Beranda / Rumah Tangga / Mahligai yang terkoyak / Bab 01 . Terpaksa menerima

Share

Mahligai yang terkoyak
Mahligai yang terkoyak
Penulis: Rafansya

Bab 01 . Terpaksa menerima

Penulis: Rafansya
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-20 22:13:06

Indah sedang berlari menuju kelas. Dia berlari dengan kuat. Namun, lagi-lagi ia terlambat.

“Kamu lagi, kamu lagi,” sindir Gilang. Dia melipat tangan berdiri memandang gadis yang sudah basah dengan keringat.

“Maaf Pak,” lirih Indah. Dia tersenyum lebar sambil menangkup tangan.

Gilang yang memandangnya merasa kesal. Jiwanya meronta ketika melihat mata hazel itu melemas seakan meminta belai kasihan. Gadis ini benar-benar membuatnya begitu emosi karena aliran darah pada jantungnya memompa kencang.

Siapa gadis ini? Mengapa setiap melihat Indah. Hatinya tak mampu melawan. Pesona Indah mengugurkan sifat setia yang selama ini ia pegang dengan susah payah.

Indah tersenyum ketika pria (37 tahun) ini bernapas panjang, tanda menyerah. Indah menarik kursi dan duduk menghadapnya. Dia membuka tas meraih tugas untuk diserahkan kepada Gilang.

"Ini Pak."

Gilang meraih dan mengeceknya. Ia tak menyangka tugas yang Indah kerjakan begitu sempurna. Wajar saja, Indah mendapat beasiswa untuk bisa menuntut ilmu di universitas tersebut.

Sepulang dari sana. Indah menuju ke rumah sakit untuk membesuk adiknya. Ia begitu terkejut ketika melihat ruangan adiknya kosong. Perasaannya mulai tak tenang. Baru saja ia ingin melangkah keluar. Hendra berlari menemuinya.

“Indah, Dira. Penyakitnya kumat lagi. Kata dokter, Dira harus cepat dilakukan operasi. Jika tidak ditangani dengan cepat, tumor di bagian perut bisa merenggut nyawanya,” lirih Hendra menjelaskan. Pria setengah baya ini, tampak pasrah akan takdir Tuhan. Pekerjaannya sebagai buruh bangunan tak kan mampu membiayai operasi Dira yang begitu besar. Untuk makan saja susah. Indah terdiam sesaat. Dia juga bingung harus meminta bantu pada siapa. Dia mencoba menghubungi Luna. Namun, tak diangkat.

“Yasudah. Paman tunggu di sini. Biar aku cari pinjaman,” pinta Indah. Dia berlari sekuat tenaga. Ketika sedang asyik berlari, Indah tak sengaja menabrak seorang wanita.

“Maaf, aku tak sengaja,” ucap Indah. Dia mengulur tangan.

“Tak perlu. Matamu kamu letak di mana?” Gladis menghardik tak henti. Dia memang sedang kesal pada hasil pemeriksaan tentang rahimnya yang tak bisa memiliki anak. Di tambah lagi permintaan mertua yang tak henti menyalahkan ia dalam hal ini. Bahkan berencana mencari pengganti, jika Gladis tak kunjung hamil.

Indah tampak pasrah. Dia tak menjawab sepatah kata. Pikirannya sedang kacau memikirkan biaya operasi adiknya.

“Kenapa kamu diam?” tanya Gladis penasaran. Dia memandang Indah dari atas hingga ke bawah. Satu kata yang keluar dari mulutnya, ‘cantik’. Ide gila Gladis muncul. Jika suaminya menikah dengan gadis ini, sudah pasti pernikahan yang ia jalani selama tujuh tahun ini, terselamatkan.

Indah tak memperdulikan ucapan wanita ini. Dia memilih pergi. Namun, Gladis menarik tangannya dengan kuat.

“Tunggu!”

“Maaf, aku buru-buru.” Indah menepis tangan itu. Dia tak mau melayani ucapan Gladis yang hanya mengulur waktu. Sementara, ia tak punya waktu untuk melayani itu.

“Kenalkan aku Gladis. Aku tahu, saat ini pasti kamu punya masalah. Wajahmu terlihat kusut. Jika kau berkenan. Aku bisa saja membantu.” Gladis mengulum senyum sambil menatap Indah yang menunduk.

“Dari mana kamu tahu?” tanya Indah penasaran.

