Heuuuh.
Lenguhan panjang nan seksi menjadi satu-satunya suara yang mendominasi ruangan kantor Adrian. Ruangan yang dilengkapi dengan fasilitas AC itu pun jadi sangat panas, karena pemiliknya sedang bercumbu mesra dengan sang istri kecilnya.
Tubuh ringan Naomi duduk diatas pangkuan Adrian, dress yang panjang sepantaran lutut itu tersingkap sebagian, menampilkan kulit putih mulus pahanya. Bagian dadanya juga terbuka lebar karena Adrian sejak awal tak henti-henti meremasnya. Dada yang tak terlalu besar, juga tak terlalu kecil, cukuplah untuk ukuran telapak tangan Adrian. Ck.
"Naomi, kamu nakal juga ya. Ahhh." Adrian tersenyum puas mendapati perlakuan manis namun liar sang istri, karena kali ini mereka melakukannya di atas kursi kerjanya. Sesuatu yang berbeda Adrian rasakan ketika mereka sama-sama pelepasan tadi.
"Nakal sama suami sendiri nggak masalah dong, Mas." Jawab Naomi sama terse
"Aku percayakan semuanya sama kamu, Tris. Jadi jangan sia-siakan kepercayaan ini." Adrian berusaha berbicara tegas dengan Tristan, seperti biasanya, tapi karena insiden kepergok tadi, rasa kepercayaan dirinya seolah terjun bebas ke dasar perut.Walhasil, Adrian tak mampu menatap wajah asisten pribadinya itu lekat. Dia malah melarikan pandangan ke kiri dan kanan, tak tentu arah."Siap, bos. Akan aku usahakan yang terbaik dan semoga tidak mengecewakan hasilnya nanti."Berbeda dengan Adrian, Tristan menyahut santai. Pria itu tau, kalau bosnya sudah tak betah berada di ruangannya, dia dapat merasakan kalau di bawah sana, kaki Adrian sudah bergerak-gerak tak sabaran hendak melarikan diri dari ruangannya.Tristan hanya bisa menahan senyumnya.&nb
"Ngapain kamu masih di sini, Leo?"Naomi yang duduk di samping Adrian merasakan hawa ruangan di meja makan mulai terasa panas. Naomi tau Adrian tak senang dengan kehadiran Leo, tapi sepertinya keberadaan Leo di sini adalah permintaan dari Elang. Buktinya, Elang yang pada detik selanjutnya merespon pertanyaan papanya."Elang yang minta Om Leo nginap di sini, Pa.""Papa nggak nanya sama kamu, Elang. Mendingan kamu diam dan lanjut makan aja.""Elang cuma nggak mau papa salah paham. Om Leo di sini karena Elang yang minta, sekalian Elang juga mau minta izin sama papa, nanti siang mau ikut Om Leo ke tempat pergelaran seninya. Bosan di rumah terus."Adrian menatap Leo yang hanya tersenyum santai, seolah apa yang terjadi saat ini bukan kesalahannya. Hal itu tentu menyulut emosi Adrian.
Di kamar Bi Inah."Si Leo itu memang sering datang ke rumah ini sebelum-sebelumnya ya, Bi?"Seperti perintah Adrian, kalau Naomi bosan di kamarnya, dia pergi ke kamar Bi Inah saja. Lebih baik mengobrol ngarul ngidul dengan wanita tua itu dibanding ketemu sama Leo. Naomi harus menjauhi Leo, intinya seperti itulah perintah Adrian tadi.Naomi pun menggoyang-goyangkan kakinya yang berjuntai karena ia duduk di pinggir ranjang. Kedua tangannya menepuk permukaan kasur Bi Inah yang merupakan kasur kapuk. Kapan terakhir kali dia berbaring di kasur seperti ini? Ah, lama sekali.Bi Inah yang tengah melipat pakaian tampak menggeleng kepalanya."Jarang, Nyonya. Makanya bibik pun heran, pas tau Mas Leo datang ke rumah."&nb
"Kayaknya Adrian udah benar-benar move on dari Regina, mama kamu."Di dalam taksi menuju ke hotel tempat pergelaran seni diadakan, Leo baru membicarakan soal Adrian."Kok Om Leo bisa yakin banget gitu?" tanya Elang ingin tahu."Buktinya, dia khawatir banget saat Om ada di rumah kalian. Dia takut Om datang karena ada maunya, semacam ingin merebut si Naomi dari dia. Padahal kan ini adalah rencana kamu. Kebetulan aja, Om lagi ada kerjaan di Jakarta, jadi bisa sekalian mampir."Elang diam, mulutnya tidak berbicara tapi dalam hati dia membatin. Baguslah kalau memang kelihatannya begitu."Om jangan bilang-bilang sama papa atau Naomi ya?" pintanya dengan tatapan penuh harap."Beres. Memangnya, kamu mau Om berakting seperti apa? Bilang aja, Om yakin bisa melakukannya, gini-gini Om juga jago akting loh." Leo memang sangat suka membanggakan dirinya seraya menepuk
