Home / Romansa / Main Cantik / Main Mantenan

Share

Main Mantenan

Author: Risma Dewi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Bagaimana saksi? sah?"

"Saah!" jawab beberapa orang yang menghadiri proses akad nikah Nessa dan Rizal.

Nessa tersenyum puas. Ia mencium tangan suaminya takzim. Setelah itu, ia mendekat pada kedua orang tua, lalu pada Bu Erna untuk melakukan hal yang sama. Arjuna sudah sejak tadi beranjak meninggalkan tempat tersebut. Ia memilih pulang setelah akad berlangsung.

Rizal membuka kotak perhiasan berwarna merah tersebut sambil tersenyum. Nessa terlihat juga sangat menanti, perhiasan yang sudah resmi menjadi miliknya  tersebut di pindahkan ke leher, tangan dan jari-jemarinya.

Kalung adalah benda pertama yang di raih Rizal. Dengan gerakan lambat, ia memasangkannya di leher Nessa, yang sedikit menundukkan kepala, memberi selah pada Rizal menyambung kedua ujung kalungnya. Setelah itu, Rizal meraih kedua gelang, lalu memasang di tangan kanan dan kiri Nessa bergantian.

Bu Erna tersenyum puas. Begitu juga kedua orang tua Nessa. Mereka nampak bahagia, melihat tubuh anaknya di penuhi perhiasan dengan ukuran yang membuat mata terbelalak, bagi yabg silau dengan perhiasan.

Yang terakhir dipasangkan adalah cincin. Rizal menyematkan cincin di jari-jari Nessa, yang sejak tadi terulur dan menunggu dengan manja.

Rizal menyunggingkan senyum bahagia juga bangga, karena memperlihatkan kepada orang-orang yang berada di situ, bahwa ia mampu memberikan perhiasan mahal pada istrinya sebagai mas kawin.  Rizal tak sadar, penampilan istrinya malah terlihat norak. Entah bagaimana perasaan mereka nanti, bila mengetahui perhiasannya semua imitasi.

Setelah semuanya beres, mereka berkumpul duduk bersama,  menunggu teman-teman dekat dan kerabat Nessa yang datang silih berganti untuk memberikan ucapan selamat, dan menyantap hidangan yang di sediakan oleh tuan rumah.

****

Matahari mulai merangkak naik, Lily menyapu bulir keringat yang turun membasahi dahi dengan punggung tangan kirinya.

Sebelum menaiki kuda besi miliknya, Lily memeriksa sekali lagi buku tabungan yang baru ia buka. Tanpa ATM, karena ia hanya ingin mengamankan uang penjualan emas miliknya tadi di rekening baru. Nanti akan ia pikir lagi, sebaiknya uang tersebut ia gunakan untuk apa. Lily juga khawatir, jika rekening tersebut terlalu lama ia simpan akan ketahuan oleh Rizal. Salah-salah bisa di kuras habis lagi oleh suami yang tak tahu diri itu.

Walaupun tanpa surat, ia bisa menjual emasnya dengan potongan yang tidak terlalu banyak. Itu karena sewaktu dirinya masih kerja dulu, selalu membeli bahkan melakukan tukar tambah di toko yang sama.

Kalau mau hitung-hitungan, jelas rugi walaupun tidak seberapa. Tapi bagi Lily itu tidak masalah. Urusan meyakinkan Rizal dan Bu Erna saat ini baginya lebih penting.

"Mungkin sebaiknya aku berdiskusi dengan kakak, siapa tahu dia ada ide membuat usaha apa," gumam Lily sambil menyimpan kembali buku rekening ke dalam tas. Lalu ia kembali melajukan kendaraannya menuju rumah.

Lily tidak bisa bersantai. Selama Rizal menikmati kebersamaannya dengan istri muda, banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan sebelum mereka datang.

Lily melirik ke kaca spion, karena sejak tadi merasa seperti diikuti oleh seseorang. Lily menyipitkan mata, memastikan pengelihatannya tidak salah.

"Benar, itu mobil Arjuna. Kenapa dia sudah pulang? Cepat amat," pikir Lily sambil terus memperhatikan kaca spion. Arjuna sendirian. Berarti ibu mertuanya ikut bermalam di sana. Waah!

