Sering gadis itu mempertanyakan setiap kali membayangkan ketika sedang bertapak pulang ke rumah sehabis dari kampus
Kira-kira, sosok laki-laki seperti apakah yang akan menjadi pendamping hidupnya kelak nanti? Apa laki-laki itu dari kaum bangsawan juga. Atau Victor? tapi Rafli melarangnya menikah dengan selain kaum itu. Mimpi setiap orang adalah, menikah dengan seorang aktor seksi favoritnya seperti di film yang ceritanya selalu bikin cewek-cewek histeris. Namun dia gak sampai separah itu. Mendambakan seorang laki-laki yang seenggaknya bukanlah seorang pemabuk. Minimal pria baik-baik. Atau, sosok laki-laki yang mungkin punya kriteria dan memenuhi sebagai calon suami.
Aini sampai di rumah langsung membuka pintu kos-kosannya, lalu membanting tubuh di atas ranjang. Ia mengerjab mata menatap langit kamar. Dalam lamunan yang sama ditemani suara percakapan acara televisi—yang sebenarnya sudah menyala sejak tadi pagi—dia lupa mematikannya
Bagaima
Jumat sore yang cerah dimana langit terlihat biru, matahari di ufuk barat berwarna keemasan serta beberapa kawanan awan putih transparan hilir mudik tertiup angin.Hiruk pikuk kota tiada berhenti meskipun masa pandemi terus digaungkan melalui PPKM. Proses belajar mengajar secara daring diterapkan dibeberapa daerah termasuk Medan sendiri. Namun khusus pasca S2 sedikit diberi kelonggaran.Aini berjalan keluar kelas psikologi karena jadwalqq kuliah telah habis. Jam menujukkan pukul tiga lebih dua puluh menit.“Aini.....” Sonya berteriak sambil melambaikan tangan kearahnyaAini tersenyum getir dan berjalan bergegas menghampirinya.“Son...”Sonya mendekat menggapai tangan Aini dan membawanya ke sebuah tempat yang tidak terlalu jauh dari gedung pasca sarjana. Setiap membayangkan Sonya, terkadang Aini iri, Sonya yang selalu periang dengan tubuh ramping bermata sipit, tinggi badannya sekitar seratus enam puluh cen
Arloji mewah di tangan Sonya menunjukkan angka 12 tepat. Mereka tiba di resto yang menjadi favorit Sonya akan lezatnya nasi goreng seafood. Mereka mengambil posisi tepat di tengah-tengah restoran dan itu sedikit risih dirasakan Aini. Namun sepertinya gadis itu lagi kurang mood untuk berkomplain."Gimana hubungan kalian, Ain.."basa-basi Sonya ketika ia melihat Aini lebih banyak diam dari biasanya. Aini menatap Sonya datar. Ia menghela nafas berat serasa sesak di dadanya."Aku gak tau, Son. Masih seperti biasa," tutur Aini menegakkan tubuhnya ke dingding kursi. Sonya meneliti raut Aini yang terlihat sedikit pucat. Sebagai sahabat mungkin ia bisa merasakan kegalauan Aini saat ini."Cobalah lebih tenang, Ain.. semua butuh proses," tandas Sonya lalu mengambil bolpain mencatat pesanan.Aini mengedar pandangannya menyaksikan kesibukan restoran oleh pelayan berlalu lalang melayani pengunjung. Dan, tak sengaja ia menangkap seseorang di sudut kiri
"Emangnya kamu kemari ada urusan apa? kerja.." Aini meneliti wajah pria berambut ceppak di hadapannya. Yang ditatap senyam senyum gak jelas membuat Aini mendengus kasar "Ga juga sih kak. Aku janjian ketemuan sama kawan aku yang baru balik dari Singapure," balasnya lempang. Aini mengkerut kening mamandang suami adiknya yang hampir satu jam lebih bertamu ke kosannya. "Jadi.. kamu bela-belain demi itu?" kesal Aini meradang. Gadis itu menghela nafas memalingkan wajahnya dari pria bernama Halim Kusuma pria pilihan Meylani keturunan terakhir dar Rafli Syahbandar. "Ya, sekalian aku jalan-jalan juga si kak, Kan udah lama aku gak ke Medan setelah dulu... " "Setelah dulu kamu ketangkap ketahuan bandar Narkoba, Gitu!"potong Aini bernada menekan. Ia mendesis kurang senang bila mengingat profesi Halim dulu. Dia juga gak yakin, kalau Halim sudah berhenti dari pekerjaan haramnya itu. Halim menaut alis memicing pada Aini. Batinnya mulai terpancing ketika meli
