Dimas memperhatikan Ajeng yang hilang dari pandangannya setelah mobil mewah membawanya pergi jauh. "Siapa yang berhasil kamu goda Jeng? Aku semakin membencimu!" gumam Dimas."Aku lihat sejak tadi, kamu perhatikan Ajeng, mas? Tega kamu. Aku yang ada di samping kamu saat saat ini. Mantan istri kamu itu memilih untuk pergi, dia memilih pria lain dan sekarang kamu terus memberikan perhatian pada wanita itu. Inget mas dia itu cuma mantan kamu!" kesal Wulan."Dim benar yang di katakan Wulan. Buat apa kamu mikirin dia, lagian kamu sudah ceraikan si mandul itu. Sekarang waktu kamu berikan perhatian pada Wulan dan anak dalam kandungannya, ibu ingin segera punya cucu dan itu dapat di kabulkan sama Wulan." Bu Ida membenarkan ucapan Wulan, putranya tidak boleh memikirkan Ajeng.Benar Dimas harus melepaskan Ajeng dan terfokus pada istrinya keduanya yang kini menjadi istri satu, satunya. Mereka telah sampai di rumah Wulan yang kesal tidak ada satu orang pun di keluarga Dimas yang tahu cara membersi
Ajeng menata hatinya untuk kembali melangkah menuju masa depannya yang sempat tertunda. Tawaran kerja di kantor membuatnya berfikir berkali-kali mengingat tak memiliki pengalaman untuk itu.Om Gerwin dan Ibunya yang menjadikan dirinya kuat terlebih Ibunya yang selalu ada di sampingnya dalam keadaan suka dan duka. Serpihan luka yang mengangga tersiram air garam sehingga luka itu tak kunjung sembuh namun, semakin parah. "Mandul selamanya akan tetap mandul. Lihat suamimu begitu menikmati sentuhan dariku. Kau sudah gagal Ajeng, gagal ingat itu!" Ajeng memejamkan mata. Kata yang di ucapkan Wulan kembali mengganggunya."Sudah om duga kamu di sini. Kenapa? Memikirkan wanita itu?" Ajeng mengusap bulir bening yang mengalir di pipinya."Om, aku—" Ajeng terbata, usai terpergok menangis sendiri di gazebo."Di mana ibumu?""Ibu ada di kamar, om, apa perlu aku panggilkan?" tanya Ajeng, mengalihkan perhatian dari Gerwin."Tidak usah, lagi pula Om hanya ingin bicara dengan kamu. Boleh om duduk di seb
Dengan sikap tenang Ajeng duduk di sofa yang kini tak lagi bersih seperti saat dirinya masih di rumah itu. Sofa itu kini berdebu, tangannya mengibas sebelum duduk di sana. Bu Ida yang tidak suka itu menarik pergelangan tangan sebelum bobot tubuh Ajeng sampai di sofa."Siapa yang menyuruh kamu duduk, hah? Pergi dari sini sebelum kami usir!" sentak Bu Ida, Wulan melakukan hal yang sama itu menarik tangan Ajeng agar tidak duduk mereka."Kenapa aku tidak diizinkan untuk duduk di sini? Bukankah sudah seharusnya pemilik rumah memperlakukan tamunya dengan baik?" ujar Ajeng santai."Lagi pula aku pernah tinggal di sini, tapi keadaan rumah tak seperti ini. apa tidak ada yang bisa melakukan pekerjaan ini? Lihatlah sofa itu begitu kotor banyak sekali debu apakah kalian sulit untuk mengerjakan ini? Sampai rumah yang begitu mewah bersih dan indah kini sudah berubah menjadi–" Ajeng, urung melanjutkan ucapannya tatapan tidak suka Wulan dan Bu Ida membuatnya kembali diam."Mau rumah ini berantakan k
