Ajeng memilih untuk pulang ke rumah, mengabaikan bos baru yang diam dengan keadaan yang membuatnya sulit untuk membela diri. Walau semua tumbuhan itu tidak benar.
Sampai di rumah mobil Dimas sudah terparkir di halaman, Ajeng menguatkan hati dan mentalnya untuk menghadapi keluarga Dimas yang menunggunya di dalam termasuk Wulan.Dan benar saja saat kakinya melangkah di teras mereka menatap tajam Ajeng terlebih lagi Dimas kini berdiri dan menyeretnya dengan kasar.Tanpa bertanya tangannya terkepal kuat, melayang di wajahnya."Katakan anak siapa yang kamu kandung hah? Apa pria yang menghantarkan kamu ke rumah sakit? Jadi selama ini kamu sudah berselingkuh di belakang aku, Ajeng? Katakan!" suara Dimas meninggi, begitu tinggi hingga tubuh Ajeng bergetar.Belum hilang rasa sakit di wajahnya kini suara Dimas yang berhasil menggetarkan tubuhnya nyari. Ini adalah kali pertama Dimas marah dengan suara yang cukup keras, meskipun mereka kerap kali bertengkar, suara di Dimas tak setinggi sekarang."Kenapa diam?" ucap Dimas, menyentak tubuh Ajeng."Sumpah demi Allah mas, aku tidak selingkuh. Pria itu bos tempat aku kerja. Da mengantar aku ke rumah sakit untuk berobat karena aku sakit," lirih Ajeng. Menjelaskan pada Dimas yang sebenarnya."Bohong! Berani sekali kamu menipuku, Ajeng. Sepertinya kamu ingin ibumu cepet mati!" ucap Dimas penuh emosi.Ajeng menggeleng kuat menolak tuduhan Dimas padanya. Faktanya memang begitu kalau Ajeng ke rumah sakit diantar oleh bos barunya namun, siapa yang akan percaya."Sudah Dim, kamu ceraikan saja Ajeng. Untuk apa kamu mempertahankan wanita seperti dia lagi pula kamu sudah memiliki istri yang jauh lebih cantik dan lebih segalanya dari istri kamu yang tidak berguna ini. Ibu setuju kalau kamu menceraikannya, sekarang jatuhkan talak kamu di depan kami," Bu Ida tidak hentinya mengompori Dimas."Yang dikatakan ibu benar, sebaiknya kamu ceraikan saja sekarang. Kamu sudah memiliki Wulan, mbak juga tidak suka terlalu lama bertemu dengan wanita benalu itu." sambar Tisna."Tuh denger mas! Keluarga kamu sudah menolak istri kamu itu, sebaiknya sekarang kamu caraikan saja aku sudah mengandung anak kamu seharusnya kamu mempertahankan aku. Apa bukti itu tidak kuat untuk kamu menceraikan Ajeng?" Wulan berdiri, wajahnya polosnya sedih melihat kondisi Ajeng.Dimas meremas rambutnya pilihan yang sulit tapi, Ajeng adalah cinta pertamanya bahkan sampai detik ini pun dia masih sangat mencintainya. Meski cinta itu sudah berkurang. Entah apa yang terlintas dalam otaknya saat ini hatinya enggen untuk menjatuhkan talak pada Ajeng. Tapi bukti itu membangkitkan emosinya."Diajeng Sekar Ayu binti Herman Sanjaya mulai detik ini, kamu bukan lagi istriku. Aku haramkan, atas kamu." Ucap Dimas lantang."Astaghfirullah mas. Istighfar jaga ucapan kamu,""Pergilah Ajeng, kamu bukan lagi anggota keluarga ini. Bereskan semua baju kamu, aku akan mengantar kamu sampai di rumah ibu. Terlepas dari masalah mahar 10.000 itu aku ingin mengembalikan kamu dengan baik di depan ibumu." Ucap Dimas.Tidak ada yang perlu untuk mempertahankan atau membela diri karena mereka memiliki argumen sendiri dan semua tidak ada yang salah karena kondisi dan posisi Ajeng mendorong opini lain dari fakta yang sebenarnya.Ajeng membereskan semua barang miliknya memasukkan kembali ke dalam koper. Terlihat tidak ada baju baru selama