HAPPY READING“Kayla meminta apa yang dia mau kepada saya. Saya tetap tidak menurutinya, saya justru menjelaskan, “Kamu tahu nggak kenapa? Karena kamu tadi mukul mami.” Saya kasih paham kepadanya.”“Sungguh menjadi orang tua itu nggak mudah. Saya lebih baik membentuk anak diusia dini seperti ini, karena ketika besar ia bisa diarahkan.”“Saya bersyukur, sekarang Kayla bisa mengontrol emosinya. Ketika bermain di playground seperti ini, atau ke manapun. Ketika saya bilang, “Ayo pulang,” dia berlari, “Sayang mami,” no drama anymore.”“Saya memang banyak membaca literature parenting. Enggak semua permintaan anak harus diturutin, biarkan saja dia nangis. Nangisnya anak nggak lama kok, nggak buat dia pingsan juga. Mentok juga sesugukan terus muntah. Kalau sudah capek sendiri dan berhenti nangis. Tapi tetap di awasi.”“Kamu orang tua yang hebat menurut saya. Kalau saya ada di situ, saya berbalik memarahi kamu menganggap kamu tega dengan anak saya,” ucap Tigran.“Karena saya tidak tahu ap
HAPPY READINGSepanjang perjalanan pulang, Kayla sudah tertidur di mobil. Beberapa menit kemudian akhirnya mereka tiba di rumah. Tigran menggendong tubuh Kayla masuk ke dalam. Naomi membuka pintu kamar Kayla dan Tigran membaringkan tubuh Kayla ke tempat tidur. Naomi menghidupkan AC dan horden itu ia tutup setengah.“Pakaian kamu masih kotor,” ucap Naomi, mereka keluar dari kamar Kayla.“Enggak apa-apa kok, lagian sudah di bersihkan.”“Tapi masih kotor,” ucap Naomi.Naomi mencoba mengingat, “Pakaian kamu masih ada sama saya. Mau pakek pakaian yang saya pinjam nggak? Sudah di cuci dan distrika sama bibi kemarin.”“Iya, boleh.”“Pakaian kamu ada di kamar saya. Sebentar saya ambilkan.”Naomi melangkah masuk ke dalam kamarnya, namun Tigran mengikuti langkahnya dari belakang. Padahal ia berharap kalau Tigran tetap stay di luar. Ia melirik Tigran yang kini sudah bersamanya di dalam kamar.Tigran mengedarkan pandangannya kesegala penjuru area kamar Naomi. Kamarnya di dominasi warna putih, ba
HAPPY READING***Malam harinya, Naomi sudah berjanji dengan Kafka, bahwa hari ini ia akan pergi ke undangan pernikahan. Sebenarnya ia tidak kuasa untuk menolak permintaan itu. Sejujurnya ia lebih nyaman bersama Tigran dibanding dengan Kafka. Mungkin karena Kafka belum ia kenal seluk beluknya.Naomi memandang penampilannya di cermin, ia mengenakan one shoulder dress berwarna merah. Rambut panjangnya ia biarkan terurai. Ia sudah mengoles make up pada wajahnya. Setelah rapi, ia mengambil handbag Hermes berwarna hitam di lemari.Ponselnya bergetar, ia mengambil ponsel itu di atas meja, ia memandang nama “Kafka Calling” ia menggeser tombol hijau pada layar, ia letakan ponsel itu di telinga.“Iya, Kaf,” ucap Naomi, ia menaruh parfume dan lipstiknya di dalam tas.“Saya sudah sampai di titik rumah kamu. Pagarnya tertutup,” ucap Kafka, ia memandang pintu pagar rumah pertingkat itu tertutup rapat, di tambah suasana komplek yang sepi.“Ini saya lagi mau samper kamu,” ucap Naomi.Naomi mematikan
HAPPY READING“Boleh saya gandeng kamu?” Tanya Kafka kepada Naomi.Naomi mengangguk, “Iya, boleh,” ucap Naomi.Naomi dan Kafka masuk ke dalam, mereka menatap ballroom ini di sulap menjadi elagan dan mewah. Seluruh ruangan dihiasi dengan nuansa mawar putih yang elegan. Ia yakin yang di undang dalam pernikahan ini tentu saja para pejabat, pengusaha dan orang-orang penting di Jakarta.Ia memandang ada beberapa pejabat negara juga turut hadir di pesta ini. Naomi menatap ke arah panggung, ia melihat pengantin wanita mengenakan A-line dress wedding, di mana gaun itu membentuk tubuh si wanita, tubuhnya nampak jenjang.Pengantin wanita sangat cantik, pantas saja bos nya bisa jatuh cinta sekretarisnya, sekretarisnya saja secantik itu. Padahal wedding dress itu sangat polos, tidak ada satupun payet di tubuhnya. Tapi tidak mengurangi kecantikannya. Ia melihat ke arah panggung hiburan, ada artis papan attas yang bernyanyi di sana.“Bagaimana pestanya?” Tanya Kafka menatap Naomi, mereka mencari ku