Lily memperlambat laju sepeda motornya, memberikan kesempatan untuk Arjuna menyelip. Tapi di luar dugaan Lily, Arjuna malah memperlambat laju mobilnya juga, bahkan sampai klaskson orang-orang di belakangnya terdengar bersahut-sahutan.

Akhirnya Lily kembali melajukan kecepatan sepeda motornya seperti biasa. Apabila di jalan yang sepi, Lily kembali mengurangi kecepatan, dengan harapan Arjuna mendahuluinya. Tapi tetap saja, Arjuna seperti betah membuntutinya dari belakang. Lily jadi berpikir Arjuna mematai-matainya, atas suruhan Rizal.

Sampai tiba di rumah pun, Arjuna sengaja berlambat-lambat.

"Ngapain Kak Juna ngikuti aku? Mau mata-matain, ya?" tuduh Lily langsung sambil menurunkan standar sepeda motor.

Seperti biasa, Arjuna meliriknya dingin.

"Apa untungnya mata-matain kamu? Aku hanya hawatir. Khawatir kamu bunuh diri di jalanan, aku juga yang repot," jawabnya datar sambil menutup pintu mobil.

"Aku masih punya iman," sahut Lily sebal.

Arjuna ini benar-benar keterlaluan. Bukannya menaruh empati, malah seperti sengaja meledek. Nampaknya mereka sekeluarga memang terlahir dengan hati yang memiliki kerusakan di bagian masing- masing.

Rizal tidak memiliki harga diri dan wibawa sebagai seorang lelaki. Mertuanya punya lidah yang beracun, setiap keinginannya meluncur begitu mudah tanpa pertimbangan. Arjuna, segala sesuatu yang terjadi di rumahnya, sekali saja ia tak pernah perduli. Jika ada keributan, Arjuna malah memilih pergi. Membela tidak mendukung pun tidak.

Entah apa yang ada di pikirannya. Yang Lily tahu, selama menikah Arjuna seperti tidak menyukainya. Lihat saja, dalam kondisinya seperti saat ini saja, Arjuna masih berbicara dengan nada yang terdengar mengejek.

Enggan menambah keruh suasana hati, Lily masuk mendahului Arjuna. Ia berjalan cepat menuju kamar. Pandangannya memutari seluruh sudut ruangan. Tak ingin hatinya melemah, Lily langsung mengeluarkan sebagian pakaian miliknya dari dalam lemari, kemudian mengangkut barang-barang miliknya sedikit demi sedikit keluar.  Tujuannya adalah kamar anaknya. Abidzar dan Husein.

Masih tersisa sedikit, Lily langsung mendorong lemarinya keluar. Tapi karena ukuran lemarinya tergolong besar, tetap saja Lily kesulitan.

"Kenapa enggak pindah rumah, sekalian?"

Suara dingin Arjuna lagi!

"Ngusir?" Lily menjawab dengan tatapan tajam.

"Daripada ... menyusahkan diri sendiri!"

"Manusia kok gak ada empatinya sama sekali! Pantasan gak laku-laku," gumam Lily dalam hati.

"Dasar! Bujang lapuk!" gerutu 

Lily tanpa sadar.

"Apa?"

Lily hanya diam. Kembali menyibukkan diri, berusaha mendorong lemarinya sedikit demi sedikit, menuju kamar Husein dan Abidzar.

"Minggir!"

Arjuna menggeser Lily, mendorongnya dengan lengan ke samping membuat Lily hampir terjatuh. Setelah itu ia menggantikan mendorong lemari sampai ke kamar keponakannya. Arjuna sudah tahu, Lily akan memindahkannya ke sana, karena sejak tadi ia memperhatikan kesibukan Lily.

Setelah lemari sudah masuk kamar keponakannya, Arjuna kembali keluar tanpa kata-kata.

"Ee ... eh, Kak Juna!"

Arjuna menoleh, menatap Lily yang buru-buru mengejarnya keluar.

"Sa-satu lagi. Minta tolong!" Suara Lily terdengar malu-malu.

"Apalagi?"

"Meja riasku!"

Arjuna tak bertanya lagi, langsung melangkah kembali ke kamar Lily. Arjuna mengamati meja yang lumayan besar. Tidak ada roda seperti lemari tadi.

Lily yang mengikuti dari belakang, paham. Ia menuju sisi satunya sehingga posisi keduanya berhadapan. Tertatih-tatih Lily mengimbangi Arjuna yang posisinya di depan.