“Aku bisa membaca pikiranmu. Sebaiknya kita duduk dulu. Maaf, kalo tadi aku menghardikmu. Tadi itu aku lagi emosi. Kau maukan memaafkan aku,” tanya Gladis. Dia tersenyum tipis. Indah benar-benar gadis yang cantik, muda, dan menarik. Meski pakaian yang Indah kenakan tertutup. Tapi, Gladis yakin. Jika dipoles sedikit dengan pakaian seksi pasti suaminya bergairah untuk melakukan hubungan itu.

“Kenapa kamu tersenyum memandang aku? Apa aku terlihat aneh?” selidiknya.

“Tidak, justru kamu terlihat cantik. Aku menganggumi kecantikanmu. Terlihat begitu alami. Sebenarnya kamu punya masalah apa?” Gladis melipat tangan sambil memainkan jari jemari.

“Adikku sakit parah. Dia membutuhkan uang yang banyak. Sementara aku tak punya uang sebanyak itu,” lirihnya.

Gladis mengulum senyum. Dia meraih sesuatu dari tas.

“Berapa yang kamu butuh? Tulis dan serahkan kepadaku!” titah Gladis. Dia mengusap punggung gadis yang begitu terkejut dengan sikap empatinya itu.

“Maaf. Bukan aku menolak. Kita baru saja kenal. Tapi kamu sudah rela memberikan aku ini. Sebaiknya disimpan saja,” pungkasnya. Indah beranjak pergi. Dia ingin mencari pinjaman di tempat lain. Penampilan Gladis terlihat seperti mucikari.

Baru saja Indah melangkah. Seseorang berteriak memanggilnya.

“Indah!”

Hendra mendekatinya dengan nafas yang tersengal-sengal.

“Paman, ada apa?”

“Dira, Dira sakit perut. Dia tadi muntah-muntah. Dokter meminta kita untuk cepat menandatangani surat persetujuan untuk dijalani operasi,” desak Hendra. Dia melirik Gladis yang tersenyum sendiri ketika mendengar ucapan itu.

“Paman serius? Ya Allah, bagaimana ini? Aku tak mau terjadi sesuatu pada Dira.” Indah gelagapan, ia memandang Pamannya yang terlihat putus asa.

Indah berjalan terombang-ambing tak karuan. Dia sudah berusaha meminta tolong pada semua orang yang ia kenal. Namun, hasilnya masih sama. Tak satupun ada yang mau membantu. Mengingat Indah hanya orang biasa dan jauh dari kata cukup.

Indah memilih kembali ke rumah sakit. Dia terkejut ketika melihat Gladis sedang berbicara serius pada Pamannya. Indah yakin, pasti Hendra sudah termakan pada bujuk rayuan Gladis.

Hendra bersimpuh di bawah kaki keponakannya. Indah melangkah mundur. Dia memandang Gladis yang duduk sambil tersenyum gentir.

“Apa yang Paman lakukan?”

“Paman mohon! Kamu mau ya, menerima bantuan Gladis. Kita tak punya pilihan lagi,” pinta Hendra. Dia tak mau kehilangan putri semata wayangnya.

“Apa yang Paman katakan? Aku tak mengerti. Aku tak mau menerima bantuan wanita itu, karna aku mencurigainya. Dia seperti mucikari,” jawab Indah.

Hendra menggeleng.

“Kamu salah Indah. Dia bukan mucikari. Dia seorang model. Dia mengatakan pada Paman bahwa ia ingin membantu kita dengan syarat kamu harus bersedia menjadi istri kedua dan memberikan ia keturunan,” paparnya.

Indah membulat mata. Dia mendekati Gladis.

“Aku tidak mau. Jangan pikir karena uang, aku rela mengikuti kemauan kamu yang konyol ini,” tegas Indah. Dia memilih pergi meninggalkan keduanya. Indah tak peduli dengan sikap Hendra yang masih duduk bersimpuh di sana.

“Terserah. Aku tak kan memaksa. Tapi, kamu bakal menyesal seumur hidup karena melihat adikmu mati begitu saja. Sementara kamu mampu membantunya. Dan dokter juga sudah mengatakan pada Pamanmu akan melepas alat medis jika pihak kalian belum bisa membayar tagihan yang menunggak selama menjalani perawatan di sini,” teriak Gladis.

Langkah Indah terhenti. Dia baru teringat pada tagihan rumah sakit kemarin. Mereka meminta dilunasi sebelum pukul 02.00 wib ini.