Mereka membulatkan mata, tanpa sadar mereka membuka mulutnya lebar tak percaya yang baru saja mereka dengar. Ajeng wanita sederhana adalah seorang konglomerat, bagi keluarga Dimas bukan sederhana tapi miskin. Rumah mereka anggap seperti kandang sapi, kumuh dan berdebu berbeda dengan keluarga Dimas yang memiliki segalanya rumah mewah dan mobil belum lagi gaji yang besar tentunya.Mereka membanggakan kekayaan yang ternyata bukan milik mereka. Hinaan yang terucap dari bibir kini berbalik kearah mereka. Sadar jika Ajeng adalah wanita kaya raya Bu Ida jatuh pingsan."Bu, ibu, pake acara pangsan lagi!" Wulan kesal melihat ibu mertua yang mata duitan melepas Ajeng. Dimas tak kalah terkejut sampai mengabaikan Ibunya terbaring di lantai. Ia berusaha untuk meminta maaf pada Gerwin pemilik perusahaan tempatnya bekerja namun fakta baru jika itu semua milik Ajeng."Pak Gerwin, maafkan saya. Ajeng, tolong maafkan saya, kami akan pindah besok untuk hari ini biarkan kami tinggal di sini untuk member
Ajeng melanjutkan aktifitasnya kali ini ia ingin membuka rumah makan yang menjadi impiannya, setelah resmi mengundurkan diri dari toko kue tempatnya bekerja. Ajeng meminta pada ibunya untuk mewujudkannya semua keinginannya yang tertunda.Tentu saja Bu Sekar setuju ia tahu seperti apa kehebatan putrinya yang mampu mengelola semua bahan makanan yang sederhana menjadi istimewa."Om dukung, gimana kalau kita cari restoran dulu? Setidaknya setelah kamu bisa memiliki tempat akan memudahkan kamu berkreasi lagi," ujar Gerwin, setuju dengan ide keponakannya."Ibu setuju idenya Gerwin, kapan kamu akan mencari lokasinya? Atau kamu sudah punya pilihan sendiri?" tanya Gerwin."Sebenarnya aku punya ide tapi sepertinya jauh dari sini," sahut Ajeng ragu."Kenapa kamu ragu, nak? Katakan pada kami tempat mana yang kamu inginkan?" Bu Sekar tahu benar jika Ajeng tidak ingin merepotkan orang lain. "Um, bu, om, aku sudah punya pilihan cuma berada di luar kota. Dan itu akan memakan waktu yang lama," tutur
Sesat mereka saling pandang, Bu Ida terlihat pias. Tentu, ia tahu cepat atau lambat kejadian ini akan terjadi dan ia harus merelakan semuanya.Melihat menantunya, Bu Ida pasrah jika Wulan akan menceraikan putranya."Selamat siang, apa benar ini kediaman ibu Wulan?" "Benar, saya sendiri. Ada apa ya, pak?" tanya Wulan bingung."Kami kesini untuk menjemput pak Dimas. Beliau selalu mangkir dari panggilan," ujar pria berseragam."Tunggu, mana surat penangkapannya?" tanya Bu Ida."Silahkan ibu baca dulu, saya minta kerja samanya agar kami tidak perlu menggunakan kekerasan untuk membawa pak Dimas." Bu Ida dan Wulan membaca dengan teliti selebar surat yang di bawa pria tak lain adalah polisi. Berdua saling pandang untuk kesekian kalinya."Katakan di mana pak Dimas, Bu?" Bu Ida menatap marah setelah membaca surat penangkapan untuk putranya yang kini bekerja di salah satu bengkel."Jadi ini mantan mantu saya yang melaporkan anak saya? Anak saya tidak bersalah. Dia pantas di beri nafkah sepul
Sejak makan siang hari itu interaksi antara Ajeng dan Rayyan semakin intens, terlebih pria tampan itu membantunya untuk promosi meski Ajeng tak ingin tetapi banyak kalangan pebisnis yang gencar memesan makanan dari warungnya. Seperti saat ini perusahaan Rayyan kembali memesan kali ini dengan jumlah yang lebih banyak, menurutnya ada acara pesta untuk pembukaan cabang sehingga Rayyan memesan makanan bukan dari restoran tetapi dari warung milik calon istrinya. Istri? Sepertinya hanya Rayyan yang mengakuinya mengingat ia telah melamar Ajeng pada ibunya dan Om Gerwin. Walau sampai detik ini Ajeng belum juga menjawab lamarannya. Kembali dengan kesibukan Ajeng, walau ia tahu niat Rayyan namun baginya yang terpenting warungnya mampu menembus pasaran sehingga Ajeng bisa menghidupi karyawan dan keluarganya. Selain itu Ajeng pun ingin membuka cabang meski harus mencari lokasi yang strategis.Mengenai lamaran dari Rayyan, Ajeng hanya meminta waktu yang entah sampai kapan. Sebab ia masih menata
