Malam Tanpa Noda
Bab 134Rumah Airi terlihat jelas. Bangunan bercat putih terlihat bersih. Fian memarkirkan mobilnya di halaman. Berbagai tumbuhan tertanam di sana.Bunga berwarna warni menghiasai taman mini di depan rumah Airi.
Airi melangkah menghampiri sang anak. Wajahnya memerah. Dadanya kembang kempis. Tangannya melayang ke udara.
Plak! Plak!
Belum sempat Fian meraih tangan bundanya dan mencium dengan takzim lelaki itu sudah mendapatkan pukulan.
"Kamu lelaki bereng**k, Bunda gak pernah mengajarkan kamu seperti itu. Tak bertanggung jawab, manusia rendah," maki Airi.
Putra memberikan satu pukulan ke wajah tampan Fian.
Bugh! Bugh!
Lily melihat suaminya yang dipukuli merasa iba. Ia hendak melindungi pemuda berstatus suaminya.
"Jangan Ayah! Jangan pukul Fian!" Lily memeluk tubuh Fian.
"Buat apa kamu belain dia!" Tunjuk Putra murka. Ia menarik tubuh Lily agar mejauh.&
Malam Tanpa NodaBab 135Video Viral"Alah, Bang. Kamu aja menikmatinya!" potong Drian. Ia juga merasakan sakit hati dan kecewa kepada kakaknya."Diem kamu Drian! Gak usah ikut campur urusan Abang!" makinya menatap adik kandungnya tak suka."Urusan rumah ini juga urusanku." Drian menatap kesal abangnya tak mau mengangapnya."Ini rumah tangga Abang, jangan ikut campur anak kecil!" bentak Fian. Menunjukkan jarinya."Fian, kamu tak pantas disebut lelaki kalau berbuat seperti itu!" Putra kembali berbicara."Baru saja menikah sudah berbuat ulah," sungut Putra kesal."Mau ditaruh mana muka Ayah! Semua orang tahu kalau kamu sudah menikah. Tega sekali kamu! Hanya memikirkan nafsu bejatmu!""Ayah, ini tak sesuai dengan yang dipikirkan kalian. Cheri memaksaku." Penjelasan Fian tak dipercaya oleh mereka."Memaksa, tapi kamu suka. Lihat lehermu, Bang. Memalukan!" ledek Drian. Rasa horm
Malam Tanpa NodaBab 136Fian melangkah keluar rumah. Ia melewati tubuh Airi dan Putra. Menatap wajah keduanya yang telah berjasa di hidupnya. Menarik napas dan menghembuskan perlahan."Tunggu!" Fian menoleh ke arah sumber suara.Lily mendorong kursi roda Naila. Tas ransel menempel di punggungnya." Fian, kami ikut."Airi menatap Lily," Kamu mau ke mana? Bunda tak mengusirmu.""Maaf Bun, Lily akan ikut Fian pergi dari sini.""Tapi, Lily!""Bunda, Lily sudah menikah dengan Fian. Sebagai istri, aku akan selalu mengikuti langkahnya."Pipi Airi semakin basah, Drian hanya menatap dari pintu kamar adik-adiknya."Lily, berterima kasih sudah menyayangi kami seperti anak sendiri." Lily memeluk tubuh Airi dan mencium pipi mertuanya."Tunggu!" cegah Airi menahan kursi roda yang didorong Lily.Lily menghapus air mata dengan jemari dan menoleh ke arah mertuanya.