Hendra mengejar Indah. Dia meminta Indah berubah pikiran.

“Paman mohon!”

Indah merasa kasihan. Raut Pamannya begitu memelas. Bahkan matanya terlihat nanar. Indah menepis air mata. Dia terlihat pasrah. Tak ada jalan pilihan. Demi adiknya, ia terpaksa menerima penawaran Gladis.

“Baiklah.”

Hendra mencium punggung tangan Indah. Dia mencium tangan kecil itu berkali-kali. Namun, ia tak tahu. Di balik keputusan ini, Indah harus menghadapi masalah yang pastinya bakal mengubah hidupnya menjadi lebih rumit.

Bab terkait

  • Mahligai yang terkoyak   Bab 02. Menikah

    Gladis sedang duduk manis di gerbang. Dia tersenyum manis ketika melihat sang suami berlari menuju kearahnya. Gilang terlihat begitu perhatian. Dia meraih tangan sang istri lalu mencium lama di sana.“Maaf, lama. Tadi aku sedang mengoreksi nilai ujian para peserta didik di sini. Bagaimana kalo kita langsung berangkat saja? Ini juga sudah siang,” pinta Gilang. Dia merangkul pundak sang istri dengan lembut menuju mobil yang terparkir rapi di sudut sana. Keduanya terlihat begitu bahagia. Saling melengkapi satu sama lain. Gilang tak henti menatap sang istri. Sudah seminggu mereka tak bertemu karena adanya tugas keluar kota. Mengingat Gladis seorang Designer yang cukup populer kala itu. Sementara Indah dan Luna juga menuju tempat yang sama. Langkah Indah terhenti ketika melihat Gladis dan Gilang menuju pada sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari mereka. Bahkan matanya tak bisa berkedip karena terpana pada keromantisan mereka. Dia tak habis pikir pada Gladis yang meminta ia menjadi istr

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • Mahligai yang terkoyak   Bab 03. Pengakuan Satria

    Tubuh Indah gemetar hebat. Keringat dingin membasahi pelipis. Dia begitu takut ketika memandang Gilang menatapnya dengan meringas. Hidup Indah benar-benar dibuat terkejut dengan sikap suaminya. "Saya mohon Pak!" Indah menangkup tangan sambil menangis. Dia tak ingin melakukan kegiatan ini dalam keadaan tak sadarkan diri. Gilang sengaja melakukan ini. Semata ingin memberi jera pada Indah yang sudah lancang masuk ke dalam hidupnya."Takut? Baru begitu saja sudah takut. Bagaimana kalo aku melakukan beneran?" Indah memeluk tubuh dengan selimut. Dia tak siap untuk menjalani kehidupan ini. Gilang terlihat pria dewasa yang sudah berpengalaman. Tak lama kemudian, Gilang memilih pergi. Dia tersenyum puas ketika melirik istri keduanya ini ketakutan.Ponsel Indah berdering. Dia melihat nama Luna memanggil. "Bagaimana ini? Aku angkat atau tidak?" ucap Indah. Dia mengambil ponsel miliknya dengan gemetar. Baru ingin mengangkat, Gilang menerobos masuk ke dalam. Ternyata ia ingin mengambil jaket kul

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • Mahligai yang terkoyak   Bab 04. Merasa bersalah

    Gilang meninggalkan Indah. Dia berusaha membuat Indah untuk tidak tinggal serumah dengannya. Namun, Indah tak putus asa. Dia terpaksa melakukan ini semua, demi menjalani yang diperintahkan Gladis. Semakin cepat, maka semakin baik. Dengan begitu, ia bisa bertemu Dira dan Hendra. Hanya mereka satu-satunya keluarga dan sumber kekuatan Indah untuk bertahan menjalani ini semua. Meski kedepannya ia tak tahu harus bagaimana.Indah memilih menaiki taksi menuju alamat tadi. Dia tak peduli lagi jika Gilang akan memaki, mengusir, bahkan mengatakan apapun tentangnya. Dia sudah siap dengan konsekuensi yang terjadi.Setelah membayar ongkos kepada supir. Indah bergegas menuju pintu gerbang. Di sana, ia ditahan oleh Fogi, petugas keamanan di rumah sana."Maaf, kamu siapa? Di sini dilarang masuk selain Pak Gilang dan Ibu Gladis," tegasnya. Sebagai petugas keamanan, Pak Fogi harus lebih mendetail tamu yang masuk. Mengingat itu perintah majikannya.Indah meraih ponsel. Dia menghubungi Gladis untuk menje

