Ya, apa aku harus kembali ke negaraku jika tidak bisa menghasilkan cukup uang untuk membayar biaya kuliahku?Begitu pikiran mengerikan itu muncul, pikiran itu terus menghantui benakku. Aku menggelengkan kepala dengan ketakutan, mencoba mengusir bayangan suram tersebut.Saat itu, Winda mengomporiku, menunjukkan layar percakapan WhatsApp-nya kepadaku.Ada seseorang bernama Kak Lody yang mengirimkan stiker "menarik," diikuti dua transfer sebesar 100 juta masing-masing, dengan pesan "untuk Adik beli tas.""Lihat, cuma difoto beberapa kali, kalau bos suka, langsung transfer 100 juta. Uang sebanyak itu nggak akan kamu dapatkan meski cuci piring selama setahun.""Aku sudah bilang kerjaan ini banyak duitnya. Aku juga melakukannya. Apa aku bakal mencelakakan kamu? Banyak orang lain yang berebutan ingin masuk, tapi aku nggak kenalin mereka. Kamu itu spesial, soalnya kamu teman serumahku."Kata-kata ini seperti suntikan keberanian bagiku.Winda benar, tidak ada orang yang mengumbar hal-hal sepert
Kalau Kak Lody setuju untuk mencoba dulu ... apa malam ini aku bisa merasakan apa yang dirasakan Winda?Bukan hanya bisa menghasilkan uang dengan mudah, tetapi juga menikmati sensasi seperti itu .... Tidak bisa kubayangkan betapa menyenangkannya.Sampai pagi tiba, aku masih terjebak dalam lamunan, baru bisa tertidur dengan pikiran kacau.Saat bangun, hari sudah sore. Untuk pertama kalinya, aku berdandan dengan serius, melihat ke cermin kiri-kanan dan merasa cukup puas. Dengan penuh semangat, aku pergi ke klub.Dari kawasan kumuh naik kereta bawah tanah ke daerah kaya, perjalanan memakan waktu lebih dari dua jam. Saat tiba, langit sudah gelap, dan banyak mobil sport yang namanya tak kuketahui diparkir di luar klub.Aku berdecak kagum, menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah ke tempat yang bisa mengubah takdirku ini.Kali ini, karena sudah lebih familiar, aku langsung menuju area dalam. Masih di kolam renang yang sama, Kak Lody dan Winda duduk di pinggir kolam dengan pakaian renang min
Dalam situasi kritis, aku meledak dengan kekuatan yang belum pernah kumiliki sebelumnya. Dengan tergopoh-gopoh, aku berdiri, mengambil botol bir dari ruang VIP sebagai senjata dan memegangnya di depanku.Para pria itu mencibir, tidak peduli pada perlawananku, dan terus mendekat.Aku segera memecahkan botol bir di kepala salah satu dari mereka. Botol itu pecah, dan dia meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya.Aku segera memegang dua botol dengan kedua tangan. Siapa pun yang mendekat, langsung kupukulkan ke kepala mereka. Botol-botol yang sudah pecah kulemparkan ke arah mereka untuk menghalangi mereka mendekatiku.Suara botol pecah, makian dan teriakan para pria, serta jeritan Winda ... semua kebisingan itu makin riuh hingga akhirnya menarik perhatian Kak Lody.Wajahnya tampak kesal, "Apa yang kalian lakukan?"Aku sangat takut pada pria sekarang, tetapi aku tidak punya pilihan selain berbicara dengan suara gemetar."Kalian bilang mau coba dulu dan menemani tamu, tapi nggak bilang k
Nama asliku adalah Sarah Jayadi. Aku lahir di sebuah desa terpencil yang masih menganut budaya patriarki, mengutamakan laki-laki dibanding perempuan.Keluarga tidak ingin aku melanjutkan sekolah setelah lulus SD, tetapi aku belajar mati-matian hingga mendapatkan nilai tinggi dan bebas biaya sekolah SMP dan SMA, sehingga aku tidak perlu putus sekolah untuk bekerja.Ketika hasil ujian masuk universitas keluar, nilaiku cukup untuk masuk universitas tingkat pertama. Namun, keluarga menolak membayar biaya kuliahku.Mereka mengatakan bahwa sekolah hingga SMA sudah cukup, dan aku yang sudah tidak muda lagi seharusnya menikah. Uang dari pernikahan itu bisa digunakan untuk biaya pernikahan adikku.Aku tidak setuju dan melarikan diri dengan membawa kartu identitas, pergi ke kota untuk bekerja demi mengumpulkan uang kuliah sendiri.Aku hanya bisa bekerja sebagai pelayan restoran. Suatu kali, aku bertemu Sisi, seorang pelanggan restoran. Ketika mendengar kisahku, dia terkejut mengetahui bahwa kami