Malam Tanpa NodaBab 137Lily mencari makanan di dapur. Biasanya orang tuanya menyimpan mie instan rasa soto kesukaannya. "Untung saja masih ada satu bungkus," lirihnya. Menyalakan kompor gas dan meletakkan panci berisi air.Lily menyiapkan mangkuk bergambar ayam jago. Membuka kemasan bumbu dan menuangkannya.Aroma soto tercium membuat perut menjadi lapar. Lily ke kamarnya memanggil suaminya."Fian, ayo makan dulu."Fian mengikuti langkah istrinya menuju meja makan. Menatap satu mangkuk di atas meja. Mengambil sendok dan mencicipi kuahnya.Sudah lama sekali ia tak pernah makan mie instan." Kamu enggak makan?" tanya Fian. Akhirnya, pemuda itu bersuara."Aku sudah kenyang. Kamu makan saja dulu." Lily melirik mangkuk suaminya.Ia hanya menelan salivanya. Makanan kesukaannya.Fian hanya memakan beberapa sendok saja. Meletakkan alat makan yang ia pegang. Meninggalkan
Malam Tanpa Noda Bab 138"Gak ada obat pereda demam. Aku beli dulu keluar," lirihnya. Lily masuk kembali ke kamar. Fian memanggil Airi dengan mata terpejam. Kerinduannya dan penyesalan menbaur menjadi satu.Lily hendak mengelus kepala suaminya. Tangannya berhenti di udara. Rasa segan dan takut membuat ia mengurungkan niatnya. Fian menarik tangan Lily. Tubuh mungilnya terjatuh dalam dekapannya."Fi-fian ...." "Jangan pergi," ucap Fian lemah. Matanya terpejam seolah-olah takut untuk ditinggalkan.Suhu tubuh lelaki itu begitu panas. Jantung Lily berdegup kencang, meletakkan kepala perlahan ke atas dada Fian. Tubuh mungilnya dipeluk. Wanita berbadan mungil rambut sebahu hanya pasrah.---Sinar matahari masuk dari cela jendela. Sepasang suami istri tidur saling berpelukan. Mereka merasakan kenyamanan yang tak pernah dirasakannya. Lily membuka matanya, ia menatap wajah t
Malam Tanpa NodaBab 139 Lily pulang ke rumah dengan senyum ceria. Ia melewati tukang sayur dan membeli beberapa sayuran serta ikan untuk suaminya. "Lily! Tunggu!" teriak wanita berdandan menor. Kalung dan gelangnya yang besar menyilaukan mata. "Mpok Ati," tegur Lily. "Elu dipanggilin susah bener. Kuping dipasang napa? Eh, gua denger elu udah kawin sama orang kaya?" tanyanya mendekatkan wajahnya ke Lily. "Iya, Mpok. Undangannya aku titipin sama Pak RT." "Gua pikir elu kawin sama orang ...." Mpok Ati tak melanjutkan perkataannya. Ia hanya memperlihatkan deretan gigi palsunya. "Orang apa Mpok?" "Orang gak mampu," cetusnya. Menutup mulutnya dengan tangan." Kalau tahu orang kaya gua pasti datang. Makanannya pasti enak." "Ooh. Lily permisi dulu mau masak," pamitnya terburu-buru. Perasaannya tak enak dan enggan berbicara dengan wanita itu. "Tunggu nape! Gua belu