Aura malam kian sejuk memancarkan keindahan dan binar kebahagiaan di wajah Victor. Senyum senantiasa mengembang membuat Laki-laki itu terselimut rasa. Ia memeta wajah cantik ayu nan lembut di hadapannya, terus memuja dan takjub. Ainggaraini, gadis berdarah Aceh yang dilahirkan dari rahim bangsawan yang kini berhasil menjerat seorang Victor dalam pesonanya hingga malam ini keduanya terikrar dalam sebuah janji akan selalu bersama apapun rintangan yang membentang. Victor menegakkan tubuh tegapnya sambil merogoh saku jas mewahnya dengan menatap Aini tak berkedip. "Ain," panggilnya lembut. Aini menyungging senyum manis bahkan mengalahi rasa gula. Jantung Victor berdegub dua kali lebih cepat dari biasanya, Victor mengeluarkan sesuatu dari dalam saku jasnya, lalu bangkit memutar dan berlutut di depan Aini. Aini tertegun, mengangga tak percaya melihat keberanian Victor di depan khalayak ramai. "Aini," panggilnya lagi lalu meraih kedua tangan Aini dan mengecup
Aini menggeliat dalam selimut. Gadis itu merasakan himpitan tubuhnya terasa sesak. Ia mengerjab menyamarkan pencahayaan. Dan, dia tersentak kecil ketika melihat tangan kekar melingkar di perutnya. Nafasnya memburu menahan sesak. Hal yang tidak pernah terjadi membuat gadis itu gerah dipeluk erat seperti itu.Perlahan dia mengangkat dan memindah, dan berusaha bergeser dari dekapan pria yang telah melamarnya semalam. Namun, sepertinya Victor menyadari apa yang dilakukan Aini."Ain, aku mohon biarkan begini, aku kangen memelukmu," kata Victor berbisik di tekuk Aini. Gadis itu memejam mata merasakan seluruh tubuhnya meremang. Bersusah payah ia melawan gejolak rasa takut ketika Victor merapatkan tubuhnya dengan Aini. Aini menelan ludah, mengigit bibirnya untuk melawan rasukan birahi dalam dirinya.Remangan lampu di atas nakas sedikit memberi suasana romantis, meskipun Aini tidak menganggap itu. Victor telah melanggar janjinya untuk tidak menyentuhnya
"Tet. Kayaknya ada yang baru di lamar ni! kesemsem gitu?.. ha ha ha..." sorak Sonya memancing suasana. Aini menaut alis melihat Sonya seperti orang kesambet. "Yah. Serius wak. Siapa rupanya? kok gak nyampek undangan ke kita," balas Farida menyuap bakso untuk dirinya sendiri. Sonya tergelak melihat wajah Aini tersenyum kecut. "Itulah, Tet. Gua juga mikir gitu.. lamaran biasanya kan rame-rame yak. Tapi kok sepi ya.." ledek Sonya lagi membuat Aini gerah. Namun, Aini bukanlah wanita baperan yang suka terpancing dengan ujaran kedua sahabatnya. Dia memilih diam seolah buli itu bukan untuknya. "Iya ni, Aini. Gak ngabar-ngabar lagi, tau-tau dah di lamar–aja?" Farida mengunyah bakso dalam mulutnya tanpa melihat Aini. Aini yang merasa namanya disebut, melirik sekilas. "Kok gua. Kalian ngomongin gua?!" tangap Aini cuek. Dia sadar? dirinya sedang di ledekin! ya.. Aini sengaja menulikan telinganya–kaedah bukan dirinya yang sedang dibahas kedua perempua