Aku berhasil mendekati Winda dan dengan sengaja menceritakan kesulitanku menemukan tempat tinggal bersama. Atas undangannya, aku tinggal bersamanya sambil sesekali menyiratkan bahwa aku kekurangan uang.Saat itu, Winda juga tidak menghasilkan banyak uang, tetapi dia bisa menemukan rasa superioritas dengan melihatku yang hidupnya lebih menyedihkan. Setiap kali dia pulang setelah minum-minum, dia akan menarikku untuk menunjukkan foto dan video kehidupan glamornya di ponsel.Suatu kali, aku mencampurkan obat tidur ke minumannya. Saat dia tertidur, aku memasukkan kata sandi yang diam-diam kucatat sebelumnya dan menemukan video yang hanya sekilas kulihat tetapi langsung membuat hatiku hancur.Itu adalah video saat Sisi menjadi korban, dipaksa oleh banyak pria.Melihat adegan menjijikkan dan keji di ponsel itu, aku mengepalkan tangan hingga kuku menembus telapak tanganku, memaksa darah keluar.Penyelamatku dihancurkan oleh para iblis, tetapi aku tidak bisa masuk ke layar untuk menghentikan s
Latihan semalaman membuatku penuh semangat juang. Hal ini juga yang membuatku tetap tenang saat dikelilingi oleh lima atau enam pria di malam harinya, dan berhasil mengayunkan botol minuman untuk membuka jalan hingga menarik perhatian Kak Lody.Beberapa waktu sebelumnya, ada kasus pembunuhan di klub tersebut. Meskipun tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa Kak Lody yang membunuh Sisi, dia tetap harus lebih berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya dan menjadi lebih waspada akhir-akhir ini.Kalau tidak, dia pasti sudah lama memperluas rekrutmen model wanita. Namun, tanpa melalui seleksi yang ketat, Winda dengan mudah merekomendasikanku langsung ke hadapannya.Kak Lody tidak ingin memperbesar masalah atau membiarkan lebih banyak orang mengetahui rahasia klub, sehingga dia dengan enteng meloloskan aku.Dia mungkin berpikir aku hanyalah seorang siswi asing yang patuh, yang tidak akan menimbulkan masalah.Namun, dia tidak tahu bahwa aku datang dengan tujuan balas dendam.Setelah men
Dengan cepat aku ditekan ke tanah oleh Kak Lody, rambutku berantakan, dan bajuku setengah terbuka.Saat itu, terdengar suara seorang gadis dari ujung gang, "Hentikan!"Kak Lody, yang nafsunya sudah tidak terkendali setelah melihat tubuhku, tidak berhenti meski dia melihat gadis lain datang.Sebaliknya, dia dengan licik berkata, "Kalau nggak pergi, kamu juga akan kuhabisi!"Gadis itu mundur ketakutan, tetapi di saat bersamaan tubuh Kak Lody tiba-tiba membeku. Dia menoleh dengan tidak percaya ke arahku.Pisauku telah menancap di jantungnya, darah memancar keluar, membasahi kemeja putihku.Aku tersenyum sambil menusukkan pisau itu lebih dalam dan memutarnya dengan kuat beberapa kali, lalu berkata dengan lembut kepadanya."Kamu ingat Sisi?"Setelah itu, aku menggelengkan kepala dengan penuh penyesalan, memandangnya dengan ekspresi penuh belas kasih sekaligus dingin."Nggak, kamu nggak akan tahu siapa dia. Kamu bahkan nggak tahu namanya, tetapi kamu telah merenggut nyawanya.”Aku perlahan m