Malam Tanpa NodaBab 140Fian makan dengan lahap. Lily mengoreng ikan lele dan sambal terasi. Rasa nyeri di kepala menghilang setelah menyantap sambal buatan istrinya."Nambah?" tanya Lily."Ehm." Menyodorkan piring kosongnya."Enak?" Lily meletakkan ikan lele di piring Fian."Lumayan," ucapnya singkat.Suara dahak terdengar usai Fian menghabiskan tiga lele."Lumayan, abis tiga," sindir Lily."Apa gak ada air dingin?" tanya Fian. Tubuhnya gerah dan berkeringat. Rasa pedas di lidah masih terasa."Ada," ucap Lily singkat." Mau?" tawarnya."Ehm ....""Ehm ... ehm .... tinggal bilang mau susah bener," sindir Lily melirik suaminya.Lily mengambil di dekat dapur dan meletakkan di depan Fian."Ini air dinginnya.""Maksud aku air dingin es, kamu malah ngasih ini.""Ini air kendi. Rasanya dingin d
Malam Tanpa NodaBab 141 Suasana kamar mereka terlihat gelap. Bulu leher belakang Fian berdiri. Hawa dingin di satu sisi. Mengusap-usap dengan tangannya. "Baiklah ayo!" ajak Lily. "Aku merasakan sesuatu," ungkap Fian. Lengannya dicolek seseorang. "Paling cicak lewat," Lily terkekeh. Mengoda lelaki itu. Ia sudah tahu kelemahannya. Fian memegang lengan Lily erat. Merapatkan tubuhnya kembali. "Aduh, jangan kenceng-kenceng pegangnya nanti memar." Melepaskan tangan Fian. "Kamu jalannya jangan cepet-cepet," omel Fian. Menjewer kuping istrinya. "Dia yang salah kenapa dia yang ngomel," gumam Lily dalam hati. Mengerucutkan bibir. Fian berjalan perlahan. Ia melihat sosok berpakain putih di dekat dapur. Entah sosok apa itu. "Lily i-itu ... Setan!" teriak Fian memeluk Lily. Wanita itu tak bisa bernapas hingga terbatuk-batuk. Lily juga terkejut denga
Malam Tanpa NodaBab 142Lily berada di dapur. Membuat sesuatu untuk dijual atau dititip ke warung. Wanita berkacamata itu menguleni adonan dalam wadah.Fian hanya menatap istrinya dari kejauhan. Televisi 14 inci berada tepat di depan laki-laki itu.Dua jam Lily berada di dapur. Pekerjaannya sudah selesai. Masuk ke kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang berkeringat.Lily mengikat dua rambutnya dan Mengepangnya. Memoles wajah manisnya dengan bedak baby."Kamu mau ke mana?" tanya Fian memandang penampilan istrinya."Aku mau keliling," ucapnya."Keliling ngapain?""Dagang donat keliling." Mengambil keranjang berisi donat dan gula halus."Terus aku. Kamu tinggal?""Kamu sudah besar. Bisa jaga diri. Masa aku harus awasi terus. Aku mau cari uang untuk kita makan. Apa kamu mau kelaparan?"Lily menyodorkan tangannya dan mencium tangan Fian takz
Malam Tanpa Noda Perut Lily semakin membesar. Mereka sudah melakukan syukuran tujuh bulan dan kini menunggu kehadiran sang buah hati. Fian selalu Siaga. Begitu juga Airi dan Putra. Tak ingin cucu pertamanya mengalami hal buruk. Lily dan Fian kembali ke rumah Mahendra. "Aduh!" teriak Lily melepaskan ponsel hingga membentur lantai keramik putih. Fian menghampiri istrinya dan menutup panggilan begitu saja. "Drian, kita harus pulang!" pinta Prily. "Tidak bisa. Kita baru sehari di sini?" "Kamu tak dengar kalau Lily teriak kesakitan." "Belum waktunya ia lahiran masih satu bulan lagi." "Tapi, aku khawatir sekali!" "Kita hubungi adik kembar. Mereka pasti tahu." Jemari kekar Drian menekan kontak Afisah dan menunggu panggilan terangkat. Dua kali berdering baru diangkat oleh gadis manis yang beranjak dewasa.