Ternyata kisah ini bukan tentang kita dan perbedaan itu. Ada dia tiba-tiba hadir dari masa lalumu. Terus, aku harus apa? mungkin ini jalan, tidak usah dipaksakan. Setiap orang pastinya punya masa lalu. Namun seberapa kelamnya perjalanan seseorang pada masa itu? itu hak dan privasinya. Seberapapun kita dekat. Maka masa lalu tetap lembaran yang sudah ditutup dengan alasan 'Dulu'. Terus, selama itu tidak menggangu lembaran baru? otomatis aman-aman saja. Tapi, bagaimana seandainya seseorang di masa lalu hadir dan menjadi momok di masa depan? sebaiknya, itu diperjelas. Agar tidak menimbulkan perselisihan. "Jadi, ini... cewek kampungan yang sudah merebut Victor dariku, beb? kok dekil sekali! apa cewek Medan udah pada buruk rupa semua.. sampai Victor menyukai gadis kampungan? wah. wah. Pasti ada yang salah ini,
Terkadang cinta sulit di artikan. Tentang perasaan atau kegelisahan sering mengusik disaat konflik datang. Cinta bukan berarti sebuah kecemburuan, kekhawatiran yang berlebihan. Cinta adalah ungkapan, pengertian. Cinta cukup sekedar mengerti, bukan pengekangan. Cinta sejati tidak akan mati, Cinta tidak seharusnya dimiliki, bila orang yang kita cintai tidak bahagia. Dan cinta akan sakit ketika orang yang kita cintai ternyata dicintai orang lain juga. "Kamu udah kenal lama sama Victor, Ain? kayaknya ... romantis banget," Pria bertubuh kekar menegakkan tubuhnya menyimak segenap gerakan Aini. Dara Bangsawan yang kini merasuki benaknya. Hampir setiap hari ia terpesona memandang Aini dari ke jauhan. Namun ibarat mawar di tepi jurang, susah diraih hanya mampu dilihat dari kejauhan. Sebelum menjawab, Aini mengedar pandangan ke sudut-sudut kafe bernama SAMANTA. Ia mengamati lukisan abstruk di setiap dingding kafe tersebut. Ada juga sebuah tulisan unik tentang filosofi kopi. "S
“Kamu siap. Emm..” Aini melengkung senyuman getir. Ia menunduk setelah menyakinkan hati pria yang kini berdiri gagah di depannya dengan balutan jas dan peci menutup kepalanya. Kisahnya telah selesai di sini, di sebuah desa kecil yang jauh dari kediamannya. Sebuah desa yang telah melahirkan pria berlatar belakang seorang mafia pengedar. Aini menatap diri dalam balutan gaun brokat berwarna putih dengan sisa kesadaran dan nafas terputus. Iya? Aini telah memutuskan untuk menikah siri dengan adik iparnya sendiri karena Halim terus memaksanya, bahkan pria itu mengancam“Dengar, Ain. Kamu setuju menikah denganku, atau rumah ini akan kubumi hanguskan. Aku tidak akan segan-segan melakukan itu.” Hati Aini meringis kesakitan. Yang kedua kalinya ia mendengarkan ancaman Halim, dan kali ini dengan nada yang tidak bisa dianggap enteng. Ya! Tatapan Halim begitu serius memancarkan sinar tajam di mana cukup membuat Aini sadar bahwa Halim bukan lah pria baik-baik yang Cuma menggertak sambel kurang peda
Saat semua orang tau aku ternoda, aku yakin mereka akan melontarku dengan hinaan. Dan saat nanti mereka menghujatku dengan kata itu, aku akan teriak. Hidupku dibelenggu silsilah dan kemargaan. Ketika semua sudah jelas, namun tidak mampu mengembalikan harga diriku, baiklah aku akan menyerah. Menyerahkan diri pada keadaan Andai saja ada sayap, saat ini yang ingin dilakukan Aini adalah mengepak dan terbang ke suatu tempat di mana tidak seorang pun, yang dapat menemukannnya lagi. Ia rela hidup sendiri, demi apapun itu. Di sini, di rumah yang besar ini sudah tidak lagi ada ketenangan apalagi kebahagiaan. Pikiran lain juga hinggap, andai Victor datang menjemput dan membawanya pergi jauh dari orang-orang yang terdekat yang tidak berarti, memahami perasaannya. Aini meremas kuat ujung dress dengan sisa kesadaran setelah mendengar kecaman sang ayahanda barusan, “Bagaimanapun caranya, papa mau kamu menikah dengan Febby. Apa yang kamu pikirkan, umur kamu tidak berjalan ditempat, Aini.” Tatapan