"Stop dulu!"

Napas Lily ngos-ngosan.

"Berat! Haduh," lanjutnya sambil mengurut-urut pergelangan tangannya yang terasa sakit.

Arjuna hanya diam, menunggu Lily siap kembali mengangkat meja riasnya. Setelah tiga kali berhenti, akhirnya meja tersebut sampai juga ke kamar Husein dan Abidzar. Lily membungkuk memegang kedua tempurung lututnya, berusaha menstabilkan pernapasan.

"Sebenarnya minggat lebih baik, daripada menyusahkan diri seperti ini!"

Ucapan Arjuna spontan membuat Lily berdiri tegak. Niatnya ingin mengucapkan terima kasih menghilang, berganti dengan keinginan memaki. Namun urung juga, mengingat lemari dan meja riasnya berpindah berkat bantuan Arjuna.

Tak lama Arjuna meninggalkannya, terdengar suara mesin mobil Arjuna menyala lagi. Sepertinya dia mau pergi, Lily merasa lega lalu pelan-pelan mulai membereskan pakaian. Menyusun kembali ke dalam lemari. Hampir satu jam beberes, Lily keluar untuk menjemput kedua putranya. Baru saja ia menstarter sepeda motor, mobil Arjuna sudah muncul. Kedua anaknya juga duduk di depan berdampingan dengan Arjuna.

"Mamaaa!" seru mereka bersamaan saat sudah turun.

Emosi Lily langsung turun ke titik terendah. Melihat kedua jagoannya  di jemput, sementara ia melupakan perkataan dan sikap Arjuna yang dingin bagai es batu.

"Bilang apa sama Paman?"

"Makasiiiih, Pamaaan!" ucap mereka berdua kompak. Walaupun usia Arjuna lebih tua dua tahun dari Rizal, namun karena  belum menikah, Arjuna menolak di panggil 'tua' atau 'julak' seperti panggilan orang Kalimantan pada umumnya terhadap saudara orang tuanya yang lebih tua. Ia lebih suka dipanggil paman.

Arjuna hanya tersenyum kecil. Sangat kecil.

"Hanya kebetulan lewat! Sekalian beli ini," jawabnya tanpa menoleh, mengangkat sebuah kresek dengan empat bungkus makanan.

"Kalau masih ada selera makan, di meja!" ucapnya lagi sambil berlalu.

Astagah!

Antara menawarkan makanan dan mengejek keadaan Lily sekarang. Arjuna benar-benar sukses membuat emosi Lily naik-turun bagai bermain ular tangga hari ini.

"Tapi syukurlah! Dia paham aku sedang enggak berselera masak! Tapi masih sangat berselera untuk makan," Lily berbicara sendiri untuk meredam emosinya.

"Mama ... sekarang pindah ke kamar, tidur sama kita! Horeeeee!"

Lily tersenyum kecut mendengar sorakan kedua buah hatinya, yang mungkin sedang bertukar pakaian di dalam kamar. Ia pun melangkah masuk untuk melanjutkan kegiataan, yang belum selesai tadi.

****

Sore hari ....

"Bu ... sepertinya, ibu pulang aja, aku menyusul dua atau tiga hari lagi," bisik Rizal di telinga Bu Erna. Undangan  mereka sepertinya sudah habis.

Bu Erna mendelik, mendengar ucapan putra kesayangannya.

"Kamu antarkan, tapi?"

"Aduhh ... naik angkot aja dulu, Bu! Enggak enak, sama Lily kalau sudah ke sana terus ke sini lagi.

Wajah Bu Erna berubah masam.

"Sekali ini aja, kok! Bu," rengek Rizal manja.

"Uh! Emang kenapa sih, kok Ibu harus cepat-cepat pulang," gerutu Bu Erna.

"Aku enggak mau, Lily sama Arjuna berdua aja di rumah, Bu!" jawab Rizal gamblang.

"Huh! Emang kamu pikir Arjuna bakal ngapa-ngapain sama Lily?" cemoh Bu Erna.

"Aaaah! Pokoknya Ibu pulang aja dulu, naik angkot," pinta Rizal memaksa.

"Apa-apaan sih, kamu Zal! Berani nyuruh-nyuruh Ibu sekarang ya!"

"Sekaliiii aja, Bu! Ini darurat! Yah?" Rizal memelas.