Malam Tanpa NodaDua orang sejoli berada di sebuah hotel bintang lima. Sang lelaki berada di atas tubuh wanita. Meliuk-liuk bagaikan ular.Suara mereka bagaikan nyanyian kerinduan. Rindu setelah semua terjadi. Rindu setelah kehampaan menyelimuti. Pikiran negatif selalu menghantui. Kecemburuan membuat Drian tak berpikir jernih.Drian melepaskan diri dan terbaring di samping wanita tanpa sehelai kain. Wanita berwajah boneka bibir manis istri Drian.Prily selamat dari aksi penembakan itu. Walaupun, dirinya koma untuk beberapa hari.Seluruh keluarga Mahendra berdoa kepada sang pencipta agar Prily diselamatkan dari maut.Airi melakukan amal secara besar-besaran meminta doa kepada anak-anak yatim piatu.Prily meletakkan kepala di dada bidang Drian. Memainkan jemari lentik memutar-mutar. Membentuk nama dirinya dan juga lelaki yang dicintainya.“Aku lapar,” rengek Prily.&n
Malam Tanpa NodaTubuh Prily dibawa dengan mobil ambulance. Selama perjalanan tangan Drian tak lepas dari wanita berwajah boneka.Pengorbanan untuk orang tuanya sangat besar. Rela mengorbankan nyawa demi belahan jiwanya."Prily, bertahanlah!"Air mata menetes di pipi lelaki itu. Para medis menawarkan diri untuk mengobati luka Drian."Tidak usah! Selamatkan saja istri saya."Tubuh Prily terkujur kaku bagian perut mengalir noda merah. Tangan petugas menekan bagian itu agar tak kehilangan banyak darah.Semua setok darah sudah dipersiapkan untuk Prily sesuai golongan darahnya. Golongan darah Prily mudah dicari, memudahkan para medis melakukan operasi.--Drian menunggu Prily di ruang tunggu operasi. Gelisah dan takut kehilangan wanita itu. Tak peduli Prily telah mengkhiantinya. Bermain api dengan Johan dan berakhir di tempat tidur.Melihat tubuh
Malam Tanpa NodaSemua serangan Drian tak dapat menyentuh kulit Johan sedikitpun. "Kamu tak akan bisa melawanku." Johan menyeringai. Setiap serangan selalu ditangkis.Kaki kekar Drian menendang ke arah perut Johan hingga lelaki perusak itu terjerembab di lantai, tawa terdengar di bibir Johan.Johan segera bangkit dan memiringkan kepala, Drian hendak menghampiri Johan namun, lawannya mengeluarkan sesuatu dari balik jaketnya.Senyum menyeringai menghampiri Airi. Wajah tampan milik Johan menatap ibu dari anak-anak Mahendra. Menarik wanita itu kasar, Prily hendak menghalanginya namun kalah cepat."Drian!" panggil Airi.Johan menodongkan senjata dengan pelatuk menempel di jarinya. Tersenyum menyeringai, sekali tekan sejata api itu akan meledak dan masuk ke dalam kepala Airi dan napas akan terhenti dalam hitungan detik."Kamu mendekat aku pecahkan kepalanya. Mundur!" Membulatkan
"Kalau begitu. Jauhkan dia dan jangan ganggu wanita itu. Kamu tak ingat berapa umurnya?""Tentu Sayang. Sekarang kita selesaikan semua dan setelah itu kita bersenang-senang."Johan kembali menatap penerus Mahendra."Bawa semuanya ke mari dan habiskan mereka sekarang juga!"Teriakkan Johan menyadarkan Airi. Wanita itu membuka mata perlahan. Makian Drian membuat dirinya sadar sesuatu telah terjadi."Prily ...."Johan menoleh ke arah Airi. "Selamat datang Bunda. Bagaimana tidurmu?"Airi ingin bergerak namun, tubuhnya terikat."Lepaskan aku.""Lepas? Tidak!" Johan menyeringai."Prily, tolong ...."Wajah Prily berubah pucat. Ia tak tega melihat wanita yang telah mencurahkan kasih sayang untuknya.Johan melirik Drian sinis. "Lepaskan wanita ini!"Tali yang mengikat Airi terlepas satu persatu. Airi menyent