menikah dengan Dimas, semua barang adalah miliknya saat masih bekerja dulu. Tetapi ada pemandangan yang membuatnya menggelengkan kepala di mana lemari pakaian yang telah berantakan.Tahu siapa pelakunya Ajeng hanya tersenyum kecil, menyeret koper menuruni tangga. Mereka tertawa puas melihat kondisi Ajeng sekarang. Dimas berdiri tetapi Wulan menahannya saat akan menghampirinya."Mas, kamu tidak perlu mengantar Ajeng ke rumah. Biarkan saja dia pulang sendiri, lagi pula harga diri kamu tidak ada gunanya di mata Ajeng dan ibunya. Mereka orang miskin mana ngerti baiknya kamu."Dimas setuju dengan kata istrinya, tidak perlu datang ke rumah Ajeng karena itu akan menjatuhkan harga dirinya. Perselingkuhan Ajeng yang sedang mengandung anak orang lain. Ada satu alasan yang membuat Dimas mengurungkan niatnya mengantar Ajeng. Biaya pernikahan yang seharusnya sudah dibayarkan sampai detik ini Dimas hanya menjanjikan tanpa berniat membayarnya."Udah sana pergi, ngapain kamu liatin terus? Minta uang? Minta sana sama selingkuhan kamu!" Tyas yang sejak tadi memilih diam kini bersuara."Terima kasih untuk semuanya, di sini aku belajar banyak. Apa artinya bertahan dan apa artinya sabar, mas sebelum aku pergi kembalikan ponselku. Itu barang yang aku miliki sebelum menikah dengan kamu." Pinta Ajeng."Eh, enak aja! Kamu pikir tinggal dini gratis? Anggap saja itu bayar makan dan tempat tinggal kamu selama satu tahun lebih. Kalau kamu kost di luar bisa-bisa lima puluh juta." Sergah Bu Ida."Ibu benar sekali, tidak ada yang gratis di dunia ini. Termasuk aku tinggal di sini, kalau begitu. Bayar selama aku bekerja di rumah sini, bayar juga hutang ibu pada ibuku. Satu lagi, kembalikan aku seperti dulu, nafkah untukku harus kamu kembalikan padaku juga mas. Seluruh gaji kamu selama satu tahun lebih, harus di bayar lunas sekarang. Juga kegadisan yang sudah di renggut kamu, mas! Itu tidak gratis." Ajeng menatap ibu Ida. Keberanian yang entah sejak kapan di miliki Ajeng."Perhitungan kamu? Dimas, kamu kasih uang secukupnya untuk biaya ongkos untuk pulang kampung. Setelah itu biarkan saja dia yang ngurus perceraian kalian, kamu tidak perlu keluar uang bikin rugi! Lagian itu sudah jadi gak Dimas, kamu istrinya wajar dong melayani Dimas!" Bu Ida balik menuding Ajeng."Ibu benar sekali, itu hak mas Dimas. Sekarang aku minta hak aku sebagai istri mas Dimas." Ucap Ajeng mengejutkan mereka.Lelah menghadapi keluarga benalu yang selalu menyudutkan dirinya. Ajeng memutuskan pergi meninggalkan rumah yang ia tempati satu tahun lebih menjadi istri Dimas. Beberapa tetangga yang melihat dia keluar hanya menatapnya iba namun tidak sedikit yang mencibirnya.Ajeng tak peduli hak itu yang penting sekarang dia bebas pergi dari keluarga Dimas. Hanya di sayangkan kenapa bukan Ajeng yang meminta cerai tetapi justru dirinya yang di talak oleh Dimas. Ponsel itu kembali harta berharga yang telah hilang karena di sita Bu Ida.Bingung harus kemana, Ajeng menghubungi Aini meminta bantuan sahabatnya yang tinggal tidak jauh dari toko.