Kegiatan panas mereka terus berlanjut.
Kali ini Naomi didudukkan di atas westafel. Mereka berciuman dengan rakus sementara di bawah sana milik Adrian yang masih tajam dan berotot menusuk-nusuk milik Naomi yang kencang menawan. Suara desahan erotis benar-benar memenuhi ruangan, seperti yang dikatakan Adrian tadi.
Belum puas hanya memasuki lewat jalur depan, Adrian menurunkan tubuh Naomi, membalikkan tubuh itu menghadap ke kaca westafel dan ia menusuknya dari belakang. Tubuh keduanya bergoyang maju mundur sesuai sentakan yang diberikan Adrian.
Naomi merasakan sakit, rasanya seperti ada daging yang terkoyak, beruntung Adrian melakukannya dengan ritme yang indah, hingga Naomi bisa merasakan nikmat itu. Lagipula, demi memuaskan suami, Naomi rasa masuk lewat mana saja tidak masalah, selagi nikmat.
Waktu terus berlalu, percintaa
Naomi kaget bukan main karena Adrian mengiyakan soal mereka akan menginap semalam lagi di hotel. Astaga. Semalam saja badannya terasa remuk redam, bagaimana kalau dua malam? Apa mungkin tulangnya akan patah?Tapi, entah kenapa pula, Naomi tak pernah bisa menolak sentuhan yang Adrian berikan untuknya. Ia merasa gila setiap kali Adrian memasukinya."Mas, aku mau tanya sesuatu boleh?" tanya Naomi disela-sela kegiatan panas mereka.Kening Adrian yang berada di atasnya mengerut. "Soal apa, sayang?"Menggigit bibir, Naomi sebenarnya ragu hendak bertanya, tapi pertanyaan itu sudah terlanjur sampai ke tenggorokannya. Jadi, sekalian bertanya saja. Semoga Mas Adrian nggak marah deh."Kamu kok belum pernah ngenalin aku sama keluarga kamu, Mas?"Adrian tak menyangk
Keduanya kembali ke rumah. Naomi pun bisa menghirup udara segar. Bagaimanapun besar rumah ini, ada banyak spot bercinta yang menarik, tidak mungkin Adrian akan menyerangnya 11 ronde sehari, sementara ada Bi Inah dan Elang di sini."Bi Inah, aku kangen." Naomi berlari menghampiri wanita tua itu dan memeluk erat. Seolah mereka sudah lama tidak bertemu."Nyonya, kenapa terlihat kurus sekali? Apa Nyonya tidak berselera makan? Makanan di hotel, kan, lezat?" tanya Bi Inah dengan suara pelan seperti berbisik, tidak ingin kedengaran oleh Tuan Adrian."Iya, kan, Bik? Padahal 2 hari saja aku menginap di hotel, tapi rasanya seperti 2 bulan. Walaupun di sana makanannya enak, aku lebih suka masakan buatan Bibik."Melepas pelukannya, Naomi menyoroti tubuh kurusnya yang dibaluti dress berwarna cerah. Gara-gara Adrian, ia jadi tambah kurus. Bi Inah
Seminggu kemudian. Kehidupan kembali seperti biasanya, Adrian berangkat ke kantor, Elang mulai bersekolah, menyisakan Naomi yang berjibaku di rumah membantu Bi Inah membersihkan rumah yang gedongan, menyiram tanaman dan terpenting belajar memasak.Ia harus bisa memasak masakan enak, biar saat nanti bertandang ke rumah mertua, ia akan dicap sebagai menantu yang pintar masak. Yuhuuu. Hanya dengan memikirkannya membuat Naomi kegirangan nggak ketulungan.Saat sedang asyik memasak, terdengar bunyi bel berdenting. Naomi menghentikan gerakan tangannya yang mengaduk kuah sop di panci.Siapa yang datang? Apa mungkin Mas Adrian? Tapi, ini kan belum jam makan siang?"Bik, coba tolong lihat siapa yang datang!" Perintah Naomi pada Bi Inah melalui jendela, karena posisi wanita tua itu sedang berada di halaman belakang rumah mereka, yabg bers