Bu Erna tidak menjawab, langsung berdiri untuk berpamitan dengan wajah merah menahan kesal, karena merasa seperti di usir. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa. Hanya bisa menurut pada anak kesayangan yang sudah memberinya banyak uang selama ini.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
akhirnya suami jadi nikah lagi dengan mahar emas 100 gram imitasi
goodnovel comment avatar
Astri Foreveryoung
Dasar mertua
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Main Cantik   Pemanasan

    Bu Erna berjalan dengan langkah panjang , meninggalkan rumah mantu keduanya. Ia ingin cepat-cepat sampai ke tepi jalan, untuk menunggu angkot."Bu ... Ibu!" tiba-tiba Rizal menyusul langkah ibunya kembali dengan buru-buru. Bu Erna menoleh dan langsung melengos dengan wajah merah padam."Ada Apalagi, Zal? apanya lagi yang ketinggalan?" tanya Bu Erna dengan perasaan jengkel yang masih menggunung di dalam hatinya."Bu ... ibu perhatikan Lily, ya. Jangan sampai dia macam-macam selama aku di sini," pesan Rizal manja namun terkesan seperti sedang memerintah ibunya."Macam-macam yang bagaimana sih, maksudmu Zal? Apanya yang dijaga? Memangnya Lily anak TK Apa? heh!" dengkus Bu Erna tambah jengkel. Menurutnya, permintaan Rizal terlalu mengada-ngada."Bu ... jangan sampai laaa! Ibu ninggalin Lily sendiri kalau cuma ada Kak Juna di rumah," rengek Rizal seperti bocah yang takut mainannya

  • Main Cantik   Rayuan Gombal

    Malam pertama di rumah Nessa."Kamu!" Rizal berujar sambil memalingkan wajah ke samping. Raut kecewa jelas terpancar dari wajahnya."Maaf Mas, aku memang sudah pernah menikah sebelumnya," ucap Nessa sambil mengenakan pakaian kembali, usai melewatkan malam pengantin mereka."Kenapa kamu enggak pernah bilang, sih?" nada bicara Rizal mulai tinggi, karena tidak sesuai harapan dan perkiraannya. Nessa ternyata bukan seorang gadis ting-ting lagi."Kok marah, sih Mas? Kan kamu sendiri enggak pernah tanya! Iya. Aku dulu emang sudah pernah menikah," terang Nessa sambil berkilah. Iamenyandarkan kepalanya manja di bahu Rizal yang masih menatap tembok kamar.Rizal mengusap wajah setelah terdiam sejenak. Nessa benar juga. Selama ini dia tidak pernah bertanya tentang masa lalu Nessa."Anak? Apa kamu sudah punya anak juga?" Rizal berpaling dan menatap Nessa dalam-dalam. Ada rasa was-was dalam hatinya. Jika Nessa memiliki anak,

  • Main Cantik   Hayalan Rizal

    "Kakak ... kakak ... jangan! Aku bercerita pada kakak, bukan untuk minta dijemput. Aku mau minta pertimbangan Kak Romy, apa yang harus aku lakukan, untuk menghilangkan jejak uangku, Kak? Aku takut jika Mas Rizal tahu, ia akan meminta uangku," tahan Lily. Niatnya tadi menelpon benar-benar hanya ingin berbagi keluh kesah dan meminta pendapat saja.Hening sesaat. Mungkin Romy juga sedang berpikir di seberang sana. Sesekali Lily begidik saat angin malam berembus dan menghampiri kulitnya."Tapi Ly, aku enggak suka. Kamu pasti tersiksa di sana. Sebaiknya kamu pulang aja. Urus surat ceraimu secepatnya lalu mulailah usaha yang baru di sini," suara Romy terdengar parau, pertanda ia sangat geram.Romy sungguh tak rela, adik kesayangan satu-satunya, diperlakukan seperti sampah oleh mertua dan suaminya sendiri. Selama ini dia tahu, Lily bukanlah istri yang mau berpangku tangan saja. Adiknya pun punya andil dalam m