[Pergilah ke kost aku, jeng. Kamu akan aman di sana, kunci ada di bawah pot. Tempat itu aman kamu jangan khawatir.] Pesan dari Aini.Aneh Ajeng bahkan belum berkirim pesan pada Aini. Bagaimana Aini tahu. Apa dia ada sekitar sini? Ajeng menelusuri tempatnya berdiri namun tak menemukan orang yang di kenalnya termasuk sahabatnya.Sampai di kost Aini, Ajeng mencecar pertanyaan yang sejak tadi ia simpan berharap sang sahabat bersedia menjelaskan saat bertemu."Mana yang harus aku jawab dulu, Jeng? Banyak banget pertanyaannya," Aini tertawa, melihat tingkah sahabatnya."Duduk dulu, minum abis itu istirahat baru cerita. Kalau sekarang, aku juga laper. Makan dulu yu," Aini membuatkan teh hangat, ia tahu apa yang terjadi pada sahabatnya.Aini menunggu berapa saat Ajeng yang membersihkan diri dan shalat. Kini berdua duduk saling berhadapan tak ada yang mengeluarkan suara. Sebelum air matanya tumpah terlebih melihat wajah Ajeng yang merah akibat tamparan."Sekarang sudah tenang, Jeng?" "Ya, Ai, sekarang kamu jawab pertanyaan aku. Siapa yang memberitahukan kamu tentang aku? Bagaimana kamu tahu kalau aku di usir?" tanya Ajeng.Aini menepuk tangan sahabatnya tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kalau bos mereka yang melihat dan memintanya untuk memberikan tawaran tinggal di kost."Kebetulan tadi ada tetangga kamu,
Hati ibu mana yang tidak sakit saat putrinya pulang dalam keadaan kurus dan wajahnya yang pucat bahkan beberapa lebam di wajahnya. Berbeda jauh saat Bu Sekar melepaskan putrinya pergi bersama laki-laki yang sudah menjadi suaminya dan keluarganya. Satu setengah tahun bahkan itu terhitung Ajeng menikah. Pengantin baru bagi sebagian orang namun, kenyataan pahit yang didapatkan wanita yang masih terlihat cantik meski usianya yang tidak mudah lagi."Jangan sembarangan bicara seperti itu besan, aku tahu bagaimana Ajeng. Anakku mana mungkin dia melakukan hal yang serendah itu aku tahu kalian pasti berbohong," Bu Sekar menentang keras tuduhan yang dilontarkan oleh Bu Ida pada Ajeng. "Lah, memang benar. Anda mau nuduh saya bohong, begitu? Hei, punya anak itu di didik dengan baik dan benar. Jangan kayak anak anda ini punya suami baik, kaya, malah selingkuh sampai hamil, pula!" suara Bu Ida, yang keras sehingga tetangga Ajeng berdatangan untuk melihat apa yang terjadi pada Ajeng dan ibunya.Mere
Bertiga menolah ke arah pintu di mana seorang laki-laki tinggi berdiri menatap mereka. Bu Sekar dan Ajeng saling melepaskan pelukan mereka dan saling menatap satu sama lainnya."A – Aini," lirih Ajeng, terbata. Menuntut kejelasan pada Aini, tidak mungkin pemilik toko dan perusahaan bersedia datang ke rumahnya yang sederhana bahkan di bilang kumuh oleh keluarga Dimas.Aini menggeleng bukti jika dirinya pun tak tahu soal bos mereka yang tiba-tiba sudah di rumah Ajeng."Nak siapa, dia? Kenapa mengaku sebagai bos kalian? Apa kalian mengenalnya?" tanya Bu Sekar. Di lihatnya dua wanita muda yang mengangguk bersamaan.Bu Sekar tersenyum itu artinya pria yang berdiri di ambang pintu adalah orang yang baik dan tidak menyebar fitnah di kemudian hari. Namun, sesaat bibirnya kembali murung jika benar pria itu bos mereka itu artinya yang di katakan besannya itu benar. Apa mungkin putrinya berhubungan dengan bosnya?"Astaghfirullahaladzim," gumam Bu Sekar."Assalamualaikum, Bu, maaf sudah lancang