"Will you marry me,"Ajeng tersentak untuk kesekian kalinya menerima lamaran dari Rayyan. Lamaran kali ini sungguh membuatnya terharu, bagaimana tidak Rayyan melamar bukan hanya di depan kedua orang tua mereka tetapi di depan banyak orang Rayyan tanpa malu mengutarakan niatnya untuk menikah dengannya bahkan beberapa wartawan meliput tindakan yang sudah dilakukan oleh Rayyan."Terima!!""Terima!!""Terima!!"Masih banyak suara-suara yang menyerukan bahwa lamaran Rayyan harus diterima oleh Ajeng. Sesaat Ajeng terdiam sebelum menjawab perkataan dari Rayyan."Bismillahirrahmanirrahim, aku terima," "Alhamdulillah!"Suara gemuruh tepuk tangan dan ucap syukur atas diterimanya lamaran Rayyan pada Ajeng. Bukan hanya Rayyan tetapi dua keluarga saling berpelukan mereka menangis haru atas kebahagiaan yang baru saja mereka lihat di mana Ajeng yang telah membuka hatinya untuk pria lain setelah perceraiannya dengan Dimas.Rayyan meminta pada ibunya untuk menyematkan cincin di jari manis Ajeng. Ora
"Itu tidak sebanding dengan kamu yang menerima cintaku, Aisha. Aku berjanji akan membuatmu bahagia selamanya. Tidak ada lagi mahar Sepuluh Ribu atau pun nafkah sepuluh ribu padamu. Ingatkan aku jika lalai dalam memberimu nafkah," ucap Khandra lembut."Kamu adalah segalanya untukku. Dan padamu aku berlabuh, menyerahkan segalanya, cintai aku jika aku layak untuk kamu cintai. Sebaliknya jika aku tak layak maka –" Khandra terdiam. Tatapan Aisha tak biasa."Kamu bicara apa, sih, Dra? Ngelantur aja. Aku suka cincin ini, akan aku pakai.""Alhamdulillah, ayok. Kita pulang, jadi mau ke rumah Wina? Apa bunda tadi, ya?""Mas anterin aku ke pabrik aja ya. Tadi ada telpon katanya ada masalah di sana.""Oke. Jangan lupa sebentar lagi kita akan tunangan. Aku tidak mau kamu lelah.""Ya. Kamu jangan khawatir."Wina yang menikmati hari-harinya sebagai istri dari Arga putra bungsu dari keluarga Rayyan. Tidak ada hari terlewat untuk saling berbagi cerita. Seperti siang ini setelah menyelesaikan pekerjaa
Jawaban Aisha membuat semua yang ada di ruang keluarga pun bersorak bahagia sebab penantian panjang Khandra berakhir dengan manis. Aisha wanita yang ia cintai sejak lama menerima cintanya tanpa syarat. Tidak ingin menunggu lagi Khandra pun meminta pada kedua orang tua Aisha untuk mempercepat pernikahan mereka tentu saja hal itu disambut bahagia oleh kedua orang tua Aisha dan keluarga besarnya. Mengingat mereka sangat mengenal siapa Khandra yang sebenarnya namun sayang dibalik kabar bahagia itu ada rasa rindu dan sedih Khandra tidak bisa memberitahukan kabar bahagia itu pada sang Ibu sebab wanita yang sangat mendukung hubungannya dengan Aisha telah pergi untuk selamanya tepat Aisha pergi ke luar negeri. Mereka sudah sepakat jika seminggu lagi mereka akan bertunangan keluarga ingin mereka segera menikah namun Aisha menginginkan mereka tunangan untuk sementara waktu sampai tiga bulan. Bukan tidak mungkin Aisha hanya menyiapkan semua bukan hanya hatinya tapi juga kesiapan lahirnya.