  • Main Cantik   Harus Kuat

    Keesokan harinya, Lily berusaha menenangkan diri dan menata hati sejak pagi. Embusan napas yang cukup berat ia keluarkan, saat mendengar deru mobil Rizal memasuki pekarangan rumah mereka.Sejenak ia mematung di kamar. Seolah ada tali besar yang mengikat kaki, sehingga Lily merasa berat untuk melangkah keluar. Lily meraih kursi dan duduk menatap dirinya sendiri di depan cermin dengan nanar. Lily baru berkedip, saat keringat dingin meluncur turun melewati alis dan kelopak matanya. Lily mengigit bibirnya pelan. Tangan kanan mengepal, sedangkan tangan kiri meremas baju bagian depan."Ayo Lily si keledai. Jangan nangis. Air matamu terlalu murah, jika kamu tumpahkan untuk manusia-manusia sampah seperti mereka. Kuat ... kuat ... kuat!" Lily memejamkan mata, bersugesti di dalam hati.Ia merasa kuat, setiap menginggat penghinaan mertuanya. Baginya, hinaan dan cemoohan dari Bu Erna dan Rizal adalah cambuk penyemangat yang terus memaksanya untuk lebih tegar. Ia

  • Main Cantik   Keledai Mulai Melawan

    "Ayo, makan dulu, Zal! Ajak Nessa," ucap Bu Erna melihat Rizal keluar dari kamar anak-anaknya dengan wajah masam.Rizal mengangguk saja. Hatinya masih tidak bisa menerima, Lily malah memilih pindah tidur ke kamar kedua anaknya, daripada membersihkan kamar yang lama tak terpakai untuk Nessa."Bagaimana ini? Bagaimana kalau aku menginginkan dia?" Rizal bertanya pada dirinya sendiri dalam hati. Hayalannya saat masih berada di rumah Nessa, ternyata sangat jauh dari kenyataan yang ia hadapi saat ini. Tidak mungkin dia meminta haknya sebagai suami pada Lily, apabila ia tidur dengan Abidzar dan Hussein.Semula Rizal membayangkan bisa keluar masuk kamar kedua istrinya bergantian, sesuka hati kapan saja ia mau. Dalam bayangannya, hidup seatap dengan dua istri akan memberinya kesenangan yang berlipat. Semula Rizal sudah berhayal, jika Nessa merajuk, ia akan pindah ke kamar Lily dan sebaliknya. Ah! Ternyata susah membuat hayalan jadi kenyataan. Rizal menikahi N

  • Main Cantik   Kesal yang Salah Sasaran

    Lily tersenyum saat sampai di gerbang sekolah. Kedua jagoannya ternyata sudah menunggu. Lily membawa kedua anaknya istirahat sebentar di warung yang menjual menu ' Soto Banjar' kesukaan kedua anaknya."Abi ... Husen, makan di sini aja dulu ya. Di rumah enggak ada makanan."Kedua anaknya mengangguk senang. Setelah memesan dua mangkuk soto Banjar, tiga gelas es teh manis, Abi dan Husen duduk menunggu di samping kiri dan kanan Lily."Nanti, di rumah ... ada tante baru datang. Dia teman papa. Jadi jangan banyak tanya. Selama ada tante di rumah, dia yang lebih banyak bersama papa. Makanya, mama tidur sama anak mama aja. Abi sama Husen senang enggak, tidur ditemani sama mama?" Lily merengkuh kedua anaknya sambil bertanya."Abi senang banget, Ma. Kan sudah lama mama enggak tidur sama kami," sahut Abi yang baru duduk di kelas empat sekolah dasar dengan wajah polos, sambil mendongak menatap

  • Main Cantik   Mulai Masuk Perangkap

    Dengan kasar Rizal menarik Lily mundur, lalu maju kembali. Tangan kanannya meraup kerah baju Arjuna dan tangan kirinya terangkat mengepal, siap untuk memberikan Arjuna sebuah bogem mentah.Arjuna berdiri dan menangkap kepalan tangan Rizal dengan cepat. Kemudian menurunkannya dengan gerakan pelan."Santai, Zal! Bini tuamu ini, salah tempat ngamuk. Nih, rambutku dipentung pake sutil panas dan pedas, jangan takut! Aku cuma minta dia bertanggung jawab aja!" ucap Arjuna sambil mengibas-ngibaskan rambutnya yang masih dialiri sedikit air.Rizal langsung melepas kerah baju Arjuna. Ia percaya langsung, karena melihat sutil dan sedikit sambal berceceran di lantai ketika melewati dapur tadi. Perlahan emosi Rizal mulai menurun, dan ia melepas Arjuna begitu saja sambil berbalik menatap Lily."Ngapain lagi bengong di sini! Lanjutin masaknya," sentak Rizal pada Lily yang masih berdiri dengan raut tegan