HAPPY READINGSemakin ia berkenalan dengan orang-orang hebat, kemungkinan besar semakin hebat pula pemikiran untuk kedepannya. Karena dengan begitu mereka sama-sama dapat menyalurkan energy positif, saling bertukar ide untuk mengembangkan bisnis mereka masing-masing. This is true, low class people talk about people, average people talk about events, brilliant people talk about idea.“Kamu baru datang?” Tanya Kafka.“Iya, baru lima belas menit yang lalu. Kalian duduk di mana?” Tanya Tigran, ia mencoba mengakrabkan diri kepada Kafka, walau sebenarnya ia tidak suka kedekatan Kafka dna Naomi.“Kita lagi nyari kursi kosong.”“Bagaimana duduk di sana,” ucap Tigran menunjuk mejanya.“Di sana masih ada kursi kosong,” Tigran menawarkan diri.“Kita duduk di sana saja ya,” ucap Kafka.Naomi tidak ada pilihan lain selain mengangguk, “Iya.”Tigran tersenyum penuh arti, ia menatap Naomi yang hanya diam, ia menyeimbangi langkah Kafka menuju meja. Naomi mencoba setenang mungkin, akhirnya mereka dudu
HAPPY READING***Naomi melangkahkan kakinya menuju wastafel, ia menatap penampilannya di cermin. Ia berdiri sejenak menenangkan hatinya, sejujurnya ia bingung apa yang harus ia lakukan untuk menghadapi Kafka dan Tigran. Kedua pria itu seolah mengusik hatinya secara bersamaan.Oke, jujur ia memang memiliki kedekatan secara emosional jika berhadapan dengan Tigran. Ia dan Tigran memang tidak memiliki hubungan apa-apa, bahkan status juga tidak ada. Mereka dekat hanya karena Kayla, ya Kayla yang menyatukan mereka. Entahlah hatinya lebih prefer dengan Tigran dibanding Kafka.Bahkan ia dan Tigran sudah tidur bersama, tidak hanya sekali, mereka melakukannya lebih dari sekali. Ia tahu bahwa ia dan Tigran itu suatu hubungan yang consent, di mana di dalamnya sudah terlibat persetujuan untuk melakukan aktifitas. Persetujuan ini terjadi atas semua pihak yang sepakat dan sukarela. Ia juga melakukannya tanpa merasa tertekan, keputusan yang ia ambil juga tanpa keraguan dengan rasa nyaman. N
HAPPY READINGSementara di sisi lain, Kafka menatap Naomi sudah datang menghampirinya. Wanita itu tersenyum dan lalu duduk di sampingnya kembali. Ia tidak tahu hubungan Naomi dan Tigran seperti apa. Yang ia lihat tadi ketika Naomi pamit ke toilet, tidak lama kemudian Tigran hilang entah ke mana. Instingnya cukup kuat, kalau Tigran menghampiri Naomi di luar sana.Naomi memandang hidangan sudah tersaji di meja, sebelum makan ia menyesap wine nya lagi, ia merasa tenang sekarang. Tigran kembali dan lalu duduk di samping mereka. Mereka kini makan bersama. Naomi melirik Tigran yang makan dengan tenang, tanpa menatapnya.Sementara Tigran masih berdebat dengan isi kepalanya, ia cemburu mungkin itu hal yang normal. Ia pernah berada di fase ini sebelumnya. Namun tetap saja, ia tidak rela wanitanya bersanding dengan pria lain, walau pria itu hanya sebatas teman. Ia tidak bisa bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.Jujur ia cemburu, merasa bahwa kebahagiannya di ambil oleh orang lain. Ia bukan
HAPPY READING“Apa kamu bermain media social?” Tanya Naomi membuka topik pembicaraan.Bibir Tigran tersenyum lalu tertawa, “Apa menurut kamu saya ada waktu untuk bermain media social?”“Saya nggak tau, siapa tau kamu bermain media social,” ucap Naomi.“No, saya nggak main media social, kecuali whatsapp. To be honest, I learned about it the hard way.”“Sebernernya saya bukan pria yang senang mengumbar seluruh kehidupan saya di media social. Saya bersikap biasa saja ketika ada social media baru yang bermunculan. Saya juga tidak suka dengan linimasa yang penuh dengan konten kemesraan.”“Saya nggak bilang aneh, jika ada pria bangga memiliki pasangan, lalu mengupload pasangannya di media social, laki-laki sama dengan wanita, yang berhak mengekpresikan kebahagiaanya ke public.”“Selama saya produktif dan mempunyai prioritas yang jelas di kehidupan offline, rasanya wajar saya tidak aktif di media social. Hanya perkara fokus melakukan hal baik di dunia off atau on.”“Perlu kamu ingat, kala