Malam Tanpa Noda
Bab 85Suara bel di rumah Airi berbunyi sebanyak tiga kali. Airi bangkit dari tidurnya. Putra terlelap sejak pulang kerja."Siapa malam-malam begini bertamu?"Jam menunjukkan dua belas malam. Airi menghela napas panjang. Segera mengambil hijab instan yang tergantung di dinding."Maaf, Bu. Ada tamu. Katanya adik Bu Airi. Mohon maaf menganggu!" Penjaga rumah Airi terlihat takut dan was-was."Gadis itu maksa saya buat bangunin Ibu." Wajahnya tertunduk."Iya, gak papa." Airi melihat dari jarak jauh. Gadis itu berada di luar pagar dengan berjalan mondar-mandir."Suruh masuk, Pak! Itu adik saya," ungkap Airi."Baik, Bu. Alhamdulillah, saya kira bukan adik Ibu. Orangnya maksa banget.""Iya, memang begitu orangnya. Mohon maaf, Ya.""Kak Airi!" Berlari memeluk tubuhnya."Aku kesasar cari alamat Kakak. PejaMalam Tanpa Noda Bab 86Prank!"Suara apa itu! Sepertinya ada maling." Risa bergegas bangkit dan berjalan pelan-pelan. Suasana gelap di ruang bawah. Seseorang berada di dapur. Menajamkan mata dan mendekatinya. "Maling!" lirihnya menutup mulut dengan tangan. Risa melangkah dengan mengendap-endap tangan memegang sapu yang berada di pojok tangga. Seseorang berdiri dekat wastafel."Gerak-geriknya mencurigakan. Seperti mencari sesuatu. Pasti dia pencuri," lirihnya dalam hati.Ia mendekati orang tersebut. Mengayunkan gagang sapu ke arah tubuh lelaki berkaos hitam. Lelaki itu menjerit kesakitan."Aduh! Sakit!" pekiknya. "Dasar maling! Berani sekali masuk ke rumah ini. Rasakan pukulan mautku!" Risa terus memukulinya tanpa rasa iba. Mengumpat dan mencaci orang tersebut."Bukannya kerja malah ngambil punya orang," makinya dengan nada tingg
Malam Tanpa NodaBab 87Airi meminta izin Putra agar Risa menemani dirinya di rumah. Airi ingin Risa tinggal bersama mereka."Boleh, Kak?""Tidak, Airi. Aku tidak bisa menerima dia di rumah ini. Lihatlah kelakuannya!" tolak Putra. Setiap bertemu dengannya tak pernah akur."Tolong Kak, aku kesepian. Kamu sibuk kerja aku sendirian di rumah." Airi merasa iba dengan Risa yang tak memiliki saudara. Pekerjaan saja tak punya."Kita panggil pembantu saja dari pada dia?" usulnya. Ia tak mau ada wanita lain tinggal di rumah ini."Kenapa mesti cari pembantu?" Airi mengerucutkan bibirnya. Putra tak tega melihat wajah istrinya yang masam. Ia memeluk dan mengecup kening wanita yang sangat ia cintai."Pembantu lebih aman dan tidak menyebalkan.""Kakak, dia adikku begitu juga adikmu. Risa tak memiliki siapa-siapa lagi.""Panggil saja ibu dan
Malam Tanpa NodaBab 88Putra memeluk tubuh istri dari belakang. Walaupun, bukan orang pertama yang melakukan hubungan dengan Airi tetapi ia adalah orang pertama yang berhasil mengeluarkan noda dara di atas ranjang."Sudah siang, Ayo kerja!" Airi membalikkan tubuhnya memeluk suami tercinta."Besok saja, aku masih kangen seperti ini.""Duh, Pak Bos. Mau aku pecat." Airi menatap suaminya. Tatapan mereka sangat mesra. Bila ada yang melihatnya akan meleleh."Bu Bos, galak bener, serem dari macan," ledek Putra."Aku lelah, besok saja," alasannya. Raut wajahnya ditampilkan sesedih mungkin."Masa cuti telah habis." Airi melonggarkan pelukkannya."Ayo semangat! Untuk masa depan anak-anak kita.""Anak! Benar juga. Ayo kita bikin lagi!" ledek Putra. Mata Airi terbelalak."Dasar mesum.""Gak apa. Mesum
Malam Tanpa Noda Bab 89 Risa mengetahui penyakit yang diderita Airi. Ia terdiam sesaat dan menundukkan kepala. "Pasti ini ulah lelaki sombong. Pembawa sial!" ucapnya dengan kebencian. "Lelaki itu tak pantas untuk kakakku yang baik hati," lirihnya pelan. **"Kak Airi!" panggil Risa ketika ia sampai di rumah setelah pulang kerja. Gadis itu mengeluarkan ponselnya. "Lihatlah! Ini seperti jam tangan kak Putra." Menyodorkan foto profil di sebuah medsos. Airi menatap layar ponsel Risa. Ia mengernyit heran." Emangnya kenapa?" "Apa ini tangan kak Airi? Kok beda ya. Sepertinya wanita di dalam foto tak memakai hijab. Lengannya saja tak ada kain yang menutupi." "Apa jangan-jangan kak Putra selingkuh?" "Selingkuh! Gak mungkin. Kak Putra bukan lelaki seperti itu." "Coba Kakak lihat lagi!" Risa membuka gambar lain di akun terse