Setelah percintaan panas penuh gairah yang dilakukan Anggraini bersama Halim Kusuma disiang hari ini tuntas, akhirnya mereka terkulai lemah, terlentang menatap langit-langit kamar dengan sisa kenikmatan masih mengalir dalam darah mereka. Aini mengerjab pasrah meratapi arti sentuhan yang lakukan Halim begitu dasyat mengoyak harga dirinya. Tiada henti ia mengutuk diri sendiri ketika Halim melakukan itu, ia enggan menolaknya. Tak henti bibirnya meracau menyebut nama Halim ketika mencapai orgasme yang bertubi-tubi. Bagian vitalnya berdenyut nyeri terus meminta mengemis agar Halim jangan berhenti menusuknya. Sadar akan isyarat itu, Halim tersenyum puas dan semakin memacu adrenalin mengeluarkan seluruh pengalaman fantasi liarnya demi membawa Aini ke puncak kenikmatan.“Aww… therrus, Llimm. Akhuu … m-aauh…”“Bagus sayang, keluarkan, ayoo…”Dua raga yang terbalut selimut putih itu telah kembali ke alam sadar mereka. Aini hendak beranjak dari ranjang, namun Halim mencegahnya. Pria itu merangku
Perputaran waktu kian tajam bak pedang menghunus masa. Kepingan hidup bagai kerak lempeng kian bergeser semakin mengangga. Seiring fakta kian terkuakBerbagai kejadian mengalir di kepalanya, memori demi memori tersimpan rapi dalam bentuk serpihan dosa. Perempuan yang diberi sandangan bangsawan itu semakin terpuruk dan berlumuran dosa. "Stop, Lim. Stop, aku tidak menginginkan ini lagi, tolong berhenti melecehku!" Suara bercampur erangan. Saat ini, Aini sedang berusaha menolak sentuhan Halim, di mana pria itu sudah tidak menjamahnya selama sepekan. Aini meronta, namun lebih mendominasi dalam bentuk desahan. Halim tidak perduli membabi buta menyerang dan menyobek kaus tipis yang dikenakan gadis itu malam ini. Ia tidak menyangka, Halim akan menemuinya lagi setelah sepekan menghilang. Sempat merasa lega. Tapi, lihat kini. Ia dihimpit kuat di dinding kamar dengan rentangan tangan dibawah tekanan lengan kokoh Halim. "Ain, ayolah, bukan kah, kamu juga menikmatinya. Sudah lama kita tidak me
Keadan begitu cepat berubah. Entah sadar atau enggak, gadis bernama Anggraini telah tergelincir oleh waktu. di mana, harga diri tak lagi menjadi pertimbangan baginya sejak Halim terus menerus menggodanya sampai pada titik kehormatan itu jatuh pada laki-laki yang berstatus sebagai adik ipar.Tiada yang tau jalan hidup seseorang. Mirisnya si wanita bangsawan, bukan berjodoh dengan pria sepantaran nya, malah terjebak dalam skandal adik ipar. Tapi kenapa? Aini rela berbuat, bahkan berkhianat pada Meylan adiknya. jawabannya adalah; Aini sendiri juga bingung. Karena ketika ia sadar, semua telah terjadi seperti di luar keinginannya.Mungkin ia prustasi. Atau mungkin buntu dengan kenyataan hidup selama ini. Serba salah, dan mungkin juga karena putus asa. Tapi, pagi ini Halim berniat mengajak Aini ke suatu tempat. Kira-kira apa tanggapan Aini, secara kalau sampai ketahuan Rafli, mungkin nyawa keduanya menja