  • Main Cantik   Siasat

    Hampir sebulan sudah Nessa menjadi nyonya Rizal yang kedua. Selama itu juga Lily tidak pernah disibukkan dengan kegiatan memasak untuk suaminya yang luar biasa tersebut. Ia lebih banyak mengurung diri di kamar, sambil melakukan perawatan. Kapan lagi, ia memiliki waktu sesantai saat ini.Setiap hari, Nessa dengan pongahnya memperlihatkan pada Lily, bagaimana mesranya dia dan Rizal berangkat kerja berdua, pulang berdua. Makan pun kerap hanya berdua. Nessa selalu berharap Lily merasa panas dan akhirnya keluar sendiri dari rumah tersebut.Untuk sarapan pagi Rizal benar-benar sepenuhnya disiapkan oleh Nessa. Lily sendiri hanya memasak makanan untuknya dan anak-anak. Itu pun sangat jarang. Ia lebih sering membeli makanan saat mengantar dan menjemput anaknya sekolah. Untuk malam lebih sering memesan secara online. Cemohan dan nyinyiran dari Bu Erna yang mengatakan dirinya sok kebanyakan uang tak lagi digubrisnya. Menurut Lily, selama yang dia lakukan tidak mengurangi is

Latest chapter

  • Main Cantik   Akhir Sebuah Cerita

    "Waduh!" Rizal garuk-garuk kepala."Ta-pi, saya bukan suaminya, Mbak," tolak Rizal."Oh, Maaf! Suaminya kemana?""Suaminya di tempat kerja. Hapenya ketinggalan, tapi, nanti ada ibu saya datang dampingin," jelas Rizal. Perawat akhirnya mengerti. Rizal kembali menelpon ibunya yang tak kunjung tiba. Tapi tak di angkat-angkat. Beberapa saat kemudian, wajah Rizal berubah cerah saat Bu Erna sudah tiba di pintu ruang bersalin.Rizal segera membawa Ayezha menjauh, dan Bu Erna langsung masuk dan mendekat pada Lily, yang mulai mengejan. Ia langsung memegang tangan Lily dan menyapu bulir keringat yang menempel di dahinya."Oooeeek ... oeeeek ...."Karena ini pengalaman ke empat kalinya Lily melahirkan, tak perlu waktu lama mengejan, terdengar suara tangis bayi. Lily langsung terkulai lemas. Bayi yang sangat mungil karena lahir di bulan ke tujuh itu diangkat oleh perawat untuk dibersihkan. Bu Erna sendiri, membantu membersihkan anggota

  • Main Cantik   Semua Atas KehendakNya

    Rizal mengangkat wajahnya pelan-pelan mengikuti arah ekor mata Lily, melirik-lirik pada pasien yang mengisi di satu bagian ruangan mereka."Iya. Kayaknya iya!" jawab Rizal setengah berbisik juga.Mereka semua penasaran apa yang terjadi dengan Nessa. Kenapa yang menjaganya bukan ayah atau ibunya. Kenapa dia didampingi oleh dua orang asing yang sebaya dengan mereka? Nessa sendiri begitu menatap mereka dengan tatapan kosong. Seolah mereka tidak pernah saling mengenal.Rizal jadi penasaran. Arjuna pun mendukungnya untuk mendekat. Nampaknya ia juga sangat penasaran. Begitu wanita yang ikut menjaga Nessa tadi keluar, Rizal mewakili mereka semua mendekat."Permisi Pak. Dia Nessa kan?""Iya," jawab lelaki tadi singkat sambil menoleh."Dia sakit apa? Perempuan yang tadi disini siapanya? Ibu sama Bapaknya kemana?" Rizal memberondong lelaki tersebut dengan pertanyaan beruntun."Oh, tadi itu istri saya. Orang tuanya Nessa meninggal sa