Suara Aisha kembali terdengar setelah menyelesaikan lantunan ayat suci. Kini wanita bergamis jingga berdiri menghampiri keluarganya yang terdiam di sana menatap tak percaya jika di hadapan mereka adalah Aisha. Keterkejutan dan kesedihan di wajah mereka berubah menjadi air mata bahagia mendapati sosok yang kini tengah berjalan ke arah mereka.Satu tahun mereka menahan rindu, meski mereka mampu untuk datang menemui Aisha namun mereka mengurungkannya mengingat sang putri menolak untuk di temui. Tidak bermaksud untuk membuat kedua orang tuanya tersinggung akan penolakannya tetapi Aisha memiliki alasan sendiri mengapa ia tidak ingin ditemui sebab jika sudah bertemu dengan keluarganya tentu membuat Aisha ingin segera kembali ke rumah. "Sayang kenapa kamu tidak memberi kabar jika pulang?""Kalau aku memberitahu Bunda namanya bukan kejutan. Apa kabar bunda, ayah dan kamu Arga, ah, lupa adik Iparku yang cantik. Bagaimana dengan kalian semua aku merindukan kalian semua.""Kabar kami baik, kak.
Perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu bagaimana kedepannya. Seperti yang dialami oleh Aisha setelah pernikahan adiknya dengan sang sahabat dia pun memutuskan untuk pergi ke luar negeri untuk menyembuhkan luka hatinya akibat pengkhianatan dilakukan oleh suaminya. Walau hal itu terjadi sudah cukup lama namun luka itu sangat membekas di hatinya sehingga ia memilih untuk menenangkan diri. Lamaran dari sahabat kecilnya pun dia abaikan bukan berarti tidak ada perasaan apapun ia hanya ingin menyelami perasaannya apakah ia benar-benar sudah melupakan Ferdi mantan suaminya, apakah hanya rasa iba yang kelak akan menjadi permasalahan baru jika dia menerima cinta Khandra. Satu tahun berlalu setelah dia pergi ke negeri orang bukan untuk menghindari akan tetapi ia ingin mengobati lukanya sendiri. Senyumnya mengembang melihat seseorang yang sudah menunggunya. "Apa aku terlambat datang?" "Tidak. Justru sebaliknya sepertinya kamu terlalu cepat sehingga kamu harus menunggu aku datan
Kesibukan terlihat di salah satu hotel ternama di ibukota bukan hanya pengantinnya saja tetapi pihak keluarga dari pembelai pria pun sangat sibuk bukan karena tidak percaya dengan orang lain, tetapi mereka ingin memberikan kesan tersendiri untuk salah satu keluarga mereka yang tidak lain adalah Arga yang akan menikah dengan Wina. Pernikahan berlangsung dengan hikmah pagi tadi dan malam nanti dimulainya pesta yang tentu dengan meriah dan mewah. Mengingat Wina hidup sebatang kara sebab sang Bibi yang dulu mengurusnya telah meninggal beberapa tahun yang lalu sehingga semua disiapkan oleh keluarga Ajeng. Aisha orang yang menyatukan hubungan mereka justru kini ia disibukkan dengan segala kerempongan yang dilakukan adik iparnya yang begitu cemas mengingat mereka akan menghabiskan malam untuk pertama kalinya dengan seorang pria. Berulang kali Aisha menjelaskan bahwa hal itu lumrah terjadi karena ia pun pernah merasakan hal yang sama yang kini dirasakan oleh Wina sebab saat itu Aisha begit
Hari berlalu begitu cepat minggu berganti bulan dan kini setahun sudah setelah kejadian di mana keluarga mantan suaminya datang ke rumah bersama ibu dan istrinya. Aisha sudah memutuskan untuk menjalani kehidupan tanpa ada rasa dendam dalam hati.Kabar hukuman tiga puluh tahun sampai di telinganya, namun Aisha yang diam-diam meminta pihak berwajib untuk mengurangi hukuman jika terbukti Wulan telah sadar dan bertaubat. Semua ia lakukan mengingat wanita yang berusaha untuk menyingkirkan dirinya seusia Ibunya, mana mungkin Aisha tega melakukan hal itu. Menghabiskan waktu lama di dalam penjara hal yang sangat ia takutkan."Kamu yakin nak?""Ya, bund, kasihan. Bund tahu kan Tante Wulan itu sudah cukup umur. Melihat Tante Wulan, aku ingat Bunda,"Ajeng tersenyum begitu beruntung memiliki anak seperti Aisha dan Arga yang selalu memikirkan perasaan orang lain meski hatinya terluka. "Apa Bunda tidak setuju, dengan keputusan yang aku ambil ini?""Tentu tidak sayang. Justru sebaliknya Bunda sang
