Ibu yang berbeda."Sebentar Ibu ke toilet dulu, ya." "Ehm, mau Yunita temenin, Bu?" tawarku."Ehm, nggak usah Yun. Ibu sendiri aja, cuma sebentar kok." Aku mengangguk tersenyum. Setidaknya sikap Ibu tak ketus seperti biasanya, bisa dibayangkan jika di tempat umum seperti ini, sikap Ibu kumat ketusnya sama Aku. Bisa tertekan sendiri Aku, tak enak hati, dan j

Bab terbaru

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 92 (Ending)

    Mengapa rasa sakit ini melebihi rasanya sakit hati ketika putus cinta? Aku seakan tengah berlayar di lautan tenang tiba-tiba di terjang badai ombak yang begitu dahsyat hingga kapal yang kukemudikan terombang-ambing.Aku melajukan mobilku menuju ke pemakaman dimana Bapak beristirahat dengan tenang, teringat saat aku masih anak-anak dulu, Aku pernah di ajak Bapak ke pemakaman, namun aku yang masih kecil pun tak bertanya itu makam siapa, dan Bapak juga tak bicara apapun soal makam itu. Aku yang sejak kecil tak pernah kekurangan kasih sayang dari orang tua pun tak sedikitpun aku mengira akan seperti ini kenyataannya.Terlihat sepele, aku ternyata bukanlah anak kandung Ibu, tapi Ibu menyayangiku seperti anak kandungnya, tapi tetap saja hati ini terkoyak, ada rasa sakit menelusup ke dalam sini. Air mataku luruh begitu saja, di sepanjang jalan aku mengemudi. Sakit. Aku mengetahui kenyataan ini di saat Bapak sudah tiada, andaikan saja mereka menceritakan ini jauh sebelum Bapak pergi, mungki

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 91 ( Kenyataan Menyakitkan)

    POV Firman"Ehm, Bu. Alhamdulillah tebakan Ibu benar!" ucapku sumringah pada Ibu yang sudah menatap kami penuh tanya."Alhamdulillah! Akhirnya. Ibu mau punya Cucu!" Ibu menghambur ke arah Yunita dan memeluknya erat."Selamat ya Yun, Ibu seneng banget dengernya akhirnya kamu bisa hamil dan kasih cucu untuk Ibu. Maafkan Ibu yang kemarin-kemarin begitu angkuh dan nyakitin kamu! Ibu minta maaf Nak!" ucap Ibu dengan suara parau, Punggungnya bergetar. Ibu menangis dalam pelukan istriku.Aku hanya menatap haru."Ini semua berkat Doa Ibu, Yunita yang harusnya bilang makasih sama Ibu, Ibu sudah bisa menerima Yunita yang banyak kekurangan ini." Lembut Yunita mengusap punggung Ibu."Nggak Sayang. Ibu yang banyak salah sama Yuni, Ibu minta maaf." Yunita mengangguk, seraya mengulum senyum."Sudah Bu. Kita lupakan semua yang sudah berlalu, kita buka lembaran baru menyambut anggota keluarga baru di rumah ini." Aku mengusap punggung Ibu."Iya, Man. Jaga baik-baik istrimu dan calon bayinya ya!""Iya,

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 90 (Semua ada Konsekuensinya)

    POV FirmanDi sebuah ruangan dimana ada Laras berdiri di sana, bersama seorang temannya, dan Tania terbaring di ranjang rumah sakit, terlihat tengah menangis tersedu-sedu. Kenapa Dia?"Laras!" panggilku. Laras tengah berdiri di sisi ranjang, sepertinya sedang menenangkan Tania. Laras sepertinya tidak mendengar Aku memanggilnya.Belum juga Laras menoleh ke arahku, aku sudah dibuat terkejut oleh pertanyaan seorang perawat yang sudah berdiri di belakangku."Maaf Apa Bapak suaminya Ibu Tania?" Degh!"Oh bukan Sus. Saya mau jemput adik saya Laras," tegasku seraya mengibaskan tangan pada perawat itu.Seketika Laras menoleh ke arahku, mungkin karena mendengar namanya kusebut."Kak Firman!""Ayo pulang!" ajakku."Oh saya kira, suaminya pasien. Maaf ya Pak!""Iya gak apa-apa, Sus. Saya permisi!"Aku mendekati Laras dan menggandeng tangannya. Aku bahkan tak melirik sedikit pun ke arah Tania."Kak Firman!" panggil Tania lirih, namun masih jelas terdengar olehku."Ehm Tania, Gue pamit pulang dul