"Wulan ada apa, nak? Apanya yang kotor?" Bu Ida, menghampiri Wulan yang berdiri di atas kursi."I – itu, kenapa kotor? Ada kecoa lagi, jorok banget sih! Apa nggak ada yang niat bersihin?" Wulan menunjuk kecoa di bawah meja, berapa plastik bekas makanan berserakan di lantai dan meja. Kompor yang berminyak, piring kotor dimana-mana. "Oh, itu gampang. Biar Dimas buang ya," Bu Ida menepuk lengan Dimas, menyuruhnya mengambil sapu untuk membuang kecoa."Jangan! Kenapa harus nyuruh mas Dimas? Kan ada ibu sama mbak Tisna, Tyas juga ada. Untuk apa nyuruh mas Dimas? Bisa 'kan kalian yang buang?" sergah Wulan. Sapu yang ada tangan Dimas, diambil dan di berikan pada Bu Ida yang hanya diam terpaku. Sudah lama ia tidak memegang sapu sejak Ajeng tinggal di rumahnya. Jangankan untuk mengerjakan hal berat. Sekedar mengambil minum, itu pun Bu Ida selalu meminta Ajeng menyiapkan di kamar."A– apa harus, ibu?" gumam Bu Ida, bingung harus bagaimana cara membuang kecoa yang ada di bawah kaki Wulan. Dima
"Oke, aku setuju. Tapi ingat kamar dia nggak boleh di atas. Tapi, di bawah lebih tepatnya di samping dapur. Kita bongkar gudang itu untuk jadi kamarnya Ajeng. Jangan ada yang dekat sama dia selama di sini!" ujar Wulan, mengiyakan ucapan Tyas dengan nada mengancam."Itu hal yang gampang. Tapi, bagaimana caranya membawa Ajeng kembali ke rumah?" kali ini Tyas mengangkat bahunya menyerah untuk memikirkan cara agar bisa membawa Ajeng ke rumah mereka lagi.Berbeda dengan ibu, istri dan saudaranya Dimas terdiam tanpa menimpali ucapan mereka enggan untuk berkomentar baginya diam yang terbaik. Memikirkan bagaimana perasaan Ajeng jika harus di jemput kembali ke tempat yang tidak seharusnya, karena ia telah menjatuhkan talak dan membiarkan Ajeng kembali atau tetap tinggal. Justru keluarganya yang mengusir Ajeng termasuk dirinya. Semua yang di lakukan Ajeng sudah ditolak olehnya, terlebih sosok pria yang berada di samping Ajeng meski tidak melihat wajahnya namun hal itu membuat Dimas cemburu."D
"Siapa Bu?" Ajeng menghampirinya Bu Sekar. Yang makan berdiri di depan pintu.Reaksi yang sama saat melihat seseorang yang berdiri di sana. Wajahnya mencelos pria yang menancapkan ribuan belati di hatinya kini berdiri tanpa bersalah."Apa kabar, Jeng? Boleh mas, masuk?" Masuk? Bukankah ibunya sudah mengizinkannya untuk masuk? Ajeng hanya mengangguk. Gegas pergi ke dapur membuatkan teh hangat untuk pria yang masih berstatus suaminya secara hukum."Untuk apa kamu datang ke sini? Belum puas kamu sakiti hati Ajeng? Kamu lupa janji kamu sama ibu?" ucap Bu Sekar, lirih. Sangat lirih sehingga terdengar hanya di telinga Dimas.Bu Sekar tidak lupa apa yang pernah di ucapkan Dimas padanya, sebagai bentuk rasa terima kasihnya yang sudah memberikan restu. Namun, semua hilang begitu saja seiring Ajeng yang di bawanya pulang ke rumah.Janji yang di ucapkan di depan Bu Sekar tanpa sepengetahuan oleh siapapun. Termasuk Ajeng."Bu, aku ingat dan tujuan aku ke sini ingin meminta maaf pada ibu dan juga
"Kamu gimana sih mas, cuma bawa wanita itu aja kamu nggak bisa!" seru Wulan. Dua jam Dimas diam tanpa memberikan alasan yang kuat mengenai Ajeng tak bisa di bawa pulang. Terbayang kotor dan baunya rumah mertuanya setelah berapa hari sampah, piring kotor dan kain lap yang basah tanpa ada yang berniat untuk di cuci atau di jemur."Mas, kamu diam sih? Jawab dong!" sentak Wulan. Kesal Dimas bungkam sejak kepulangannya dari kantor."Kamu bisa diam sebentar, sayang? Aku lelah, pulang kerja aku pikir ada makanan tapi ini, segelas air saja aku tidak menemukan di atas meja. Pekerjaan ringan itu kamu juga tidak bisa?" ucap Dimas, tak kalah kesal melihat sikap Wulan yang semakin menjadi."Aku bukan pembantu kamu, mas. Kalau haus kamu bisa ambil sendiri, bisa 'kan? Ada Tyas, mbak Tisna sama ibu. Mereka pengangguran beda sama aku yang pagi ke butik pulang malam! Aku pikir nikah sama kamu hidupku lebih berwarna lebih enak tanpa pusing sama urusan rumah tapi, apa? Bahkan di rumahku, aku lebih menik