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • Mahligai yang terkoyak   Bab 05. Mulai tertarik

    Setelah memastikan mobil Gladis menghilang. Gilang memilih menemui Indah. Indah sedang melamun memandang mereka dari atas.Indah menghela nafas berat memikirkan masalah kehidupannya yang tak tahu mau dibawa ke mana. "Indah," sapa Gilang. Dia berdiri menghampiri istri keduanya yang tak berani menatapnya dari samping."Iya, Pak." Indah memutar tubuh ingin masuk kembali. Dia masih syok pada perdebatan tadi. Terlihat Gilang sangat mencintai istrinya. Bahkan tak rela dengan pernikahan kedua ini."Aku sedang bicara. Mengapa kamu menunduk begitu? Jika suami mengajak bicara seharusnya menatap. Bukan di tekuk begitu," sindirnya. Gilang memberanikan diri meraih lengan kecil gadis yang kini status menjadi istri keduanya menuju tempat tidur."M-a-af. Bapak mau membawa aku ke mana?""Menurutmu? Bukankah kau ingin dipercepat? Aku juga sudah lelah dengan ini semua. Mari kita lakukan!" Gilang memberanikan diri memandang Indah. Jantungnya memompa cepat. Dia menghela nafas panjang. Apakah mungkin ia a

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • Mahligai yang terkoyak   Bab 06. Keunikan Indah

    Indah menyentuh dada ketika menyadari sosok suaminya tengah menatapnya. Dia merasa takut. Indah jadi cecegukan. Kebiasaan yang baru terlihat."Ini kenapa? Mulai deh," gumam Indah. Dia memaling wajah seakan tak ada masalah. Padahal Gilang hanya ingin bertanya masalah tadi malam."Tunggu!""Ada apa ya Pak?" Indah bertanya sambil sesekali cecegukan, dan Gilang merasa heran. Matanya yang tadinya melebar perlahan mengecil karena keunikan istrinya."Tak jadi. Kau kenapa?" Gilang meraih air putih di meja dan menyerahkan pada istrinya. Indah merasa ilfeel karena ia sangat ingat, itu minum bekas bibir suaminya yang sengaja ia siapkan untuk Gilang. Sebuah kebiasaan di pagi hari, Gilang ketika bangun tidur. Bahkan suhu air masih terasa hangat dan tinggal setengah."Tak perlu Pak. Nanti juga hilang sendiri," tolaknya.Gilang mendengus napas kesal. Indah berani menolak permintaannya. Padahal terlihat tidak baik-baik saja. Indah bersegera menuju lemari. Tak lupa meletakkan kembali gelas tadi. Sesek

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-15
  • Mahligai yang terkoyak   Bab 07.

    Satria berjalan cepat. Dia menahan pundak gadis yang sedang ingin melangkah cepat. "Mau ke mana?"Satria menyerahkan sesuatu pada Indah. Sebuah tas kecil anyaman. sejak kecil, keduanya pernah terlibat kerajinan tangan. "Hah, mau ke toilet, Pak. Ini untukku?" Pelangi meraih paperbag tersebut. Dia bisa mengerti, jika Satria berusaha untuk mengingat kenangan masa kecilnya."Silahkan dibuka!" "I-ya Pak." Indah tampak gugup. Perlahan paperbag tersebut terbuka. Indah mengintip sekilas, lalu menutup cepat."Bagaimana? Apa kamu suka?"Indah mengangguk pelan. Tak ingin berlama di sana. Dia berpamitan untuk segera menghilang dari sana. Tak sengaja melihat Gilang yang ternyata mencarinya. Ketiga netra mereka saling memandang. Untung saja, ada Luna yang membantunya."Indah! Mari kita pulang!""Iya Lun, mari! Kami duluan ya, Pak. Terimakasih atas hadiahnya," ucap Indah dengan sopan. Dia memutar mata badan sambil merangkul pundak sang sahabat menuju parkiran. Gilang memaling wajah. Dia juga iku

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-25

Bab terbaru

  • Mahligai yang terkoyak   Bab 07.