  • Main Cantik   Jumpa Mantan

    Arjuna mandi secepat kilat. Rengekan Ayezha memanggil-manggil dari luar memaksanya buru-buru untuk menyelesaikan mandinya.Baru keluar dari kamar mandi, Ayezha sudah menunggunya di pintu. Alhasil, masih menggunakan handuk ia mengangkat dan membawa Ayezha duduk di pangkuannya."Papa pakai baju dulu ya, sama mama dulu ya?" bujuk Arjuna. Ayezha menggeleng, ia malah berpegangan erat di leher Arjuna.Arjuna memandang istri dan anaknya bergantian dengan gemas. Lily tertawa senang melihat wajah Arjuna yang lucu, menghadapi tingkahnya dan Ayezha. Tiba-tiba ponsel Arjuna berdering. Panggilan dari Bu Erna."Assalamu'alaikum Bu ....""Wa'alaikumsallam, Juna. Ibu mau ngabarin, istrinya Rizal sudah melahirkan," ucap Bu Erna langsung."Alhamdulillah, ini di mana sekarang, Bu?""Masih di rumah sakit," jawab Bu Erna."Oh, Ya Bu! Sebentar kami ke sana ya, Bu ... mau dibawakan apa?" suara Arjuna terdengar bersemangat."E

  • Main Cantik   Semua Ada Masanya

    "Ngomong apa sih, Mas? Iya. Sejak ketemu Rizal tadi, hatiku berubah. Berubah makin saayaaang sama suamiku yang luar biasa dan baik hati ini. Peduli sama adeknya yang dulu cuma bisa nyusahin dia aja," jawab Lily manja membuat Arjuna tersenyum bahagia."Bagaimanapun, dia adekku. Dalam tubuh kami ada aliran darah yang sama kan? Walaupun beda ibu? Seburuk-buruknya Rizal, sifat baiknya yang kuacungi jempol itu sayang sama ibu. Coba kamu ingat, pernah enggak Rizal berbicara kasar sama ibu? Enggak pernah kan? Meskipun dulu dia berlebihan sampai ngabaikan istrinya karena patuh sama ibu. Tapi kalau dulu dia enggak begitu, bisa jadi yang duduk di sampingku hari ini bukan kamu. Iyakan?"Arjuna bertanya sambil melirik pada Lily yang mengangguk sambil memandangnya penuh cinta. Kekagumannya atas kebijakan Arjuna bertambah besar."Ternyata memang semua ada sisi baik dan hikmahnya ya," gumam Lily begitu Arjuna mulai menjalankan kendaraan mereka."

  • Main Cantik   Kekhawatiran Arjuna

    Sesaat kemudian Rizal seperti tersadar akan sesuatu, lalu melangkahkan kaki masuk ke dapur untuk mengangkat menu makanan keluar.Lily merasa bersalah melihat tatapan Rizal. Arjuna memperhatikan perubahan raut wajah Lily, seperti gelisah. Ia menarik Lily menjauh sebentar."Kamu merasa bersalah, ya?" tanya Arjuna. Lily hanya diam. Ia sendiri tak tahu kenapa ia harus merasa bersalah."Minta maaflah pada Rizal. Atas kebohonganmu selama jadi istrinya dulu. Bagaimanapun, yang namanya bohong apalagi saat itu dia berstatus suamimu, tetaplah dosa," ucap Arjuna lembut. Lily hanya diam. Ia ragu dan takut. Lily masih saja berpikir, Rizal masih sama seperti yang dulu."Ly! Euumm, boleh aku ngomong sebentar?" tiba-tiba Rizal muncul dari belakang.Arjuna langsung masuk meninggalkan Lily dan Rizal yang duduk di kursi pel Keduanya duduk berhadapan. Jantung Lily berdegup kencang. Ia berpikir pasti Rizal akan menanyakan soal kebohongannya.

  • Main Cantik   Ternyata Ini yang Mereka Sembunyikan

    "Mas, kenapa sih aku enggak boleh ke ruko lagi? Mbak Fi juga kayaknya takut banget aku ke sana? Kenapa?" Lily mencoba kembali memancing pembicaraan setelah penolakan Mbak Fi sebulan yang lalu."Enggak apa-apa. kan aku sudah bilang, alasannya. Aku pengen kamu cepat hamil. Enggak perlu capek-capek lagi," Arjuna bersikukuh dengan alasan lamanya."Yaelah! kalo ke sana kan nengok doang, gak ngapa-ngapain! Gak capek. Gak ngaruh, Mas!" protes Lily."Pokoknya enggak boleh!""Kalau aku sudah hamil, baru boleh berarti ya?" tanya Lily. Arjuna diam, nampak masih enggan mengiyakan. Lily jadi makin penasaran melihat tingkah laku suaminya."Maaaas! Kalau sudah hamil, jangan kurung aku lagi, ya!" Lily mulai merengek."Heeeeeemmm. Hamil aja dulu!" Arjuna akhirnya mulai tak tega mendengar rengekan Lily."Bener, Mas?" Lily berbalik menatap suaminya. Arjuna hanya menaikkan alis sebagai jawaban."Mas. Liat deh!" Lily mengambil ses