Malam Tanpa Noda Bab 90Putra baru saja selesai mandi. Sudah menggunakan baju santai. Mereka ada di kamar.Airi duduk di tepian ranjang. Melihat Putra sedang merapikan rambutnya di cermin. Bibirnya tersenyum tipis melihat lelaki halalnya itu. "Kenapa memandangku seperti itu?" tanya Putra. Cukup membuat Airi melipat kening."Emang tak boleh melihat suamiku? Tak dosa, kan?" jawab dan tanya Airi balik. Putra mengulas senyum."Tidak, sama sekali tak berdosa. Berpahala malah," jawabnya. Kali ini baru dia menoleh ke arah Airi. Mendekat dengan senyum yang selama ini mampu menghipnotis.Setelah dekat, dia duduk di sebelah istri yang menunggunya semalaman. Meraih tangan sejenak. "Kak?""Iya?""Ada yang mau aku katakan. Tapi, aku tak tahu, harus dimulai dari mana," ucapan Airi. "Apa yang ingin kamu katakan?" tanya balik Putra. Airi menghela napas sejenak.
Malam Tanpa NodaBab 91Putra terkejut dengan raut wajah Airi yang berubah marah. "Ka-kakak ...." "Jawab Kak! Apa benar kamu selingkuh?" "Airi, Ka-kakak ....""Aku gak nyangka akan mengalaminya lagi!""Tidak, Airi ... ini ...." Plak! Dibalik pintu Risa tersenyum kemenangan. "Rasakan kau Putra!" gumannya dalam hati. **"Risa, tumben sudah keluar pagi-pagi begini," tanya Airi. Risa menatap wajah Airi yang ceria. Tak ada mata yang bengkak, wajah yang pucat setelah pertengkaran semalam dengan suaminya. Risa semakin heran. Apa Airi menutupi lukanya dengan senyum. Risa duduk dengan mata memperhatikan Airi. "Risa, kamu kenapa memandangku terus?" tanya Airi yang memergoki. "Kakak, tidak sedih?" "Sedih? Memangnya
Malam Tanpa NodaBab 92Putra selalu berusaha membagikan waktu untuk Airi. Menemaninya berobat dan melakukan pengobata alternatif. Segala cara telah dilakukan Putra. Namun, tumor di rahim Airi bukan hanya satu gumpalan daging saja. Gumpalan itu telah menyebar ke bagian rahim yang lain.Lelaki itu tak putus asa. Selalu berusaha melakukan terbaik untuk istrinya. Tapi, semua ini sudah takdir ada kehendak sang ilahi. "Dok, bagaimana?" tanya Putra berada di dalam ruang dokter yang menangani penyakit Airi. Wajahnya pucat dan terlihat lelah. "Seperti yang saya katakan minggu lalu. Kita harus mengangkat rahim Airi. Itu cara agar istri Pak Putra tetap bertahan hidup." "Saya tak ingin kehilangannya. Kalau menurut Anda cara itu lebih baik. Lakukanlah," ungkap Putra dengan mantap. Tak ingin istrinya menderita lebih lama pikirnya.Ia tak memikirkan keturunan lagi atau ahli waris se
Malam Tanpa NodaBab 93Risa datang menjenguk Airi, wajahnya pucat dan lemas. Ia memoles bibirnya dengan lipstik berwarna merah muda.Kemeja lengan pendek dan celana levis seperempat berwarna biru navy. Ia berdiri tepat di depan pintu masuk ruangan Airi dirawat. Segera mengambil sweater yang diikat di pinggang mungilnya.Mengetuk pintu dan mendorong perlahan. Airi dan Putra sedang tertawa. Mereka terlihat bahagia. Walaupun, musibah telah menghampiri mereka, akan terus tersenyum. "Assalamualaikum," sapa Risa. Mereka menjawab salam bersamaan."Risa, sini. Kakak kangen." Risa menghampiri Airi dan memeluk tubuhnya."Risa juga kangen. Kakak bagaimana?"Ia mendongakkan kepala menatap wajah kakaknya."Alhamdulillah, Kakak sudah sehat. Wajahmu pucat, kamu sakit?" tanya Airi. Ia menyentuh dahi Risa."Tidak Kak. Risa h
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal