Arjuna : " kamu kemana aja, Liz? Kenapa pergi tanpa pamit? Aku selalu mencari keberadaanmu."
Arjuna terlihat menunggu jawaban.
Dokter Liza : "sekarang, kamu sudah menikah."
Arjuna : "Aku terpaksa menikahi dia. Kasihan!"
***
Rekaman Video durasi singkat yang menampilkan Arjuna dan Dokter Liza dengan posisi saling berhadapan tersebut, terus menghantui pikiran Lily. Hatinya terasa nyeri, bukan karena Arjuna dan Dokter Liza yang berbicara. Tapi karena kata terpaksa dan kasihan yang meluncur dari mulut Arjuna.Lily sadar, memang tidak bisa memaksakan perasaan. Tapi Lily juga tidak pernah meminta Arjuna berpura-pura baik padanya. Kebaikan Arjuna yang membuat ia mulai terbiasa bergantung.
Seandainya saat ini dia sedang berada di rumah, mungkin dia akan menangis sejadi-jadinya di depan Arjuna. Sakit hati yang ia rasakan kali ini, lebih besar daripada sakit yang ia rasa saat Rizal memiliki niat mendua.
Saat Rizal mengutarakan
Sore harinya, Arjuna pulang kerja menuju rumah dengan lesu. Semangat hidupnya benar-benar hilang, karena sejak pagi, tak satu pun ada pesan WA yang masuk berasal dari Lily.Lama Arjuna mematung memegang tasnya di depan pintu. Biasanya, selalu suara Abidzar dan Hussein yang ia dengar pertama kali memasuki rumah.Arjuna melangkahkan kakinya pelan melewati pintu. Ia melatakkan tasnya begitu saja di ruang tamu. Pertama kali yang ia tuju adalah kamar Abi dan Husen. Arjuna termangu sebentar di depan pintu kamar mereka. Kemudian ia meraih sapu, membersihkan kamar mereka berdua sebentar.Tujuan keduanya adalah kamar Lily. Ia juga melakukan hal yang sama di kamar tersebut. Hanya saja, setelah selesai menyapu, Arjuna memilih untuk langsung berbaring di bantal Lily lagi.Ponselnya berdering. Rizal memanggil."Jam berapa ke rumah sakit? Hussen dari tadi sudah memanggil-manggil aku terus. Aku capek bolak-balik kamar yang jauhan," terdeng
Arjuna tiba di rumah dengan tubuh menggigil kedinginan. Udara malam itu dinginnya terasa menusuk hingga ke tulang. Setengah membanting pintu mobil, ia melangkah menuju pintu rumahnya. Pikiran Arjuna benar-benar kacau.Setelah mengunci pintu, Arjuna langsung menuju kamarnya sendiri. Ia berhenti sebentar, saat melintas di depan pintu kamar Lily. Jika sebelumnya ia selalu memilih kamar Lily untuk beristirahat, tidak dengan malam ini. Melihat pintu kamarnya saja, membuat hati Arjuna terasa nyeri.Arjuna langsung menuju kamarnya sendiri untuk menuangkan segala rasa yang membuncah di dada. Arjuna mendengar ponselnya berdering. Ia yakin itu pasti panggilan dari Rizal. Rizal pasti akan marah, karena ia pulang mendadak. Arjuna menatap layar, dan dugaannya tidak salah. Ia membiarkan saja panggilan terulang beberapa kali sampai deringannya berhenti sendiri.Arjuna merasa kepalanya sakit luar biasa. Ia menarik selimut dan memaksa matanya terpejam. Tapi, bukannya tertidur, t
Dua hari kemudian, Husen sudah di perbolehkan kembali ke rumah. Lily sangat bersyukur. Tangannya langsung merogoh ponsel, ingin memberi kabar bahagia tersebut pada Arjuna.Tapi, saat menemukan kontaknya, senyum Lily kembali pudar. Bukankah ia sudah bertekad untuk tidak merepotkan Arjuna lagi. Kenapa harus memberi kabar? Bukankah sudah beberapa hari ini mereka tidak saling bertukar kabar? Arjuna juga seperti tidak perduli. Tidak ada satu pesanpun darinya dalam dua hari terakhir.Akhirnya Lily mengurungkan niat awalnya. Tangannya berubah mencari icon grab car. Ia berpikir, sebaiknya ia pulang sendiri saja. Mungkin Arjuna juga sedang bekerja saat ini.Dalam perjalanan pulang, Lily meminta Driver grab untuk berbelok menuju ruko, untuk menjemput Abidzar. Tentu saja ia menambah ongkos karena beda arah dengan tujuan awal ia memesan tadi.Abidzar menyambut kedatangan ibunya dengan riang. Lily masuk sebentar untuk berbicara dengan Mbak Fi."Mbak, sepe
Sudah tiga hari, Arjuna dan Lily sama-sama menyiksa diri. Tanpa senyum, tanpa sapa. Saat bertemu atau berpas-pasan saling menghindar. Namun beberapa saat tak saling melihat, sama-sama resah. Tapi ego juga membuat mereka berdua sama-sama enggan, untuk memulai pembicaraan.Seandainya di rumah mereka tidak ada Abidzar dan Hussein tempat mereka mengeluarkan suara, mungkin suara kecoak berjalan pun, akan terdengar jelas.Hari ke empat, Lily sudah tak tahan. Pagi-pagi sekali, ia sudah mengantar kedua anaknya ke sekolah. Ia sengaja menyuruh mereka berdua untuk sarapan di kantin sekolah saja. Setelah itu ia buru-buru pulang.Lily berdiri sebentar di depan pintu. Ia menyiapkan hati, untuk mendengar apapun yang akan keluar dari mulut Arjuna.Setelah dirasa cukup tegar, ia melangkah langsung ke dapur. Duduk di meja makan menanti Arjuna sarapan. Walaupun mereka sedang marahan, tapi Lily tidak melupakan kewajibannya memasak. Arjuna pun tidak pernah menolak makan
Lily tidak menginginkan keperduliannya? Lily tidak menginginkan lagi bantuannya? Ah! Arjuna merasa sakit sekali mengingat kalimat itu. Arjuna tak habis pikir, kenapa sampai saat ini Lily tidak bisa merasakan ketulusan dalam sikapnya? Mungkinkah semua itu karena selama ini Lily juga berpura-pura? Hanya berpura-pura senang menerima setiap perlakuan Arjuna?Arjuna menarik napas panjang, kemudian mulai menjalankan kendaraannya menuju tempat kerja. Sampai di lokasi kerjapun, Arjuna tidak bisa berkonsentrasi.Akhirnya ia memutuskan, untuk ijin meninggalkan pekerjaan setelah zuhur, dengan alasan sakit. Setelah keluar dari lokasi kerjanya, Arjuna menjalankan kendaraan pelan. Ia tak tahu harus melangkah kemana. Rasanya ia ingin pergi yang jauh, tapi tak tahu kemana. Arjuna tidak memiliki tujuan pasti.Untuk pulang ke rumah, Arjuna belum siap untuk bertemu Lily. Arjuna belum siap melanjutkan pembicaraan yang tak kunjung menemukan jalan keluar. Arjuna juga masih kesal dan
Beberapa saat usai penusukan terjadi,setelah kedua pelaku melarikan diri, warga yang berkerumunan memberikan pertolongan pertama pada Arjuna yang mengalami luka tusuk. Beberapa warga juga menolong Rizal yang juga tak sadarkan diri. Warga bergotong-royong mengangkat mereka berdua ke dalam mobil. Dua orang warga, mengantarkan Arjuna dan Rizal ke rumah sakit, menggunakan mobil Arjuna.Di dalam mobil Bu Erna merasa sangat bingung. Ia berada di tengah-tengah kedua anaknya, yang sama-sama tak sadarkan diri. Begitu tiba di rumah sakit, mereka segera di bawa ke ruang UGD.Rizal dan Arjuna sudah sama-sama di tangani oleh petugas medis. Luka tusuk yang di alami Arjuna terjadi di bagian perut. Petugas medis memberikan tindakan klinis pada Arjuna. Tindakan pertama yang mereka lakukan adalah memastikan apakah dia bernapas, dan bagaimana pendarahan yang terjadi.Setelah melalui rangkaian pemeriksaan, pada Arjuna perlu dilakukan tindakan operasi, karena
Tapi, tiba-tiba wajah Lily kembali sendu, mengingat video yang dikirim oleh nomor tak dikenal saat ia menjaga Hussein di rumah sakit beberapa hari yang lalu. Lily langsung mencari-cari nama kontak. Namun tak satupun dari kontaknya ada yang bernama Liza, atau yang mendekati nama tersebut.Lily juga tidak menemukan namanya di deretan kontak ponsel Arjuna. Lily mencoba melakukan panggilan ke nomornya sendiri, dan senyumnya merekah lagi, melihat nama 'Istriku' muncul di layar ponsel Arjuna setelah ponselnya di dalam tas berdering. Hatinya mulai berbunga. Sejenak ia lupa pada masalah mereka beberapa hari sebelumnya.Tanpa sadar, Lily tersenyum sendiri sambil menempelkan ponsel Arjuna di dadanya. Ada rasa yang tidak bisa ia artikan, perlahan menelusup di relung hati yang semula penuh curiga dan amarah.Lily tersentak, saat tangan seseorang menyentuh pundaknya yang sedang duduk mendekap ponsel Arjuna."Ly! Ko malah senyum-senyum sendiri? Di panggil d
"Baik, ibu. Kami tinggal ya, pasien jangan diajak terlalu banyak bicara dulu sampai besok. Nanti kami akan kembali lagi untuk memeriksa kondisi pasien," pesan salah satu perawat sebelum meninggalkan mereka. Bu Erna dan Lily mengangguk bersamaan."Bu, sebenarnya Arjuna kenapa Bu?" tanya Lily pelan hampir berbisik di dekat telinga Bu Erna."Tadi, Arjuna ngantar ibu pulang. Sampai di rumah, Rizal dikeroyok oleh dua orang tak dikenal. Arjuna tadi mau membantu Rizal, tapi dia yang kena," jawab Bu Erna setengah berbisik juga.Lily meringis ngeri mendengar penjelasan Bu Erna. Ingin sekali ia mendekat dan memeriksa sendiri luka Arjuna, namun ia masih merasa sungkan dan malu, bila harus mendadak perhatian."Siapa yang ngeroyok, Bu?" tanya Lily antara penasaran dan jengkel, karena membuat kondisi Arjuna seperti itu."Menurut Rizal, mereka teman dari orang yang dulu dipukulnya sebelum dia keluar dari pekerjaannya, Ly! Mungkin bal
"Waduh!" Rizal garuk-garuk kepala."Ta-pi, saya bukan suaminya, Mbak," tolak Rizal."Oh, Maaf! Suaminya kemana?""Suaminya di tempat kerja. Hapenya ketinggalan, tapi, nanti ada ibu saya datang dampingin," jelas Rizal. Perawat akhirnya mengerti. Rizal kembali menelpon ibunya yang tak kunjung tiba. Tapi tak di angkat-angkat. Beberapa saat kemudian, wajah Rizal berubah cerah saat Bu Erna sudah tiba di pintu ruang bersalin.Rizal segera membawa Ayezha menjauh, dan Bu Erna langsung masuk dan mendekat pada Lily, yang mulai mengejan. Ia langsung memegang tangan Lily dan menyapu bulir keringat yang menempel di dahinya."Oooeeek ... oeeeek ...."Karena ini pengalaman ke empat kalinya Lily melahirkan, tak perlu waktu lama mengejan, terdengar suara tangis bayi. Lily langsung terkulai lemas. Bayi yang sangat mungil karena lahir di bulan ke tujuh itu diangkat oleh perawat untuk dibersihkan. Bu Erna sendiri, membantu membersihkan anggota
Rizal mengangkat wajahnya pelan-pelan mengikuti arah ekor mata Lily, melirik-lirik pada pasien yang mengisi di satu bagian ruangan mereka."Iya. Kayaknya iya!" jawab Rizal setengah berbisik juga.Mereka semua penasaran apa yang terjadi dengan Nessa. Kenapa yang menjaganya bukan ayah atau ibunya. Kenapa dia didampingi oleh dua orang asing yang sebaya dengan mereka? Nessa sendiri begitu menatap mereka dengan tatapan kosong. Seolah mereka tidak pernah saling mengenal.Rizal jadi penasaran. Arjuna pun mendukungnya untuk mendekat. Nampaknya ia juga sangat penasaran. Begitu wanita yang ikut menjaga Nessa tadi keluar, Rizal mewakili mereka semua mendekat."Permisi Pak. Dia Nessa kan?""Iya," jawab lelaki tadi singkat sambil menoleh."Dia sakit apa? Perempuan yang tadi disini siapanya? Ibu sama Bapaknya kemana?" Rizal memberondong lelaki tersebut dengan pertanyaan beruntun."Oh, tadi itu istri saya. Orang tuanya Nessa meninggal sa
Arjuna mandi secepat kilat. Rengekan Ayezha memanggil-manggil dari luar memaksanya buru-buru untuk menyelesaikan mandinya.Baru keluar dari kamar mandi, Ayezha sudah menunggunya di pintu. Alhasil, masih menggunakan handuk ia mengangkat dan membawa Ayezha duduk di pangkuannya."Papa pakai baju dulu ya, sama mama dulu ya?" bujuk Arjuna. Ayezha menggeleng, ia malah berpegangan erat di leher Arjuna.Arjuna memandang istri dan anaknya bergantian dengan gemas. Lily tertawa senang melihat wajah Arjuna yang lucu, menghadapi tingkahnya dan Ayezha. Tiba-tiba ponsel Arjuna berdering. Panggilan dari Bu Erna."Assalamu'alaikum Bu ....""Wa'alaikumsallam, Juna. Ibu mau ngabarin, istrinya Rizal sudah melahirkan," ucap Bu Erna langsung."Alhamdulillah, ini di mana sekarang, Bu?""Masih di rumah sakit," jawab Bu Erna."Oh, Ya Bu! Sebentar kami ke sana ya, Bu ... mau dibawakan apa?" suara Arjuna terdengar bersemangat."E
"Ngomong apa sih, Mas? Iya. Sejak ketemu Rizal tadi, hatiku berubah. Berubah makin saayaaang sama suamiku yang luar biasa dan baik hati ini. Peduli sama adeknya yang dulu cuma bisa nyusahin dia aja," jawab Lily manja membuat Arjuna tersenyum bahagia."Bagaimanapun, dia adekku. Dalam tubuh kami ada aliran darah yang sama kan? Walaupun beda ibu? Seburuk-buruknya Rizal, sifat baiknya yang kuacungi jempol itu sayang sama ibu. Coba kamu ingat, pernah enggak Rizal berbicara kasar sama ibu? Enggak pernah kan? Meskipun dulu dia berlebihan sampai ngabaikan istrinya karena patuh sama ibu. Tapi kalau dulu dia enggak begitu, bisa jadi yang duduk di sampingku hari ini bukan kamu. Iyakan?"Arjuna bertanya sambil melirik pada Lily yang mengangguk sambil memandangnya penuh cinta. Kekagumannya atas kebijakan Arjuna bertambah besar."Ternyata memang semua ada sisi baik dan hikmahnya ya," gumam Lily begitu Arjuna mulai menjalankan kendaraan mereka."
Sesaat kemudian Rizal seperti tersadar akan sesuatu, lalu melangkahkan kaki masuk ke dapur untuk mengangkat menu makanan keluar.Lily merasa bersalah melihat tatapan Rizal. Arjuna memperhatikan perubahan raut wajah Lily, seperti gelisah. Ia menarik Lily menjauh sebentar."Kamu merasa bersalah, ya?" tanya Arjuna. Lily hanya diam. Ia sendiri tak tahu kenapa ia harus merasa bersalah."Minta maaflah pada Rizal. Atas kebohonganmu selama jadi istrinya dulu. Bagaimanapun, yang namanya bohong apalagi saat itu dia berstatus suamimu, tetaplah dosa," ucap Arjuna lembut. Lily hanya diam. Ia ragu dan takut. Lily masih saja berpikir, Rizal masih sama seperti yang dulu."Ly! Euumm, boleh aku ngomong sebentar?" tiba-tiba Rizal muncul dari belakang.Arjuna langsung masuk meninggalkan Lily dan Rizal yang duduk di kursi pel Keduanya duduk berhadapan. Jantung Lily berdegup kencang. Ia berpikir pasti Rizal akan menanyakan soal kebohongannya.