Seperti yang diucapkan semalam pagi ini mereka pergi ke rumah Aisha. Bersama dengan Bu Wiranti dan tentu Ahmad anak mereka. Taksi yang di pesan Ferdi telah sampai mereka gegas naik. Dalam perjalanan tak ada yang membuka suara mereka memilih diam tanpa ingin mengatakan sesuatu, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.Bukan hanya Esti tapi juga Bu Winarti yang juga merasa bersalah pada keluarga Rayyan. Sejak Ferdi berpisah dengan Aisha hidupnya benar-benar berada di titik terendah, bahkan dulu saat Ferdi masih kerja serabutan hidupnya tidak sesulit sekarang.Menyadari hidupnya hancur karena ulahnya yang berambisi untuk memiliki cucu dan harta ternyata menantunya yang di anggap miskin dan tidak berguna itu adalah seorang wanita kaya raya. Sungguh ironis harta yang dia inginkan ternyata ada di depannya, setelah semua terungkap kehadiran cucu menjadi masalah yang terjadi dalam rumah tangga Ferdi dan lagi semua karena keegoisannya kini semua yang ia inginkan menjadi boomerang untuknya."
Esti tercengang mendengar penuturan dari pria di depan yang tak lain tak bukan adalah Ayah tirinya yang pernah menjadi suami dari ibunya. Benarkah yang dikatakan olehnya? Siapa ibu dan siapa dirinya yang sebenarnya? Jika yang dikatakannya benar lalu apa yang ia dapatkan cerita dari ibunya adalah salah semua. Esti terdiam mencerna setiap kata yang tak coba ia dapatkan jawabannya. "Tidak perlu memikirkan apa yang aku katakan ini. Pergilah jaga keluargamu baik-baik apa yang pernah kamu dapatkan dengan cara merebut sesuatu dari orang lain. Maka kamu akan merasakannya juga entah kapan kamu mengalaminya lebih baik bertobat dan tidak perlu mengusik orang yang sudah kamu sakiti dulu agar hidupmu jauh lebih tenang lagi."Tanpa menjawab Esti pergi dari rumah mewah Aisha. Ya, semua begitu suram tak ada yang bisa menjelaskan padanya termasuk tujuan ibunya waktu itu."Kamu dari mana saja Esti? Ibu kewalahan ngurusin Ahmad."Bu Winarti kesal tiga jam yang lalu menantunya pergi tanpa memberikan ka
"Esti, jaga mulut kamu. Lancang kamu sebut anakku, sundal. Ternyata kamu tidak bercermin dari kesalahan ibumu. Kamu hadir dalam rumah tangga putriku dan kamu menyalahkan anakku begitu? Sangat menyedihkan. Kamu perempuan yang baik cantik dan masih muda seharusnya kamu menata hidupmu lebih baik lagi tidak perlu mendengarkan apa yang dikatakan ibumu yang tentu mengarahkan kamu ke dalam curang kehancuran, kamu tidak tahu kisah yang sebenarnya terjadi di masa dulu dan kamu hanya mendengarkan apa yang dikatakan Ibumu tanpa bertanya pada kami permasalahan yang sebenarnya. Lihatlah di sini ada orang-orang yang berhubungan langsung dengan masa lalu ibu kamu bisa dengarkan mereka,""Aku tidak peduli dengan mereka yang aku butuhkan sekarang adalah anakmu dan kamu yang harus bertanggung jawab atas kehancuran rumah tanggaku dan ibuku. Terutama putrimu yang sok cantik itu dia harus membebaskan ibuku. Ibuku tidak bersalah semua ini rekayasa putrimu tidak mungkin Ibuku menyakiti orang,"Dari dalam su