Dengan cepat aku ditekan ke tanah oleh Kak Lody, rambutku berantakan, dan bajuku setengah terbuka.Saat itu, terdengar suara seorang gadis dari ujung gang, "Hentikan!"Kak Lody, yang nafsunya sudah tidak terkendali setelah melihat tubuhku, tidak berhenti meski dia melihat gadis lain datang.Sebaliknya, dia dengan licik berkata, "Kalau nggak pergi, kamu juga akan kuhabisi!"Gadis itu mundur ketakutan, tetapi di saat bersamaan tubuh Kak Lody tiba-tiba membeku. Dia menoleh dengan tidak percaya ke arahku.Pisauku telah menancap di jantungnya, darah memancar keluar, membasahi kemeja putihku.Aku tersenyum sambil menusukkan pisau itu lebih dalam dan memutarnya dengan kuat beberapa kali, lalu berkata dengan lembut kepadanya."Kamu ingat Sisi?"Setelah itu, aku menggelengkan kepala dengan penuh penyesalan, memandangnya dengan ekspresi penuh belas kasih sekaligus dingin."Nggak, kamu nggak akan tahu siapa dia. Kamu bahkan nggak tahu namanya, tetapi kamu telah merenggut nyawanya.”Aku perlahan m
Latihan semalaman membuatku penuh semangat juang. Hal ini juga yang membuatku tetap tenang saat dikelilingi oleh lima atau enam pria di malam harinya, dan berhasil mengayunkan botol minuman untuk membuka jalan hingga menarik perhatian Kak Lody.Beberapa waktu sebelumnya, ada kasus pembunuhan di klub tersebut. Meskipun tidak ada bukti langsung yang menunjukkan bahwa Kak Lody yang membunuh Sisi, dia tetap harus lebih berhati-hati dalam menjalankan bisnisnya dan menjadi lebih waspada akhir-akhir ini.Kalau tidak, dia pasti sudah lama memperluas rekrutmen model wanita. Namun, tanpa melalui seleksi yang ketat, Winda dengan mudah merekomendasikanku langsung ke hadapannya.Kak Lody tidak ingin memperbesar masalah atau membiarkan lebih banyak orang mengetahui rahasia klub, sehingga dia dengan enteng meloloskan aku.Dia mungkin berpikir aku hanyalah seorang siswi asing yang patuh, yang tidak akan menimbulkan masalah.Namun, dia tidak tahu bahwa aku datang dengan tujuan balas dendam.Setelah men
Aku berhasil mendekati Winda dan dengan sengaja menceritakan kesulitanku menemukan tempat tinggal bersama. Atas undangannya, aku tinggal bersamanya sambil sesekali menyiratkan bahwa aku kekurangan uang.Saat itu, Winda juga tidak menghasilkan banyak uang, tetapi dia bisa menemukan rasa superioritas dengan melihatku yang hidupnya lebih menyedihkan. Setiap kali dia pulang setelah minum-minum, dia akan menarikku untuk menunjukkan foto dan video kehidupan glamornya di ponsel.Suatu kali, aku mencampurkan obat tidur ke minumannya. Saat dia tertidur, aku memasukkan kata sandi yang diam-diam kucatat sebelumnya dan menemukan video yang hanya sekilas kulihat tetapi langsung membuat hatiku hancur.Itu adalah video saat Sisi menjadi korban, dipaksa oleh banyak pria.Melihat adegan menjijikkan dan keji di ponsel itu, aku mengepalkan tangan hingga kuku menembus telapak tanganku, memaksa darah keluar.Penyelamatku dihancurkan oleh para iblis, tetapi aku tidak bisa masuk ke layar untuk menghentikan s
Nama asliku adalah Sarah Jayadi. Aku lahir di sebuah desa terpencil yang masih menganut budaya patriarki, mengutamakan laki-laki dibanding perempuan.Keluarga tidak ingin aku melanjutkan sekolah setelah lulus SD, tetapi aku belajar mati-matian hingga mendapatkan nilai tinggi dan bebas biaya sekolah SMP dan SMA, sehingga aku tidak perlu putus sekolah untuk bekerja.Ketika hasil ujian masuk universitas keluar, nilaiku cukup untuk masuk universitas tingkat pertama. Namun, keluarga menolak membayar biaya kuliahku.Mereka mengatakan bahwa sekolah hingga SMA sudah cukup, dan aku yang sudah tidak muda lagi seharusnya menikah. Uang dari pernikahan itu bisa digunakan untuk biaya pernikahan adikku.Aku tidak setuju dan melarikan diri dengan membawa kartu identitas, pergi ke kota untuk bekerja demi mengumpulkan uang kuliah sendiri.Aku hanya bisa bekerja sebagai pelayan restoran. Suatu kali, aku bertemu Sisi, seorang pelanggan restoran. Ketika mendengar kisahku, dia terkejut mengetahui bahwa kami