"Mas, kenapa sih aku enggak boleh ke ruko lagi? Mbak Fi juga kayaknya takut banget aku ke sana? Kenapa?" Lily mencoba kembali memancing pembicaraan setelah penolakan Mbak Fi sebulan yang lalu."Enggak apa-apa. kan aku sudah bilang, alasannya. Aku pengen kamu cepat hamil. Enggak perlu capek-capek lagi," Arjuna bersikukuh dengan alasan lamanya."Yaelah! kalo ke sana kan nengok doang, gak ngapa-ngapain! Gak capek. Gak ngaruh, Mas!" protes Lily."Pokoknya enggak boleh!""Kalau aku sudah hamil, baru boleh berarti ya?" tanya Lily. Arjuna diam, nampak masih enggan mengiyakan. Lily jadi makin penasaran melihat tingkah laku suaminya."Maaaas! Kalau sudah hamil, jangan kurung aku lagi, ya!" Lily mulai merengek."Heeeeeemmm. Hamil aja dulu!" Arjuna akhirnya mulai tak tega mendengar rengekan Lily."Bener, Mas?" Lily berbalik menatap suaminya. Arjuna hanya menaikkan alis sebagai jawaban."Mas. Liat deh!" Lily mengambil ses
Tiga minggu berlalu begitu cepat.Lily bersiap tidur mengenakan piyama lengan panjang. Ia menyusun bantal seperti biasanya. Arjuna masih menggosok gigi di kamar mandi.Setelah semuanya beres, Lily memilih-milih kaset yang sudah hampir semuanya ditonton."Yaaaah!"Suara Lily terdengar kecewa."Kenapa?" tanya Arjuna yang baru keluar dari kamar mandi."Ngadat semua kasetnya! Padahal tinggal ini aja yang belum diputar. Besok kita cari kaset-kaset baru yang banyak, ya!" ucap Lily.Arjuna diam saja, tak menjawab. Lily menuju pembaringan, sambil membuka ponsel ia berbaring. Jari-jarinya langsung berselancar di youtube. Tiba-tiba Arjuna berbaring dan langsung merampas ponsel Lily."Mau ngapain?" ucapnya sambil meletakkan kembali ponsel Lily di dekatnya."Mau cari tontonan. Kan kasetnya rusak, besok kita cari lagi kaset baru, ya?" sahut Lily sambil bertanya."Enggak perlu! Mulai sekarang sebelum
Arjuna menurut saja pada ajakan Lily. Begitupun saat Lily memaksanya duduk sambil menatap wajahnya."Jadi, dulu itu aku melakukan sterill enggak dipotong. Cuma diikat, dan masih bisa dibuka lagi," terang Lily membuat Arjuna sangat terkejut."Emang bisa?" Arjuna menampakkan ketidakpercayaan."Kenapa enggak? Jaman udah semakin canggih. Tubektomi yang kulakukan hanya sebatas menutupi saluran indung telur kanan dan kiri supaya tidak terjadi pembuahan, jadi masih bisa dibuka. Prosedur membuka ikatan itu namanya anastomosis tuba, yaitu menggabungkan bagian saluran indung telur yang masih sehat," terang Lily sambil mengingat ucapan Dokter yang membantunya beberapa tahum silam.Arjuna menatap Lily penuh rasa syukur. Tetapi sesaat kemudian senyumnya meredup. "Tapi, apa enggak ada resiko kalau dibuka lagi ? Kalau membahayakan kamu, sebaiknya enggak usah. Kita sudah punya Husen dan Abi. Aku enggak masalah punya anak tiri aja. Bukankan selama aku ja
Setelah Rizal keluar, Arjuna langsung menutup pintu dan menguncinya. Ia tak ingin Rizal kembali mengusik mereka berdua. Arjuna merasa tak tega, melihat Lily selalu menangis bila berurusan dengan Rizal.Di luar kamar mereka, Rizal serasa tak mampu melangkah. Tulangnya seperti tak mampu menopang tubuh. Rizal bergeser dari pintu kamar Arjuna dan Lily, untuk bersandar di dinding. Ia meremas dadanya yang terasa sakit luar dalam. Berkali-kali ia menyapu matanya yang kabur, karena aliran air mata yang tak mampu dibendung.Rizal baru tahu rasa dan arti sebuah kehilangan, setelah hartanya yang paling berharga kini dalam genggaman orang yang tepat. Dia tak lagi memiliki alasan untuk memintanya kembali.Menyesalkah dia? Sangat! Tapi, kini Rizal sadar. Sesal tinggallah sesal. Mungkin memang sudah tiba waktu dan garis jodohnya dengan Lily terputus, dan tak bisa disambung lagi. Jodoh mereka sudah habis, tak akan bisa ia paksakan untuk bersatu lagi.Bu Erna mengha