Pria itu seketika melepaskan tangannya mendongak mendapat dorongan keras dari wanita di depannya. Wanita yang hancur karena ulahnya yang menyudutkan posisinya agar bisa melindunginya dari amarah sang kakak kala itu."Mbak, izinkan aku menceritakan semuanya. Aku benar-benar menyesal, aku tidak bisa hidup dengan tenang setelah hari itu," ucapnya penuh sesal.Bu Sekar mendudukkan tubuhnya di kursi teras, rumah sederhana penuh dengan kenangan bersama Ajeng kecil kini terusik dengan kehadiran orang di sama lalunya. Adik dari mendiang suaminya tengah bersimpuh di kakinya.Ingatan masa lalu berkelebatan di benaknya tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja. Seandainya Bu Sekar tegas kejadian itu tak terulang dan putrinya tidak perlu di perlakukan tak adil oleh suami dan keluarga."Aku tahu kesalahan aku tidak bisa di maafkan sama mbak Sekar tapi, aku mohon dengarkan penjelasan dariku mbak. Setalah ini aku janji tidak akan mengusik kalian lagi," ucapnya sungguh-sungguh.Bu Sekar menghapus
"Itu tidak sebanding dengan kamu yang menerima cintaku, Aisha. Aku berjanji akan membuatmu bahagia selamanya. Tidak ada lagi mahar Sepuluh Ribu atau pun nafkah sepuluh ribu padamu. Ingatkan aku jika lalai dalam memberimu nafkah," ucap Khandra lembut."Kamu adalah segalanya untukku. Dan padamu aku berlabuh, menyerahkan segalanya, cintai aku jika aku layak untuk kamu cintai. Sebaliknya jika aku tak layak maka –" Khandra terdiam. Tatapan Aisha tak biasa."Kamu bicara apa, sih, Dra? Ngelantur aja. Aku suka cincin ini, akan aku pakai.""Alhamdulillah, ayok. Kita pulang, jadi mau ke rumah Wina? Apa bunda tadi, ya?""Mas anterin aku ke pabrik aja ya. Tadi ada telpon katanya ada masalah di sana.""Oke. Jangan lupa sebentar lagi kita akan tunangan. Aku tidak mau kamu lelah.""Ya. Kamu jangan khawatir."Wina yang menikmati hari-harinya sebagai istri dari Arga putra bungsu dari keluarga Rayyan. Tidak ada hari terlewat untuk saling berbagi cerita. Seperti siang ini setelah menyelesaikan pekerjaa
Jawaban Aisha membuat semua yang ada di ruang keluarga pun bersorak bahagia sebab penantian panjang Khandra berakhir dengan manis. Aisha wanita yang ia cintai sejak lama menerima cintanya tanpa syarat. Tidak ingin menunggu lagi Khandra pun meminta pada kedua orang tua Aisha untuk mempercepat pernikahan mereka tentu saja hal itu disambut bahagia oleh kedua orang tua Aisha dan keluarga besarnya. Mengingat mereka sangat mengenal siapa Khandra yang sebenarnya namun sayang dibalik kabar bahagia itu ada rasa rindu dan sedih Khandra tidak bisa memberitahukan kabar bahagia itu pada sang Ibu sebab wanita yang sangat mendukung hubungannya dengan Aisha telah pergi untuk selamanya tepat Aisha pergi ke luar negeri. Mereka sudah sepakat jika seminggu lagi mereka akan bertunangan keluarga ingin mereka segera menikah namun Aisha menginginkan mereka tunangan untuk sementara waktu sampai tiga bulan. Bukan tidak mungkin Aisha hanya menyiapkan semua bukan hanya hatinya tapi juga kesiapan lahirnya.
