Vivian terdiam sejenak setelah mendengar nada wanita itu yang sedikit meninggi."Aku akan sampaikan padanya, Tenang saja!" ujar Vivian."Sekarang aku adalah dokter pribadinya, Sebagai dokter aku harus periksa kondisinya setiap hari. Jadi, aku berharap kamu bisa bekerja sama untuk menasehatinya!" ucap Emily dengan nada tinggi. Vivian, yang berusaha tetap tenang, dan menjawab, "Sudah ku katakan, aku akan sampaikan pesananmu padanya." Emily menghela napas, rasa frustrasinya semakin terasa. "Di mana dia sekarang? Aku tidak bisa menghubunginya? Dia adalah pasienku dan harus aku pantau selalu. Jaga makanan dan minumannya. Jangan sampai lalai!" pesan Emily dengan tegas. Vivian mulai merasa curiga. "Apakah wanita ini benar-benar demi kebaikan Charlie atau sedang bermusuhan denganku?"gumamnya.Mobil mewah berwarna hitam berhenti tepat di depan kediaman, Andrew segera turun dari mobil dan berjalan menuju pintu belakang. Dengan sigap, ia membuka pintu mobil untuk membantu Charlie, atasannya
Pasukan polisi dengan sigap mendobrak pintu penginapan yang diduga menjadi tempat persembunyian tersangka. Suara keras "Brak! Brak!" menggema di lorong penginapan tersebut. Debu dan serpihan kayu berserakan di lantai akibat kejadian yang begitu mendadak. Tersangka yang sedang tidur pulas di kamar seketika terbangun dan terkesiap. Wajahnya tampak pucat dan ketakutan saat menyadari ada banyak polisi bersenjata di sekelilingnya. Salah satu polisi yang memimpin pasukan segera memerintahkan, "Tahan dia!" Supir truk yang merupakan tersangka itu berdiri dengan tubuh telanjang dada dan hanya ditutupi oleh selimut yang ia genggam erat. Dengan suara bergetar, ia bertanya, "Siapa kalian?" "Kami dari LAPD," jawab polisi yang memimpin tadi, sambil menunjuk ke arah tersangka. "Gerard Leans, Kamu ditangkap atas tuduhan melakukan tabrak lari yang menyebabkan kematian korban bernama Hanz." Wajah Gerard menjadi semakin pucat. Matanya terbelalak tak percaya, dan tubuhnya bergetar hebat saat polisi
Dokter berdiri di samping tubuh Rayni yang telah tak bernyawa, meski ia telah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkannya. Detak jantung Rayni sudah tak terdengar lagi, dan wajah Dokter itu terlihat sangat sedih. Ia menatap Rayni dengan mata berkaca-kaca, mengetahui bahwa ia telah gagal menyelamatkan pasiennya.Dokter itu menghela napas berat sebelum akhirnya berbicara, "Maaf, kami sudah berusaha sekuat tenaga. Namun, tubuh pasien memilih untuk pasrah. Racun yang telah mempengaruhi jantungnya sejak lama membuatnya meninggal akibat gagal jantung." Charlie yang mendengarkan penjelasan Dokter , merasa sedih yang tak terkira. Meskipun ia sudah menyiapkan diri untuk menghadapi kenyataan ini, tetap saja perasaan kehilangan itu terasa sangat menyakitkan. Ia menggigit bibirnya untuk menahan tangis, lalu berkata dengan suara bergetar, "Dokter, buat laporan medis kondisi Rayni. Kita akan gunakan laporan tersebut sebagai bukti untuk menangkap pelakunya!" Dokter mengangguk setuju, menatap C
Malam itu, langit dipenuhi dengan gemerlap bintang yang menambah suasana semakin dramatis. Di ruangan gelap yang hanya diterangi cahaya lampu dinding, Micheal duduk bersama Charlie, Alexa, dan Andrew di Villa Charlie. Mereka saling berpandangan, serius menyimak bukti yang tersimpan dalam flashdisk yang ditinggalkan oleh Rayni. Ungkapan tegang terpancar dari wajah mereka, terutama Charlie yang terlihat menahan amarah. Di tengah kesunyian, tiba-tiba Alexa bangkit dari duduknya, berjalan kesana-kemari sambil meremas-remas tangannya, seolah mencari jawaban dari pertanyaan yang mengganjal di benaknya. "Dengan semua bukti dan saksi yang terkumpul, kapan kita akan mengambil tindakan?" tanya Alexa, suaranya terdengar penuh dengan kegusaran. Charlie menatap lurus ke arah Alexa,"Aku butuh pengakuan papaku," ujarnya lirih, "Untuk membuktikan bahwa dirinya dikurung selama tiga puluh lima tahun." "Dua anak buah Ronald sama sekali tidak tahu menahu soal ini, Mereka hanya dibayar untuk mengawas
