Naomi semakin meracau saat ledakan kenikmatan itu semakin menuju puncaknya. Begitu pula Adrian yang berada di bawah merasakan miliknya berkedut dan siap menyemburkan lahar panas ke dalam rahim sang istri. Bunyi kecipak air dalam buth up menjadi saksi bisu betapa nikmat dan menggairah menyatuan keduanya.
"Eughhh... Mas. Ini nikmat sekali," desah Naomi keenakan tepat di telinga Adrian, membuat suaminya tertawa geli.
"Namanya juga surga dunia, sayang."
"Aku lelah, Mas. Tapi, aku menginginkannya lagi," ujarnya malu-malu seraya menyembunyikan rona merah pipinya di balik rambut basahnya yang terurai.
Adrian menyibak rambut itu dan tertawa melihat wajah istrinya yang bersemu merah. Menggemaskan sekali. Baiklah, jika itu yang Naomi inginkan, Adrian akan menurutinya. Memenuhi keinginan istri akan mendapatkan ganjaran pahala yang besar p
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Adrian mengajak Naomi ke Bandung menemui mamanya. Ada rasa gugup sekaligus senang merasuk di hatinya. Lalu, seperti seorang yang mau bertemu orang penting, ia sibuk mencari-cari baju terbaik yang akan dia pakai untuk berangkat ke sana."Kenapa tidak ada satu pun yang cocok ya?" Sudah separuh isi lemari ia keluarkan, tapi tak kunjung menemukan baju yang cocok, dalam artian cantik dan elegan saat dia gunakan.Naomi yang saat itu belum mandi, mengacak-acak rambutnya hingga berantakan, mirip singa baru bangun tidur. Sampai Adrian yang kelar mandi keluar dari kamar mandi, terkejut melihat rupa istrinya."Sayang, kamu baik-baik aja, kan? Apa yang kamu lakukan? Kenapa malah berantakin isi lemari?" Adrian mempertanyakan keadaan istrinya dan kamarnya yang menjadi berantakan dalam 30 menit.Ya, se
Perjalanan selama dua jam lebih dari kediaman mereka di Jakarta ke Bandung rumah mama mertuanya, pun akhirnya sampai. Mobil Adrian sudah terparkir mulus di depan sebuah rumah gedongan, yang tak kalah besar dan mewah."Ini rumah Mama kamu ya, Mas?" Naomi bertanya. Barangkali saja Tristan berhenti di alamat yang salah.Oh ya, Adrian mengajak Tristan pergi bersama mereka agar ada yang bertugas sebagai sopir. Tentu saja pria itu malas menyetir sendiri, jauh juga, tangannya bisa pegal kelamaan memegang stir. Kalau duduk di belakang, bisa leluasa ngobrol dengan Naomi, saat ngantuk bisa sambil tiduran.Beruntung Tristan tidak sedang ada kerjaan penting juga hari ini, sehingga Adrian bisa memaksanya ikut."Iya, ini rumah Mama. Ayo turun!" Adrian turun lebih dulu dari pintu di sampingnya baru kemudian mengitari mobil demi membukak
"Kalian akan menginap di sini, kan, sayang?" Mama Nawang bertanya saat mereka menghabiskan santai siang sambil minum teh.Dikarenakan Mama Nawang bertanya sambil memandang Naomi, wanita yang cantik memakai dress mini berwarna maroon itu jadi kaget dan spontan menoleh ke Adrian. Mereka tidak merencanakan sampai ke situ, cuma datang bertemu lalu pulang. Makanya Mas Adrian berani memaksa Tristan ikut."Kami akan pulang, Ma." Adrian yang menjawab.Raut wajah Mama Nawang seketika kecewa. "Loh, kok gitu? Kenapa nggak nginap semalam dua? Kalian baru pertama kali ke mari, masa mau langsung pulang? Mama masih ingin bercerita banyak dengan Naomi." Lalu mengelus lembut punggung tangan menantunya itu."Lain kali kan bisa datang lagi, Ma. Kasihan Tristan kalau harus menginap di sini." Adrian menjadikan Tristan sebagai alasan.