Malam Tanpa NodaJohan sangat bergairah melihat hal ini. "Sangat cantik dan memesona," puji Johan. Drian berteriak memaki Lelaki itu dengan segala macam nama binatang. "Jangan sentuh dia!" teriak Drian. Rahangnya mengeras dan wajah memerah. Johan tak peduli tetap berjalan menuju wanita itu. Wanita cantik bagaikan bidadari. "Hentikan Johan! Kamu menyentuhnya akan aku bunuh!" ancam Drian. Wajahnya memerah urat leher terlihat membesar. Napasnya terputus-putus. Satu pukulan menimpa punggung Drian. Lelaki itu tetap bertahan. Johan menghentikan langkahnya, berbalik arah dan menghampiri Drian. Tersenyum menyeringai. Tubuhnya menjongkong menarik rambut belakang hingga rontok."Kamu ancam aku. Padahal, umurmu tak lama lagi. Ha ... ha ...." Menjambak rambut Drian lebih keras."Cuih!"Johan mengusap wajahnya dengan tangan kiri.Anak buah Johan menendang tubuh Drian berkali-k
Malam Tanpa NodaKedua tangan Fian terikat ke belakang, Fian tak sadarkan diri sejak beberapa jam lalu. Johan menatap lelaki gagah dan tampan dihadapannya."Bang ... bangun ...." Drian menatap kakak kandungnya yang belum sadarkan diri sejak beberapa jam. Memastikan keadaan lelaki itu baik-baik saja.Putra juga berada bersama mereka. Tiga lelaki terikat dengan lutut bertekuk di hadapan Johan.Putra juga diculik ketika mengantar kedua anak kembarnya ke sekolah. Fian tak menyadari kalau sang ayah telah diculik oleh mereka."Jangan sakiti anakku, Johan!" ancam Putra menatap tajam lelaki yang telah dianggap keponakan olehnya."Tenang saja Om. Rasa sakitnya hanya sekilas." Tawa mengema di pabrik tua itu."Mengapa kamu lakukan ini, Johan?""Om tak ingat?" Menaikkan satu alis ke atas. "Papaku meninggal karena Om." Kebencian terlihat jelas di mata Johan."Itu buk
Malam Tanpa NodaHari penembusan Lily telah tiba, Fian di temani Faisal menuju pabrik kosong pada malam hari."Om, yakin ini tempatnya?""Tentu saja.""Sepi sekali!""Pabrik ini sudah tak digunakan bertahun-tahun tentu saja tak berpenghuni."Fian mendesah panjang. Kedua tangannya membawa dua tas besar hitam kaluar dari mobil."Om, tunggu di sini," ucap Faisal."Baik, aku akan mencari mereka." Fian berjalan ke arah pintu masuk pabrik.Bulu leher Fian bergidik ngeri. Pasalnya, tempat yang sudah lama tak berpenghuni banyak sekali makhluk halus. Fian membuang pikiran negatif. Tujuannya saat ini adalah menjemput Lily."Tega sekali mereka kalau Lily berada di tempat ini."Fian berjalan hingga berada di pintu masuk pabrik. Pintu itu telah rusak dan tak terbentuk lagi.Suara dering telepon Fian memecahkan pikirannya saat ini. Fia
Malam Tanpa Noda"Sakit!" rintih Lily menyentuh perutnya."Kita ke bidan kemarin. Kamu tahan dulu." Prily menyalakan mesin mobil dan meninggalkan kediaman Johan."Aku gak mau, Prily. Aku ingin Fian." Lily meringis berkali-kali. Mengapa nasibnya seperti ini.Kehamilan pertama adalah hal yang ditunggu-tunggu. Seharusnya, Lily dimanja dan disayang Fian. Namun, ia jadi tahanan."Please! Kamu bersabar dulu. Kita gak mungkin melawan Johan. Keselamatan bayi dan dirimu bisa bahaya.""Aku ingin Fian. Aku ingin pulang," rengeknya bagaikan anak kecil."Sudah, jangan pikirkan hal itu. Lebih baik kita periksa kandunganmu. Bersabarlah!""Aku kangen suamiku. Apa aku salah jika merindukannya. Prily, tolong bebaskan aku!""Tidak bisa. Ini bisa berbahaya. Johan itu nekad."Prily membawa Lily ke bidan. Wajah istri mantan kekasihnya itu pucat dan merintih berkali-kal