Ronald memperhatikan reaksi Charlie dan merasa curiga," Panggilan apa yang membuatnya terkejut?" batinnya.Sesaat kemudian Charlie memutuskan panggilannya. Ia kemudian dengan tegas mengatakan," Edward, Antar mereka keluar dan pastikan di saat aku tidak ada. Jangan membiarkan mereka masuk!" perintah Charlie."Siap, Jenderal!" jawab Edward."Charlie, kamu jangan lupa kondisi kesehatanmu! Kamu hanya akan menghambat prajurit lain. Saat perang kau tidak bisa ikut memimpin prajuritmu. Hari ini tujuanku adalah ingin menarik semua prajurit yang di bawah pimpinanmu!" kata Ronald."Pak Perdana Menteri, Anda benar-benar tidak ada kesabaran. Persidangan belum dimulai. Apakah kamu begitu takut denganku?" tanya Charlie dengan sengaja."Aku bukannya tidak tahu, Kau hanya sengaja ingin mengulur waktu," ujar Ronald.Charlie mendekati Ronald dengan tatapan tajam," Apakah aku begitu menakutkan sehingga seorang perdana menteri datang ke sini hanya untuk memecatku dan mengusirku?" tanya Charlie dengan sen
"Saya akan periksa kondisi Anda. Berbaringlah dulu!" ujar Dokter Cale tegas, menunjukkan kepeduliannya sebagai seorang dokter.Charlie terlihat pucat pasi, tubuhnya lemas dan tak berdaya. Ia berbaring di tempat tidur, masih memejamkan matanya, berusaha meredakan rasa pusing yang kian menggelayut di kepalanya. Vivian, yang sangat mencemaskan kondisi suaminya, tak henti-hentinya memegang erat tangan Charlie. Ia duduk di samping tempat tidur, menemani dan memberikan dukungan moril agar suaminya segera pulih dari rasa sakit yang mendera."Bagaimana keadaan suami saya?" tanya Vivian."Kondisi tubuhnya semakin buruk, yang artinya adalah akan lumpuh atau koma secara tiba-tiba," jawab Dokter itu.Vivian serasa hancur mendengar penjelasan dokter tersebut. Hatinya cemas dan sedih."Dokter Cale, tolong selamatkan suami saya, Di saat ini dia tidak boleh tumbang. Kalau tidak mereka akan sengaja menyerangnya," pinta Vivian.Charlie berbaring lemah di ranjang rumahnya, wajahnya pucat pasi dan tubuh
Suasana persidangan tertutup yang hanya dihadiri oleh sejumlah petinggi. Para reporter berkumpul di luar menunggu hasil tersebut.Hakim negara duduk tegak di balik meja pengadilan, mengawasi ruangan yang dipenuhi oleh para pejabat tinggi yang datang untuk menyaksikan persidangan tersebut. "Jenderal Charlie, hasil laporan medis mengatakan bahwa Anda adalah seorang penderita CIPA. Kenapa selama ini Anda menyembunyikan dari semua orang?" tanya Hakim negara dengan tegas. "Anda harusnya sudah tahu sejak awal, bahwa seorang prajurit harus memiliki tubuh yang sehat agar tidak menganggu aktivitas prajurit lainnya. Seperti di medan perang. Akan tetapi, Anda memilih diam. Apa penjelasan Anda?" Jenderal Charlie menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya sebelum menjawab pertanyaan Hakim negara. "Yang Mulia, saya memang menyembunyikan kondisi saya karena saya tidak ingin diperlakukan berbeda oleh rekan-rekan saya di militer. Selain itu saya yakin bahwa saya akan menjadi anggot
Hakim terlihat serius membaca berkas yang diberikan oleh Micheal. Di tangannya, foto-foto mengerikan kecelakaan Hanz terpampang jelas. Setiap foto menunjukkan betapa parahnya kecelakaan itu dan bagaimana nasib malang yang menimpa Hanz. Hakim tak mampu menahan emosi saat melihat kondisi Hanz yang sangat mengenaskan dalam foto itu. Selain hakim, Micheal juga memberikan foto tersebut kepada para petinggi yang hadir di ruangan itu. Mereka saling berpandangan, satu sama lain terlihat terkejut dan sedih dengan apa yang mereka lihat. Micheal kemudian mulai berbicara, "Tanggal 18 Februari lalu, korban Hanz Savaldo mengalami kecelakaan tragis yang merenggut nyawanya. Pelakunya yang tidak bertanggung jawab langsung kabur setelah memastikan korban sudah tidak berdaya dan sekarat. Beberapa hari yang lalu, pihak kepolisian berhasil menemukan pelakunya. Segala bukti sudah kami tahan," ucap Micheal dengan nada tegas dan penuh emosi. Semua orang yang hadir di ruangan itu terdiam, mencerna informas