    Satria berjalan cepat. Dia menahan pundak gadis yang sedang ingin melangkah cepat. "Mau ke mana?"Satria menyerahkan sesuatu pada Indah. Sebuah tas kecil anyaman. sejak kecil, keduanya pernah terlibat kerajinan tangan. "Hah, mau ke toilet, Pak. Ini untukku?" Pelangi meraih paperbag tersebut. Dia bisa mengerti, jika Satria berusaha untuk mengingat kenangan masa kecilnya."Silahkan dibuka!" "I-ya Pak." Indah tampak gugup. Perlahan paperbag tersebut terbuka. Indah mengintip sekilas, lalu menutup cepat."Bagaimana? Apa kamu suka?"Indah mengangguk pelan. Tak ingin berlama di sana. Dia berpamitan untuk segera menghilang dari sana. Tak sengaja melihat Gilang yang ternyata mencarinya. Ketiga netra mereka saling memandang. Untung saja, ada Luna yang membantunya."Indah! Mari kita pulang!""Iya Lun, mari! Kami duluan ya, Pak. Terimakasih atas hadiahnya," ucap Indah dengan sopan. Dia memutar mata badan sambil merangkul pundak sang sahabat menuju parkiran. Gilang memaling wajah. Dia juga iku

  • Mahligai yang terkoyak   Bab 06. Keunikan Indah

    Indah menyentuh dada ketika menyadari sosok suaminya tengah menatapnya. Dia merasa takut. Indah jadi cecegukan. Kebiasaan yang baru terlihat."Ini kenapa? Mulai deh," gumam Indah. Dia memaling wajah seakan tak ada masalah. Padahal Gilang hanya ingin bertanya masalah tadi malam."Tunggu!""Ada apa ya Pak?" Indah bertanya sambil sesekali cecegukan, dan Gilang merasa heran. Matanya yang tadinya melebar perlahan mengecil karena keunikan istrinya."Tak jadi. Kau kenapa?" Gilang meraih air putih di meja dan menyerahkan pada istrinya. Indah merasa ilfeel karena ia sangat ingat, itu minum bekas bibir suaminya yang sengaja ia siapkan untuk Gilang. Sebuah kebiasaan di pagi hari, Gilang ketika bangun tidur. Bahkan suhu air masih terasa hangat dan tinggal setengah."Tak perlu Pak. Nanti juga hilang sendiri," tolaknya.Gilang mendengus napas kesal. Indah berani menolak permintaannya. Padahal terlihat tidak baik-baik saja. Indah bersegera menuju lemari. Tak lupa meletakkan kembali gelas tadi. Sesek

  • Mahligai yang terkoyak   Bab 05. Mulai tertarik

    Setelah memastikan mobil Gladis menghilang. Gilang memilih menemui Indah. Indah sedang melamun memandang mereka dari atas.Indah menghela nafas berat memikirkan masalah kehidupannya yang tak tahu mau dibawa ke mana. "Indah," sapa Gilang. Dia berdiri menghampiri istri keduanya yang tak berani menatapnya dari samping."Iya, Pak." Indah memutar tubuh ingin masuk kembali. Dia masih syok pada perdebatan tadi. Terlihat Gilang sangat mencintai istrinya. Bahkan tak rela dengan pernikahan kedua ini."Aku sedang bicara. Mengapa kamu menunduk begitu? Jika suami mengajak bicara seharusnya menatap. Bukan di tekuk begitu," sindirnya. Gilang memberanikan diri meraih lengan kecil gadis yang kini status menjadi istri keduanya menuju tempat tidur."M-a-af. Bapak mau membawa aku ke mana?""Menurutmu? Bukankah kau ingin dipercepat? Aku juga sudah lelah dengan ini semua. Mari kita lakukan!" Gilang memberanikan diri memandang Indah. Jantungnya memompa cepat. Dia menghela nafas panjang. Apakah mungkin ia a

  • Mahligai yang terkoyak   Bab 04. Merasa bersalah

    Gilang meninggalkan Indah. Dia berusaha membuat Indah untuk tidak tinggal serumah dengannya. Namun, Indah tak putus asa. Dia terpaksa melakukan ini semua, demi menjalani yang diperintahkan Gladis. Semakin cepat, maka semakin baik. Dengan begitu, ia bisa bertemu Dira dan Hendra. Hanya mereka satu-satunya keluarga dan sumber kekuatan Indah untuk bertahan menjalani ini semua. Meski kedepannya ia tak tahu harus bagaimana.Indah memilih menaiki taksi menuju alamat tadi. Dia tak peduli lagi jika Gilang akan memaki, mengusir, bahkan mengatakan apapun tentangnya. Dia sudah siap dengan konsekuensi yang terjadi.Setelah membayar ongkos kepada supir. Indah bergegas menuju pintu gerbang. Di sana, ia ditahan oleh Fogi, petugas keamanan di rumah sana."Maaf, kamu siapa? Di sini dilarang masuk selain Pak Gilang dan Ibu Gladis," tegasnya. Sebagai petugas keamanan, Pak Fogi harus lebih mendetail tamu yang masuk. Mengingat itu perintah majikannya.Indah meraih ponsel. Dia menghubungi Gladis untuk menje