Dari jauh. Penampakan kediaman Rafli tampak selalu sunyi. Dan, yang orang-orang ketahui! rumah itu tidak berpenghuni bila di siang hari. Namun, siapa yang tau. Di dalam sana ada seorang wanita yang hidupnya telah hancur. Keturunan pertama pasangan Rafli Syahbandar dan Kartini Majid. Mereka sama-sama terlahir sebagai kaum bangsawan terhormat.Dan, hari ini. Anggraini berniat keluar sebebentat untuk menghirup udara segar berjalan-jalan keliling kampung. Gadis itu sangat cantik meskipun sedikit pucat. Mata bulatnya terlihat kelam seakan menyimpan sejuta misteri.Ia berdandan sederhana, namun penampilan sangat memukau. Heran! apapun yang dikenakan Aini, selalu pas dan cocok di tubuhnya. Sekarang, ia memadukan T.shirt dengan Jeans sedikit jombrang, kerudung pashmina ia sangkut gitu aja. Tapi hasilnya sungguh mempesona. Bibir merah bak kelopak mawar hanya diberi lips glouse, bedak seadanya.Aini berjalan keluar, dan waktu ia membuka pintu? sosok pria tampa
Anggraini tiba di rumah megahnya setelah sepekan lamanya gadis itu menemani Reyhan sahabatnya. Ia menaruh motor pada tempatnya, lalu bergegas ke kamarnya di lantai atas.Anggraini juga tidak perduli dengan suasana rumah yang sepi. Ia hanya melihat sekilas melalui celah pintu yang sedikit terbuka, di sana Halim sedang menimang putranya. Aini berhenti sejenak sambil berpikir setelah itu ia mengidik bahu dan naik ke atas.Meniti cepat anak tangga, Aini sudah nggak sabaran sampai di kamar. Sedetik setelah sampai, ia menghempas tubuhnya menelungkup, dan membenamkan seluruh jiwa dan raga. Di sana tumpah ruah air mata membasahi bantal dan spray. Ia hampir lupa cara mengendalikan emosi dalam jiwanya, hingga tangisannya pecah, sepecah-pecahnya.Suaranya akan tersedu ketika mengingat, khabar Victor mencarinya sampai ke Nanggroe. Di bagian itu, Aini di dera rasa bersalah. Bukan soal cinta, tapi perkara janji yang teringkar. Mereka punya janji kuat, pun it
Anggraini menatap cakrawala di atas permukaan air laut. Mematri tanpa batas sampai pandangan tersapu angin. Perputaran arah dari berbagai penjuru menyisir gelombang ke tepi pantai.Satu jam berlalu, dara manis nan rupawan itu telah kembali, namun ia tidak langsung ke rumah Reyhan. Melainkan singgah di pantai beutari. Pantai yang selalu jadi ajang curhatannya."Jadi, ini alasan kamu meninggalkan anak saya? saya pikir ... kamu wanita terakhir untuk Victor. Ternyata, wanita baik-baik juga bisa berhianat."Tuduhan itu terus terngiang di telinga Anggraini. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan Sandreas, papanya Victor. Tapi, ada urusan apa papanya ke Nanggroe? Apa segitu luasnya jaringan Beliau? pikir Aini."Huuuf'Nafas panjang dihembus kasar. Desah keluar melalui rongga dada, saking sesak membayangkan masa lalu yang sudah ia kubur terkuak lagi."Kamu tau, anak saya ke sana ke mari mencari kamu. Bahkan, Victor nekat data
Aini menelentangkan tubuhnya di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar. Matanya sayu menerima jilatan cahaya lampu tepat di atas mukaknya. Gadis itu terhenta, pasrah dan menyerah. Keputusan satu jam yang lalu begitu perih menggores hatinya. Akan kah, ia rela ditunangkan? sementara, Febby saja tidak menginginkan perjodohan ini.Mirisnya, kisah hidup anak-anak cucu Syahbandar karena harus menikah dengan sesama bangsawan yang malah mereka sendiri punya pilihan masing-masing.Terkadang, Aini menyesal telah meninggalkan Victor demi orang tuanya, dan seandainya ia bisa memutar waktu, ia ingin mengulang semuanya dari awal. Lah! penyesalan selalu datang di akhir, pikirnyaSelanjutnya, Aini bangun melepas semua pakaian dan menggantikannya dengan setelan piama. Ia ingin tidur, ingin meneggelamkan semua permasalahan hidup yang tiada akhir. Namun, sebelum itu ia mengetik sesuatu di hanphonenya dan mengirim pada seseorang agar menunggunya esok, setelah i