Selesai makan malam. Naomi lagi-lagi asyik bercengkrama dengan mama mertuanya. Bercerita banyak hal menarik, mereka juga membuka album lama, foto-foto Adrian masih muda, rupanya Elang adalah fotocopy-an dirinya.Naomi tak henti-hentinya tersenyum, tertawa, saat mama Nawang menceritakan hal lucu disebalik foto. Hingga, wanita itu terpikirkan soal Leo. Dia tak menemukan satupun foto Leo di album, foto masa kecil maupun foto sudah besar. Jelas sekali itu menandakan, kalau antara Mas Adrian dan Leo tidak akur sama sekali sebagai sepupu.Lalu, apa benar Mama Nawang akrab dengan Leo?"Kalau sama Leo, Mas Adrian kok bisa benci banget Ma? Di sini juga nggak ada foto-foto mereka bareng.""Leo ya?" Mama Nawang menerawang, seolah ada banyak hal yang bisa dia ceritakan soal kedua putranya itu, satu putra kandung satu lagi ponakan. "Mereka memang
Tristan tiba di Jakarta pukul 10 malam lewat. Ia tak sempat istirahat karena langsung mendatangi alamat rumah yang diberikan informannya.Kini, ia sudah berdiri di depan rumah sederhana berpagar kayu. Beberapa kali dia mengecek kembali alamat yang tertera dalam pesan yang ia terima, dan alamatnya sudah benar."Apa yang aku lakukan sih? Kenapa jadi aku menutupi fakta yang sebenarnya?" Malam yang dingin membuatnya mengeratkan jaketnya. Entah kenapa, dia juga tengah kesal pada dirinya sendiri. Beberapa kali Tristan kedapatan menghela nafas kasar.Kenapa dia harus mengikuti arahan Adrian yang merupakan bosnya di kantor hingga mengurus urusan pribadinya? Kenapa juga dia harus menjadi pembela pihak yang salah? Demi tidak ingin Naomi tahu dan berakhir meninggalkan Bos Adrian? Apa untung baginys?Walau bagaimanapun, Tristan memiliki si
"Kalian beneran akan pulang hari ini?"Naomi dan Adrian sudah bersiap di kamar mereka, ketika Mama Nawang tiba-tiba muncul dari balik pintu. Beliau terlihat sedih dan kecewa sekaligus. Baru semalam mereka bertemu, sekarang harus berpisah?"Iya, Ma. Adrian juga punya pekerjaan yang harus diselesaikan."Melihat mama mertuanya sedih, Naomi berusaha menenangkan, diraihnya jemari wanita itu dan menggenggamnya erat."Mama tenang aja ya, Naomi dan Mas Adrian akan sering ke mari kok saat ada waktu luang," ujarnya dengan tersenyum."Kamu serius, Dear?"Naomi mengangguk mantap. Dia juga senang kok kalau selalu bertemu Mama Nawang. Atau sesekali, biar mama mertuanya yang ke Jakarta. Itu kedengarannya lebih bagus, karena bisa berhari-hari. Mama Nawang, kan, tidak b
"Jadi kamu berhasil atau tidak membujuk saksi itu? Jawab aku, Tristan!" Rahang Adrian mengeras.Sungguh, Tristan menguji kesabarannya. Sudah tahu bosnya adalah tipikal keras, masih saja asistennya itu seolah mengulur-ulur waktu memberikan jawaban."Beliau belum memberi keputusan, tapi saya sudah melakukan yang terbaik, Bos."Tristan tak ingin Adrian berpuas hati dahulu, biarlah bosnya itu ketar ketir karena hal yang telah dia lakukan. Menurut Tristan, Adrian patut merasa gelisah. Dia sudah membunuh orang, apapun alasannya, mau dia bilang sempat ingin bertanggung jawab sampai mencari ke rumah sakit, tetap saja Adrian bersalah telah menghilangkan nyawa seseorang. Sengaja atau tidak.Melakukan yang terbaik? Apa itu artinya saksi mata itu akan diam saja? Tidak akan melapor? Ah, Adrian tidak bisa tenang.&
Beberapa hari berlalu, tidak ada berita di media atau laporan ke kantor polisi soal tabrak lari yang menyebabkan seseorang meninggal 5 tahun lalu. Adrian menarik nafas lega. Apakah ini artinya Tristan berhasil membujuk saksi mata itu? Ah, memang asistennya itu bisa diandalkan.Soal Leo datang ke rumahnya, Adrian tidak tahu-menahu. Leo sudah pulang saat Adrian pulang dari kantor. Sama dengan Adrian, Naomi juga lega."Mas, kamu sibuk nggak? Apa kita bisa ke dokter kandungan hari ini?" pujuk Naomi pada suaminya yang masih bergelung di balik selimut.Adrian menggeliat ketika suara Naomi mengenai gendang telinganya. Namun anehnya, tidak hanya telinganya yang merasakan geli-geli sedap itu, melainkan miliknya di bawah juga terbangun sempurna. Di dalam celana yang ketat, rasanya begitu sesak."Eughhh!" Lenguh Adrian karena sesak