"Masa sih? Aku nggak percaya."Naomi sudah mendengar alasan Leo datang lagi ke rumah, dan itu sama sekali tak masuk akal. Bagaimana mungkin, mama mertuanya yang menyuruh Leo datang? Apa mama mertuanya tidak pernah tau masalah Adrian dengan Leo dulu?Ah, tidak mungkin. Leo pasti ngarang alasan."Masih nggak percaya aja. Gimana kalau untuk ngebuktiinnya, kita video callan sama Tante Nawang? Beliau begini karena sampai sekarang Adrian belum mengenalkan kamu padanya."Video Call? Tanpa sepengetahuan Mas Adrian, nanti dia bisa marah besar. Lagipula, Mas Adrian sudah janji akan membawakan aku pada mamanya untuk dikenalkan."Nggak usah deh. Aku percaya aja." Naomi menjawab dengan terpaksa, Leo sadar itu."Kalau nggak mau video call, kirim foto aja. Dia sangat
Argghhh! Mulut Naomi gatal sekali ingin menyumpahi, kenapa orang berdua ini diizinkan lahir ke dunia."Jangan asal ngomong ya! Saya bukan wanita seperti yang anda bilang itu.""Terus ini apa? Membawa pria lain ke rumah?"Naomi merasa pelipisnya benar-benar berdenyut. Dia bisa darah tinggi jika dua orang ini lebih lama di rumah, apalagi kalau sampai datang lagi besok lusa."Pria ini adalah sepupu Mas Adrian. Dia ada keperluan ke mari, yang jelas bukan dengan saya.""Halah, ngarang aja kamu. Wanita seperti kamu ini memang licik, banyak ide untuk berbohong. Kamu pikir saya percaya? Saya akan beritahu Adrian siapa istrinya sesungguhnya. Lihat saja!" ucap wanita itu dengan nada mengancam."Memberitahu apa? Apa yang anda tahu tentang saya, ha?" Naomi membentak, ia sudah
"Kamu juga ngusir aku pulang? Setelah apa yang aku lakukan untuk kamu?"Alih-alih menampilkan raut kekesalan karena Naomi juga menyuruhnya segera pulang yang sama saja artinya dengan pengusiran, Leo malah terlihat kecewa. Tapi, tentu saja wajah itu hanya bersandiwara."Kenapa? Memangnya apa yang kamu lakukan untukku?" Naomi tau, Leo menahan tangan wanita itu agar tak sampai mengenai wajahnya, tapi itu tak cukup untuk membuatnya memaafkan kekacauan hari ini.Pulang sekarang, atau menanti kemarahan Mas Adrian?Sekali lagi, wajah tampan Leo mendesah kecewa. Mengerucut bibirnya seperti seorang wanita yang sedang merajuk. Sesekali dia melirik ke arah Naomi, ingin tahu saja reaksi wanita itu atas sikapnya sekarang ini. Tapi apa yang ia dapat? Wanita itu membuang muka darinya.Ah, jadi di
"Mas, kamu kok tumben pulang cepat?"Naomi menyambut kepulangan Adrian di depan pintu utama dengan kedua tangan merentang bersiap menerima pelukan. Wajahnya juga sudah tersenyum semanis mungkin, demi menutupi rasa gelisahnya akan kejadian tadi.Alih-alih mendapat pelukan, sang suami melewatinya begitu saja, masuk dengan langkah cepat dan mengedarkan pandangan ke penjuru rumah, seperti mencari seseorang. Dibelakangnya, Naomi membuntuti Adrian dengan bibir mencebik."Mana Leo?" Puas mencari tapi tak kunjung menemukan, Adrian kini menatap lurus Naomi mencari jawaban dari wanitanya itu. Semoga Naomi tidak berbohong padaku, batinnya.Jadi benar Mas Adrian sudah tahu? Jadi mantan mama mertuanya benar-benar mengadu?"Leo tidak di sini, Mas.""Tapi, tadi
"Kamu mau dimasakin apa hari ini, Mas?"Naomi bertanya seraya tangannya terampil memasangkan dasi ke kerah kemeja sang suami. Wajahnya sedikit mendongak, karena Adrian lumayan tinggi dibanding dirinya yang mungil. Tapi, pasangan dengan tinggi seperti ini terbilang ideal, karena sang wanita yang menjinjit demi mencium prianya adalah hal yang manis dan romantis.Memasangkan dasi dan memastikan penampilan Adrian rapi sebelum berangkat ke kantor adalah rutinitas Naomi setiap pagi."Apa aja yang kamu masak, asal enak, pasti aku makan."Menggeleng sembari mengetap bibir. Naomi tidak suka jawaban seperti ini, dia ingin jawaban yang jelas. Bagaimana nanti setelah dia capek-capek masak, rupanya Adrian tidak suka makanannya?"Aku mau masak apa yang mau kamu makan, Mas. Katakan saja!"