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 89 (Hamil)

    POV FirmanAku dan Yunita pun saling pandang, mendengar percakapan Laras di telepon, terdengar kata kalau Tania pingsan. Pingsan kenapa Dia, kenapa pula menghubunginya pada Laras, kenapa tidak langsung di bawa ke rumah sakit, berbagai pertanyaan muncul dalam benakku."Udah Yuk, Sayang kita ke klinik sekarang!" ajakku pada Yunita, aku juga tak ingin di pusingkan dengan urusan Tania yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga kami."Ya udah Ayo!" Yunita pun mengamit lenganku dan bergelayut manja menuju ke luar rumah."Wah ini motornya, Sayang." Yunita menyentuh dan mengitari motor itu ketika kami sampai di teras rumah."Iya, bagus ya, Sayang. Pilihan kamu memang tak pernah salah." Aku memujinya, karena motor itu memang Dia yang memilih.Beberapa saat Yunita memperhatikan motor itu."Udah Yuk, Sayang. Nanti keburu malam, jadi makin ngantri di klinik." Aku mengingatkan, karena jika semakin malam juga khawatir kliniknya tutup. Malam ini juga malam Minggu, tentu di jalan juga

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 88 (Terkejut)

    POV FirmanSetelah menyelesaikan semuanya. Aku pun pamit pulang. Karena sebentar lagi pasti pihak dealer akan mengantarkan motor yang aku beli siang tadi. "Pulang sekarang, Yuk Sayang.""Ayo!"Kami pun berjalan bersisian menuju ke mobil yang terparkir di parkiran Rumah makan."Kira-kira udah diantar belum ya Mas, motornya?" tanya Yunita"Kayaknya sih belum, Laras juga nggak ada telpon Mas. Kalo udah datang pasti Dia kaget dan bingung, kan pasti telpon Mas.""Iya juga Ya." Yunita terlihat begitu bersemangat, meski wajahnya masih terlihat pucat, tapi tidak menutupi rona bahagia yang terpancarkan."Sayang, kamu beneran nggak apa-apa. Wajah kamu pucat lho." "Nggak apa-apa, Mas. Cuma sedikit pusing sih. Nanti aku sampai rumah langsung istirahat aja. Mas nggak usah khawatir, ya!" Meskipun Yunita bicara dengan tenang dan seakan Ia benar-benar baik-baik saja. Tapi tetap saja aku mengkhawatirkannya. Tak biasanya Dia seperti ini.Mobil melaju dengan kecepatan sedang, membelah jalanan kota

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 87 (POV Firman)

    Pov FirmanTak ada yang lebih membahagiakan selain melihat Ibu dan adikku bisa akur dengan istriku. Itu adalah harapan yang selalu aku langitkan di setiap sujudku. Akhirnya Allah menjawab semuanya sekarang. Ibuku sudah kembali seperti dulu, wanita cinta pertamaku sudah kembali lembut dan hangat padaku.Meskipun beberapa tahun belakangan ini, Ibu lebih menunjukkan rasa tak sukanya pada Yunita, istriku. Tapi itu sama artinya juga untukku. Karena istriku adalah cerminan diriku. Jika ada yang mencela atau tidak menyukainya, itu sama saja mencelaku. Aku hanya mampu membesarkan hati Yunita, menghiburnya, dan meminta maaf padanya atas nama Ibu. Hanya itu yang bisa kulakukan, meski dalam hatiku juga merasakan sakit yang sama.Alhamdulillah setelah acara makan malam di restoran itu sikap Ibu banyak berubah. Entah apa yang melatarbelakangi perubahan sikap Ibu pada kami, terutama padaku dan Yunita. Ibu menjadi begitu baik dan tidak lagi memintaku menikahi Tania.Sungguh sebuah keajaiban yang beg