  • Main Cantik   Keanehan Mbak Fi

    Tiga minggu berlalu begitu cepat.Lily bersiap tidur mengenakan piyama lengan panjang. Ia menyusun bantal seperti biasanya. Arjuna masih menggosok gigi di kamar mandi.Setelah semuanya beres, Lily memilih-milih kaset yang sudah hampir semuanya ditonton."Yaaaah!"Suara Lily terdengar kecewa."Kenapa?" tanya Arjuna yang baru keluar dari kamar mandi."Ngadat semua kasetnya! Padahal tinggal ini aja yang belum diputar. Besok kita cari kaset-kaset baru yang banyak, ya!" ucap Lily.Arjuna diam saja, tak menjawab. Lily menuju pembaringan, sambil membuka ponsel ia berbaring. Jari-jarinya langsung berselancar di youtube. Tiba-tiba Arjuna berbaring dan langsung merampas ponsel Lily."Mau ngapain?" ucapnya sambil meletakkan kembali ponsel Lily di dekatnya."Mau cari tontonan. Kan kasetnya rusak, besok kita cari lagi kaset baru, ya?" sahut Lily sambil bertanya."Enggak perlu! Mulai sekarang sebelum

  • Main Cantik   Menahan Diri

    Arjuna menurut saja pada ajakan Lily. Begitupun saat Lily memaksanya duduk sambil menatap wajahnya."Jadi, dulu itu aku melakukan sterill enggak dipotong. Cuma diikat, dan masih bisa dibuka lagi," terang Lily membuat Arjuna sangat terkejut."Emang bisa?" Arjuna menampakkan ketidakpercayaan."Kenapa enggak? Jaman udah semakin canggih. Tubektomi yang kulakukan hanya sebatas menutupi saluran indung telur kanan dan kiri supaya tidak terjadi pembuahan, jadi masih bisa dibuka. Prosedur membuka ikatan itu namanya anastomosis tuba, yaitu menggabungkan bagian saluran indung telur yang masih sehat," terang Lily sambil mengingat ucapan Dokter yang membantunya beberapa tahum silam.Arjuna menatap Lily penuh rasa syukur. Tetapi sesaat kemudian senyumnya meredup. "Tapi, apa enggak ada resiko kalau dibuka lagi ? Kalau membahayakan kamu, sebaiknya enggak usah. Kita sudah punya Husen dan Abi. Aku enggak masalah punya anak tiri aja. Bukankan selama aku ja

  • Main Cantik   Surprise Untuknya

    Setelah Rizal keluar, Arjuna langsung menutup pintu dan menguncinya. Ia tak ingin Rizal kembali mengusik mereka berdua. Arjuna merasa tak tega, melihat Lily selalu menangis bila berurusan dengan Rizal.Di luar kamar mereka, Rizal serasa tak mampu melangkah. Tulangnya seperti tak mampu menopang tubuh. Rizal bergeser dari pintu kamar Arjuna dan Lily, untuk bersandar di dinding. Ia meremas dadanya yang terasa sakit luar dalam. Berkali-kali ia menyapu matanya yang kabur, karena aliran air mata yang tak mampu dibendung.Rizal baru tahu rasa dan arti sebuah kehilangan, setelah hartanya yang paling berharga kini dalam genggaman orang yang tepat. Dia tak lagi memiliki alasan untuk memintanya kembali.Menyesalkah dia? Sangat! Tapi, kini Rizal sadar. Sesal tinggallah sesal. Mungkin memang sudah tiba waktu dan garis jodohnya dengan Lily terputus, dan tak bisa disambung lagi. Jodoh mereka sudah habis, tak akan bisa ia paksakan untuk bersatu lagi.Bu Erna mengha

DMCA.com Protection Status