Selesai meeting, Adrian bergegas pulang karena waktu juga sudah menunjukkan pukul 3 sore. Tidak ada kerjaan lagi, kalau pun ada pasti akan ditangani oleh Tristan selaku asisten pribadinya. Lagipula ia CEO-nya, terserah dia dong mau pulang jam berapa pun."Naomi, aku datang." Adrian berseru girang seperti sudah tidak bertemu sebulan saja.Di dalam mobil di perjalanan pulang, Adrian tiba-tiba terpikir untuk membelikan sesuatu sebagai hadiah pada Naomi. Selama pernikahan ini kan dia tidak pernah memberikan istrinya itu hadiah. Sekalian sebagai permintaan maaf, karena ia belum berhasil menanyakan pada Tristan soal sudah punya pacar atau belum. Lalu, dengan sekali hentakan, ia membelokkan arah jalannya mobil menuju satu pusat pertokoan yang menjual berbagai jenis pakaian dalam bermerk."Mbak, pilihkan lingerie terbaik yang ada di toko ini, yang lembut, warnanya menarik dan yang terpenting merk ternama. Untuk istri saya." Titah Adrian selayak
"Bodoh... Bodoh kamu Adrian. Apa yang kamu pikirkan? Apa yang kamu lakukan pada Naomi?"Adrian mondar mandir di dalam kamar, tangannya berulangkali meremas kasar rambutnya. Sekarang apa yang harus dia lakukan? Naomi bahkan belum tersadar dari pingsannya. Haruskah ia panggilkan Bi Inah? Ta—tapi, apa yang akan dia jawab jika wanita tua itu bertanya alasan Naomi bisa tiba-tiba pingsan?"Naomi, sadar sayang. Aku minta maaf, aku bermain kasar sama kamu." Kini, giliran Adrian yang berucap lirih pada Naomi yang terbaring kaku di ranjang mereka.Adrian juga tidak tahu kenapa dia tiba-tiba emosional sekali saat mengingat ejekan Regina pada Naomi. Ia seolah ingin membuktikan kalau yang dibilang Regina itu tidak benar. Tapi, Adrian salah, ia malah menyakiti Naomi.Sementara itu, Naomi yang merasakan seluruh tubuhnya remuk sayup-sayup mendengar suara samar Adrian yang meminta maaf padanya
"Aku dengar Naomi tidak enak badan, sekarang udah enakan ya?" Leo membuka suara sementara penghuni meja makan lainnya sedang menikmati sarapan.Adrian pun menghentikan makannya karena mendadak tidak berselera. Apa urusannya Naomi sakit sama Leo? Kenapa dia ingin tahu? Kepo.Di sampingnya, Naomi dapat rasakan yang Adrian sedang terpancing emosi. Dia juga sebal karena Leo bersikap sok akrab padanya, di depan Adrian pula, seperti sengaja mau manas-manasin. Cepat Naomi mengelus paha Adrian dengan maksud menenangkan. Ia tidak ingin Adrian marah apalagi sampai terjadi baku pukul.Di seberangnya, ada Elang yang memandang tak senang seolah protes pada Leo atas apa yang om-nya itu bicarakan."Aku cuma khawatir kondisi dia, apa salahnya bertanya? Tidak salah, bukan?" Leo menampilkan wajah kecewa karena kebaikannya dinilai jelek oleh Adrian."Naomi baik-baik saja. Ka
"Tris, jangan keluar dulu. Ada yang ingin aku tanyakan padamu."Rapat baru selesai, beberapa karyawan sudah berangsur pergi begitupun dengan Tristan yang bersiap membawa langkahnya keluar dari ruangan itu. Akan tetapi belum sampai tangannya membuka kenop pintu, suara Adrian menahan langkahnya.Alis Tristan mengerut samar."Ada apa ya, Bos?""Duduk dulu." Tristan pun menarik kembali kursi yang tadi dia tempati, sembari menatap penuh tanda tanya ke arah Adrian. Tidak biasanya Adrian tampak ragu saat ingin bertanya padanya."Urusan apa ya, Bos?""Ini sebenarnya perintah istriku. Dia menyuruhku mencari tau soal kehidupan pribadimu."Tristan tersenyum tipis. Begitu rupanya. Mungkin ada kaitannya dengan pertanyaan Naomi beberapa w