Dalam situasi kritis, aku meledak dengan kekuatan yang belum pernah kumiliki sebelumnya. Dengan tergopoh-gopoh, aku berdiri, mengambil botol bir dari ruang VIP sebagai senjata dan memegangnya di depanku.Para pria itu mencibir, tidak peduli pada perlawananku, dan terus mendekat.Aku segera memecahkan botol bir di kepala salah satu dari mereka. Botol itu pecah, dan dia meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya.Aku segera memegang dua botol dengan kedua tangan. Siapa pun yang mendekat, langsung kupukulkan ke kepala mereka. Botol-botol yang sudah pecah kulemparkan ke arah mereka untuk menghalangi mereka mendekatiku.Suara botol pecah, makian dan teriakan para pria, serta jeritan Winda ... semua kebisingan itu makin riuh hingga akhirnya menarik perhatian Kak Lody.Wajahnya tampak kesal, "Apa yang kalian lakukan?"Aku sangat takut pada pria sekarang, tetapi aku tidak punya pilihan selain berbicara dengan suara gemetar."Kalian bilang mau coba dulu dan menemani tamu, tapi nggak bilang k
Kalau Kak Lody setuju untuk mencoba dulu ... apa malam ini aku bisa merasakan apa yang dirasakan Winda?Bukan hanya bisa menghasilkan uang dengan mudah, tetapi juga menikmati sensasi seperti itu .... Tidak bisa kubayangkan betapa menyenangkannya.Sampai pagi tiba, aku masih terjebak dalam lamunan, baru bisa tertidur dengan pikiran kacau.Saat bangun, hari sudah sore. Untuk pertama kalinya, aku berdandan dengan serius, melihat ke cermin kiri-kanan dan merasa cukup puas. Dengan penuh semangat, aku pergi ke klub.Dari kawasan kumuh naik kereta bawah tanah ke daerah kaya, perjalanan memakan waktu lebih dari dua jam. Saat tiba, langit sudah gelap, dan banyak mobil sport yang namanya tak kuketahui diparkir di luar klub.Aku berdecak kagum, menarik napas dalam-dalam, lalu melangkah ke tempat yang bisa mengubah takdirku ini.Kali ini, karena sudah lebih familiar, aku langsung menuju area dalam. Masih di kolam renang yang sama, Kak Lody dan Winda duduk di pinggir kolam dengan pakaian renang min
Ya, apa aku harus kembali ke negaraku jika tidak bisa menghasilkan cukup uang untuk membayar biaya kuliahku?Begitu pikiran mengerikan itu muncul, pikiran itu terus menghantui benakku. Aku menggelengkan kepala dengan ketakutan, mencoba mengusir bayangan suram tersebut.Saat itu, Winda mengomporiku, menunjukkan layar percakapan WhatsApp-nya kepadaku.Ada seseorang bernama Kak Lody yang mengirimkan stiker "menarik," diikuti dua transfer sebesar 100 juta masing-masing, dengan pesan "untuk Adik beli tas.""Lihat, cuma difoto beberapa kali, kalau bos suka, langsung transfer 100 juta. Uang sebanyak itu nggak akan kamu dapatkan meski cuci piring selama setahun.""Aku sudah bilang kerjaan ini banyak duitnya. Aku juga melakukannya. Apa aku bakal mencelakakan kamu? Banyak orang lain yang berebutan ingin masuk, tapi aku nggak kenalin mereka. Kamu itu spesial, soalnya kamu teman serumahku."Kata-kata ini seperti suntikan keberanian bagiku.Winda benar, tidak ada orang yang mengumbar hal-hal sepert
Setelah pergi ke luar negeri untuk kuliah, karena biaya hidup yang tidak mencukupi, aku bekerja paruh waktu di tempat hiburan di Aurelion.Sejak malam itu, setiap kali terbangun di tengah malam, aku selalu teringat betapa mengerikannya pengalaman yang aku alami malam itu.....Namaku Mirna Jayadi, baru saja merayakan ulang tahun ke-21.Sebagai mahasiswi pascasarjana dari keluarga sederhana, tingkat pengeluaran di luar negeri sangat tinggi. Biaya hidup yang sebelumnya cukup di negara asal saya, tiba-tiba menjadi tidak mencukupi. Aku sempat berpikir untuk bekerja sebagai pelayan restoran.Namun, karena masalah visa, mahasiswi asing sepertiku hanya bisa bekerja di restoran ilegal. Hal ini membuatku agak ragu.Teman sekamarku, Winda Basuki, mengetahui dilemaku, lalu menarikku dan berbicara dengan nada misterius."Kerja di restoran itu melelahkan, harus angkat piring dan cuci piring. Aku punya pekerjaan yang gampang dan bayarannya besar. Mau aku kenalkan?"Dia berkata sambil menatapku dari