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 86 (Saling Terbuka)

    Pov Laras"Bu, Laras seneng deh, sekarang Ibu bisa akur sama Kak Yunita, ternyata Dia baik ya Bu." Aku mulai membuka percakapan malam ini. Aku merebahkan tubuhku di samping Ibu, sudah cukup lama juga aku tidak tidur dengan Ibu. Aroma wangi tubuhnya yang selalu menenangkan. Hangat dan nyaman yang selalu aku rasakan jika berada di dekatnya.Malam ini aku begitu senang bisa bersembunyi di dekat ketiaknya."Iya, Ibu yang salah. Ibu terlalu egois, hanya karena termakan omongan teman-teman Ibu, secara tak sadar Ibu telah menyiksa batin menantu Ibu. Ibu sangat merasa bersalah, Ras."Ibu menatap langit-langit kamar ini, berucap tanpa menoleh menatapku. Ibu sudah menyadari kesalahannya. Sejenak terdiam."Ibu lihat juga kamu banyak berubah, Ras. Nggak ada lagi Laras yang manja yang selalu memaksa untuk dipenuhi semua keinginannya. Sekarang Ibu lihat anak gadis Ibu ini jauh lebih dewasa, lebih sopan, dan ramah, terutama pada Kakak iparnya," sindir Ibu."Bukankah setiap orang itu memiliki hak untu

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 85 (Sebuah Foto)

    Pov LarasAku pun memilih tak menanggapinya lagi, dan melangkah cepat untuk pulang. Tania masih berdiri di tempatnya.Setelah tiba di ujung gang tempat kos Tania, aku menunggu sebentar ojek online yang tadi kupesan.Kemudian aku langsung pulang ke rumah karena siang tadi Kak Firman mengabarkan, jika Ibu sudah di ijinkan pulang hari ini, jadi sekarang ini kemungkinan Ibu sudah ada di rumah Kak Firman. Kami sepakat untuk sementara Ibu tinggal di rumah Kak Firman, sampai kondisi Ibu benar-benar membaik.Dengan tinggal di rumah Kak Firman, di saat aku ke kantor dan Kak Firman sibuk di rumah makannya, ada Kak Yunita yang dengan telaten merawat Ibu. Aku bersyukur di saat aku sudah mulai dekat dengan Kak Yunita, Ibu mulai menyadari kesalahannya. Semoga hubungan baik diantara kami ini bisa terus seperti ini. Aku yang paling merasa bersalah pada Kakak iparku itu. Aku yang terlambat menyadari semuanya. Kini aku sadar pilihan Kak Firman memang yang terbaik, wajar saja jika Dia begitu bucin deng

  • Mampukah Aku Bertahan    Bab 84 (Menemui Laras)

    Pov Laras.Hari terus bergulir, hingga hari ini, aku mendapatkan pesan dari Ibu, kalau hari ini beliau meminta kami. Aku, Kak Firman dan juga Kak Yunita untuk makan malam disebuah restoran. Aku sedikit heran karena tak biasa Ibu mengajak kami makan di luar, Padahal biasanya, jika Aku atau Kak Firman mengajak Ibu makan keluar, Ibu sering menolak, beliau lebih suka makan di rumah, lebih leluasa katanya.Walaupun dalam hati ini meragu karena ternyata Ibu juga mengajak serta Tania, aku pun menyanggupinya untuk datang, sepulang dari kantor aku langsung menuju ke restoran yang sudah ditentukan Ibu. Dalam hati ini juga ada rasa was-was. Takut Ibu akan membahas rencananya yaitu menjodohkan Kak Firman dengan Tania.Jika benar itu yang akan Ibu katakan, aku akan langsung bersuara. Tidak setuju. Bahkan saat itu juga aku akan langsung bongkar tabiat asli Tania itu seperti apa. Agar Ibu tidak terus menerus harus menekan Kak Firman lagi.Aku berusaha untuk menyelesaikan pekerjaanku agar lebih cepat

DMCA.com Protection Status