Suara Aisha kembali terdengar setelah menyelesaikan lantunan ayat suci. Kini wanita bergamis jingga berdiri menghampiri keluarganya yang terdiam di sana menatap tak percaya jika di hadapan mereka adalah Aisha. Keterkejutan dan kesedihan di wajah mereka berubah menjadi air mata bahagia mendapati sosok yang kini tengah berjalan ke arah mereka.Satu tahun mereka menahan rindu, meski mereka mampu untuk datang menemui Aisha namun mereka mengurungkannya mengingat sang putri menolak untuk di temui. Tidak bermaksud untuk membuat kedua orang tuanya tersinggung akan penolakannya tetapi Aisha memiliki alasan sendiri mengapa ia tidak ingin ditemui sebab jika sudah bertemu dengan keluarganya tentu membuat Aisha ingin segera kembali ke rumah. "Sayang kenapa kamu tidak memberi kabar jika pulang?""Kalau aku memberitahu Bunda namanya bukan kejutan. Apa kabar bunda, ayah dan kamu Arga, ah, lupa adik Iparku yang cantik. Bagaimana dengan kalian semua aku merindukan kalian semua.""Kabar kami baik, kak.
Perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu bagaimana kedepannya. Seperti yang dialami oleh Aisha setelah pernikahan adiknya dengan sang sahabat dia pun memutuskan untuk pergi ke luar negeri untuk menyembuhkan luka hatinya akibat pengkhianatan dilakukan oleh suaminya. Walau hal itu terjadi sudah cukup lama namun luka itu sangat membekas di hatinya sehingga ia memilih untuk menenangkan diri. Lamaran dari sahabat kecilnya pun dia abaikan bukan berarti tidak ada perasaan apapun ia hanya ingin menyelami perasaannya apakah ia benar-benar sudah melupakan Ferdi mantan suaminya, apakah hanya rasa iba yang kelak akan menjadi permasalahan baru jika dia menerima cinta Khandra. Satu tahun berlalu setelah dia pergi ke negeri orang bukan untuk menghindari akan tetapi ia ingin mengobati lukanya sendiri. Senyumnya mengembang melihat seseorang yang sudah menunggunya. "Apa aku terlambat datang?" "Tidak. Justru sebaliknya sepertinya kamu terlalu cepat sehingga kamu harus menunggu aku datan
Kesibukan terlihat di salah satu hotel ternama di ibukota bukan hanya pengantinnya saja tetapi pihak keluarga dari pembelai pria pun sangat sibuk bukan karena tidak percaya dengan orang lain, tetapi mereka ingin memberikan kesan tersendiri untuk salah satu keluarga mereka yang tidak lain adalah Arga yang akan menikah dengan Wina. Pernikahan berlangsung dengan hikmah pagi tadi dan malam nanti dimulainya pesta yang tentu dengan meriah dan mewah. Mengingat Wina hidup sebatang kara sebab sang Bibi yang dulu mengurusnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu sehingga semua disiapkan oleh keluarga Ajeng. Aisha orang yang menyatukan hubungan mereka justru kini ia disibukkan dengan segala kerempongan yang dilakukan adik iparnya yang begitu cemas mengingat mereka akan menghabiskan malam untuk pertama kalinya dengan seorang pria. Berulang kali Aisha menjelaskan bahwa hal itu lumrah terjadi karena ia pun pernah merasakan hal yang sama yang kini dirasakan oleh Wina sebab saat itu Aisha begit