  • Mahligai yang terkoyak   Bab 03. Pengakuan Satria

    Tubuh Indah gemetar hebat. Keringat dingin membasahi pelipis. Dia begitu takut ketika memandang Gilang menatapnya dengan meringas. Hidup Indah benar-benar dibuat terkejut dengan sikap suaminya. "Saya mohon Pak!" Indah menangkup tangan sambil menangis. Dia tak ingin melakukan kegiatan ini dalam keadaan tak sadarkan diri. Gilang sengaja melakukan ini. Semata ingin memberi jera pada Indah yang sudah lancang masuk ke dalam hidupnya."Takut? Baru begitu saja sudah takut. Bagaimana kalo aku melakukan beneran?" Indah memeluk tubuh dengan selimut. Dia tak siap untuk menjalani kehidupan ini. Gilang terlihat pria dewasa yang sudah berpengalaman. Tak lama kemudian, Gilang memilih pergi. Dia tersenyum puas ketika melirik istri keduanya ini ketakutan.Ponsel Indah berdering. Dia melihat nama Luna memanggil. "Bagaimana ini? Aku angkat atau tidak?" ucap Indah. Dia mengambil ponsel miliknya dengan gemetar. Baru ingin mengangkat, Gilang menerobos masuk ke dalam. Ternyata ia ingin mengambil jaket kul

  • Mahligai yang terkoyak   Bab 02. Menikah

    Gladis sedang duduk manis di gerbang. Dia tersenyum manis ketika melihat sang suami berlari menuju kearahnya. Gilang terlihat begitu perhatian. Dia meraih tangan sang istri lalu mencium lama di sana.“Maaf, lama. Tadi aku sedang mengoreksi nilai ujian para peserta didik di sini. Bagaimana kalo kita langsung berangkat saja? Ini juga sudah siang,” pinta Gilang. Dia merangkul pundak sang istri dengan lembut menuju mobil yang terparkir rapi di sudut sana. Keduanya terlihat begitu bahagia. Saling melengkapi satu sama lain. Gilang tak henti menatap sang istri. Sudah seminggu mereka tak bertemu karena adanya tugas keluar kota. Mengingat Gladis seorang Designer yang cukup populer kala itu. Sementara Indah dan Luna juga menuju tempat yang sama. Langkah Indah terhenti ketika melihat Gladis dan Gilang menuju pada sebuah mobil yang terparkir tak jauh dari mereka. Bahkan matanya tak bisa berkedip karena terpana pada keromantisan mereka. Dia tak habis pikir pada Gladis yang meminta ia menjadi istr

  • Mahligai yang terkoyak   Bab 01 . Terpaksa menerima

    Indah sedang berlari menuju kelas. Dia berlari dengan kuat. Namun, lagi-lagi ia terlambat. “Kamu lagi, kamu lagi,” sindir Gilang. Dia melipat tangan berdiri memandang gadis yang sudah basah dengan keringat. “Maaf Pak,” lirih Indah. Dia tersenyum lebar sambil menangkup tangan. Gilang yang memandangnya merasa kesal. Jiwanya meronta ketika melihat mata hazel itu melemas seakan meminta belai kasihan. Gadis ini benar-benar membuatnya begitu emosi karena aliran darah pada jantungnya memompa kencang. Siapa gadis ini? Mengapa setiap melihat Indah. Hatinya tak mampu melawan. Pesona Indah mengugurkan sifat setia yang selama ini ia pegang dengan susah payah. Indah tersenyum ketika pria (37 tahun) ini bernapas panjang, tanda menyerah. Indah menarik kursi dan duduk menghadapnya. Dia membuka tas meraih tugas untuk diserahkan kepada Gilang."Ini Pak."Gilang meraih dan mengeceknya. Ia tak menyangka tugas yang Indah kerjakan begitu sempurna. Wajar saja, Indah mendapat beasiswa untuk bisa menunt

DMCA.com Protection Status