Hari berlalu begitu cepat minggu berganti bulan dan kini setahun sudah setelah kejadian di mana keluarga mantan suaminya datang ke rumah bersama ibu dan istrinya. Aisha sudah memutuskan untuk menjalani kehidupan tanpa ada rasa dendam dalam hati.Kabar hukuman tiga puluh tahun sampai di telinganya, namun Aisha yang diam-diam meminta pihak berwajib untuk mengurangi hukuman jika terbukti Wulan telah sadar dan bertaubat. Semua ia lakukan mengingat wanita yang berusaha untuk menyingkirkan dirinya seusia Ibunya, mana mungkin Aisha tega melakukan hal itu. Menghabiskan waktu lama di dalam penjara hal yang sangat ia takutkan."Kamu yakin nak?""Ya, bund, kasihan. Bund tahu kan Tante Wulan itu sudah cukup umur. Melihat Tante Wulan, aku ingat Bunda,"Ajeng tersenyum begitu beruntung memiliki anak seperti Aisha dan Arga yang selalu memikirkan perasaan orang lain meski hatinya terluka. "Apa Bunda tidak setuju, dengan keputusan yang aku ambil ini?""Tentu tidak sayang. Justru sebaliknya Bunda sang
Seperti yang diucapkan semalam pagi ini mereka pergi ke rumah Aisha. Bersama dengan Bu Wiranti dan tentu Ahmad anak mereka. Taksi yang di pesan Ferdi telah sampai mereka gegas naik. Dalam perjalanan tak ada yang membuka suara mereka memilih diam tanpa ingin mengatakan sesuatu, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.Bukan hanya Esti tapi juga Bu Winarti yang juga merasa bersalah pada keluarga Rayyan. Sejak Ferdi berpisah dengan Aisha hidupnya benar-benar berada di titik terendah, bahkan dulu saat Ferdi masih kerja serabutan hidupnya tidak sesulit sekarang.Menyadari hidupnya hancur karena ulahnya yang berambisi untuk memiliki cucu dan harta ternyata menantunya yang di anggap miskin dan tidak berguna itu adalah seorang wanita kaya raya. Sungguh ironis harta yang dia inginkan ternyata ada di depannya, setelah semua terungkap kehadiran cucu menjadi masalah yang terjadi dalam rumah tangga Ferdi dan lagi semua karena keegoisannya kini semua yang ia inginkan menjadi boomerang untuknya."
Esti tercengang mendengar penuturan dari pria di depan yang tak lain tak bukan adalah Ayah tirinya yang pernah menjadi suami dari ibunya. Benarkah yang dikatakan olehnya? Siapa ibu dan siapa dirinya yang sebenarnya? Jika yang dikatakannya benar lalu apa yang ia dapatkan cerita dari ibunya adalah salah semua. Esti terdiam mencerna setiap kata yang tak coba ia dapatkan jawabannya. "Tidak perlu memikirkan apa yang aku katakan ini. Pergilah jaga keluargamu baik-baik apa yang pernah kamu dapatkan dengan cara merebut sesuatu dari orang lain. Maka kamu akan merasakannya juga entah kapan kamu mengalaminya lebih baik bertobat dan tidak perlu mengusik orang yang sudah kamu sakiti dulu agar hidupmu jauh lebih tenang lagi."Tanpa menjawab Esti pergi dari rumah mewah Aisha. Ya, semua begitu suram tak ada yang bisa menjelaskan padanya termasuk tujuan ibunya waktu itu."Kamu dari mana saja Esti? Ibu kewalahan ngurusin Ahmad."Bu Winarti kesal tiga jam yang lalu menantunya pergi tanpa memberikan ka
"Esti, jaga mulut kamu. Lancang kamu sebut anakku, sundal. Ternyata kamu tidak bercermin dari kesalahan ibumu. Kamu hadir dalam rumah tangga putriku dan kamu menyalahkan anakku begitu? Sangat menyedihkan. Kamu perempuan yang baik cantik dan masih muda seharusnya kamu menata hidupmu lebih baik lagi tidak perlu mendengarkan apa yang dikatakan ibumu yang tentu mengarahkan kamu ke dalam curang kehancuran, kamu tidak tahu kisah yang sebenarnya terjadi di masa dulu dan kamu hanya mendengarkan apa yang dikatakan Ibumu tanpa bertanya pada kami permasalahan yang sebenarnya. Lihatlah di sini ada orang-orang yang berhubungan langsung dengan masa lalu ibu kamu bisa dengarkan mereka,""Aku tidak peduli dengan mereka yang aku butuhkan sekarang adalah anakmu dan kamu yang harus bertanggung jawab atas kehancuran rumah tanggaku dan ibuku. Terutama putrimu yang sok cantik itu dia harus membebaskan ibuku. Ibuku tidak bersalah semua ini rekayasa putrimu tidak mungkin Ibuku menyakiti orang,"Dari dalam su